Anda di halaman 1dari 10

KORELASI PEARSON

A. Pengertian
Korelasi Pearson merupakan salah satu ukuran korelasi yang digunakan untuk mengukur
kekuatan dan arah hubungan linier dari dua variabel. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila
perubahan salah satu variabel disertai dengan perubahan variabel lainnya, baik dalam arah yang
sama atau pun arah yang sebaliknya. Harus diingat bahwa nilai koefisien korelasi yang kecil
(tidak signifikan) bukan berarti kedua variabel tersebut tidak saling berhubungan. Mungkin
saja dua variabel mempunyai keeratan hubungan yang kuat namun nilai koefisien korelasinya
mendekati nol, misalnya pada kasus hubungan non linier. Koefisien korelasi hanya mengukur
kekuatan hubungan linier dan tidak pada hubungan non linier. Harus diingat pula bahwa adanya
hubungan linier yang kuat di antara variabel tidak selalu berarti ada hubungan kausalitas, sebab-
akibat.

B. Manfaat Korelasi Pearson


Mencari hubungan variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) dan data berbentuk
interval dan ratio.

n. XY    X 
. Y 
r
n. X 2

  X  . n. Y 2   Y 
2 2

12.2.695  225
. 124
Dimana : r 
n
(12).(4.725)  (225) 2 . (12).(1.570)  (124) 2 .
= Banyaknya Pasangan data X dan Y
32.340  27.900 4.440

Σx = TotalrJumlah dari Variabel X 
56.700  50.625. 18.840  15.376 6.075. 3.464
Σy = Total Jumlah dari Variabel Y
4.440 4.440
r   0,97
Σx = Kuadrat dari
2
21.Total Jumlah
043.800 Variabel
4.587 ,35 X
Σy2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y
Σxy= Hasil Perkalian dari Total Jumlah
Variabel X dan Variabel Y

C. Koefisien Korelasi
Korelasi dinyatakan dalam % keeratan hubungan antar variabel yang dinamakan dengan
koefisien korelasi, yang menunjukkan derajat keeratan hubungan antara dua variabel dan arah
hubungannya (+ atau -).

D. Batas-Batas Koefisien Korelasi


Nilai koefisien korelasi berkisar antara –1 sampai dengan +1. Kriteria pemanfaatannya
sebagai berikut:
1. Jika, nilai r > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier positif, yaitu semakin besar nilai
variabel X maka semakin besar pula nilai variabel Y atau semakin kecil nilai variabel X
maka semakin kecil pula nilai variabel Y. Jika, nilai r < 0, artinya telah terjadi hubungan
yang linier negatif, yaitu semakin besar nilai variabel X maka semakin kecil nilai variabel Y
atau semakin kecil nilai variabel X maka semakin besar pula nilai variabel Y .
2. Jika, nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X dan variabel Y.
3. Jika, nilai r =1 atau r = -1, maka dapat dikatakan telah terjadi hubungan linier sempurna,
berupa garis lurus, sedangkan untuk r yang makin mengarah ke angka 0 (nol) maka garis
makin tidak lurus. Batas-batas nilai koefisien korelasi diinterpretasikan sebagai berikut :
a. 0,00 sampai dengan 0,20 berarti korelasinya sangat lemah.
b. 0,21 sampai dengan 0,40 berarti korelasinya lemah.
c. 0,41 sampai dengan 0,70 berarti korelasinya kuat.
d. 0,71 sampai dengan 0,90 berarti korelasinya sangat kuat.
e. 0,91 sampai dengan 0,99 berarti korelasinya sangat kuat sekali.
f. 1.00 berarti korelasinya sempurna.

E. Asumsi
Asumsi untuk analisis korelasi adalah sebagai berikut :
1. Sampel data berpasangan (x, y) berasal dari sampel acak dan merupakan data kuantitatif.
2. Pasangan data (x, y) harus berdistribusi normal.
Harus diingat bahwa analisis korelasi sangat sensitif terhadap data pencilan (outliers). Asumsi
bisa dicek secara visual dengan menggunakan:
1. Boxplots, histograms & univariate scatterplots untuk masing-masing variable
2. Bivariate scatterplots, Apabila tidak memenuhi asumsi misalnya data tidak berdistribusi
normal (atau ada nilai data pencilan), kita bisa menggunakan korelasi Spearman (Spearman
rank correlation), korelasi untuk analisis non-parametrik.

F. Koefisien Determinasi
Koefisien korelasi, r, hanya menyediakan ukuran kekuatan dan arah hubungan linier
antara dua variabel. Akan tetapi tidak memberikan informasi mengenai berapa proporsi
keragaman (variasi) variabel dependen (Y) yang dapat diterangkan atau diakibatkan oleh
hubungan linier dengan nilai variabel independen (X). Koefisien Determinasi bisa didefinisikan
sebagai nilai yang menyatakan proporsi keragaman Y yang dapat diterangkan/dijelaskan oleh
hubungan linier antara variabel X dan Y. Untuk menentukan besar kecilnya sumbangan variabel
X terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus koefisien determinan sebagai berikut :
KP = r2 x 100%
dimana :
KP adalah besarnya koefisien penentu (diterminan)
r adalah koefisien korelasi

G. Analisis Korelasi Pesrson (PPM)


Berikut adalah sebuah contoh kasus : Ingin diketahui hubungan antara pemberian pupuk
bokashi cair (cc) terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di prenursery selama dua bulan.
Peneliti mengambil sampel sebanyak 12 tanaman, dengan taraf signifikansi (α = 0.05), data
sebagai berikut :
Tabel 1. Data

Sampel Bibit Dosis (X) Pertumbuhan (Y)


1 10 5
2 15 7
3 15 8
4 20 11
5 25 14
6 20 10
7 10 4
8 10 5
9 25 16
10 20 9
11 25 14
12 30 21
Jumlah 225 124

Pertanyaan :
1. Berapakah besar hubungan variabel X dan Y ?
2. Berapakah besar sumbangan (kontribusi) variabel X dengan Y ?
3. Buktikan apakah ada hubungan yang signifikan antara pemberian pupuk bokashi dengan
pertumbuhan bibit ?
Jawab :

a) Hipotesis bentuk kalimat :

Ha : Terdapat hubungan antara pemberian pupuk bokashi dengan pertumbuhan bibit.

H0 : Tidak terdapat hubungan antara pemberian pupuk bokashi dengan pertumbuhan bibit.
b) Hipotesis dalam bentuk statistik:

Ha: r  0

H0 : r = 0

c) Tabel penolong untuk menghitung nilai korelasi :

Tabel 2. Tabel Penolong

No. X Y X2 Y2 XY
1 10 5 100 25 50
2 15 7 225 49 105
3 15 8 225 64 120
4 20 11 400 121 220
5 25 14 625 196 350
6 20 10 400 100 200
7 10 4 100 16 40
8 10 5 100 25 50
9 25 16 625 256 400
10 20 9 400 81 180
11 25 14 625 196 350
12 30 21 900 441 630
∑ X = 225 ∑ Y = 124 ∑ X2 = 4.725 ∑ Y2 = 1.570 ∑ XY = 2.695

d) Masukkan angka-angka statistik dari tabel penolong dengan rumus sebagai berikut :
n. XY    X 
. Y 
r
n. X 2

  X  . n. Y 2   Y 
2 2

12.2.695  225
. 124
r
(12).(4.725)  (225) . (12).(1.570)  (124) .
2 2

32.340  27.900 4.440


r 
56.700  50.625. 18.840  15.376 6.075. 3.464
4.440 4.440
r   0,97
21.043.800 4.587,35

Jadi hubungan antara pemberian pupuk bokashi dengan pertumbuhan bibit kelapa sawit di
prenursery sebesar (r = 0,97) tergolong sangat kuat (jawaban no. 1)

e) Menentukan besarnya sumbangan (koefisien diterminan koefisien penentu) variabel X


terhadap variabel Y dengan rumus :
KP  r 2 .100%  0,97 2.100%  94,09%
Artinya : Pengaruh pemberian pupuk bokashi terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di
prenursery sebesar 94,09% dan sisanya 5,91% ditentukan oleh variabel lain (jawaban no.2)

f) Menguji signifikansi dengan rumus thitung sebagai berikut ini :

r n2 0,97 12  2 3,067


t hitung     51,98
1 r2 1  0,97 2 0,059

Kaidah pengujian :
Jika thitung  dari ttabel maka signifikan
Jika thitung  dari ttabel maka tidak signifikan
Berdasarkan perhitungan diatas, dengan ketentuan tingkat kesalahan   0,05 yaitu db =
n – 2 <=> 12 – 2 = 10, sehingga didapat nilai dari ttabel = 1,812 ternyata thitung > dari ttabel yaitu
51,98 > 1,812.
Kesimpulannya adalah korelasi variabel X dengan Y atau hubungan pemberian pupuk bokashi
terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di prenursery adalah signifikan (jawaban no.3)
Uji SPSS

1. Buka program SPSS, klik variable view. Selanjutnya pada bagian name tulis X1,X2, dan
Y, pada decimals ubah semua angka menjadi 0, pada bagian label tuliskan Sampel Bibit,
Dosis (X), dan pertumbuhan (Y). pada bagian measure ganti menjadi scale.

2. Setelah itu, klik Data view, dan masukkan Sampel Bibit (X1), Dosis (X(X2)),
Pertumbuhan (Y(Y)) yang sudah dipersiapkan tadi ke program SPSS

3. Selanjutnya, dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, lalu klik Correlate, dan klik
Bivariate
4. Muncul kotak dialog dengan nama “Bivariate Correlations”. Masukkan variable sampel
bibit (X1), Dosis (X(X2)), dan Pertumbuhan (Y(Y)) pada kotak variabels. Selanjutnya,
pada kolom “Correlation coefficient” pilih Perason, lalu untuk kolom “Test significant”
pilih two tailed , dan centang pada Flag Significant Correlations, terakhir klik Ok untuk
mengakhiri perintah
5. Setelah selesai, maka akan muncul tampilan output SPSS “Correlations” tinggal kita
interpretasikan saja.

Interpretasi Analisis korelasi bivariate pearson

1. Berdasarkan nilai signifikan sig. (2-tailed) : dari tabel output diatas dapat diketahui nilai
sig. (2-tailed) antara sampel bibit (X1) dengan Pertumbuhan (Y(Y)) adalah sebesar 0,045
< 0,05 , yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara variable sampel bibit dengan
variable pertumbuhan. Selanjutnya hubungan antara Dosis (X(X2)) dan pertumbuhan
(Y(Y)) memiliki nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05, yang berarti terdapat korelasi
yang signfikan pada variable dosis (X) dengan pertumbuhan (Y)
2. Berdasarkan nilai r hitung (Perason correlations) : diketahui r hitung untuk sampel bibit
(X1) dengan Pertumbuhan (Y) adalah sebesar 0,586 > r tabel 0,576 , maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan atau korelasi antara variable sampel bibit dengan Dosis
(X) . selanjutnya diketahui r hitung untuk hubungan dosis (X(X2)) dengan pertumbuhan
(Y(Y)) adalah sebesar 0,999 > r tabel 0,576 maka dapat disimpulkan bahwa ada korelasi
antara variable Dosis (X) dengan Pertumbuhan (Y). karena r hitung pada analisis ini
bernilai positif maka itu artinya ada hubungan antara kedua variable tersebut bersifat
positif atau dengan kata lain semakin meningkat kualitas Sampel bibit dan dosis maka
akan meningkat pula pertumbuhannya.
Catatan : rumus menghitung r tabel product pada moment dengan melihat nilai N pada
distribusi nilai r tabel. Karena N atau jumah sampel yang digunakan pada analisis ini ada 12
dengan signifikansi 5% maka ketemu nilai r tabel adalah sebesar 0,576. Lihat gambar
dibawah ini :

Anda mungkin juga menyukai