IV. 1. Kesimpulan
Penelitian ini, setelah ziarah panjang penulis atas literatur dan analisa, pada
akhirnya menemukan dua point penting, sebagaimana yang bisa disimak dari uraian
sebelumnya, yakni:
Pertemuan sains dan agama, pada dasarnya adalah pertemuan dua sistem
hanya akan mengasingkan banyak hal dan meluputkan kisi-kisi lain pembacaan
Barbour ini, bukanlah sesuatu yang mutlak dalam penggambaran itu. Meskipun
agama. Untuk hal itu pula, pemahaman atas struktur yang mendasari keduanya,
merupakan modal berharga dalam mencari titik dialog yang selaras dari
keduanya. Tentu saja ia labih berkaitan dengan kisi filosofis keduanya dalam
Integrasi sains dan agama, satu diantara 4 varian yang diajukan Barbour
atas penyatuan keduanya, adalah hal yang patut mendapat uluran respons dan
Whitehead, masa depan sejarah akan sangat ditentukan oleh sikap generasi
sekarang terhadap hubungan antara sains dan agama. Pada titik ini, pandangan
sistematis yang bisa memayungi sains dan agama, adalah satu di antara ragam
Pada titik tertentu, integrasi sains dan agama hanya berada pada level
merumuskan rasionalitas iman dan intuisitas nalar empirik. Mengutip Julian Baggini,
mengerti akan hal tersebut, lalu pergi beribadah keesokan harinya”. Sebab,
rasionalitas hanyalah satu bagian dari iman yang tidak cukup pada semata-mata ia
kita berpijak. Memandang penyatuan sains dan agama sebagai dialog antar
manusia itu sendiri. Sebab, seperti diungkap oleh Steven Weinberg dalam
mempengaruhi sains, akan tetap ada pada sains satu elemen yang dingin, objektif dan
non-manusiawi”; agama pun demikian. Selalu ada pijar “ketercerahan religius” yang
keduanya.
101
Rintisan Barbour, hemat penulis, paling tidak mesti menjadi ruang refleksi
penjelajahan semesta empirik. Ia juga dapat menjadi momentum bagi kita untuk
IV. 3. Saran-Saran
Ada banyak hal sebenarnya yang bisa dipelajari dari pemikiran Ian G.
Barbour. Penelitian ini sendiri lebih mengkhususkan pada pembahasan secara umum
kerangka tipologis pertemuan sains dan agama serta sintesa sistematis dari filsafat
deskriptif dan holistik. Dari itu, ia tentunya juga bisa ditinjau dan dijajaki lewat
pemikiran Barbour secara khusus, dan persoalan hubungan sains dan agama secara