Anda di halaman 1dari 8

Kisah Purbasari dan Purbararang

Dahulu di Jawa Barat, hiduplah seorang raja. Dia mempunyai dua orang putri. Si sulung
bernama Purbararang, sedangkan adiknya bernama Purbasari.
Suatu hari, raja memilih Purbasari untuk menjadi ratu. Purbararang merasa iri dan kesal.
"Harusnya aku yang menjadi ratu!" kata Purbararang.
Purbararang lalu menyuruh penyihir untuk mengutuk Purbasari. Seluruh tubuh
Purbasari penuh dengan bisul berwarna hitam.
"Aku takut penyakit Purbasari akan menular, Ayah. Sebaiknya Ayah usir dia dari istana,"
kata Purbararang. Akhirnya, raja terpaksa mengusir Purbasari ke hutan.
Selama di hutan, Purbasari berteman dengan banyak hewan. Salah satu temannya adalah
seekor lutung. Lutung itu berwarna hitam.
Purbasari memberinya nama Lutung Kasarung. Lutung Kasarung selalu menemani
Purbasari ke manapun ia pergi.
Suatu malam, Lutung Kasarung menyuruh Purbasari mandi di sebuah telaga. Purbasari
pun menurut.
Ketika sedang mandi, hal ajaib terjadi. Bisul di seluruh badannya tiba-tiba hilang. Kini,
Purbasari sudah sembuh. Dia kembali ke gubuknya dengan gembira.
Sesampainya di gubuk, Purbasari terkejut. Dia melihat ada Purbararang di situ.
Purbararang kesal karena Purbasari sudah cantik lagi seperti semula.
"Syukurlah penyakit kulitmu sudah sembuh. Tapi, seorang ratu harus memiliki suami
yang tampan. Mana calon suamimu?" tanya Purbararang.
Purbasari kebingungan. Lalu, dia menarik Lutung Kasarung, "Ini calon suamiku," kata
Purbasari.
Mendengar hal itu, Purbararang tertawa. "Apa? Calon suamimu seekor monyet?" katanya.
Tiba-tiba, Lutung Kasarung berubah menjadi seorang pangeran tampan. Ternyata,
selama ini dia juga dikutuk. Kutukannya akan hilang kalau ada putri yang mau menikah
dengannya.
Akhirnya, Purbararang meminta maaf pada Purbasari. Purbasari pun mau memaafkan
kakaknya. Mereka lalu pulang ke istana dengan bahagia.
Legenda Sangkuriang

Pada zaman dahulu ada putri raja bernama Dayang Sumbi. Sang Putri mempunyai anak
bernama Sangkuriang. Suatu hari, Sangkuriang berburu. Ia ditemani Tumang, anjing
kesayangan istana. Saat berburu, Tumang menolak diperintah oleh Sangkuriang,
sehingga diusir. Mengetahui hal itu, Dayang Sumbi marah dan tanpa sengaja memukul
kepala Sangkuriang menggunakan sendok nasi. Sangkuriang kecewa dan mengembara.

Dayang Sumbi menyesal, lalu berdoa agar diperternukan dengan anaknya. Para Dewa
tersentuh dengan doa Dayang Sumbi, lalu memberinya anugerah awet muda.

Setelah bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang kembali ke tanah kelahirannya.


Sesampainya disana, ia bertemu gadis jelita, yang tak lain adalah Dayang Sumbi. Ia
terpesona, lalu melamar Dayang Sumbi.

Suatu hari, Dayang Sumbi kaget saat melihat luka di kepala Sangkuriang. Ternyata,
Sangkuriang adalah anaknya. Ia mencari cara untuk membatalkan pernikahannya. Ia pun
mengajukan syarat kepada Sangkuriang. Ia meminta Sangkuriang untuk membendung
Sungai Citarum dan membuat sampan besar dalam waktu satu malam sebagai mas kawin
pernikahan.

Sangkuriang sanggup, lalu meminta bantuan makhluk gaib. Di lain tempat, Dayang Sumbi
menyuruh beberapa pasukan untuk menggelar kain sutra merah di timur kerajaan.
Sangkuriang mengira hari sudah pagi. Karena jengkel, ia menendang sampan besar yang
dibuatnya. Sampan itu terbalik dan menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Lutung Kasarung

Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri, bernama Purbararang dan Purbasari.
Suatu hari, raja memutuskan untuk menunjuk Purbasari menjadi ratu. Keputusan itu
membuat Purbararang marah. Muncul rasa dengki dalam hati Purbararang. Ia berniat
mencelakakan purbasari. Ia pun pergi menemui seorang penyihir. Penyihir itu
memantrai Purbasari sehingga wajah dan sekujur tubuhnya berbintik-bintik hitam.

Karena takut menulari seluruh penghuni kerajaan, sang Raja terpaksa mengasingkan
Purbasari ke dalam hutan. Selama di hutan, Purbasari berteman dengan hewan, salah
satunya dengan seekor kera berbulu hitam. Purbasari menamai kera itu Lutung
Kasarung.

Setiap harinya, Lutung Kasarung menghibur Purbasari. Suatu malam, Lutung Kasarung
menyuruh Purbasari untuk mandi di suatu danau. Purbasari menurut. Tiba-tiba, kulitnya
menjadi bersih seperti semula.

Sementara itu di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat kondisi adiknya Ia


kaget melihat adiknya kembali seperti semula. Ia pun marah dan berkata, "Seorang ratu
harus mempunyai suami yang tampan. Mana calon suamimu?"

Purbasari kebingungan. Akhirnya, ia menarik tangan Lutung Kasarung. Tiba-tiba, Lutung


Kasarung berubah menjadi seorang pangeran tampan. Sadar telah berbuat kesalahan,
Purbararang mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Purbasari pun memaafkan
kakaknya. Setelah kejadian itu, Purbasari kembali menjadi seorang ratu.
Kejujuran Pengemis Tua

Pengemis tua berjalan menyusuri jalan. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah benda.
Ya! Ada sebuah tas kulit tergeletak di pinggir jalan. Pengemis itu membuka tas tersebut.
Betapa terkejutnya ia, sebab rupanya tas itu berisi uang yang sangat banyak, yakni
seratus dinar.
"Aku harus mengembalikan tas ini kepada pemiliknya. Kasihan sekali pemilik tas ini. Ia
pasti membutuhkan uang ini," ucap pengemis tua.
Pengemis tua pun melewati pasar. Di sana ada seorang lelaki yang terlihat kaya sedang
memberikan pengumuman terkait tasnya yang hilang. Lelaki kaya itu berjanji akan
memberikan hadiah yang besar kepada siapa saja yang menemukan tas miliknya.
Rupanya tas yang dimaksud sangat mirip dengan tas yang ditemukan oleh si pengemis
tua. Mendengar hal itu, pengemis tua sangat senang. Ia pun langsung menghampiri lelaki
kaya tersebut.
"Apakah tas ini yang kau maksud? Aku menemukannya di ujung jalan tak jauh dari sini,"
kata pengemis tua.
"Ya, benar sekali! Ini tasku." ucap lelaki itu, girang. Ia segera memeriksa isi tasnya.
Uangnya rupanya masih tetap utuh. Namun, ia memiliki niat licik kepada si pengemis.
"Ini memang tasku, tetapi kenapa uangku berkurang seratus dinar? Harusnya di tas ini
ada uang dua ratus dinar." seru si lelaki kaya, pura-pura marah.
"Sungguh aku tak mengambil sedikit pun uang di tas itu. Meskipun aku seorang pengemis,
tapi pantang bagiku untuk mengambil milik orang lain," ucap si pengemis. Namun, si
lelaki kaya tetap mempermasalahkan hal itu dan kemudian membawa si pengemis ke
pengadilan
Sesampainya di pengadilan, lelaki kaya pun menceritakan masalahnya. Hakim lalu
berpikir sejenak.
"Baiklah, sekarang aku ingin bertanya," ujar hakim kepada si lelaki kaya. "Kau bilang uang
tasmu ada dua ratus dinar. Benar?"
"Ya, benar," ucap si lelaki kaya, mantap. "Berarti tas ini bukan milikmu, sebab tas ini
hanya berisi seratus dinar," ucap hakim
Si lelaki kaya terperangah. Ia tidak mampu menyangkal pernyataan hakim, sebab
bagaimanapun ia telah berbohong. Kemudian ia pun mengakui perbuatannya. Ia meminta
maaf kepada hakim, lalu memberikan hadiah kepada si pengemis tua.
Kisah Kakak Beradik

Di salah satu desa di Korea, hiduplah dua bersaudara. Mereka hidup saling menyayangi.
Sehari-hari kesibukan mereka adalah menanam padi. Tetapi, sejak si adik menikah,
mereka pun pisah rumah, Si Kakak tinggal dengan istrinya, sementara si adik juga tinggal
dengan istrinya di rumah lain, Sejak saat itu, mereka pun menggarap ladang milik masing-
masing.
Suatu hari, panen padi si kakak sangat berlimpah. Ia berpikir untuk memberikan
beberapa karung padi kepada sang adik. Tetapi, si kakak takut menyinggung perasaan
adiknya. Lagi pula biasanya adiknya suka menolak pemberiannya.
Si kakak mencari ide untuk memberikan padi-padi itu kepada sang adik. Akhirnya, ia
berhasil mendapat ide. Setiap malam secara diam-diam ia akan menaruh sekarung padi
di lumbung milik adiknya.
Malam itu juga si kakak pergi ke lumbung padi milik sang adik dengan membawa
sekarung padi. Ia menaruh karung padi tersebut di sana. Setelah itu ia segera kembali ke
rumahnya dengan hati gembira. Ia senang karena sudah bisa memberikan padi itu
kepada adiknya, meskipun tanpa sepengetahuan sang adik.
Malam berikutnya pun sama. Begitu seterusnya, Tetapi anehnya, karung padi milik sang
kakak sama sekali tak berkurang, meskipun ia telah memberikan beberapa karung padi
kepada adiknya.
Malam itu sang kakak pergi lagi ke lumbung padi milik sang adik dengan membawa
sekarung padi. Belum jauh berjalan, ia melihat seseorang yang sedang memanggul
sekarung padi juga. Orang itu mengendap-endap menuju lumbung padi si kakak. Olala...
rupanya orang itu adalah sang adik, Ternyata selama ini apa yang dilakukan oleh sang
kakak, dilakukan juga oleh sang adik. Ya, sang adik pun ingin memberikan sesuatu kepada
kakaknya secara diam-diam.
Sang Kakak pun menghampiri adiknya. Lalu, mereka menceritakan apa yang selama ini
mereka lakukan. Kakak-beradik itu pun tertawa terbahak-bahak setelah saling bercerita.
Kejadian itu bisa terjadi karena mereka saling mengasihi. Keduanya ingin memberikan
sesuatu yang berharga kepada kakak atau adiknya.
Kabayan Mencari Tutut

Pada suatu hari Si Kabayan disuruh oleh mertuanya untuk mengambil tutut disawah.
Tutut adalah sejenis siput-siput kecil di sawah. Biasa tutut-tutut sawah dimasak
menggunakan bumbu-bumbu dengan cara direbus. Si Kabayan menuruti perintah
mertuanya untuk mencari tutut disawah. Ia pergi ke sawah tapi malas-malasan.
Setibanya di sawah, Si Kabayan bukannya mencari tutut tapi malah duduk-duduk santai
di pematang sawah.

Mertua Kabayan lama menunggu di rumah tapi Si Kabayan tak juga kunjung datang.
Akhirnya mertua Kabayan menyusul ke sawah. Sesampainya di sawah, mertua Kabayan
marah bukan main. Ia mendapati menantunya tengah duduk-duduk santai di pematang
sawah. “Hai Kabayan! Aku suruh mencari tutut tapi engkau malah enak duduk-duduk.
Dasar pemalas!” teriak mertuanya.

“Aduh Abah, aku takut mau turun ke sawah, soalnya sangat dalam. Coba lihat Abah!
Saking dalamnya, langit sampai terlihat di air sawah.” kata Kabayan beralasan.

Karena kesal melihat kemalasan menantunya, Mertua Si Kabayan kemudian mendorong


tubuh menantunya hingga terjatuh ke sawah. Si Kabayan terjatuh ke sawah sambil
tersenyum-senyum. “Aduh Abah, tenyata sawahnya dangkal ya.” Ia kemudian mengambil
siput-siput kecil di sawah.
Malin Kundang

“Hu huuuu huuu.” tangis Malin Kundang sambil memegangi lengannya yang berdarah.
Rupanya lagi-lagi ia dipatok oleh ayam jago milik Datuk Firman. Bunda membersihkan
lukanya dengan sabar. Kali ini, luka Malin cukup parah. Bunda Malin Kundang yang
bernama Mande Rubayah membalutnya dengan perban.

“Malin, jangan nakal. Jangan kau kejar-kejar lagi ayam jago itu. Ingat, kau sudah tidak
punya ayah, kaulah satu-satunya harapan Bunda,” nasihat ibunya. Malin hanya
mengangguk dan menyeringai.

Sejak ayah Malin meninggal, ibunya bekerja keras untuk menghidupi Malin. Ia membantu
para nelayan membongkar ikan hasil tangkapan di pantai. Kadang, Malin ikut dengannya.
Di sana, Malin bertemu dengan Saudagar Ali, salah satu orang kaya di kampung itu.
Saudagar Ali telah menganggap Malin seperti anaknya sendiri. Beliau mengajari Malin
cara berdagang dan mengemudikan kapal. Bagi Saudagar Ali, Malin cerdas dan dewasa,
tidak seperti anak kecil pada umumnya.

Ketika Malin beranjak dewasa, Saudagar Ali mengajaknya untuk ikut berlayar ke negeri
seberang. Di sana, ia akan mengenalkan Malin pada saudaranya yang juga memiliki usaha
perdagangan. Malin pun berpamitan pada ibunya Mande Rubayah. “Bunda, Saudagar Ali
mengajakku untuk ikut dengannya. Izinkan aku pergi Bunda, karena aku ingin bekerja di
negeri seberang. Jika aku sukses, aku akan kembali dan memboyong Bunda.” Ibunya
menunduk. Tak terasa, air matanya menetes. “Bunda tak bisa melarangmu, Malin. Bunda
tahu keinginanmu begitu besar,” jawabnya.
Legenda Rawa Pening

Alkisah ada seorang wanita yang tinggal di desa ngasem bernama Endang Sawitri. Saat
ini Endang sedang hamil dan tak lama lagi melahirkan anak. Namun, bayi yang
dikeluarkan dari perutnya bukan berwujud manusia melainkan seekor naga. Dia dapat
berbicara layaknya manusia.

Naga tersebut bernama Baru Klinting. Saat menginjak dewasa ia ingin mengetahui
tentang ayahnya. Ibunya pun menjelaskan bahwa ayahnya adalah seorang raja yang
sedang bertapa di gua yang berada di lereng Gunung Telomoyo. Sebelum mencari
ayahnya, Endang sang ibu memberikan tanda pengenal berupa klinting yang dulu
diberikan oleh ayahnya.

Saat bertemu dengan ayahnya maka ia menjelaskan dan menunjukkan sebuah klinting.
Setelah itu, ayahnya memberikan satu lagi tantangan, Baru Klinting diminta untuk
melingkari gunung. Baru Klinthing pun menyetujuinya.

Namun saat ia bertapa di tengah hutan ia ditangkap oleh penduduk yang kemudian
aakndijadikan santapan pesta karena mereka tak berhasil menemukan hewan. Arwahnya
berubah menjelma menjadi anak kecil. Ia lalu meminta makanan namun penduduk tidak
menerimanya.

Ia bertemu dengan seorang nenek yang mau merawatnya dan memberinya makan.
Setelah itu ia kembali ke pesta dan hal yang sama pun terulang. Warga pun tetap
mengusirnya. Lalu beberapa saat setelah itu ia menancapkan sebuah lidi ke tanah. Ia
menantang warga untuk mencabutnya, namun tak satapun berhasil mencabut.

Ia pun mencabutnya lalu saat itu juga muncullah air yang sekarang menjadi rawa pening.
Tak ada warga yang selamat kecuali nenek yang memberinya makanan. Nenek tersebut
telah diberi pesan untuk masuk ke dalam lesung oleh Baru Klinting.

Anda mungkin juga menyukai