Anda di halaman 1dari 3

Pengertian Skrining

Skrining didefinisikan sebagai pelaksanaan prosedur sederhana dan cepat untuk


mengidentifikasi dan memisahkan orang yang tampak sehat, tetapi kemungkinan berisiko
terkena penyakit, dari merreka yang mungkin tidak terkena penyakit tersebut. Skrining dilakukan
untuk mengidentifikasi mereka yang diduga mengidap penyakit sehingga mereka dapat dikirim
untuk menjalani pemeriksaan medis dan studi diagnostic yang lebih pasti.

Skrining kadang dipertukarkan maknanya dengan diagnosis, tetapi skrining itu sendiri
merupakan precursor untuk diagnosis. Tes skrining, seperti tes penglihatan, pengukuran tekanan
darah, pap smears, pemeriksaan darah, dan x-rays dada dilakukan pada kelompok yang besar
atau populasi. Tes skrining meiliki titik potong yang digunakan untuk menentukan mana orang
yang berpenyakit dan mana yang tidak.

Skrining tidak ditujukan untuk menyaingi diagnosis, tetapi lebih sebagai proses yang
digunakan untuk mendeteksi kemungkinan suatu kondisi penyakit sehingga dapat dirujuk untuk
diagnosis.
Tujuan Skrining

Tujuan dilakukannya skrining adalah untuk mendeteksi penderita sedini mungkin


sebelum timbul gejala klinis yang jelas. Dengan ditemukannya penderita tanpa gejala dapat
dilakukan pengobatan secara tuntas hingga mudah disembuhkan dan tidak membahayakan
dirinya maupun lingkungannya dan tidak menjadi sumber penularan sehingga epidemik dapat
dihindari.

Uji skrining digunakan untuk mencegah penyakit atau akibat penyakit dengan
mengidentifikasi individu-individu pada suatu titik dalam riwayat alamiah ketika proses penyakit
dapat diubah melalui intervensi. Terdapat tiga tingkatan pencegahan yang pada umumnya
ditargetkan di dalam program-program skrining:

1. Pencegahan primer ditujukan kepada orang-orang yang tidak memiliki gejala/


asimptomatik untuk mengidentifikasi faktor risiko dini penyakit guna menahan proses
patologi sebelum timbul gejala. Contohnya, mengidentifikasi orang-orang dalam tahap
awal gangguan toleransi glukosa, dan mengendalikan berat badan serta pola makan
mereka untuk mencegah kemunculan diabetes.
2. Pencegahan sekunder ditujukan kepada orang-orang dalam proses awal penyakit untuk
memperbaiki prognosis. Contohnya, mengidentifikasi orang-orang pengidap diabetes
yang tidak terdeteksi atau tidak teramati untuk meningkatkan toleransi glukosa guna
mencegah, diantara penyakit lainnya, penyakit mikrovaskular yang dapat mengakibatkan
kerusakan renal atau ginjal.
3. Pencegahan tersier ditujukan kepada orang-orang yang mengalami komplikasi untuk
mencegah dampak lanjutan komplikasi tersebut. Contoh, melakukan skrining pada orang-
orang untuk mendeteksi riwayat retinopati diabetic agar mendapat pengobatan laser untuk
mengendalikan perdarahan retina dan mencegah kebutaan.

Syarat Skrining

Pada umumnya skrining dilakukan hanya ketika syarat-syarat berikut ini terpenuhi :

1. Penyakit tersebut merupakan penyabab utama kematian dan/atau kesakitan


2. Terdapat sebuah uji yang sudah terbukti dan dapat diterima untuk mendeteksi individu-
individu pada suatu tahap awal penyakit yang dapat dimodifikasi
3. Terdapat pengobatan yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit atau akibat-akibat
penyakit.

Pertimbangan Program Skrining

Wilson dan Junger menetapkan beberapa hal yang harus dipertimbangkan ahli
epidemiologi saat merencanakan dan melaksanakan program skrining. Dari sudut pandang
keehatan masyarakat, skrining paling efektif jika dapat mencapai sebagian besar populasi.
Berikut 10 faktor yang perlu dipertimbangkan ketika merencanakan program skrining untuk
kelompok populasi yang besar:

1. Penyakit atau kondisi yang sedang di skrining harus merupakan masalah medis utama
2. Pengobatan yang dapat diterima harus tersedia untuk individu berpenyakit yang
terungkap saat proses skrining dilakukan.
3. Harus tersedia akses ke fasilitas dan pelayanan perawatan kesehatan untuk diagnosis dan
pengobatan lanjut penyakit yang ditemukan.
4. Penyakit harus memiliki perjalanan yang dapat dikenali, dengan keadaan awal dan
lanjutnya yang dapat diidentifiksi.
5. Harus tersedia tes atau pemeriksaan yang tepat dan efektif untuk penyakit
6. Tes dan proses uji harus dapat diterima oleh masyarakat umum
7. Riwayat alami penyakit atau kondisi harus cukup dipahami, termasuk fase regular dan
perjalanan penyakit, dengan periode awal yang dapat diidentifikasi melalui uji
8. Kebijakan, prosedur, dan tingkatan uji harus ditentukan untuk menentukan siapa yang
harus dirujuk untuk pemeriksaan, diagnosis, dan tindakan lebih lanjut
9. Proses harus cukup sederhana sehingga sebagian besar kelompok mau berpartisipasi.
10. Screening jangan dijadikan kegiatan yang sesekali saja ,tetapi harus dilakukan dalam
proses yang teratur dan berkelanjutan.

Daftar pustaka:

 Timmreck, Thomas C. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi 2. Jakarta: EGC


 Morton, Richard F, J. Richard Hebel & Robert J. McCarter. 2009. Epidemiologi dan
Biostatistika : Panduan Studi Edisi 5. Jakarta: EGC
 Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai