Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

Beton adalah material konstruksi yang pada saat ini sudah sangat umum
digunakan. Saat ini berbagai bangunan sudah menggunakan material dari beton.
Pentingnya peranan konstruksi beton menuntut suatu kualitas beton yang memadai.
Penelitian-penelitian telah banyak dilakukan untuk memperoleh suatu penemuan
alternatif penggunaan konstruksi beton dalam berbagai bidang secara tepat dan
efisien, sehingga akan diperoleh mutu beton yang lebih baik.
Beton merupakan unsur yang sangat penting, mengingat fungsinya sebagai
salah satu pembentuk struktur yang paling banyak digunakan oleh masyarakat.
Keadaan ini dapat dimaklumi, karena sistem konstruksi beton mempunyai banyak
kelebihan jika dibandingkan dengan bahan lain.
Keunggulan beton sebagai bahan konstruksi antara lain mempunyai kuat
tekan yang tinggi, dapat mengikuti bentuk bangunan secara bebas, tahan terhadap
api dan biaya perawatan yang relatif murah. Hal lain yang mendasari pemilihan dan
penggunaan beton sebagai bahan konstruksi adalah faktor efektifitas dan tingkat
efisiensinya.
Secara umum bahan pengisis (filler) beton terbuat dari bahan-bahan yang
mudah diperoleh, mudah diolah (workability) dan mempunyai keawetan
(durability) serta kekuatan (strenght) yang sangat diperlukan dalam pembangunan
suatu konstruksi.
Beton yang bermutu baik mempunyai beberapa kelebihan diantaranya
mempunyai kuat tekan tinggi, tahan terhadap pengkaratan atau pembusukan oleh
kondisi lingkungan, tahan aus, dan tahan terhadap cuaca (panas, dingin, sinar
matahari, hujan). Beton juga mempunyai beberapa kelemahan, yaitu lemah
terhadap kuat tarik, mengembang dan menyusut bila terjadi perubahan suhu, sulit
kedap air secara sempurna, dan bersifat getas.
Hampir pada setiap aspek kehidupan manusia selalu terkait dengan beton
baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai contoh adalah jalan dan
jembatan yang strukturnya terbuat dari beton, lapangan terbang, pemecah

2
gelombang, bendungan. Bahan susuan beton yang umum digunakan sampai saat ini
adalah semen, pasir, kerikil, batu pecah dan air.
Kualitas beton bergantung pada bahan-bahan penyusunnya. Semen
merupakan salah satu bahan penyusun beton yang bersifat sebagai pengikat agregat
pada campuran beton. Besarnya kuat beton dipengaruhi beberapa hal antara lain
fas, jenis semen, gradasi agregat, sifat agregat, dan pengerjaan (pencampuran,
pemadatan, dan perawatan), umur beton, serta bahan kimia tambahan (admixture).

1.1 Latar Belakang Praktikum


Pembelajaran material dan praktikum untuk mempelajari sifat fisis beton
merupakan salah satu kegiatan yang wajib di ikuti dalam pendidikan S1 pada
jurusan teknik sipil di universitas malikussaleh agar lulusannya mempunyai
pengetahuan dan keterampilan dasar mengenai teknologi bahan konstruksi serta
dapat memahami bagaimana cara menguji material tersebut.

1.2 Tujuan Pelaksanaan Praktikum


Praktikum teknologi bahan konstruksi ini bertujuan untuk mengetahui,
memahami dan mempraktekkan langsung mengenai mata kuliah yang telah di
pelajari pada semester dua yang lalu tentang teori-teori teknologi bahan konstruksi.

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum


Waktu dan tempat pelaksanaan praktikum teknologi bahan konstruksi yaitu
pada tanggal 09 Juli sampai 14 Juli 2018 yang bertempat di laboraturium teknik
sipil universitas malikussaleh, kampus Bukit Indah, Lhokseumawe.

1.4 Kegiatan Praktikum


Adapun kegiatan praktikum yang telah di laksanakan antara lain :
Kegiatan I: Pengujian semen
Pengujian semen yang dilakukan yaitu:
a.) Berat jenis semen
b.) Kehalusan semen

3
Kegiatan II: Pengujian agregat
Pengujian agregat di lakukan untuk mengetahui sifat-sifat agregat.
Adapun pengujiaan yang di lakukan yaitu:
a.) Berat jenis dan penyerapan air agregat kasar
b.) Berat jenis dan penyerapan air agregat halus
c.) Analisa saringan agregat kasar
d.) Analisa saringan agregat halus
e.) Kadar kelembaban agregat kasar
f.) Kadar kelembaban agregat halus
g.) Berat volume gembur / padat agregat kasar
h.) Berat volume gembur / padat agregat halus

Kegiatan II: Pengujian beton


Pengujian beton bertujuan untuk mengetahui rancangan campuran
dan kuat tekan beton. Adapun pengujian yang di lakukan yaitu :
a.) Rancangan campuran beton
b.) Pembuatan dan perawatan benda uji
c.) Pengujian adukan beton
d.) Pembuatan kaping silinder beton
e.) Pengujian kuat tekan silinder beton

4
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Beton
2.1.1 Pendahuluan
Beton merupakan material komposit yang terdiri dari campuran semen, air,
agregat kasar, agregat halus, semen, air dengan tambahan adanya rongga-rongga
udara. Campuran bahan-bahan pembentuk beton harus di tetapkan sedemikian rupa,
sehingga menghasilkan beton basah yang mudah di kerjakan, memenuhi kekuatan
tekan rencana setelah mengeras dan cukup ekonomis.
Secara proporsi komposisi unsur beton adalah agregat kasar dan agregat
halus (60 % - 80 %), semen (7 % - 15 %), air (14 % - 21 %), udara (1 % - 8 %).
Beton mempunyai kuat tekan yang besar dan memiliki kuat tarik yang kecil. Oleh
karena itu untuk struktur bangunan beton selalu di kombinasikan dengan tulangan
baja untuk memperoleh nilai yang maksimal.
Mutu beton di tentukan oleh banyak faktor antara lain:
a. Faktor air semen ( FAS )
b. Perbandingan bahan - bahan penyusunnya
c. Mutu bahan – bahan yang di gunakan
d. Susunan butiran agregat yang di gunakan
e. Ukuran maksimum agregat yang di gunakan
f. Bentuk butiran agregat
g. Kondisi pada saat mengerjakan
h. Kondisi pada saat pengerasan

2.1.2 Klasifikasi Beton


Pada umumnya pengelompokkan beton terbagi atas beberapa kategori:
A. Berdasarkan berat satuan ( SNI 03 – 2847 – 2002 )
1. Beton ringan: berat satuan ≤ 1.900 kg / m³
2. Beton normal: berat satuan 2.200 kg / m³ - 2.500 kg / m³
3. Beton berat: berat satuan > 2.500 kg / m³
B. Berdasarkan kuat tekan
1. Beton mutu rendah: f’c < 20 Mpa

5
2. Beton mutu sedang: f’c = 21 Mpa – 40 Mpa
3. Beton mutu tinggi: f’c ≥ 41 Mpa
C. Berdasarkan pembuatan
1. Beton cast in – situ: yaitu beton yang di cor di tempat dengan cetakan
atau acuan yang di pasang di lokasi elemen struktur pada bangunan atau
infrastruktur.
2. Beton pre – cast: yaitu beton yang di cor di lokasi pabrikasi khusus dan
kemudian di angkut dan di rangkai untuk di pasang di lokasi elemen
struktur pada bangunan atau infrastruktur.
D. Berdasarkan lingkungan
1. Beton di lingkungan korosif: karena pengaruh sulfat, klorida, garam
alkali dan sebagainya.
2. Beton di lingkungan basah non korosif
3. Beton di lingkungan yang terpapar cuaca
4. Beton di lingkungan yang terlindungi dari cuaca
E. Berdasarkan tegangan pra – layan
1. Beton konvensional: yaitu beton normal yang tidak mengalami tegangan
pra layan.
2. Beton pre – stressed: yaitu beton yang di berikan tegangan pra layan
pada saat pembuatannya dengan sistem pre – sressing.
3. Beton post – tensioned: yaitu beton yang di berikan tegangan pra layan
pada saat pembuatannya dengan sistem post – tensioning.

2.1.3 Sifat Fisis Beton Normal


A.Sifat fisis beton segar
Sifat fisis beton segar berguna untuk mendapatkan mutu beton yang di
harapkan sesuai dengan tuntutan konstruksi dan umur bangunan yang di
rencanakan. Pada saat beton masih segar atau setelah di cetak beton bersifat plastis
yaitu mudah di bentuk sedangkan pada saat sudah keras beton memiliki
kemampuan untuk menerima beban. Sifat beton segar yang baik sangat
mempengaruhi kemudahan pengerjaan sehingga menghasilkan beton segar dengan
kualitas yang baik pula.

6
B. Sifat beton segar
1. Kemudahan pengerjaan beton segar ( workabilitas )
Workabilitas beton di lakukan dengan pengujian slump ( slump test ) yang
bermanfaat untuk mengamati variasi keseragaman campuran pada beton yang akan
di hasilkan.
Unsur – unsur yang mempengaruhi workabilitas antara lain:
a) Jumlah air pencampur
b) Kandungan semen
c) Gradasi campuran pasir – kerikil
d) Bentuk butiran agregat kasar
e) Cara pemadatan dan alat pemadat
2. Pemisahan agregat ( segregation )
Segregasi adalah kecenderungan butir – butir kasar untuk lepas dari
campuran beton. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil yang pada akhirnya akan
menyebabkan keropos pada beton.
Faktor yang menyebabkan terjadinya segrerasi yaitu:
a) Kekurangan semen
b) Kebanyakan air
c) Besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm
d) Permukaan butir agregat, semakin kasar permukaan butir agregat semakin
mudah terjadi segregasu.
3. Pemisahan air ( bleeding )
Bleeding yaitu kecendrungan air untuk naik kepermukaan pada beton yang
baru di padatkan. Bleeding ini di pengaruhi oleh:
a) Susunan butir agregat
b) Banyaknya air
c) Kecepatan hidrasi
d) Proses pemadatan

2.1.4 Keunggulan Beton


Keunggulan dari beton antara lain :
1. Mudah di cetak

7
Artinya beton segar dapat mudah di angkut maupun di cetak dalam bentuk
apapun dan ukuran berapapun trgantung dari keinginan
2. Ekonomis
Artinya bahan – bahan dasar dari bahan lokal, hanya daerah – daerah
tertentu sulit mendapatkan pasir maupun kerikil
3. Awet dan tahan lama
Artinya beton termasuk berkekuatan tinggi, serta mempunyai sifat tahan
terhadap perkaratan dan pembusukan oleh kondisi lingkungan
4. Tahan api
Artinya tahan terhadap kebakaran sehingga biaya perawatan termasuk
rendah
5. Energi effisien
Artinya beton kuat tekannya tinggi mengakibatkan jika di kombinasikan
dengan baja tulangan dapat di katakan mampu di buat struktur berat
6. Dapat di cor di tempat
7. Bentuknya indah Artinya dapat di buat model menurut selera yang
menghendakinya

2.1.5 Kelemahan Beton


1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak
2. Beton sulit untuk kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat
memasuki air dan air membawa kandungan garam yang dapat merusak
beton
3. Beton bersifat getas sehingga harus di hitung dengan teliti agar setelah di
gabungkan dengan baja tulangan dapat bersifat kokoh
4. Struktur beton sulit untuk di pindahkan
5. Kualitasnya sangat tergantung cara di lapangan

2.1.6 Proses Produksi Beton


Proses produksi beton terdiri atas komponen – komponen penyusun beton
(material besar), perencanaan campuran beton, pencampuran atau pengadukan
beton, pengecoran beton, finishing beton atau curing.

8
2.1.7 Perawatan Beton ( Curing )
Tujuan perawatan beton yaitu agar proses hidrasi tidak mengalami
gangguan yang di sebabkan oleh air, agar di dapatkan beton yang awet dengan
volume yang stabil, kedap air dan sesuai dengan kekuatan yang sudah di
rencanakan. Perawatan beton terdiri atas dua yaitu:

A. Perawatan beton dengan pembasahan


Dilakukan dengan cara:
1. Menaruh beton segar pada ruangan yang lembab
2. Menaruh dalam genangan air
3. Menyelimuti permukaan beton dengan air
4. Menyelimti permukaan beton dengan karung basah
5. Menyirami permukaan beton secara terus menerus

B. Perawatan beton dengan uap


Dilakukan dengan cara:
1. Beton dirawat dengan uap yang bertujuan untuk mendapatkan kekuatan
yang tinggi pada permukaannya
2. Perawatan dengan uap harus di lakukan secara terus menerus sampai beton
telah mencapai 70 % dari kekuatan yang telah di rencanakan pada beton
yang berumur 28 hari.

2.2 Semen
2.2.1 Pendahuluan
Semen portland adalah bahan perekat hidrolisis yaitu bahan perekat yang
dapat mengeras bila bersenyawa dengan air dan berbentuk benda padat yang tidak
larut dalam air. Semen hidrolisis pada awalnya di buat oleh Joseph Parker pada
tahun 1796 dengan membakar batu kapur argilasius yaitu batu kapur yang
mengandung ± 20 % oksida silica, alumina dan besi.
Pada tahun 1824 Joseph Aspdin mempatenkan jenis semen yang di buat
dengan membakar batu kapur yang mengandung tanah liat dari pulau portland di
Dorset Inggris. Semen jenis inilah yang pertama membawa nama semen portland.
Tetapi dalam pembuatan semen ini pembakarannya tidak sampai berbentuk klinker
( terak ).

9
Pada tahun 1845 Isaac Johnson menemukan semen modern dengan cara
membakar batu kapur dan tanah liat sampai berbentuk terak, kemudian menggiling
terak tersebut sampai halus. Pada waktu itu untuk membakar di pergunakan tungku
tegak sederhana. Tahun 1895 Murry dan Seamen dari Amerika menemukan tungku
putar modern yang di pergunakan untuk produksi semen sampai saat ini.
Di indonesia, pabrik semen pertama kali di dirikan di Indarung Sumatra
Barat tahun 1991. Pada tahun 1955 pabrik semen Gresik mulai menggunakan
tungku putar. Tahun 1968 di bangun pabrik di semen di Tonasa Ujung Pandang,
tahun 1970 di Cibinong, kemudian Baturaja, Andalas dan Kupang.
Fungsi semen adalah untuk mengikat butir-butir agregat sehingga
membentuk massa padat dan mengisi rongga – rongga udara di antara butir-butir
agregat.

2.2.2 Bahan Baku Semen


Semen Portland di bentuk dari oksida - oksida utama yaitu:
1. Kapur ( CaO )
2. Silika ( SiO₂ )
3. Alumina ( Al₂O₃ )
4. Besi ( Fe₂O₃ )
Bahan baku untuk memperoleh oksida – oksida tersebut adalah:
1. Batu kapur kalsium ( CaCO₃ ) setelah mengalami proses pembakaran
menghasilkan kapur oksida ( CaO )
2. Tanah liat yang mengandung oksida silika ( SiO₂ ), alumina ( Al₂O₃ ), besi
( Fe₂O₃ )
3. Pasir kuarsa untuk menambah kekurangan SiO₂
4. Pasir besi untuk menambah kekurangan Fe₂O₃

2.2.3 Proses Pembuatan Semen


Secara umum proses pembuatan semen yaitu:
1. Penambangan bahan baku
2. Persiapan dan penyediaan bahan mentah/baku. Bahan baku hasil
penambangan di pecah dengan mesin pemecah, di giling halus, di campur

10
merata dalam perbandingan tertentu yang telah di hitung sebelumnya dan di
lakukan di mesin pencampur
3. Pembakaran. Bahan baku di masukkan ke dalam tungku pembakaran dan di
bakar sampai suhu 1450 ᵒC sehingga berbentuk terak
4. Penggilingan terak dan penambahan gips. Terak yang sudah dingin ( suhu
± 90 ᵒC ) di giling halus bersama – sama dengan gips
5. Pengekapan

2.2.4 Sifat Fisis Semen


A. Kehalusan butir ( Fineness )
Kehalusan butir semen akan mempengaruhi proses hidrasi. Semakin halus
butiran semen maka luas permukaan butir untuk suatu jumlah berat semen tertentu
menjadi lebih besar sehingga jumlah air yang di butuhkan juga banyak. Semakin
halus butiran semen maka proses hidrasinya semakin cepat sehingga semen
mempunyai kekuatan awal tinggi. Proses hidrasi dari semen diawali dari permukaan
partikel semen, semakin besar luas permukaan specific dari semen akan
meningkatkan kecepatan hidrasi yang pada akhirnya akan mempercepat proses
pengikatan dan pengerasan semen.

B. Berat jenis dan berat isi


Berat jenis semen berkisar antara 3,10 – 3,30 dengan berat jenis rata – rata
sebesar 3,15. Semen yang mempunyai berat jenis ˂ 3,0 biasanya pembakarannya
kurang sempurna atau tercampur dengan bahan lain atau sebagian semen telah
mengeras, ini berarti kualitas semen turun.
Berat gembur semen ± 1,1 kg / liter, sedangkan berat isi padat semen sebesar
1,5 kg / liter. Di dalam praktek biasanya di gunakan berat isi rata – rata sebesar 1,25
kg / liter.

C. Waktu pengikatan
Waktu ikat adalah waktu yang di butuhkan semen untuk mengeras mulai
semen bereaksi dengan air sampai pasta semen mengeras dan cukup kaku untuk
menahan tekanan. Waktu ikat semen terbagi dua yaitu:

11
1. Waktu ikat awal ( Intial setting time ), yaitu waktu dari pencampuran semen
dengan air sampai pasta semen hilang sifat keplastisannya .
2. Waktu ikat akhir ( Final setting time ), yaitu waktu antara terbentuknya
pasta semen sampai beton mengeras.

D. Kekekalan bentuk
Kekekalan bentuk adalah sifat dari pasta semen yang telah mengeras,
dimana bila pasta tersebut dibuat bentuk tertentu bentuk itu tidak berubah.
Ketidakkekalan semen di sebabkan oleh jumlah kapur bebas yang berlebihan dan
magnesia yang terdapat pada semen.

E. Kekuatan semen
Kuat tekan semen sangat penting karena akan sangat berpengaruh terhadap
kekuatan beton. Kuat tekan semen ini merupakan gambaran kemampuan semen
dalam melakukan pengikatan ( daya rekatnya ) sebagai bahan pengikat.

F. Pengikatan awal palsu


Pengikatan awal palsu yaitu pengikatan awal semen yang terjadi kurang dari
60 menit, dimana setelah semen di campur dengan air segera nampak adonan
menjadi kaku. Setelah pengikatan awal palsu ini berakhir, adonan dapat di aduk
kembali.

G. Panas hidrasi
Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen beraksi dengan air
Pengeluaran panas tersebut tergantung dari susunan senyawa semen, kehalusan
butiran semen dan kecepatan reaksi antara butiran semen dengan air. Dalam
pelaksanaannya perkembangan panas ini dapat menimbulkan retakan pada saat
pendinginan melalui perawatan ( curing ).

2.2.5 Jenis – Jenis Semen Portland


Adanya perbedaan persentase senyawa kimia semen akan menyebabkan
perbedaaan sifat semen. Kandungan senyawa yang ada pada semen akan

12
membentuk karakter dan jenis semen. Di lihat dari susunan senyawany , semen
portlanddi bagi dalam lima jenis, yaitu:
1. Semen Type I, semen yang dalam penggunaannya tidak secara khusus
(pemakaian secara umum). Biasanya di gunakan pada bangunan – bangunan
umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.
2. Semen Type II, semen yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Semen ini di gunakan untuk
bangunan dan konstruksi beton yang selalu berhubungan dengan air kotor,
air tanah atau untuk pondasi yang tertanam di dalam tanah yang garam sulfat
dan saluran air limbah atau bangunan yang berhubungan langsung dengan
air rawa.
3. Semen Type III, semen yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan
awal yang tinggi dalam fase setelah pengikatan terjadi. Biasanya di gunakan
pada bangunan – bangunan di daerah yang bertemperatur rendah ( musim
dingin ).
4. Semen Type IV, semen yang dalam penggunaannya memerlukan panas
hidrasi rendah. Digunakan pada pekerjaan beton dalam volume besar ( beton
massa ) dan masif. Misalnya : bendungan, pondasi berukuran besar dan lain
sebagainya.
5. Semen Type V, semen yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
yang tinggi terhadap sulfat. Biasanya di gunakan pada bangunan – bangunan
yang selalu berhubungan dengan air laut, saluran limbah industri, bangunan
yang terpengaruh oleh uap kimia dan gas agresif serta untuk pondasi yang
berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat tinggi.

2.3 Agregat
2.3.1 Pendahuluan
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran beton atau mortar. Agregat menempati sebanyak kurang lebih 70%
dari volume beton atau mortar. Oleh karena itu sifat-sifat agregat sangat
mempengaruhi sifat – sifat beton yang di hasilkan.

13
2.3.2 Klasifikasi Agregat
Berdasarkan asalnya , agregat di golongkan menjadi:
A. Agregat alam
Agregat alam merupakan agregat yang menggunakan bahan baku dari batu
alam atau penghancurannya. jenis batuan yang baik di gunakan untuk agregat harus
keras, kompak, kekal dan tidak pipih. Agregat alam terdiri dari:
1. Kerikil dan pasir alam, yaitu agregat yang berasal dari penghancuran oleh
alam dari batuan induknya. Biasanya di temukan di sekitar sungai atau di
daratan. Agregat beton alami berasal dari pelapukan atau disintegrasi dari
batuan besar , baik dari batuan beku, sedimen maupun metamorf. Bentuknya
bulat tetapi biasanya banyak tercampur dengan kotoran dan tanah liat. Oleh
karena itu jika di gunakan untuk beton harus di lakukan pencucian terlebih
dahulu.
2. Agregat batu pecah, yaitu agregat yang terbuat dari batu yang di pecah
dengan ukuran tertentu, sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan atau
berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu, dengan
butirannya berukuran antara 4,76 mm – 150 mm.
B. Agregat buatan
Agregat buatan merupakan agregat yang di buat dengan tujuan penggunaan
khusus ( tertentu ) karena kekurangan agregat alam. Biasanya agregat buatan adalah
agregat ringan. Contoh agregat buatan adalah klinker dan breeze yang berasal dari
limbah pembangkit tenaga uap, agregat yang berasal dari tanah liat yang di bakar
pada tungku putar.
Berdasarkan berat jenisnya, agregat di golongkan menjadi:
1. Agregat berat: agregat yang mempunyai berat jenis lebih dari 2,8. Biasanya
di gunakan untuk beton yang terkena sinar radiasi X. Contoh agregat berat:
magnetit, butiran besi.
2. Agregat normal: agregat yang mempunyai berat jenis antara 2,50-2,70.
Beton dengan agregat normal akan memiliki berat jenis sekitar 2,3 dengan
kuat tekan 15 Mpa – 40 Mpa. Agregat normal terdiri dari kerikil, pasir, batu
pecah ( berasal dari alam ), klingker, terak dapur tinggi ( agregat buatan ).

14
3. Agregat ringan: agregat yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,0.
Biasanya di gunakan untuk membuat beton ringan. Terdiri dari batu apung,
asbes, berbagai serat alam dan lain sebagainya.
Berdasarkan ukuran butirannya, agregat di golongkan menjadi :
a) Batu: agregat yang mempunyai besar butiran ˃ 40 mm
b) Kerikil: agregat yang mempunyai besar butiran 4,8 mm – 40 mm
c) Pasir: agregat yang mempunyai besar butiran 0,15 mm – 4,8 mm
d) Debu: agregat yang mempunyai besar butiran ˂ 0,15 mm
Fungsi agregatdi dalam beton yaitu:
a) Menghemat penggunaan semen portland
b) Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton
c) Mengurangi penyusutan pada beton
d) Menghasilkan beton yang padat bila gradasinya baik.

2.3.3 Sifat Fisis Agregat


Sifat – sifat agregat yang mempengaruhi mutu beton terdiri dari:
A. Bentuk butiran dan keadaan permukaan
Butiran agregat biasanya berbentuk bulat (agregat yang berasal dari
sungai/pantai), tidak beraturan, bersudut tajam dengan permukaan kasar, ada yang
berbentuk pipih dan lonjong.
Bentuk butiran agregat berpengaruh pada:
a) Luas permukaan agregat
b) Jumlah air pengaduk pada beton
c) Kestabilan / ketahanan ( durabilitas ) pada beton
d) Kecelakaan ( workability )
e) Kekuatan beton
Keadaan permukaan agregat berpengaruh pada daya ikat antara agregat
dengan semen.
a) Permukaan kasar: ikatannya kuat
b) Permukaan licin: ikatannya lemah

15
B. Kekuatan agregat
Kekuatan agregat adalah kemampuan agregat untuk menahan beban dari
luar. Kemampuan agregat meliputi kekuatan tarik, tekan, lentur, geser dan
elastisitas. Kekuatan dan elastisitas agregat di pengaruhi oleh:
a) Jenis batuannya
b) Susunan mineral agregat
c) Struktur / kristal butiran
d) Porositas
e) Ikatan antar butir

C. Berat jenis agregat


Berat jenis adalah perbandingan berat suatu benda dengan berat air murni
pada volume yang sama pada suhu tertentu. Berat jenis agregat tergantung oleh
jenis batuan, susunan mineral agregat , struktur butiran dan porositas batuan . Berat
jenis agregat terbagi tiga yaitu:
1. Berat jenis SSD, yaitu berat jenis agregat dalam kondisi jenuh kering
permukaan.
2. Berat jenis semu, yaitu berat jenis agregat yang memperhitungkan berat
agregat dalam keadaan kering dan volume agregat dalam keadaan kering.
3. Berat jenis bulk, yaitu berat jenis agregat yang memperhitungkan berat
agregat dalam keadaan kering dengan seluruh volume agregat

D. Bobot isi ( bulk density )


Bobot isi adalah perbandingan antara berat suatu benda dengan volume
benda tersebut. Bobot isi terbagi dua yaitu bobot isi padat dan gembur. Bobot isi
agregat pada beton berguna untuk klasifikasi perhitungan perencanaan campuran
pada beton.

E. Porositas, kadar air dan daya serap air


Porositas agregat adalah jumlah kadar pori – pori yang ada pada agregat,
baik pori – pori yang dapat tembus air maupun tidak yang dinyatakan dengan persen

16
terhadap volume agregat. Porositas agregat erat hubungannya dengan berat jenis
agregat, daya serap air, sifat kedap air dan modulus elastisitas.
Kadar air agregat adalah banyaknya air yang terkandung dalam agregat. Ada
empat jenis kadar air dalam agregat, yaitu:
1. Kadar air kering tungku, yaitu agregat yang benar – benar tanpa air
2. Kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaannya kering
tetapi mengandung sedikit air dalam porinya sehingga masih dapat
menyerap air
3. Kadar air jenuh kering permukaan ( SSD ), yaitu dimana agregat yang pada
permukaannya tidak terdapat air tetapi di dalam butirannya sudah jenuh air.
4. Kadar air kondisi basah, yaitu kondisi dimana di dalam butiran maupun
permukaan agregat banyak mengandung air sehingga akan menyebabkan
penambahan jumlah air pada adukan beton.
Daya serap air adalah kemampuan agregat dalam menyerap air sampai
dalam keadaan jenuh. Daya serap air agregat merupakan jumlah air yang terdapat
dalam agregat di hitung dari keadaan kering oven sampai dengan keadaan jenuh
dan di nyatakan dalam persen. Daya serap air berhubungan dengan pengontrolan
kualitas beton dan jumlah air yang di butuhkan pada beton.

F. Gradasi agregat
Pada beton, gradasi agregat berhubungan dengan kecelakaan beton segar,
ekonomis dan karakteristik kekuatan beton.

2.3.4 Gradasi ( Susunan Butiran ) Agregat Kasar Dan Halus


Gradasi agregat adalah distribusi ukuran butiran dari agregat, baik agregat
kasar maupun halus. Agregat yang mempunyai ukuran seragam (sama) akan
menghasilkan volume pori antar butiran menjadi besar. Sebaliknya agregat yang
mempunyai ukuran bervariasi mempunyai volume pori kecil, di mana butiran kecil
mengisi pori di antara butiran besar sehingga pori – porinya menjadi sedikit
(kemampatannya tinggi). Pada beton di butuhkan agregat yang mempunyai
kemampatan tinggi sehingga volume porinya kecil, maka di butuhkan bahan ikat
sedikit (bahan ikat mengisi pori di antara butiran agregat).

17
Gradasi agregat akan mempengaruhi sifat – sifat beton, baik beton segar
maupun beton kaku, yaitu:
1. Pada beton segar, gradasi agregat akan mempengaruhi kecelakaan
(workability), jumlah air pencampur, sifat kohesif, jumlah semen yang di
perlukan, segregasi dan bleeding.
2. Pada beton kaku (beton keras), akan mempengaruhi kekuatan beton dan
keawetannya (durabilitas).

2.4 Air
2.4.1 Pendahuluan
Fungsi air di dalam adukan beton adalah untuk memicu proses kimiawi
semen sebagai bahan perekat dan melumasi agregat agar mudah di kerjakan.
Kualitas air yang di gunakan untuk mencampur beton sangat berpengaruh terhadap
kualitas beton itu sendiri. Air yang mengandung zat – zat kimia berbahaya,
mengandung garam, minyak dan lain – lain akan menyebabkan kekuatan beton
turun. Pada umumnya air yang dapat di minum dapat di gunakan sebagai campuran
beton.
Semen dapat berfungsi sebagai perekat apabila ada reaksi dengan air. Oleh
karena itu jumlah air yang di butuhkan untuk proses hidrasi semen harus cukup.
Apabila terlalu banyak air yang di tambahkan pada beton maka akibat adanya
pengeringan maka air bebas yang terdapat di dalam gel akan cepat menguap
sehingga gel menjadi porous, gel menyusut banyak dan terjadi retakan. Selain itu
kekuatan gel juga rapuh yang mengakibatkan daya rekat semen rendah. Sebaliknya
apabila jumlah air pencampur pada beton kurang maka proses hidrasi semen tidak
dapat terjadi seluruhnya yang mengakibatkan kekuatan beton turun.

2.4.2 Jenis – Jenis Air Untuk Campuran Beton


Pada umumnya air yang dapat di minum dapat di gunakan sebagai air
pengaduk pada beton. Adapun jenis – jenis air yang dapat di gunakan untuk air
pengaduk beton adalah:
1. Air hujan, air hujan menyerap gas dan udara pada saat jatuh ke bumi.
Biasanya air hujan mengandung unsur oksigen, nitrogen dan
karbonddioksida.

18
2. Air tanah, biasanya mengandung unsur kation dan anion
3. Air permukaan, terdiri dari air sungai, air danau, air genangan dan air
reservior. Air sungai atau danau dapat di gunakan sebagai air pencampur
beton asal tidak tercemar limbah industri. Sedangkan air rawa atau air
genangan yang mengandung zat – zat alkali tidak dapat di gunakan.
4. Air laut, air laut mengandung 30.000 – 36.000 mg/liter garam (3 % - 3,6%)
dapat di gunakan sebagai air pencampur beton tidak bertulang. Air laut yang
mengandung garam di atas 3% tidak boleh di gunakan untuk campuran
beton. Untuk beton pra tekan, air laut tidak di perbolehkan karena akan
mempercepat korosi pada tulangannya.

2.4.3 Syarat – Syarat Air Untuk Adukan Beton


Persyaratan Air untuk campuran beton (SNI 03-6861.1-2002):
1. Harus bersih, tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung
lainnya yang dapat dilihat secara visual.
2. Tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter.
3. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan merusak beton
(asam-asam, zat organik dsb) lebih dari 15 gram/liter.
4. Kandungan khlorida (Cl) < 0,50 gram/liter, dan senyawa sulfat < 1
gram/liter sebagai SO3.
5. Bila dibandingkaan dengan kekuatan tekan adukan beton yang
menggunakan air suling, maka penurunan kekuatan beton yang
menggunakan air yang diperiksa tidak lebih dari 10%.
6. Khusus untuk beton pratekan, kecuali syarat-syarat diatas, air tidak boleh
mengandung klorida lebih dari 0,05 gram/liter.
Syarat – syarat air untuk adukan beton menurut ACI 318 – 83 yaitu:
1. Air untuk beton harus bebas dari minyak, alkali, garam dan bahan – bahan
organik.
2. Air untuk beton pra tekan atau yang di lekati aluminium, termasuk agregat
tidak boleh mengandung ion clorida. Untuk mencegah korosi, kadar klorida
setelah beton berusia 28 hari di batasi sebagai berikut:

19
Tabel 2.4.3 Syarat – syarat air untuk adukan beton
Bentuk konstruksi Maksimum ion klorida terhadap
Berat semen
a. Beton pra tekan 0,06 %
b. Beton bertulang yang
berhubungan dengan klorida 0,15 %
dalam pemakaiannya
c. Beton bertulang di tempat 1,0 %
yang selalu kering
d. Beton bertulang secara 0,3 %
Umum

2.5 Rancangan Campuran ( Mix Design)


Mix Design merupakan rancangan pencampuran bahan yang optimal
dengan yang maksimum. Optimal adalah penggunaan bahan yang minimum dengan
tetap mempertimbangkan standar dan ekonomis dalam biaya keseluruhan untuk
membuat beton.
Tujuan perancangan campuran adalah ubtuk menyelesaikan dan
menghasilkan proporsi material yang tepat guna memenuhi kuat tekan beton sesuai
persyaratan kualitas dan spesifikasi. SNI mensyaratkan teknis perencanaan proporsi
campuran beton tanpa menggunakan bahan tambahan untuk menghasilkan mutu
beton sesuai rencana.
Langkah - langkah mix design berdasarkan SNI 03-2847-2002 dan SNI 03-
2047-2013 adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan slump, lihat Tabel 2.5.1
2. Pemilihan ukuran besar butiran agregat maksimum
3. Perkiraan air pencampuran dan kandungan udara Tabel 2.5.2
4. Di tetapkan kuat tekan beton yang di syaratkan
5. Dihitung kuat tekan beton rata- rata, lihat Tabel 2.5.3
6. Rasio air semen, lihat Tabel 2.5.4
7. Banyaknya kadar semen

20
banyaknya air
Dengan rumus = rasio air

8. Banyaknya agregat kasar dapat di lihat dari MHB agregat halus, lihat Tabel
2.5.5
9. Menghitung berat kering agregat kasar
Dengan rumus = banyaknya agregat kasar × berat volume Padat agregat
10. Hitung dari volume absolut lihat dari data sifat fisis agregat
11. Hitung volume pada air
jumlah air
Dengan rumus = suhu air

12. Volume pada semen


banyaknya kadar semen
Dengan rumus = massa jenis semen × suhu air

13. Volume agregat kasar


banyaknya agregat kasar
Dengan rumus = massa jenis agregat kasar× suhu air

14. Hitung volume udara tertangkap tabel.


15. Hitung jumlah volume pada air,semen,volume udara tertangkap dan agregat
kasar
16. hitung volume agregat halus
Dengan rumus = 1 – jumlah volume
17. hitung berat agregat halus
Dengan rumus = volume agregat halus × massa jenis agregat halus × suhu air
18. koreksi terhadap kandungan air
19. hitung proporsi campuran agregat kasar dan agregat halus
Dengan rumus = banyaknya agregat × (1+ kadar air)
20. hitung kebutuhan air yang di serap permukaan agregat
Dengan rumus = kadar air agregat – berat jenis SSD agregat
21. Hitung kebutuhan air yang di tambah untuk air pada permukaan agregat
Dengan rumus = banyaknya air - (proporsi agregat kasar × kebutuhan air yang
di serap agregat kasar) - ( proporsi agregat halus ×air yang di serap agregat
halus)
22. Campuran beton untuk per m3
23. Hitung volume perkerjaan benda uji

21
24. Hitung angka penyusutan proporsi sebanyak 10%-20% dari volume
perkerjaan benda uji
25. Jumlahkan volume perkerjaan benda uji dan penyusutan proporsi
26. Hitung berat material untuk jumlah volume

Tabel 2.5.1 Nilai slump yang di anjurkan untuk berbagai pekerjaan konstruksi

Tipe konstruksi Slump (mm)


Maksimum Minimum
Pondasi beton bertulang
(dinding dan pondasi telapak) 75 25
Pondasi telapak tanpa tulangan, pondasi tiang
pancang, dinding bawah tanah 75 25
Balok dan dinding bertulang 100 25
Kolom bangunan 100 25
Perkerasan dan pelat lantai 75 25
Beton massa 50 25

22
Tabel 2.5.2 Perkiraan kebutuhan air pencampur dan kadar udara untuk berbagai
slump dan ukuran nominal agregat maksimum batu pecah
Air ( kg/m³) untuk ukuran nominal agregat maksimum batu pecah
Slump
(mm) 9,5 12,7 19 25 37,5 50 75 150
Beton tanpa tambahan udara
25 – 50 207 199 190 179 166 154 130 113
75 – 100 228 216 205 193 181 169 145 124
150 - 175 243 228 216 202 190 178 160 -
> 175 - - - - - - - -

Banyak-nya udara
dalam beton (%) 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3 0,2

Beton dengan tambahan udara


25 – 50 181 175 168 160 150 142 122 107
75 – 100 202 193 184 175 165 157 133 119
150 – 175 216 205 197 184 174 166 154 -
>175 - - - - - - - -
Jumlah kadar udara
yang disarankan
untuk tingkat
pemapa-
ran
sebagai berikut :
Ringan (%) 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0
Sedang (%) 6,0 5,5 5,0 4,5 4,5 4,0 3,5 3,0

Berat (%) 7,5 7,0 6,0 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0

23
Tabel 2.5.3 Kuat tekan rata-rata pelu jika data tidak ada
Kuat tekan rencana, f’c (Mpa) Kuat tekan rata-rata perlu, f’ct (Mpa)
Kurang dari 21 f’c + 7,0
21 sampai dengan 35 f’c + 8,5
Lebih dari 35 f’c + 10,0

Tabel 2.5.4 Hubungan antara rasio air - semen (w/c )


Rasio air - semen ( berat )
Kekuatan beton umur 28
Beton tanpa tambahan beton dengan
hari, Mpa*
udara tambahan udara
40 0,42 -
35 0,47 0,39
30 0,54 0,45
25 0,61 0,52
20 0,69 0,60
15 0,79 0,70

Tabel 2.5.5 Volume agregat kasar kering per satuan volume beton
Ukuran nominal
agregat maksimum
(mm) Volume agregat kasar kering oven per satuan volume
beton untuk berbagai modulus kehalusan dari agregat
halus
2,40 2,60 2,80 3,00
9,5 0,50 0,48 0,46 0,44
12,5 0,59 0,57 0,55 0,53
19 0,66 0,64 0,62 0,60
25 0,71 0,69 0,67 0,65
37,5 0,75 0,73 0,71 0,69
50 0,78 0,76 0,74 0,72
75 0,82 0,80 0,78 0,76
100 0,87 0,85 0,83 0,81

24
BAB III

PEMERIKSAAN SIFAT FISIS MATERIAL

Pemeriksaan sifat fisis material terdiri atas pemeriksaan sifat fisis terhadap
semen dan pemeriksaan sifat fisis terhadap agregat.
Pemeriksaan terhadap semen terdiri dari:
1. Berat jenis semen
2. Kehalusan semen
Pemeriksaan terhadap agregat terdiri dari:
1. Berat jenis dan penyerapan air agregat kasar
2. Berat jenis dan penyerapan air agregat halus
3. Analisa saringan agregat kasar
4. Analisa saringan agregat halus
5. Kadar kelembaban agregat kasar
6. Kadar kelembaban agregat halus
7. Berat volume gembur / padat agregat kasar
8. Berat volume gembur / padat agregat halus
9. Kotoran organik agregat halus

3.1 Pemeriksaan Terhadap Semen


3.1.1 Berat jenis semen
A. Tujuan pengujian
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat jenis semen hidrolik yang
berkaitan dengan perencanaan campuran ( mix design ) pada beton .
Berdasarkan standar acuan:
1. ASTM C188
2. SNI 03 – 2531 – 1991

B. Alat – alat yang di gunakan


1. Dua buah botol le chatelier
2. Termometer
3. Dua buah mini container

25
4. Corong kaca
5. Minyak tanah
6. Bejana ( tempat perendaman )
7. Timbangan kapasitas 310 gr
8. Tiner

C. Bahan yang di gunakan


1. Semen andalas ppc strib biru
2. Air keran di laboraturium teknik sipil

D. Langka kerja
1. Mini container di timbang lalu di netralkan , kemudian semen di masukkan
ke dalam mini container dengan berat bersih 64 gr
2. Botol le chatelier di bersihkan dengan menggunakan tiner kemudian di
keringkan menggunakan tisu, selanjutnya botol le chatelier di isi minyak
tanah berskala 0,5 cm
3. Bejana tempat perendaman di isi dengan air setinggi setengah bejana , lalu
botol le chatelier yang berisi minyak tanah di rendam dalam bejana.
Kemudian masukkan termometer di bagian tengah bejana hingga suhu
termometer konstan
4. Semen seberat 64 gr di masukkan ke dalam botol dengan menggunakan
corong kaca setelah itu botol di tutup
5. Botol le chatelier yang berisi benda uji di miringkan sambil di putar – putar
sampai gelembung udara yang berada dalam semen sudah tidak ada lagi
6. Botol le chatelier di masukkan ke dalam air tempat perendaman kemudian
di tunggu sampai semen yang teraduk dalam minyak mengendap di dasar
botol le chatelier dan minyak bagian atas berubah menjadi bening sehingga
di dapat skala V2 dan suhu tetap 28 ᵒC.
7. Langkah 1 – 6 di ulangi untuk sampel II

26
E. Analisa data berat jenis semen
Di peroleh:
Sampel I
Berat semen : 0,064 kg
Pembacaan skala awal : 0,005 m
Pembacaan skala akhir : 0,2098 m
Suhu : 28 ᵒC
Penyelesaian:
𝐛𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐦𝐞𝐧
Berat jenis semen = ( 𝐕𝟐 − 𝐕𝟏 ). Ɣ𝟐𝟖
𝟎,𝟎𝟔𝟒
= ( 𝟎,𝟐𝟎𝟗𝟖−𝟎,𝟎𝟎𝟓 ). 𝟗𝟗𝟔,𝟐

= 3,11 kg/m³
Untuk data pada sampel II dan III dapat di lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.1.1 Berat jenis semen
Tinggi
Tinggi
minyak Berat
minyak
tanah ∆H Berat jenis
tanah setelah SUHU
Sampel sebelum di (m) semen semen
dimasukan 28⁰C
masukan h2-h1 W1 (kg) w1/∆H
semen (h2)
semen (h1) kg/m
(m)
(m)
1 2 3 4 5 6 7
I 0.005 0.2098 0.2048 996.2 0.064 3.11
II 0.004 0.2125 0.2085 996.2 0.064 3.06
III 0.0035 0.208 0.20 996.2 0.064 3.12
Berat jenis rata rata 3.10

F. Kesimpulan
Dari pengujian yang di lakukan maka di peroleh berat jenis semen rata –
rata sebanyak 3,10 kg/m³.

3.1.2 Kehalusan Semen


A. Tujuan pengujian
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kehalusan semen portland
dengan cara penyaringan . Kehalusan semen merupakan faktor penting yang
dapat mempengaruhi kecepatan reaksi antara semen dan air. Pengujian ini

27
selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman pengendalian mutu semen .
Berdasarkan standar acuan:
1. ASTM C 184-94
2. SNI 15-2530-1991

B. Alat – alat yang di gunakan


1. Saringan standar ASTM No. 100 (150 mm)
2. Saringan standar ASTM No. 200 (75 mm)
3. Pan
4. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gr
5. Kuas dan sikat dengan bulu halus
6. Mesin penggetar (sieve shaker)

C. Bahan yang di gunakan


1. Semen portland andalas PPC strib biru

D. Langka kerja
1. Timbang saringan No.100 (W1)
2. Timbang saringan No.200 (W2)
3. Timbang semen seberat 50 gr (W3)
4. Susun saringan-saringan tersebut dengan menempatkan saringan No.100 di
urutan paling atas, di bawahnya saringan No.200, dan urutan paling bawah
pan
5. Masukkan semen ke dalam saringan No.100, kemudian tutup
6. Goncangkan susunan saringan tersebut kurang lebih 3-4 menit secara
manual atau dengan menggunakan sieve shaker
7. Lepaskan pan, kemudian saringan diketok dengan menggunakan tongkat
kuas secara perlahan-lahan sehingga partikel halus yang menempel terlepas
dari saringan, kemudian buka saringan dengan hati-hati dan bersihkan
bagian bawah dengan kuas secara perlahan
8. Buka penutup saringan dengan hati-hati, kembalikan partikel semen yang
menempel padanya ke dalam saringan dengan menggunakan kuas

28
9. Kosongkan pan, dan bersihkan dengan kain, kemudian pasang kembali
saringan dan pan
10. Dengan tanpa penutup goncangkan saringan secara perlahan selama 9 menit
11. Saringan ditutup, penggoncangan dilanjutkan selama 1 menit dengan cara
menggerakkan saringan ke depan dan ke belakang dengan posisi sedikit
dimiringkan. Kecepatan gerakan kira-kira 150 kali per menit, setiap 25 kali
goncangan, putar saringan kira-kira 60º. Pekerjaan ini dilakukan di atas
kertas putih, bila ada partikel yang keluar dari saringan atau pan dapat
tertampung di atas kertas, kemudian dapat dikembalikan ke dalam saringan.
Pekerjaan dihentikan setelah benda uji tidak lebih dari 0,05 gram lewat
saringan dalam waktu penyaringan selama 1 menit
12. Lepaskan saringan dengan hati-hati, timbang saringan No.100 berikut
semen yang tertahan di dalamnya (W4)
13. Timbang saringan No.200 berikut semen yang tertahan di dalamnya (W5)

E. Analisa data berat jenis semen


Kehalusan semen untuk ayakan No. 100 dapat di hitung dengan rumus :
𝑤4 − 𝑤1
F100 = × 100 %
𝑤3

Kehalusan semen untuk ayakan No. 200 di hitung dengan rumus :


𝑤5 − 𝑤2
F200 = × 100 %
𝑤3

Dengan:
F100 = kehalusan semen dengan saringan No.100
F200 = kehalusan semen dengan saringan No.200
W1 = berat saringan No. 100 ( gr )
W2 = berat saringan No. 200 ( gr )
W3 = berat sampel semen ( 50 gr )
W4 = berat semen tertinggal di atas saringan + berat saringan No.100(gr)
W5 = berat semen tertinggal di atas saringan + berat saringan No.200(gr)
Di peroleh:
Sampel I
W1 = 350 gr
W2 = 258 gr

29
W3 = 50 gr
W4 = 395 gr
W5 = 361 gr
𝑊4−𝑊1
F100 = × 100 %
𝑊3
395−350
= × 100 %
50

= 0,90
𝑊5 − 𝑊2
F200 =` × 100 %
𝑊3
361−258
= × 100 %
50

= 2,06
Untuk pengujian sampel II dan III dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.2 Kehalusan semen
W1 W2 W3 W4 W5
Sampel F100% F200%
(gr) (gr) (gr) (gr) (gr)
I 350 258 50 395 361 0.90 2.06
II 350 258 50 396 359 0.92 2.02
III 349 338 50 371 352 0.44 0.28
Kehalusan semen rata-rata 0.75 1.45

F. Kesimpulan
Dari pengujian yang di lakukan di peroleh nilai kehalusan semen rata – rata
F 100 % = 0,75 dan F 200 % = 1,45. Karena semakin halus semen maka
semakin bagus kualitasnya dalam pencampuran beton.

3.1.3 Konsistensi Normal Semen


A. Tujuan pengujian
Pengujian ini di lakukan untuk menentukan jumlah air yang dibutuhkan
pada penyiapan pasta semen hidrolik untuk pengujian waktu pengikatan
semen.
Berdasarkan standar acuan:
1. ASTM C 187-98
2. SNI 15-2049-2004

30
B. Alat – alat yang di gunakan
1. Alat vicat dan cincin kronik
2. Mesin pengaduk , pengadu , mangkuk pengaduk dan penggerak
3. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gr
4. Gelas ukur 150 atau 200 ml
5. Sarung tangan karet
6. Stop watch
7. Alat perata (spatula)
8. Pelat kaca

C. Bahan yang di gunakan


1. Semen portland atau sejenisnya
2. Air suling atau aquades

D. Langka kerja
Penyiapan pasta semen
1. Persiapkan sample semen sebanyak 300 gr dan air suling/aquades sebanyak
25 % - 30 % dari berat semen
2. Pasang pengaduk dan mangkuk pengaduk pada molen pengaduk
3. Masukkan air kedalam mangkuk, tambahkan semen kedalam air dan tunggu
selama 30 detik untuk menyerap air
4. Jalankan mesin pengaduk pada kecepatan rendah ( 140 rpm ) selama 30
detik
5. Hentikan mesin pengaduk selama 15 detik , selama mesin dimatikan ,
bersihkan bagian dinding mangkuk yang tertempel semen
6. Kemudian jalankan mesin pengaduk pada kecepatan sedang ( 285 rpm )
dan aduk selama 60 detik

Pencetak benda uji


1. Segeralah buat pasta berbentuk bola dengan tangan , kemudian lempar dari
datangan kanan ke kiri bolak balik sebanyak 6 kali dengan jarak15 cm

31
2. Tekan bola semen tesebut dengan tangan kedalam lubang cincin kronik
padatkan dan tekan cincin kronik dengan tangan satunya sehingga semen
memnuhi cincin kronik
3. Lakukan dengan sekali gerakan , rekatkan lubang cincin kronik yang tebesar
dengan plat kaca
4. Buang kelebihan pasta pada lubang cincin kronik yang kecil dengan
menggunakan spatula
5. Haluskan permukaannya
6. Selama pengerjaan pemotongan dan penghalusan, hindari penekanan pada
pasta semen

Penentuan konsistensi
1. Letakkkan cincin kronik yang berisi pasta pada vicat . Dengan pusat cincin
tepat berada dibawah batang peluncur
2. Pasang peluncur pada bawah alat vicat , turunkan alat peluncur sehingga
menyentuh permukaan pasta dan kuncilah sekrup
3. Kemudian tepatkan indikator skala pada tanda nol dan lepaskan batang
peluncur selama 30 detik
4. Catat skala penetrasi jarum vicat kedalam pasta

E. Analisa data konsistensi normal semen


Persentase konsistensi dinyatakan dalam kadar air pasta dapat dihitung
dengan rumus:
𝑊𝑎
K= x 100%
𝑊𝑠

Dengan:
K = konsistensi dinyatakan dalam kadar air pasta ( % )
Wa = berat air ( gr )
Ws = berat semen kering ( gr )
Diperoleh :
Sampel I
W1 = 12,5 gr
W2 = 312,5 gr

32
Wa = 24 % x 300
= 72 gr
Untuk pengujian sampel II dan III dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.3 Konsistensi normal semen

Konsistensi normal
semen
Berat semen kering ( gr)
𝑊𝑎
Sampel Berat air (gr)Wa Ws K = x 100 %
𝑊𝑠

I 72 300 0 , 24
II 75 300 0 , 25
III 78 300 0 , 26
Rata – rata ( %) 0 , 25

F. Kesimpulan
Dari pengujian yang di lakukan di peroleh nilai konsistensi normal semen
rata – rata yaitu 0,25 %.

3.2 Pemeriksaan Terhadap Agregat


3.2.1 Berat jenis dan penyerapan air agregat kasar
A. Tujuan pengujian
Pengujian ini bertujuan untuk memperoleh angka berat jenis curah, berat
jenis kering permukaan, berat jenis semu dan kemampuan menyerap air
agregat kasar

B. Alat – alat yang di gunakan


1. Oven di lengkapi pengatur suhu 110 ᵒC
2. Termometer
3. Sekop
4. Timbangan ketelitian 0,1 gr
5. Bejana tempat perendaman
6. Saringan no. 4 ( diameter 4,75 mm )
7. Saringan no. 19

33
C. Bahan yang di gunaka
1. Kerikil
2. Air keran dari laboraturium teknik sipil

D. Langka kerja
1. Kerikil di siapkan dengan cara pengayakan dengan susunan saringan
paling atas no . 19 dan paling bawah no. 4 (diameter 4, 75 mm)
2. Kemudian yang di pakai yaitu material yang tertahan pada saringan no.
4 ( diameter 4, 75 mm)
3. Kerikil di cuci untuk menghilangkan debu, lalu di keringkan dalam oven
dengan suhu 110 ᵒC
4. Kerikil di keluarkan dan di dinginkan selama 1 – 3 jam dengan
menggunakan desikator
5. Kemudian benda uji di rendam selama 24 jam
6. Kerikil di keluarkan dan di lap hingga air hilang sehingga kondisi jenuh
permukaan
7. Benda uji jenuh kering permukaan di timbang seberat 2500 gr (W2)
8. Timbangan di nol kan, keranjang di gantungkan di bawah timbangan.
Kerikil di masukkan ke dalam keranjang dunagen kemudian bejana isi
air di naikkan sampai seluruh kerikil di dalam keranjang terendam .
9. Keranjang dunagen di goyangkan sampai gelembung – gelembung
udara keluar dan di dapat berat (W3) dan suhu 28 ᵒC
10. Kerikil di masukkan dalam oven pada suhu 110 ᵒC kemudian di
dinginkan dalam desikator selama 1 – 3 jam kemudian di timbang (W1)
11. Langkah 1 – 10 di ulangi kembali untuk sampel II dan III

E. Analisa data
Di peroleh:
Sampel I
W1 = 2437 gr
W2 = 2500 gr

34
W3 = 1393,8 gr
Ɣd = 0, 9962 gr / cm³
Penyelesaian:
1. Berat jenis curah, kering oven ( bulk specific gravity OD )
W1
Bj ( OD ) = ( W2 − W3 ). Ɣd
2437
= ( 2500 − 1393,8 ). 0 ,9962

= 2,221
2. Berat jenis curah, jenuh kering permukaan ( bulk specific gravity SSD )
W2
Bj ( SSD ) = ( W2 − W3 ). Ɣd
2500
= ( 2500 − 1393,8). 0 ,9962

= 2,269
3. Berat jenis semu ( apparent specific gravity )
W1
Bj ( App ) = ( W1− W3 ). Ɣd
2437
= ( 2437 − 1393,8 ). 0 ,9962

= 2,3277
4. Penyerapan air ( water absorption )
( W2 – W1 ).
Wa = x 100 %
W1
( 2500 – 2437 )
= x 100 %
2437

= 2,585
Untuk data pada sampel II dan III dapat di lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.2.1 Data berat jenis dan penyerapan air agregat kasar sampel I, II, III
Data percobaan Notasi I II III
Benda uji kering oven ( gr ) W1 2437 2443 2456
Benda uji jenuh kering permukaan ( gr ) W2 2500 2500 2500
Benda uji permukaan jenuh dalam air
( gr ) W3 1393,8 1485,9 1511,3
Isi air ( gr / cm³ ) Ɣd 0,9962 0,9962 0,9962

35
Tabel 3.2.1.1 Berat jenis dan penyerapan air agregat kasar
Berat jenis Absorpsi
Sampel Bj OD Bj SSD Bj App ( penyerapan air )
I 2,221 2,269 2,327 2,585
II 2,418 2,475 2,543 2,333
III 2,494 2,538 2,590 1,782
Rata - rata 2,374 2,427 2,487 2,237

F. Kesimpulan
Berat agregat kasar pada kondisi SSD mengalami penyusutan setelah
agregat kasar di keringkan dalam oven . Hal ini di sebabkan oleh adanya penurunan
kadar air secara sempurna sehingga tidak ada penyerapan air yang sangat
berpengaruh pada agregat kasar.

3.2.2 Berat Jenis Dan Penyerapan Air Agregat Halus


A. Tujuan pengujian
Pengujian ini bertujuan untuk memperoleh angka berat jenis curah , berat
jenis kering permukaan, berat jenis semu dan kemampuan menyerap air
agregat halus.

B. Alat – alat yang di gunakan


1. Oven di lengkapi pengatur suhu 110 ᵒC
2. Piknometer / gelas ukur ( 1000 ml )
3. Termometer
4. Kerucut terpancung
5. Timbangan ketelitian 0, 1 gr
6. Bejana tempat perendaman
7. Saringan no. 4 ( diameter 4, 75 mm )
8. Pan
9. Batang penumbuk ( diameter permukaan 25 mm )
10. Talam
11. Plat kaca

36
12. Sekop

C. Bahan yang di gunakan


1. Pasir
2. Air keran di laboraturium teknik sipil

D. Langka kerja
(I)
1. Pasir yang sudah di ayak lolos saringan no. 4 ( diameter 4, 75 mm )
2. Pasir di keringkan dalam oven dengan suhu 110 ᵒC
3. Pasir di keluarkan dan di keringkan
4. Pasir di rendam selama 24 jam untuk memperoleh berat tetap
5. Air perendaman di buang, benda uji di keringkan sampai keadaan jenuh
kering permukaan ( SSD )
6. Untuk mengetahui keadaan SSD di lakukan pengujian kerucut. Kerucut di
tempatkan di tempat yang rata kemudian di isi dengan pasir, kemudian di
tumbuk sebanyak 10 kali. Setelah itu kerucut di padatkan dan di tumbuk
kembali sebanyak 10 kali. Lalu kerucut di padatkan lagi dan di tumbuk
sebanyak 3 kali, kemudian di padat kan kembali dan di tumbuk lagi
sebanyak 2 kali.
7. Kerucut di angkat secara pelan – pelan, kemudian pasir runtuh sedikit demi
sedikit sehingga tercapai kondisi jenuh kering permukaan ( SSD )

( II )
1. Pasir yang sudah mencapai kondisi jenuh kering permukaan ( SSD ) di
timbang seberat 500 gr. Air bersih di masukkan ke dalam piknometer
sebanyak 90 %, kemudian benda uji di masukkan ke dalam piknometer dan
di isi air kembali ke dalam piknometer sampai penuh.
2. Piknometer di rendam dalam air dan di dapatkan suhu 28 ᵒC
3. Timbang piknometer + benda uji + air + plat kaca ( W3 )
4. Pasir di keluarkan dari piknometer dan di keringkan di dalam oven sampai
berat tetap.. Kemudian di dingingankan selama 1 – 3 jam lalu di timbang (
W4 )

37
5. Piknometer di tutup dengan plat kaca, permukaan piknometer di lap
kemudian di timbang ( W2 )
6. Langkah 1 – 5 di ulangi kembali untuk pengujian sampel II dan III

E. Analisa data
Di peroleh:
Sampel I
W1 = 492 gr
W2 = 2310, 5 gr
W3 = 2681 gr
W4 = 500 gr
Ɣd = 0, 9962 gr / cm³
Penyelesaian:
1. Berat jenis curah, kering oven ( bulk specific gravity OD )
W1
Bj ( OD ) = ( W2+W4− W3 ). Ɣd
2456 ,5
= ( 2310 ,5+500− 2681). 0 ,9962

= 3,814
2. Berat jenis curah , jenuh kering permukaan ( bulk specific gravity SSD )
W4
Bj ( SSD ) = ( W2+W4− W3 ) . Ɣd
500
= ( 2310 ,5+500− 2681). 0 ,9962

= 3,876
3. Berat jenis semu ( apparent specific gravity )
W1
Bj ( App ) = ( W2+W1− W3 ) . Ɣd
492
= ( 2310 ,5+492− 2681 ). 0 ,9962

= 2,034
4. Penyerapan air ( water absorption )
( W4 – W1 ).
Wa = x 100 %
W1
( 500 – 492 )
= x 100 %
492

= 1,626

38
Untuk data pada sampel II dan III dapat di lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.2.2 Data berat jenis dan penyerapan air agregat halus sampel I, II, III
Data percobaan Notasi I II III
Benda uji kering oven ( gr ) W1 492 492 493
Piknometer + air + plat kaca ( gr ) W2 2310,5 2310,5 2310,5
Piknometer + benda uji + air + plat kaca
( gr ) W3 2681 2425 2424
Benda uji kondisi jenuh kering
permukaan ( SSD ) W4 500 500 500
Isi air ( gr / cm³ ) Ɣd 0,9962 0,9962 0,9962

Tabel 3.2.2.1 Berat jenis dan penyerapan air agregat halus


Berat jenis Absorpsi
Sampel Bj OD Bj SSD Bj App ( penyerapan air )
I 3,814 3,876 2,034 1,626
II 1,281 1,302 1,298 1,626
III 1,280 1,299 1,294 1,420

Rata - rata 2,125 2,159 2,208 1,557

F. Kesimpulan
Dari hasil pengujian di peroleh rata – rata berat jenis dan penyerapan air
agregat halus yaitu : Bj OD (2,125), Bj SSD (2,159), Bj App (2,208) dan absorpsi
(1,557).

3.2.3 Analisa Saringan Agregat Kasar


A. Tujuan pengujian
Untuk mengetahui ukuran dan gradasi butiran agregat kasar dari
yang terkecil sampai terbesar menggunakan saringan untuk keperluan
perencanaan cmpuran (mix design ) beton. Berdasarkan standar acuan:
1. ASTM C 136
2. SNI 03-1968-1990

39
B. Alat – alat yang di gunakan
1. Timbangan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 0,1 gr
2. Satu set saringan: 25,4 mm; 19,1 mm; 12,5 mm; 9,5 mm; 4,75 mm; pan dan
tutup saringan
3. Mesin penggetar
4. Oven, dilengkapin pengaturan suhu (110 ± 5)0C
5. Talam logam, sikat kawat kuningan halus, kuas dan alat bantu lainnya

C. Bahan yang di gunakan


1. Kerikil

D. Langka kerja
1. Siapkan kerikil
2. lakukan penyaringan awal untuk menentukan ukuran agregat maksimum
rencana. Benda uji diperoleh cara quartering ( perempat bagian)
3. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu ( 110 ± 5 ) 0C sampai berat tetap
4. Keluarkan benda uji, lalu dinginkan pada suhu kamar selama 1 - 3 jam
(sampai dingin sentuh ) atau dapat juga menggunakan desikator untuk
mempercepat pendinginan
5. Timbang benda uji seberat ( 2500±50 ) gr
6. Bersihkan saringan dan timbang masing-masing saringan
7. Susun saringan pada mesin penggetar, yang paling bawah adalah pan
kemudian saringan dengan lubang terkecil dan seterusnya sampai saringan
dengan lubang yang besar
8. Masukan benda uji pada saringan teratas kemudian tutup. Jepit susunan
saringan tersebut lalu hidupkan motor mesin penggetar selama 15 menit
9. Biarkan selama 5 menit untuk memberi kesempatan debu menempel
10. Buka saringan tersebut lalu timbang berat masing-masing saringan berikut
isinya
11. Hitung berat material yang tertahan pada masing-masing saringan

40
E. Analisa data
Di peroleh:
Sampel I
Tabel 3.2.1 Sampel I analisa saringan agregat kasar
Berat %
No. Berat Berat % % Lolos
Saringan + tertinggal
Saringan Saringan Tertahan Tertahan Komulatif
Agregat (gr) Komulatif
25.4 486 486 0 0 0.4 99.6
19 512 1104 592 23.68 23.68 76.32
12.7 438 1186 748 29.92 53.6 46.4
9.5 410 997 587 23.48 77.08 22.92
4 414 879 465 18.6 95.68 4.32
8 374 421 47 1.88 97.56 2.44
16 390 396 6 0.24 97.8 2.2
Pan 406 461 55 2.2 100 0
JUMLAH 2500 100 545.8 254.2

Sampel II
Tabel 3.2.2 Sampel II analisa saringan agregat kasar
Berat
No. Berat Berat % %tertinggal % Lolos
Saringan +
Saringan Saringan Tertahan Tertahan Komulatif Komulatif
Agregat (gr)
25.4 486 530 44 1.76 0.4 99.6
19 512 1123 611 24.44 26.2 73.8
12.7 438 1075 637 25.48 51.68 48.32
9.5 410 940 530 21.2 72.88 27.12
4 414 820 406 16.24 89.12 10.88
8 374 567 193 7.72 96.84 3.16
16 390 446 56 2.24 99.08 0.92
Pan 406 429 23 0.92 100 0
JUMLAH 2500 100 536.2 263.8

41
Sampel III
Tabel 3.2.3 Sampel III analisa saringan agregat kasar
Berat
No. Berat Berat % %tertinggal % Lolos
Saringan +
Saringan Saringan Tertahan Tertahan Komulatif Komulatif
Agregat (gr)
25.4 486 500 14 0.56 0.4 99.6
19 512 1185 673 26.92 27.48 72.52
12.7 438 1045 607 24.28 51.76 48.24
9.5 410 980 570 22.8 74.56 25.44
4 414 720 306 12.24 86.8 13.2
8 374 530 156 6.24 93.04 6.96
16 390 473 83 3.32 96.36 3.64
Pan 406 497 91 3.64 100 0
JUMLAH 2500 100 530.4 269.6

Tabel 3.2.4 Rata – rata analisa saringan agregat kasar


Berat
No. Berat Berat % %tertinggal % Lolos
Saringan +
Saringan Saringan Tertahan Tertahan Komulatif Komulatif
Agregat (gr)
76.2 486 505.3 19.3 0.773 0.4 99.6
57 512 1137.3 625.3 25.01 25.79 74.21
38.1 438 1102 664 26.56 52.35 47.65
28.5 410 972.3 562.3 22.49 74.84 25.16
12 414 806.3 392.3 15.69 90.53 9.47
24 374 506 132 5.28 95.81 4.19
48 390 438.3 48.3 1.93 97.75 2.25
Pan 406 462.3 56.3 2.25 100 0
JUMLAH 2500 100 537.47 262.53
MHB 5.375 2,625

Grafik 3.2.1 Sampel I analisa saringan agregat kasar

120
100
% Lolos komulatif

80
MAKS
60
40 MIN
20
LOLOS
0 SARINGAN
0 10 20 30 40
Nomor saringan

42
3.2.2 Sampel II analisa saringan agregat kasar
120
100
80
maks
60
40 min
20
% lolos
0
saringan
-20 0 10 20 30 40

3.2.3 Sampel III analisa saringan agregat kasar

120
100
80
60
40 maks

20
min
0
-20 0 10 20 30 40 % lolos
saringan

3.2.4 Rata – rata analisa saringan agregat kasar


120
100
80
60 MAKS

40 MIN
20
0 LOLOS
SARINGAN
-20 0 5 10 15 20 25 30 35 40

F. Kesimpulan
Dari hasil pengujian analisa saringan agregat kasar seperti yang telah di
sajikan pada tabel di atas di peroleh antara lain: No. Saringan, berat saringan,
beratsaringan + agregat, berat tertahan yaitu hasil pengurangan dari ( berat saringan
+ agregat ) dengan berat saringan. Persen tertahan yaitu berat tertahan di bagi

43
jumlah berat tertahan di kali 100. Persen tertinggal komulatif yaitu penjumlahan
dari % tertahan, Persen lolos komulatif yaitu hasil pengurangan dari 100 dengan
Persen tertinggal komulatif. Dari hasil percobaan pada analisa saringan agregat
kasar di peroleh madulus halus butiran (MHB) yaitu tertinggal komulatif 5,375 dan
lolos komulatif 2,625.

3.2.3 Analisa Saringan Agregat Halus


A. Tujuan pengujian
Untuk mengetahui ukuran dan gradasi butiran agregat halus dari yang
terkecil sampai terbesar menggunakan saringan untuk keperluan
perencanaan cmpuran (mix design ) beton. Berdasarkan standar acuan:
1. ASTM C 136
2. SNI 03-1968-1990

B. Alat – alat yang di gunakan


1. Timbangan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 0,1 gr
2. Satu set saringan: 0,075 mm; 0,15 mm; 0,3 mm; 0,6 mm; 1,18 mm; 2,36
mm; 4,75 mm; pan dan tutup saringan
3. Mesin penggetar
4. Oven, dilengkapin pengaturan suhu (110 ± 5)0C
5. Talam logam, sikat kawat kuningan halus, kuas dan alat bantu lainnya

C. Bahan yang di gunakan


1. Pasir

D. Langka kerja
1 Siapkan pasir, lakukan penyaringan awal untuk menentukan ukuran agregat
maksimum rencana. Benda uji diperoleh cara quartering ( perempat bagian)
2 Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 ± 5)0C sampai berat tetap
3 Keluarkan benda uji, lalu dinginkan pada suhu kamar selama 1-3 jam (
sampai dingin sentuh) atau dapat juga menggunakan desikator untuk
mempercepat pendinginan

44
4 Timbang benda uji seberat (2500±50) gr
5 Bersihkan saringan dan timbang masing-masing saringan
6 Susun saringan pada mesin penggetar, yang paling bawah adalah pan
kemudian saringan dengan lubang terkecil dan seterusnya sampai saringan
dengan lubang yang besar
7 Masukan benda uji pada saringan teratas kemudian tutup. Jepit susunan
saringan tersebut lalu hidupkan motor mesin penggetar selama 15 menit
8 Biarkan selama 5 menit untuk memberi kesempatan debu menempel
9 Buka saringan tersebut lalu timbang berat masing-masing saringan berikut
isinya
10 Hitung berat material yang tertahan pada masing-masing saringan

E. Analisa data
Di peroleh:
Sampel I
Tabel 3.2.4.1 Sampel I analisa saringan agregat halus
Berat
%
No. Berat Saringan Berat % % Lolos
tertinggal
Saringan Saringan + Agregat Tertahan Tertahan Komulatif
Komulatif
(gr)
4 416 420 4 0.4 0.4 99.6
8 390 469 79 7.9 8.3 91.7
16 388 500 112 11.2 19.5 80.5
30 357 520 163 16.3 35.8 64.2
50 364 717 353 35.3 71.1 28.9
100 373 602 229 22.9 94 6
200 357 380 23 2.3 96.3 3.7
pan 416 453 37 3.7 100 0
JUMLAH 1000 100 425.4 374.6

45
Sampel II
Tabel 3.2.4.2 Sampel II analisa saringan agregat halus
Berat
%
No. Berat Saringan Berat % % Lolos
tertinggal
Saringan Saringan + Agregat Tertahan Tertahan Komulatif
Komulatif
(gr)
4 419 420 1 0.1 0.4 99.6
8 381 453 72 7.2 7.3 92.7
16 368 474 106 10.6 17.9 82.1
30 376 521 145 14.5 32.4 67.6
50 369 697 328 32.8 65.2 34.8
100 351 618 267 26.7 91.9 8.1
200 357 412 55 5.5 97.4 2.6
pan 339 365 26 2.6 100 0
JUMLAH 1000 100 412.5 387.5

Sampel III
Tabel 3.2.4.3 Sampel III analisa saringan agregat halus
Berat
No. Berat Berat % % Lolos
Saringan %tertingga
Saringa Saringa Tertaha Tertaha Komulati
+ Agregat l Komulatif
n n n n f
(gr)
4 416 460 44 4.4 0.4 99.6
8 390 416 26 2.6 7 93
16 388 487 99 9.9 16.9 83.1
30 357 516 159 15.9 32.8 67.2
50 364 723 359 35.9 68.7 31.3
100 373 610 237 23.7 92.4 7.6
200 357 390 33 3.3 95.7 4.3
pan 416 459 43 4.3 100 0
JUMLAH 1000 100 413.9 386.1

46
Tabel 3.2.4.4 Rata – rata analisa saringan agregat halus
Berat
No. Berat Berat % % Lolos
Saringan %tertingga
Saringa Saringa Tertaha Tertaha Komulati
+ Agregat l Komulatif
n n n n f
(gr)
4 417 433.3 16.3 1.63 0.4 99.6
8 387 446 59 5.9 7.53 92.47
16 381.3 487 105.7 10.57 18.1 81.9
30 363.3 519 155.7 15.57 33.67 66.33
50 365.7 712.3 346.7 34.67 68.33 31.67
100 365.7 610 244.3 24.43 92.77 7.233
200 357 394 37 3.7 96.47 3.53
pan 390.3 425.7 35.3 3.53 100 0
JUMLAH 1000 100 417.27 382.73
MHB 4.173 3.827

Grafik 3.2.4.1 Sampel I analisa saringan agregat halus

120
% Lolos komulatif

100
maks
80

60 min

40 lolos
saringan
20

0
0 2 4 6 8 10
Nomor saringan
Grafik 3.2.4.2 Sampel II analisa saringan agregat halus
120
% Lolos komulatif

100
80
60 maks

40 min
20 % lolos
0
0 2 4 6 8 10
Nomor saringan

47
Grafik 3.2.4.3 Sampel III analisa saringan agregat kasar
120

% Lolos komulatif 100


maks
80
60 min
40
% lolos
20 saringan
0
0 2 4 6 8 10
Nomor saringan
Grafik 3.2.4.4 Rata – rata analisa saringan agregat halus
120
% Lolos saringan

100 MAKS

80
MIN
60

40 % LOLOS
SARINGAN
20

0
0 2 4 6 8 10
Nomor saringan

F. Kesimpulan
Dari hasil percobaan pada analisa saringan agregat halus di peroleh madulus
halus butiran (MHB) yaitu tertinggal komulatif 4,173 dan lolos komulatif 3,827.

3.2.4 Kadar Kelembaban Agregat Kasar


A. Tujuan pengujian
Untuk menentukan kadar kelembaban (moisture content) yang terkandung
dalam agregat kasar. Berdasarkan standar acuan:
1. ASTM C 566
2. SNI 03-1971-1990

B. Alat – alat yang di gunakan


1 Timbangan ketelitian 0,1 gr
2. Oven, dilengkapi pengatur suhu ( 110 ± 5 ) ºC

48
3. Saringan No.4 ( 4, 75 mm )
4. Saringan yang sesuai dengan besarnya agregat maksimum rencana
5. Talam logam atau cawan logam

C. Bahan yang di gunakan


1 Kerikil.

D. Langka kerja
1. Siapkan kerikil/batu pecah, lakukan pengayakan dengan susunan saringan
agregat maksimum rencana dan saringan No. 4, ambil material yang tertahan
di saringan No 4 saja dan abaikan yang lain.
2. Benda uji diperoleh dengan cara quartering (perempat bagian)
3. Kemudian timbanglah agregat dan catat berat talam (W1)
4. Masukkan benda uji kedalam talam kemudian timbang dan catat beratnya
(W2)
5. Keringkan benda uji beserta talam kedalam oven dengan suhu ( 110 ± 5 ) ºC
Sampai berat tetap
6. Setelah kering, timbang dan catat berat benda uji beserta talam (W3)

E. Analisa data
Kadar kelembaban dapat di hitung dengan rumus:
𝑊2−𝑊3
Kadar kelembaban = 𝑊3−𝑊1 × 100%

Dengan : W1 = berat talam ( gr )


W2 = berat benda uji awal + talam ( gr )
W3 = berat benda uji kering oven + talam ( gr )
Di peroleh:
Sampel I
W1 = 208 gr
W2 = 2208 gr
W3 = 2130 gr
𝑊2−𝑊3
Kadar kelmbaban = 𝑊3−𝑊1 × 100%

2208−2130
= × 100%
2130−208

49
= 4,056

Untuk pengujian sampel II dan III dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.2.5 Kadar kelembaban agregat kasar


Berat Berat Berat Berat
Kadar Air
Sampel Cawan Agregat+ Agregat Agregat
(%)
(W1) Agregat (W2) (W0) (W3)
1 2 3 4 5 6
I 208 2208 2000 2130 4.058
II 178.5 2178.5 2000 2102 3.977
III 187 2187 2000 2111 3.950
Kadar Air Rata-Rata 3.995

F. Kesimpulan
Dari hasil pengujian di peroleh kadar air rata – rata sebesar 3,995 %.

3.2.5 Kadar Kelembaban Agregat Halus


A. Tujuan pengujian
Untuk menentukan kadar kelembaban (moisture content) yang terkandung
dalam agregat halus. Berdasarkan standar acuan :
1. ASTM C 566
2. SNI 03-1971-1990

B. Alat – alat yang di gunakan


1. Timbangan ketelitian 0,1 gr
2. Oven, dilengkapi pengatur suhu ( 110 ± 5 ) ºC
3. Talam logam atau cawan logam
4. Saringan No.4 ( 4,75 mm )

C. Bahan yang di gunakan


1. Kerikil.

D. Langka kerja
1. Siapkan pasir, lakukan pengayakan dengan saringan No.4, ambil material
yang lolos saringan sejumlah ± 5 kg dan abaikan yang tertahan. Benda uji
diperoleh dengan cara quartering (perempat bagian) sebanyak ± 2 kg

50
2. Timbang dan catatlah berat talam (W1)
3. Masukkan benda uji ke dalam talam kemudian timbang dan catatlah
beratnya (W2)
4. Keringkan benda uji beserta talam kedalam oven dengan suhu (110 ± 5) ºC
sampai berat tetap;
5. Setelah kering, timbang dan catatlah berat benda uji beserta talam (W3)

E. Analisa data
Kadar kelembaban agregat halus dapat di hitung dengan rumus :
𝑊2 − 𝑊3
Kadar kelembaban = × 100 %
𝑊3− 𝑊1
Dengan:
W1 = berat talam ( gr )
W2 = berat benda uji awal + talam ( gr )
W3 = berat benda uji kering oven + talam ( gr )
Diperoleh:
Sampel I
W1 = 178 gr
W2 = 3178 gr
W3 = 3076 gr
𝑊2−𝑊3
Kadar kelembaban = × 100 %
𝑊3−𝑊1

3178−3076
= × 100 %
3076−178

= 3,614
Untuk pengujian sampel II dan III dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.2.6 Kadar kelembaban agregat halus


Berat Berat Berat Berat
Kadar Air
Sampel Cawan Agregat+ Agregat Agregat
(%)
(W1) Agregat (W2) (W0) (W3)
1 2 3 4 5 6
I 178 3178 3000 3076 3.614
II 208 3208 3000 3120.5 3.134
III 187.5 3187.5 3000 3091.5 3.413
Kadar Air Rata-Rata 3.387

51
F. Kesimpulan
Dari hasil pengujian di peroleh kadar air rata – rata sebesar 4, 91 %.

3.2.6 Berat Volume Gembur / Padat Agregat Kasar


A. Tujuan pengujian
Untuk menentukan berat volume gembur agregat kasar. Berdasarkan
standar acuan:
1. ASTM C29
2. SNI 03 – 4804 – 1998

B. Alat – alat yang di gunakan


1. Timbangan ketelitian 0,1 gr
2. Silinder / tabung
3. Plat kaca
4. Mistar perata
5. Oven ( suhu 110 ᵒC )
6. Talam , sekop dan alat bantu lainnya
7. Alat penumbuk ( diameter 16 mm, panjang 60 mm )

C. Bahan yang di gunakan


1. Kerikil
2. Air keran dari laboraturium teknik sipil

D. Langka kerja
Kalibrasi volume silinder:
1. Plat kaca di timbang ( W1 )
2. Silinder di timbang ( W2 )
3. Silinder di isi air sampai penuh
4. Silinder di tutup dengan plat kaca sampai tidak terlihat gelembung udara
kemudian di timbang beratnya ( W3 )
5. Langkah 1 – 4 di ulangi untuk pengujian sampel II dan III

52
Penentuan berat volume gembur:
1. Kerikil di keringkan dalam oven pada suhu 110 ᵒC
2. Kerikil di keluarkan dari oven kemudian di dinginkan pada suhu kamar
selama 1 – 3 jam lalu di timbang
3. Silinder di letakkan pada tempat yang datar
a) Untuk pengujian berat volume gembur, kerikil di masukkan dalam
silinder sampai penuh tanpa pemadatan
b) Untuk pengujian berat volume padat kerikil di masukkan dalam tiga
lapis, setiap lapisan di tumbuk / di padatkan dengan cara menumbuk 25
kali dengan menggunakan alat penumbuk
4. Berat silinder di tambah kerikil di timbang ( W5 )
5. Langkah 1 – 4 di ulangi untuk pengujian sampel II dan III

H. Analisa data volume gembur


Di peroleh:
Sampel I
W1 = 1779 gr
W2 = 4112 gr
W3 = 8933 gr
W4 = W3 + ( W1 + W2 )
= 3022 cm³
W5 = 8842 gr
Penyelesaian:
𝑊5−𝑊2
Berat volume gembur = gr / cm³
𝑊4
8842−4122
= gr / cm³
3022

= 1,565 gr / cm³

Untuk data pada sampel II dan III dapat di lihat pada tabel berikut ini:

53
Tabel 3.2.7 Berat volume gembur agregat kasar
Berat Volum Berat
Sampel Literan Literan + Agregat (kg) e Volum
Agregat
(W2) (W5) Literan e
I 4112 8842 4730 3022 1.565
II 4112 9057 4945 3022 1.636
III 4112 8957 4845 3022 1.603
Berat Volume Sampel Rata-rata 1.602

3.2.6.1 Analisa Berat Volume Padat Agregat Kasar


Di peroleh:
Sampel I
W1 = 1799 gr
W2 = 4112 gr
W3 = 8933 gr
W4 = W3 + ( W1 + W2 )
= 3022cm³
W5 = 9215 gr
Penyelesaian:
𝑊5−𝑊2
Berat volume gembur = gr / cm³
𝑊4
9215−4112
= gr / cm³
3022

= 1,689 gr / cm³
Untuk data pada sampel II dan III dapat di lihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.2.7.1 Berat volume padat agregat kasar
Berat
Volume Berat
Sampel Literan Literan + Agregat (kg)
Agregat Literan Volume
(W2) (W5)
I 4112 9215 5103 3022 1.689
II 4112 9156 5044 3022 1.669
III 4112 9187 5075 3022 1.679
Berat Volume Sampel Rata-rata 1.679

E. Kesimpulan
Menurut british standar 812, berat volume agregat yang lebih baik untuk
material beton mempunyai nilai yang lebih besar dari 1, 445 gr/cm³.

54
3.2.7 Berat Volume Gembur / Padat Agregat Halus
A. Tujuan pengujian
Untuk menentukan berat volume gembur agregat halus. Berdasarkan
standar acuan:
1. ASTM C29
2. SNI 03 – 4804 – 1998

B. Alat – alat yang di gunakan


1. Timbangan ketelitian 0,1 gr
2. Silinder / tabung
3. Plat kaca
4. Mistar perata
5. Oven ( suhu 110 ᵒC )
6. Talam , sekop dan alat bantu lainnya
7. Alat penumbuk ( diameter 16 mm, panjang 60 mm )

C. Bahan yang di gunakan


1. Pasir
2. Air keran dari laboraturium teknik sipil

D. Langka kerja
Kalibrasi volume silinder:
1. Plat kaca di timbang ( W1 )
2. Silinder di timbang ( W2 )
3. Silinder di isi air sampai penuh
4. Silinder di tutup dengan plat kaca sampai tidak terlihat gelembung udara
kemudian di timbang beratnya ( W3 )
5. Langkah 1 – 4 di ulangi untuk pengujian sampel II dan III
6. Penentuan berat volume gembur
7. Pasir di keringkan dalam oven pada suhu 110 ᵒC
8. Pasir di keluarkan dari oven kemudian di dinginkan pada suhu kamar
selama 1 – 3 jam lalu di timbang

55
9. Silinder di letakkan pada tempat yang datar
a) Untuk pengujian berat volume gembur, pasir di masukkan dalam
silinder sampai penuh tanpa pemadatan
b) Untuk pengujian berat volume padat pasir di masukkan dalam tiga lapis,
setiap lapisan di tumbuk / di padatkan dengan cara menumbuk 25 kali
dengan menggunakan alat penumbuk
10. Berat silinder di tambah pasir di timbang ( W5)
11. Langkah 1 – 4 di ulangi untuk pengujian sampel II dan III

E. Analisa data volume gembur


Di peroleh:
Sampel I
W1 = 1799 gr
W2 = 4112 gr
W3 = 8933 gr
W4 = W3 + ( W1 + W2 )
= 3022 cm³
W5 = 8842gr

Penyelesaian:
𝑊5−𝑊2
Berat volume gembur = gr / cm³
𝑊4
8842−4112
= gr / cm³
3022

= 1,565 gr / cm³
Untuk data pada sampel II dan III dapat di lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.2.8 Berat volume gembur agregat halus
Berat Volum Berat
Sampel Literan Literan + Agregat (kg) Agrega e Volum
(W2) (W5) t Literan e
I 4112 8842 4730 3022 1.565
II 4112 8207 4095 3022 1.355
III 4112 8119 4007 3022 1.326
Berat Volume Sampel Rata-rata 1.415

56
3.2.8.1 Berat Volume Padat Agregat Halus
Di peroleh:
Sampel I
W1 = 1799 gr
W2 = 4112 gr
W3 = 8933 gr
W4 = W3 + ( W1 + W2 )
= 3022 cm³
W5 = 12891 gr
Penyelesaian:
𝑊5 − 𝑊2
Berat volume gembur = gr / cm³
𝑊4
12891−4112
= gr / cm³
3022

= 2,905 gr / cm³
Untuk data pada sampel II dan III dapat di lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.2.8.1 Berat volume padat agregat halus
Berat
Volume Berat
Sampel Literan Literan + Agregat (kg)
Agregat Literan Volume
(W2) (W5)
I 4112 12891 8779 3022 2.905
II 4112 12944 8832 3022 2.923
III 4112 12996 8884 3022 2.940
Berat Volume Sampel Rata-rata 2.922

F. Kesimpulan
Dari hasil pengujian di peroleh berat volume gembur agregat halus yaitu
1,415 dan berat volume padat agregat halus yaitu 2,922.

3.2.9 Kotoran Organik Agregat Halus


A. Tujuan pengujian
Pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan kadar organik yang terkandung
dalam agregat dalam agregat halus dengan caairan NaOH 3% dan
mengetahui agregat halus cocok atau tidak dalam campuran beton.
Berdasarkan standar acuan:

57
1. ASTM C-40
2. SNI 03-2816-1992

B. Alat – alat yang di gunakan


1. Botol organik
2. Standar warna

C. Bahan yang di gunakan


1. Pasir
2. Larutan NaOH

D. Langka kerja
1. Pasir disiapkan dengan cara qwuartering
2. Pasir dmasukkan kedalam botol organik sebanyak 130 ml
3. Larutan NaOH 3% dimasukkan kealam botl organik sebanyak 200ml
4. Botol organik dikocok selama 10 menit agar campurannya merata
5. Botol tersebut didiamkan selama 24 jam agar cairan NaOH bereaksi dengan
pasir.
6. Setelah 24 jam dibandingkan denngan standar warna

E. Kesimpulan
Pengujian ini mendapatkan kadar organik yang terkandung dalam agregat
halus pada urutan pertama, maka agregat halus dapat digunakan dalam
pencampuran beton tanpa dilakukan pencuciaan.

58
BAB IV

PERANCANGAN CAMPURAN (MIX DESIGN)

4.1 Langkah – Langkah Perhitungan Campuran Beton (Mix Design )


1. Slum rencana 75-100, Tabel 2.5.1
2. Agregat yang digunakan maksimu 25 mm
3. Beton yang dibuat beton tanpa tambahan udara. Banyak air pencampuran yaitu
181 kg/mm³, karna menggunakan kerikil maka di kurang 18 kg menjadi 163
kg/mm3, Tabel 2.5.2
4. Kuat tekan beton f’c = 22 Mpa
5. Kuat tekan beton rata-rata, Tabel 2.5.3
f’cr = f’c *1,1+5 Mpa
= 22 *1,1+5 Mpa
= 29,2 Mpa
6. Faktor air semen 0,551, ekstrapolasi dari Tabel 2.5.4
banyaknya air
7. Banyaknya kadar semen = rasio air
163
=
0,551

= 295.718 kg/m3
8. Volume agregat kasar dapat dilihat dari MHB agregat halus yaitu 3,30 maka di
dapat volume agregat kasar adalah 0,65 m3, lihat Tabel 2.5.5
9. Hitung berat kering agregat kasar
= volume agregat kasar × berat volume padat agregat kasar
= 0,65 × 1679
= 1091,35 kg/m3
10. Hitung volume absolut, data sifat fisis lihat Tabel 4.1
jumlah air
11. Hitung volume air = suhu air
163
= 996,2

= 0,164 m3
banyaknya kadar semen
12. Volume semen = massa jenis semen × suhu air
295,718
= 3,1× 996,2

= 0,096 m3

59
banyaknya agregat kasar
13. Volume agregat kasar = massa jenis agregat kasar× suhu air
1091,35
= 2,,427× 996,2

= 0,451 m3
14. Volume udara tertangkap, Tabel 2.5.2
= 0,01 X 1
= 0,01 m3
15. Jumlah volume air, semen, volume udara tertangkap dan agregat kasar adalah
0,721 m3
16. Volume agregat halus = 1 – jumlah volume
= 1 – 0,721
= 0,279 m3
17. Berat agregat halus = volume agregat halus × massa jenis agregat
halus × suhu
= 0,279 × 2,159 × 996,2
= 600,579 kg
18. Koreksi terhadap kandungan air, sifat fisis lihat Tabel 4.1
19. Hitung proporsi campuran agregat kasar dan agregat halus
Dengan rumus = banyaknya agregat × (1+ kadar air)
Agregat kasar = 1091,35 × (1+ 0,00213)
= 1093,675 kg
Agregat halus = 600,579 × (1 + 0,03387)
= 620,920 kg
20. Hitung kebutuhan air yang di serap permukaan agregat
Dengan rumus = kadar air agregat –penyerapan air agregat
Agregat kasar = 0,213 % - 2,237 %
= -2, 024 %
Agregat halus = 3,387 % - 1,157 %
= 2,230 %
21. Hitung kebutuhan air yang di tambah untuk air pada permukaan agregat
= banyaknya air - (proporsi agregat kasar × kebutuhan air yang di
serap agregat kasar) - ( proporsi agregat halus × air yang di serap
agregat halus)

60
= 163 - (1093,675 x 0,00213) - (620,920 x 0,03378)
= 171,289 kg
22. Campuran beton untuk per m3
Air (yang ditambahkan) 171.289 Kg / m³
Semen 295.718 Kg / m³
Agregat kasar (basah) 1093.675 Kg / m³
Agregat halus (basah) 620.920 Kg / m³
Jumlah 2181.603 Kg / m³

23. Volume pekerjaan benda uji berbentuk silinder dengan ukuran 0,15m x 0,30 m.
Jumlah benda uji 10 buah dengan angka penyusutan 15,5% untuk mendapati
proporsi dari masing-masing material yang akan di aduk adalah
Vbeton yang di aduk = V cetakan x 3
= 1/4 x π x d2 x t x 3
= 1/4 x 3,14 x (0,15)2 x 0,3 x 3
= 0,016 m3
24. Hitung angka penyusutan proporsi sebanyak 10 % - 20 % dari volume perkerjaan
benda uji, kami menggunakan 20 % , maka:
= 20 % x Vbeton
= 20 / 100 x 0,016
= 0,003 m3
25. Jumlahkan volume perkerjaan benda uji dan penyusutan proporsi
= angka penyusutan + Vbeton
= 0,003 + 0,016
= 0,019 m3
26. Sehingga berat material untuk volume 0,019 m³
Air 3.405 kg
Semen 5.879 kg
Kerikil 21.743 kg
Pasir 12.344 kg
Air koreksi 0.165 kg

Data Koreksi Perencanaan Campuran Beton


1. Data – data perencanaan
a. f’c rencana (Mpa) = 29,2

61
b. Tinggi slump (mm) = 75-10
2. Semen
a. Tipe =1
b. Berat jenis = 3,10
3. Agregat halus
a. Jenis agregat = Pasir alam
b. Ukuran maks agregat (mm) = 4,75
c. Berat jenis SSD = 2,159
d. Berat volume padat ( kg/m3) = 2,922
e. Penyerapan air (%) = 1,557
f. Kadar kelembapan (%) = 3,387
g. MHB = 4,173
4. Agregat kasar
a. Jenis agregat = Kerikil
b. Ukuran maks agregat (mm) = 19
c. Berat jenis SSD = 2,247
d. Berat volume padat ( kg/m3) = 1,679
e. Penyerapan air (%) = 2,273
f. Kadar kelembapan (%) = 3,995
g. MHB = 5,375
5. Mix design
a. f’c (Mpa) = 29,2
b. Fas = 0,551
c. Berat air ( kg/m3) = 171,289
d. Berat semen ( kg/m3) = 295,718
e. Berat agregat halus ( kg/m3) = 620.920
f. Berat agregat kasar ( kg/m3) = 1093,675
g. Berat volume beton segar ( kg/m3) = 2181,603
6. Air koreksi
a. Berat ( kg/m3) = 0,165

62
4.2 Pengujian Beton
4.2.1 Pengujian slump adukan beton
A. Tujuan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekentalan dan kelecekan
adukan beton basah dengan menggunakan kerucut abram yang di tujukan oleh nilai
slump yang berguna untuk pengendalian mutu beton. Berdasarkan standar acuan:
 ASTM C 143 / 01 – 03
 SNI 1972 – 2008

B. Alat yang di gunakan


Alat yang di gunakan sama seperti pada proses pembuatan bendauji silinder.
C. Bahan yang di gunakan
Bahan yang di gunakan sama seperti pada proses pembuatan bendauji
silinder.

D. Langkah pengujian
1. Kerucut abram di lembabkan dengan air dan di letakkan di tempat yang
lembab. Kerucut harus di tahan dengan kokoh kemudian di tempatkan
selama pengujian dengan cara di injak pada kuping kerucut abram
2. Beton basah di masukkan ke dalam kerucut. Setiap lapis tebalnya sepertiga
dari tinggi kerucut dan di padatkan dengan cara di tumbuk sebanyak 25 kali
di setiap lapisannya
3. Pada pemadatan dan pengisian lapisan teratas adukan beton di lebihkan di
atas kerucut sebelum di padatkan
4. Kemudian di ratakan permukaan beton pada bagian atas dengan cara di
gelindingkan batang penusuk di atasnya.
5. Kerucut di angkat dalam arah vertikal sampai terlepas dalam waktu kurang
lebih 2 menit.
6. Di selesaikan seluruh pekerjaan pengujian slump ini dari awal pengisian
hingga pelepasan cetakan tanpa gagang dengan waktu tidak lebih dari 3
menit.

63
7. Setelah beton menunjukkan penurunan pada permukaan, ukur segera nilai
slump dengan menentukan perbedaan vertikal antara bagian atas kerucut
dan bagian pusat permukaan beton atas.

E. Analisis data
Di peroleh:
Tabel 4.2.1 Pengujian slump
Tinggi kerucut Tinggi penurunan Tinggi adukan
No (mm) (mm) (mm)
1 330 95 235

4.2.2 Pengujian Kuat Tekan Beton


A. Tujuan
Pengujian ini ditujukan untuk menentukan nilai kuat tekan beton berbentuk
silinder yang di cor dan dirawat dilaboratorium. Kuat tekan yang di peroleh harus
memenuhi kuat tekan yang di syaratkan dalam mix design, apa bila tidak sesuai
maka ada kesalahan di material atau pembuatan beton. Berdasarkan standar acuan:
1. ASTM C39 / C39 M-03
2. SNI 03-1974-1990

B. Alat yang di gunakan


1. Mesin uji kuat tekan
2. Jangka sorong / kanper

C. Bahan yang di gunakan


1. Benda uji silender beton

D. Langkah pengujian
1. Beton di keluarkan dari tempat perawatan. Seluruh permukaan di lap dengan
kain, namun benda uji harus di jaga kelembabannya
2. Biarkan selama satu jam, kemudian beton di masukkan ke atas plat penekan
pada mesin uji kuat tekan

64
3. Mesin kuat tekan di hidupkan dan di beri beban tanpa terputus hingga beton
hancur
4. Catat beban maksimum dan dokumentasi peruntuhan benda uji

65
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah di laksanakan di laboraturium teknik sipil
universitas Malikussaleh, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kekuatan dan mutu beton sangat di pengaruhi oleh material pembentuknya
2. Tujuan dari mix design yaitu untuk mengetahui jumlah proporsi material
pembentuk beton
3. Agregat yang di gunakan banyak yang seragam dan agregat yang sudah di
buang setelah pengayakan di gunakan kembali
4. Kuat tekan beton pada saat pengujian mempengaruhi F’c yang di
rencanakan karena pengaruh dari bahan pencampur beton, cara
pembentukannya dan cara perawatannya
5. Ketelitian dan kehati – hatian saat praktikum berlangsung akan sangat
berpengaruh terhadap hasil keakuratan data yang di peroleh
5.2 Saran
Dari hasil praktikum yang telah di laksanakan di laboraturium teknik sipil
universitas Malikussaleh, maka dapat di beri saran sebagai masukan untuk
pelaksanaan praktikum yang akan datang antara lain :
1. Semen yang harus di gunakan hendaknya tidak di simpan terlalu lama dan
dalam penyimpanan semen harus di jaga dengan cara di simpan dalam
kedap terhadap cuaca sehingga melindungi semen dari kelembaban dan
menghindari terjadinya penggumpalan pada saat penyimpanan
2. Agregat yang di gunakan sebagai bahan pencampur pada beton hendaknya
mempunyai beberapa perbedaan sehingga tidak terjadinya keseragaman dan
pengulangan pada saat proses pengayakan
3. Agar mendapat kuat tekan beton sesuai dengan yang di rencanakan maka
perlu di lakukan pemilihan bahan pencampurannya sebaik mungkin,
menggunakan prosedur yang sesuai pada saat pembentukannya agar tidak
terjadi kesalahan dan melakukan perawatan beton sesuai dengan perawatan
yang telah di tentukan

66
4. Sarana yang di gunakan pada saat pelaksanaan praktikum perlu di
perhatikan dan di tambah karena mempengaruhi proses pelaksanaan
praktikum
5. Perencanaan untuk membuat beton sehingga mendapatkan kuat tekan yang
direncanakan membutuhkan ketelitian dan kesungguhan yang tinggi dan
saling membantu antara pihak pembimbing dengan pelaksana.
6. Pratikum ini tidak lepas dari tagung jawab pembimbing dan asiseten
pendamping maka jangan pernah jenuh dan bosan untuk membimbing untuk
mencapai keberhasilan

67
DAFTAR PUSTAKA

Hansen,TC.,Sumandi,K., concrete production in indonesia problems and progress


Harries,K.A concrete construction in early room, concrete international, january
1995
M.Ali Hanafiah,1994 Merencanakan komposisi campuran beton struktural
Mulyono,TCI 2005, Teknologi beton, Andi : Yogyakarta
http :// karang wibaca blogspot.com/2008/ pengertian beton

68

Anda mungkin juga menyukai