PENDAHULUAN
Diantara semua sifat dan reaksi yang penting untuk kita ketahui bersama
yang paling kami soroti disini yaitu mengenai difusi suatu zat. Dimana ini
merupakan suatu tahapan yang yang sangat berperan penting dalam menentukan
hasil suatu efek obat dalam tubuh manusia. Dalam mengambil zat-zat nutrisi yang
penting dan mengeluarkan zat-zat yang tidak diperlukan, sel melakukan berbagai
jenis aktivitas, dan salah satunya adalah difusi, yakni suatu proses perpindahan
massa molekul suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan
berhubungan dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu
batas. Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata
atau mencapai keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap terjadi
walaupun tidak ada perbedaan konsentrasi. Lalu bagaimana jika kesetimbangan
ini tidak tercapai?
Melihat pentingnya difusi dalam suatu sediaan maka dibuatah makalah ini
sebagai suatu manfaat dan pengetahuan bagi para farmasis.
1.2 Tujuan
1
BAB II
LANDASAN TEORI
Ada dua jenis difusi yang dilakukan, yaitu difusi biasa dan difusi khusus.
a. Difusi biasa terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau molekul
yang hydrophobic atau tidak berpolar / berkutub. Molekul dapat langsung
berdifusi ke dalam membran plasma yang terbuat dari phospholipids.
Difusi seperti ini tidak memerlukan energi atau ATP (Adenosine Tri-
Phosphate).
b. Difusi khusus terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau molekul
yang hydrophilic atau berpolar dan ion. Difusi seperti ini memerlukan
protein khusus yang memberikan jalur kepada partikel-partikel tersebut
ataupun membantu dalam perpindahan partikel. Hal ini dilakukan karena
partikel-partikel tersebut tidak dapat melewati membran plasma dengan
mudah. Protein-protein yang turut campur dalam difusi khusus ini biasanya
berfungsi untuk spesifik partikel.
2
Faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan difusi, yaitu:
a. Ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat partikel itu
akan bergerak, sehingga kecepatan difusi semakin tinggi.
b. Ketebalan membran. Semakin tebal membran, semakin lambat kecepatan
difusi.
c. Luas suatu area. Semakin besar luas area, semakin cepat kecepatan
difusinya.
d. Jarak. Semakin besar jarak antara dua konsentrasi, semakin lambat
kecepatan difusinya.
e. Suhu. Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk bergerak
dengan lebih cepat. Maka, semakin cepat pula kecepatan difusinya.
BAB III
4
PEMBAHASAN
5
3.3EFEKTIFITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOLIK DAUN CABE
RAWIT (Capsicum frutescens L. ) TERHADAP BAKTERI
STAPHYLOCOCCUS AUREUS DENGAN METODE DIFUSI: UJI
PENDAHULUAN POTENSI TANAMAN OBAT TRADISIONAL
SEBAGAI ALTERNATIF PENGOBATAN INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN
6
water (o/w) dimana fase minyak yang mengandung polimer dan minyak
dalam pelarut organik yang diemulsikan dalam fase air yang mengandung
stabilizer dilanjutkan dengan homogenasi berkecepatan tinggi sehingga
mengakibatkan pembentukan nano partikel. Menurut hasil di atas dari uji
menggunakan difusi cakram, difusi agar dan difusi disk dari jurnal tersebut
peningkatan jumlah konsentrasi dapat berpengaruh pada zona hambat atau
daerah jernih yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasinya maka hasil
dari zona hambat tersebut akan semakin baik.
7
S. aureus, S. epidermidis, B. subtilis and P. vulgaris is observed at 75
mg/ml. For C. albicans it is observed to be 100 mg/ml. For petroleum ether it is
found at 25 mg/ml [Table 3]. Similar reports have been well documented
earlier, which state that a great number of medicinal plants are less active
against gram negative than gram positive organisms.[2,9] The inhibitory
activities of the extracts live up to their potential in the treatment of microbially
induced ailments or diseased conditions, in line with the traditional use of plant
extracts.
8
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil tersebut dapat disimpullkan bahwa uji difusi dengan peningkatan
konsentrasi akan menghasilkan pengujian zona hambat bakteri yang lebih baik.
Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi juga
kandungan yang dapat digunakan untuk zona hambat itu sehingga dapat
ditunjukkan dengan adanya daerah jernih (clear zona) yang terbentuk pada media
uji tersebut.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Infectious disease are the biggest killer of the young; 1999. Avalaible from
http://www.who.int/infectousdisease-report/index-rpt99.htm[Accessed Juli 12, 2009].
2. Vardi, et.al. Local application of Honey for Treatment of Neonatal Postoperative Wound Infection.;
1998. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9628301, [Accessed Mei 17, 2009].
3. Hotnida CH. Pengaruh metode penurunan kadar air, suhu dan lama penyimpanan terhadap kualitas
madu randu (thesis). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1998.
4. Aiman BAF. Pengobatan dan Penyembuhan menurut wahyu Nabi, Jakarta: Pustaka As-sabil; 2004.
5. Hendri W, Sani EP & Yani L. Uji Akivitas Antimikroba Madu Terhadap Mikroba Staphylococcus
aureus; 2008. Available from: http://hendriapt. wordpress.com/2008/11/14/uji-aktivitasantibacteri-
madu-terhadap-bakteristaphylococcus-aureus [Accessed Nov 2008].
6. French VM, Cooper RA and Molan PC. The Antibacterial of Honey against coagulae-negative
Staphylococci. Oxforddjournals (serial on the internet). 2005. Available from: http://jac.oxford
djournals.org/cgj/content/full/56/1/228[Accessed March 2005].
7. Lasmayanty. Potensi Antibakteri Propolis Lebah Madu Trigona Terhadap bakteri Kariogenik
(Streptococcus mutans). Program Studi Biokimia MIPA IPB Bogor; 2007.
10. Jawetz E, Melnick JL & EA Adelber. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika; 2006.
11. Karchmer, A.W. From theory to practice: resistance in Staphylococcus aureus and new treatments.
Clin. Microbiol. Infect.. 2006. 12 (Suppl. 8): 15-21.12. Jawetz E,.Melnick JL, and Adelber EA
.Mikrobiologi Kedokteran Edisi
20.Penerjemah: Edi Nugroho & RF Maulany, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta; 2006 : 211
21510
10