Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut menjadi suatu masalah kesehatan masyarakat
yang memerlukan penanganan secara menyeluruh dan segera karena dampaknya
akan sangat luas dalam mempengaruhi kondisi pada tubuh. Berdasarkan data oleh
WHO (World health organization) tahun 2013, menyatakan di seluruh dunia 60-
90% dari anak-anak sekolah dan hampir 100% orang dewasa mengalami karies
gigi. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan jasmani yang
tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi tubuh secara
keseluruhan (Lossu, 2015). Dengan memiliki gigi dan mulut yang sehat, beberapa
aktifitas seperti berbicara, makan, dan bersosialisasi tidak akan terganggu karena
terhindar dari rasa sakit, tidak nyaman, dan malu (Kemenkes RI, 2007).
Di Indonesia sendiri berdasarkan data Riset kesehatan dasar (RISKESDAS)
tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Kementerian kesehatan republik Indonesia
menunjukkan bahwa sebanyak 25,9% penduduk indonesia mengalami masalah
gigi dan mulut. Terjadi peningkatan prevalensi karies aktif pada penduduk
Indonesia pada tahun 2013 dibandingkan tahun 2007 lalu, yaitu dari 43,4% pada
tahun 2007 menjadi 53,3% di tahun 2013. Karies pada anak menjadi perhatian
dalam bidang kesehatan masyarakat secara signifikan. Center for disease control
and prevention (CDC) pada tahun 2005 menyatakan bahwa prevalensi karies pada
anak usia prasekolah sebesar 27% dan untuk anak usia sekolah sebesar 43%
(Widyastuti, 2016).
Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi dengan penderita masalah gigi
dan mulut yang cukup tinggi. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sebanyak 25,4%
dari penduduk provinsi Jawa Tengah masih mengalami masalah gigi dan mulut
dengan 31,0% masyarakat yang mendapatkan perawatan dan penanganan dari tim
medis. Persentase responden yang mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut
sebesar 54,1% ditemukan pada kelompok usia 6-12 tahun, karena pada usia 6-12
tahun sebagian besar masih memiliki kebiasaan menggosok gigi yang keliru yaitu
saat mandi pagi dan mandi sore.

1
2

Hal ini dibuktikan bahwa kebiasaan menyikat gigi benar.Masalah kesehatan


gigi dan mulut di Indonesia menurut data Riskesdas tahun 2018 mencapai angka
57,6% dan 10,2% di tangani oleh tenaga kesehatan. Provinsi Jawa Tengah
menduduki urutan ke 22 dari 33 Provinsi di Indonesia yang mengalami masalah
gigi dan mulut, hal tersebut perlu diperhatikan dan menjadi sorotan mengapa hal
demekian.
Kerusakan gigi seperti karies gigi dapat diproteksi oleh saliva sekaligus
menjaga kesimbangan didalam mulut. Saliva merupakan lapisan biologis yang
menyelubungi seluruh permukaan jariangan di dalam rongga mulut. Saliva
sebagaian besar yaitu sekitar 90 persennya dihasilkan saat makan yang merupakan
reaksi atas rangsangan yang berupa pengecapan dan penguyahan makanan.
Fungsinya tidak hanya dalam membantu pengunyahan, tetapi juga dalam
melindungi jaringan didalam rongga mulut (Sambow,dkk,2014).
Karies gigi merupakan penyakit gigi dan mulut yang menduduki urutan
pertama di Indonesia (Sulendra,2013). Karies gigi adalah suatu proses kronis
regresif yang dimulai dengan larutnya mineral enamel sebagai akibat
terganggunya keseimbangan antara enamel dan sekelilingnya yang disebabkan
oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi
komponen-komponen organik yang akhirnya menjadi kavitas (Sulendra,2013).
Air ludah atau saliva sangat berperan penting dalam kejadian karies. Aliran
saliva yang meningkat menyebabkan resiko karies rendah, sebaliknya aliran saliva
yang lambat menyebabkan resiko karies tinggi karena menurunkan kapasitas
buffer saliva yang dapat menurunkan pH saliva sehingga menjadi salah satu faktor
penyebab meningkatkan resiko perkembangan karies. Selain itu, rendahnya saliva
dapat menyebabkan waktu peningkatan pH saliva berlangsung lebih lama.
Semakin lama pH saliva dalam kondisi rendah dapat meningkatkan terjadinya
demineralisasi gigi sehingga terjadinya karies (Rizqi,2013;Senewa,dkk,2015).
Karies gigi disebabkan oleh faktor kepekatan air ludah (viskositas saliva)
sebagai bagian dari host berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut karena
viskositas saliva yang lebih tinggi akan menurunkan laju aliran (flow rate) saliva
yang menyebabkan penumpukkan sisa-sisa makanan yang akhirnya dapat
mengakibatkan perkembangan karies (Sulendra,2013). Saliva dengan pH rendah
3

juga dapat menyebabkan hilangnya ion kalsium,fosfat dan hidroksil dari kristal
hidroksiapatit. Saliva dengan pH kritis yaitu 5,5 dapat mengakibatkan disolusi
hidroksiapatit yang disebut demineralisasi pada gigi (Sulendra,2013).
Berdasarkan Studi pendahuluhan yang saya lakukan di SD Pesanteren
Terpadu Ulul Absor dari 20 siswa tersebut mengalami karies sebanyak 100%
siswa-siswi mengalami karies gigi Untuk itulah penelitian merasa perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut.Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik
untuk meneliti tentang “Hubungan pH saliva dan viskositas saliva terhadap
kejadian karies gigi pada siswa - siswi SD Pesanteren Terpadu Ulul Absor Tahun
2019”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian yaitu “Apakah Hubungan pH saliva dan viskositas saliva terhadap
kejadian karies gigi pada siswa- siswi SD Pesanteren Terpadu Ulul Absor Tahun
2019?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan pH saliva dan viskositas saliva terhadap
kejadian karies gigi pada siswa-siswi SD Pesanteren Terpadu Ulul Absor
Tahun 2019.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pH saliva pada siswa-siswi SD Pesanteren Terpadu
Ulul Absor Tahun 2019 ?
b. Untuk mengetahui viskositas saliva pada siswa-siswi SD Pesanteren
Terpadu Ulul Absor Tahun 2019 ?
c. Untuk mengetahui kejadian karies pada siswa-siswi SD Pesanteren
Terpadu Ulul Absor Tahun 2019 ?
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan digunakan sebagai bahan
kajian dan rekomendasi tindak lanjut untuk penelitian berikutnya.
2. Manfaat Praktis
4

a. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman peneliti pada
saat penelitian dan upaya untuk meningkatkan kesehatan khususnya
dibidang kesehatan gigi.
b. Bagi Akademik
Hasil penelitian sebagai menambah bahan referensi atau dijadikan
kajian pustaka bagi mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik
Kesehatan Semarang.
c. Bagi Lahan Penelitian
Memberikan informasi mengenai hubungan pH saliva dan viskositas
saliva terhadap kejadian karies gigi pada siswa-siswi SD Pesanteren
Terpadu Ulul Absor Tahun 2019
E. Keaslian Penelitian
Penelitian berjudul “Hubungan pH saliva dan viskositas saliva terhadap
kejadian karies gigi pada siswa-siswi SD Pesanteren Terpadu Ulul Absor Tahun
2019.” merupakan penelitian lanjutan dari beberapa penelitian sebelumnya.
Adapun penelitian sebelumnya terkait judul diatas adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

N Nama Judul Tujuan Variabel Hasil


o Peneliti Penelitian Penelitian
1 Nidia Pengaruh Untuk Adapun yang Hasil
Alfianur,Bu Viskositas melihat menjadi penelitian
di Suryana saliva pengaruh variabel ini di
terhadap viskositas penelitian dapatkan p
pembentuka saliva adalah : < 0,01 yang
n plak gigi terhadap menunjukan
pada pembentuka 1. Variabel hubungan
mahasiswa n plak gigi Bebas yang
poltekkes dan adalah signifikan
Kemenkes penelitian viskositas antara
Pontianak dilakukan di saliva viskositas
Asrama A 2. Variabel saliva
Poltekkes Terikat dengan
Kemenkes adalah pembentuka
Pontianak. plak gigi n plak.
Disimpulka
n bahwa
semakin
tinggi
viskositas
saliva akan
diikuti
dengan
tingginya
indeks plak
2 Kartika Tri Hubungan Penelitian Adapun yang Hasil
Sulendra, pH dan ini menjadi penelitian
Dwi Warna viskositas bertujuan variabel ini adalah

7
8

Aju saliva untuk penelitian tidak ada


Fatmawati, terhadap mengetahui adalah : hubungan
Raditya Indeks hubungan yang
Nugroho. DMF-T pH dan 1. Variabel signifikan
pada Siswa- visikositas Bebas antara pH
siswi saliva adalah dan
sekolah terhadap pH dan viskositas
Dasar indeks viskosita saliva
Baletbaru I DMF-T. s saliva dengan
dan 2. Variabel indeks
Baletbaru II Terikat DMF-T
Sukowono adalah pada siswa-
Jember. Indeks siswi SD
DMF-T Baletbaru I
pada dan
siswa- Baletbaru II
siswi
3 Nur zakiah Hubungan Penelitian Adapun yang
pH saliva ini menjadi
dan bertujuan variabel
viskositas untuk penelitian
saliva mengetahui adalah :
terhadap pengaruh 1. Variabel
kejadian pH saliva Bebas
karies gigi dan adalah pH
pada siswa- visikositas saliva
siswi SD saliva dan
Pesanteren terhadap viskositas
Terpadu kejadian saliva
Ulul Absor karies 2. Variabel
Tahun 2019 Terikat
adalah
9

kejadian
karies

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Saliva
a. Pengertian Saliva
Saliva memiliki peran utama dalam melestarikan homeostasis
rongga mulut. Seperti cairan tubuh biologis lainnya (darah, limfoma), air
liur adalah biomarker yang digunakan dalam organisme penilaian
sebelumnya. Saliva atau air ludah merupakan suatu cairan oral yang
kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar
dan kelenjar ludah kecil yang ada pada mukosa oral (Kidd, 2013).

Kelenjar Parotis

Kelenjar Submandibularis
Kelenjar Sublingualis

Gambar 2.1 kelenjar air ludah ( sumber : http://3.bp.blogspot.com/-


vGZQJIsqGrw/VAdB2brTpwI/AAAAAAAACU0/EhoYygRldJM/
s1600/Kelenjar%2BLudah.jpg )
Saliva diproduksi oleh glandula salivarius, yang memiliki peran
penting dalam menjaga rongga mulut, terdiri dari 94%-99,5% air, bahan
organik, dan anorganik. Komponen anorganik dari saliva antara lain Na+,
K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, SO42-, H+, PO4, dan HPO42-. Komponen anorganik
10

yang memiliki konsentrasi tertinggi adalah Na+ dan K+. Sedangkan


komponen organik utamanya adalah protein dan musin. Selain itu
ditemukan juga lipida, glukosa, asam amino, ureum amoniak, dan
vitamin (Indriana, 2010). Komponen organik ini dapat ditemukan dari
pertukaran zat bakteri dan makanan. Protein yang secara kuantitatif
penting adalah α-amilase, protein kaya prolin, musin, dan imunoglobulin
Seseorang yang kesulitan dalam produksi saliva akan mengalami
kesulitan makan, berbicara, menelan dan rentan terhadap infeksi di
mukosa serta rampan karies. Ada tiga glandula mayor penghasil saliva
yaitu glandula parotis, submandibularis, dan sublingualis (Wirawan,
2017; Pop et al, 2018).

b. Fungsi Saliva
Saliva mempunyai fungsi yang sangat penting untuk kesehatan
rongga mulut. Adapun fungsi saliva antara lain:
1) Membentuk lapisan pelindung pada membran mukosa yang
akan bertindak sebagai barier terhadap iritan dan mencegah
kekeringan.
2) Membantu membersihkan mulut dari makanan, debris, dan
bakteri yang akhirnya akan menghambat pembentukan plak.
3) Mengatur pH rongga mulut karena mengandung bikarbonat,
fosfat dan protein. Peningkatan kecepatan sekresinya biasanya
berakibat pada peningkatan pH dan kapasitas buffernya.
Selain itu, penurunan pH plak akibat asidogenik akan
dihambat.
4) Mempertahankan Integritas Gigi
5) Saliva mengandung bahan organik yaitu kalsium dan fosfat.
Saliva membantu menyediakan mineral yang dibutuhkan oleh
email untuk meghambat atau menghindari pelarutan gigi saat
demineralisasi terjadi (Kidd, 2013).
c. Faktor-Faktor Produksi Saliva
1) Stimulasi
11

Faktor yang berperan sangat penting dalam mempengaruhi


sekresi saliva adalah stimulasi yang diberikan. Tiga macam
stimulasi yang dapat dapat diberikan untuk merangsang pengeluaran
saliva adalah stimulasi ekstra oral dengan cara mencium, melihat,
dan memikirkan makanan.
2) Jenis Kelamin dan Usia
Jenis kelamin dapat mempengaruhi saliva dan telah
dibuktikan oleh banyak peneliti bahwa anak laki-laki memiliki
produksi saliva lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Hal ini
dapat terjadi karena pengaruh ukuran kelejar saliva wanita yang
lebih kecil dibandingkan laki-laki, meskipun keduanya mengalami
penurunan setelah radioterapi. Perbedaan ini disebabkan oleh karena
ukuran kelenjar saliva pria lebih besar daripada kelenjar saliva
wanita. Aliran saliva pada anak-anak meningkat sampai anak
berusia 10 tahun, pada anak dan dewasa laju alir saliva meningkat
diikuti dengan efek psikis seperti berbicara tentang makanan yang
disukai, melihat makanan dan mencium makanan yang disukai dapat
meningkatkan laju alir saliva, namun setelah dewasa hanya terjadi
peningkatan yang sedikit atau Laju alir saliva pada usia lebih tua
mengalami penurunan (Pintauli S, 2008; Karpanan, 2016).

d. Penyebab Penurunan Produksi Saliva


1) Obat-Obatan
Banyak sekali obat yang mempengaruhi kecepatan
pengeluaran dan komposisi saliva. Ada beberapa daftar kelompok
obat-obatan yang bisa menurunkan produksi saliva. Jika salah satu
dari obat-obatan tersebut digunakan untuk lebih dari satu minggu,
maka harus diambil lagkah-langkah untuk melindungi gigi dari
seragan karies (Kidd, 2013).
2) Derajat hidrasi saliva
Derajat hidrasi atau cairan tubuh merupakan faktor yang
paling penting karena apabila cairan tubuh berkurang 8% maka
12

kecepatan alir saliva berkurangng hingga mencapai nol. Sebaliknya


hiperhidrasi akan meningkatkan kecepatan alir saliva. Pada keadaan
dehidrasi, saliva menurun hingga mencapai nol. Pada posisi tubuh
pula posisi tubuh dalam keadaan berdiri merupakan posisi dengan
kecepatan alir saliva tertinggi bila dibandingkan dengan posisi
duduk dan berbaring. Pada posisi berdiri, laju alir saliva mencapai
100%, pada posisi duduk 69% dan pada posisi berbaring 25%.
Paparan cahaya juga mempengaruhi laju alir saliva. Dalam keadaan
gelap, laju alir saliva mengalami penurunan sebanyak 30-40%
(Karpanan, 2016).
3) Penyakit
Inflamasi kelenjar liur yang akut dan kronik, tumor ganas
maupun jinak, dapat meyebabkan xerostomia yang akan
mengganggu kemampuan saliva dalam melindungi gigi. Pada
dasarnya yang dipengaruhi adalah kelenjar air mata dan kelenjar
liur, kelenjar-kelenjar tersebut rusak karena infiltrasi limfosit
sehingga sekresiya berkurang (Kidd, 2013).
4) Umur
Semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan
semakin menurun (degenerasi organ), baik karena faktor alamiah
maupun karena penyakit (Lewapadang,dkk.2015). Banyak orang
beranggapan bahwa penurunan produksi saliva merupakan akibat
proses menua yang tidak dapat dihindari. Akan tetapi penyelidikan
terahir menunjukan bahwa produksi kelenjar parotis tidak
menurunkan cairan pada individu yang beranjak tua namun sehat
dan sedang tidak memium obat. Dengan demikian, menuanya
seseorang tidak berarti apa-apa dibandingkan degan penurunan
produksi saliva yang disebabkan oleh penyakit dan penggunaan
obat-obatan (Kidd, 2013).

e. Akibat Penurunan Produksi Saliva


13

Nilai kegunaan saliva biasanya baru dirasakan bila produksinya


sudah berkurang. Mukosa oral, tanpa daya proteksi akan mudah luka
dan terkena infeksi. Jika produksi saliva berkurang, makanan yang
membutuhkan penguyaahan banyak akan sukar dilakukan walaupun
mengunyah akan merangsang produksi saliva tetapi jumlah saliva yang
keluar tidak senormal biasanya. Kemampuan berbicara juga akan
menurun, serta akumulasi plak akan meningkat sehingga jumlah bakteri
akan semakin banyak dan kurangnya saliva akan menyebabkan
remineralisasi sulit terjadi sehingga menyebabkan karies (Kidd, 2013).
f. pH Saliva
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang
disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam karbohidrat yang dapat
diragikan. Salah satu penyebab karies adalah pH saliva. pH saliva
merupakan derajat keasaman suatu saliva yang digunakan untuk
menggambarkan tingkat keasaman yang dimiliki oleh saliva. Bakteri
dalam plak akan memfermentasikan karbohidrat dan menghasilkan
asam sehingga meyebabkan pH plak akan turun dalam waktuu 1-3 menit
sampai pH 4,5-5,0. Kemudian pH akan kembali normal pada pH sekitar
7 dalam 30-60 menit, dan jika penurunan pH ini terjadi secara terus
menerus maka akan menyebabkan demineralisasi pada permukaan gigi
(Kidd,dkk, 2013).
Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5,6–7,0
dengan rata-rata pH 6,7. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
perubahan pada pH saliva antara lain rata-rata kecepatan aliran saliva,
mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer saliva. Derajat
keasaman (pH) saliva optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,5–7,5 dan
apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5–5,5 akan memudahkan
pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans dan
Lactobacillus (Surartri, dkk, 2017).
Skala pH berkisar dari 0-14 dalam perbandingan terbalik, dimana
jika pH semakin rendah maka makin banyak asam dalam larutan.
Sebaliknya jika makin tinggi pH berarti bertambah basa dalam larutan.
14

pH <7 merupakan pH asam, pH 7 merupakan pH saliva normal, dan pH


>7 adalah basa. Larutan penyangga, larutan dapar atau buffer adalah
larutan yang digunakan untuk mempertahankan nilai pH tertentu agar
tidak banyak berubah selama reaksi kimia berlangsung dan dapat terjadi
penetralisasian pH di dalam mulut agar tetap sesuai dengan kondisi yang
dibutuhkan. Sebagai bukti bahwa pentingnya saliva sebagai buffer
berasal dari penelitian pH lesi karies dengan plak gigi. Makin rendah pH
saliva, maka karies akan cenderung semakin meningkat (Sambow, dkk,
2014).
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada pH
saliva antara lain rata-rata kecepatan aliran saliva, mikroorganisme
rongga mulut, dan kapasitas buffer saliva. Selain itu ada faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan asam, antara lain: jenis karbohidrat
yang terdapat dalam diet, konsentrasi karbohidrat dalam diet, jenis dan
jumlah bakteri di dalam plak, keadaan fisiologis bakteri tersebut dan pH
di dalam plak (Suratri, dkk, 2017).
Derajat keasaman saliva pada keadaan istirahat dan tidak ada
stimulus bervariasi dari 6,4 sampai dengan 6,9 dan pada kecepatan
sekresi rendah pH saliva sekitar 7,0 dan naik sampai dengan 7,5-8,0
pada kecepatan sekresi 1ml/menit. Salah satu fungsi saliva yaitu
kemampuan buffer dimana kemampuan buffer ini dapat menahan
turunnya pH atau meningkatnya asam mulut hal ini juga berkaitan
dengan viskositas atau volume. Pada pH diatas 5,5 aksi buffer akan
terjadi proses supersaturasi ion Ca2+ dan PO43- di mana pada keadaan ini
jaringan keras gigi dapat menarik ion-ion tersebut sehingga akan terjadi
proses remineralisasi dan apa bila pH<5,5 maka terjadi subsaturasi ion
Ca2+ dan PO43- yang menyebabkan kelarutan email yang disebut
demineralisasi sehingga mengakibatkan karies gigi. Proses ini
disebabkan oleh mikroorganisme yang memfermentasi karbohidrat
menjadi asam. Demineralisasi tersebut terjadi pada saat pH turun yaitu
5,5 atau lebih (Wirawan, 2017).
15

Ada beberapa faktor yang harus ada dan saling berhubungan antara
satu dengan yang lain yaitu: (1) waktu; (2) host atau gigi; (3)
mikroorganisme dan (4) substrat. Karies terjadi seiring dengan waktu
yang berjalan dengan terjadinya kerusakan kristal email oleh asam yang
dihasilkan oleh bakteri yaitu Streptococcus mutans. Bakteri
mengunakan karbohidrat sebagai energi untuk menghasilkan tenaga
pada proses glycolytic dan menghasilkan produk sampingan berupa
asam sehingga apabila terdapat banyak sisa makanan atau substart yang
menempel pada gigi membuat bakteri semakin cepat untuk
menghasilkan asam yang akan mengakibatkan demineralisasi gigi
(Wirawan, dkk, 2017).

Cara pengukuran pH saliva :

1) Setelah dilakukan pengambilan saliva, lanjutkan dengan pemeriksaan


pH saliva
2) Masukkan pH paper stick kedalam tabung saliva dan diamkan sampai
berubah warna.

Gambar 2.2 pH Paper Stick

3) Cocokan warna dengan pH reading chart untuk mengetahui pH saliva.

PH READING CHARD
16

Gambar 2.3 pH Reading Chart

Tabel 2.1 Kriteria Pengukuran pH Saliva menurut Bratttal at al 2004.

Kriteria pH Saliva
Tinggi >8
Normal 6-7
Rendah 4,5-5,5
Sangat Rendah <4

4) Jika penelitian sudah dilakukan, kumpulkan saliva kedalam satu


ember besar lalu dibuang ke tempat pembuangan yang disediakan,
sedangkan pot didekontaminasi agar bersih dan dapat digunakan
kembali
g. Viskositas Saliva

Viskositas adalah suatu keadaan viskus yang mempunyai hubungan


yang erat dengan komposisi glikoprotein. Peran saliva sebagai pelumas
sangat penting untuk kesehatan mulut, memfasilitasi pergerakan lidah
dan bibir selama proses penelanan, dan juga penting dalam memperjelas
ucapan saat berbicara.Viskositas saliva sangat dipengaruhi oleh sekresi
saliva. Viskositas saliva yang normal penting untuk pencernaan
makanan dan fungsi motorik seperti mastikasi, penelanan dan bicara.
Peningkatan viskositas saliva akan menyebabkan gangguan bicara dan
penelanan. Individu yang mempunyai viskositas saliva yang tinggi
berisiko tinggi mendapat penyakit periodontal. Efisiensi saliva sebagai
pelumas tergantung pada viskositas dan perubahan laju aliran saliva.
Apabila viskositas saliva meningkat, komposisi air dalam saliva
17

menurun dan ini akan menyebabkan saliva menjadi lebih kental (Wee
2015).
Saliva merupakan cairan dalam rongga mulut yang sangat penting
keberadaannya terutama berhubungan dengan pembentukan karies,
karena peranannya yang mempengaruhi pertumbuhan plak didalam
mulut. Saliva dapat menetralkan keadaan mulut yang terlalu asam dan
membentuk lapisan tipis untukmenghalangi kontak antara bakteri mulut
dengan gusi dan gigi. Sekresi saliva merupakan suatu proses alamiah
yang membersihkan sisa-sisa makanan dari permukaan gigi dan
melindungi jaringan mulut dari pengaruh buruk bakteri. Peningkatan
viskositas saliva dan penurunan kecepatan sekresi saliva dapat
mengakibatkan penambahan plak dan karies secara cepat dan akhirnya
terjadi kerusakan gigi-geligi (Alfianur,2014)
Faktor kepaktan air ludah (viskositas saliva) sebagai bagian dari host
berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut karena viskositas saliva
yang lebih tinggi akan menurunkan laju aliran saliva yang
menyebabkan penumpukan sisa-sisa makanan yang akhirnaya dapat
mengakibatkan perkembangan karies (Sulendra,2013).
Viskositas saliva adalah istilah lain dari kekentalan saliva.
Kekentalan saliva berperan dalam dalam kemampuan saliva
membersihkan sisa-sisa makanan dari dalam rongga mulut. Saliva yang
encer akan memiliki efek self cleansing yang membantu saliva secara
alami memberishkan sisa makanan sehingga tidak menepel dengan erat
pada permukaaan gigi. Sebaliknya saliva yang kental akan
menyebabkan terjadinya retensi sisa makanan pada permukan gigi,
sehingga meningkatkan resiko karies (senawa,dkk,2015)
Pengukuran dilakukan secara visual, saliva yang tidak distumulasi
tampak sehat apabila warnanya jeles (bening) dan konsistensinya cair.
Jika saliva berserabut,berbusa atau bergelembung, dan sangat lengket
maka dapat disimpulkan bahwa kandungan air rendah kerena tingkat
produksi rendah. Sebaiknya pemeriksaan visual dilakukan sebelum
sampel saliva yang terstimulasi diambil
18

Cara pengukuran viskositas saliva:


Nilai diukur secara visual berdasarkan kemampuan mengalirnya
saliva ketika gelas ukur dimiringkan dan banyak busa yang terlihat.

Tabel 2.2 Kriteria Pengukuran Viskositas Saliva


Kriteria Keterangan

Baik Saliva terlihat cair,menggenang,tidak


menunjukan busa dan apabila dimiringan,
saliva mengalir dengan cepat.

Sedang Saliva terlihat berwarna putih berbusa,tidak


menggenang dan apabila gelas ukur
dimiringkan saliva mengalir dengan pelan

Buruk Saliva terlihat kental,berwarna putih


berbusa,lengket,dan apabila gelas ukur
dimiringkan saliva tidak mengalir

2. Karies
a. Pengertian Karies
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email,
dentin, dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik
terhadap suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah
19

adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh


kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan
kematian pulpa. Walaupun demikian, mengingat mungkinnya
remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini penyakit ini dapat
dihentikan Karies gigi adalah penyakit pada jaringan keras gigi yang
diawali dengan proses demineralisasi karena berkurangnya fungsi
saliva sebagai sebagai buffer, pembersih, anti pelarut, dan antibakteri
rongga mulut (Kidd,dkk, 2013).
Penyakit infeksi yang bergantung pada gula merupakan Karies gigi.
Asam diproduksi sebagai produk samping metabolism karbohidrat
makanan oleh bakteri plak, yang menyebabkan penurunan pH
dipermukaan gigi. Sebagai responny, ion kalsium dan fosfat mengalami
difusi keluar dari email menyebabkan demineralisasi. Proses ini
menjadi terbaik apabila pH meningkat kembali. Oleh karena itu, karies
merupakan suatu proses dinamis ditandai oleh episode demineralisasi
dan remineralisasi yang terjadi sejalan dengan waktu. Bila pengrusakan
mendominasi, komponen mineral menjadi tidak menyatu,
menyebabkan lubang gigi (Mitchell, 2013).

Gambar 2.4 Karies Gigi (sumber : Kidd, dkk, 2013)

b. Penyebab Terjadinya Karies


Telah banyak dilakukan penelitian oleh para ahli mengenai
penyebab terjadinya karies, akan tetapi sampai saat ini masih dipercai
20

bahwa ada empat penyebab karies yaitu host atau gigi, mikroorganisme,
plak, dan waktu.
1) Host
Ada beberapa faktor yang dihubungkan degan gigi sebagai tuan
rumah terhadap karies gigi salah satunya faktor morfologi gigi (ukuran
dan bentuk gigi). Pit dan fissure pada gigi sangat rentan terhadap karies
terutama pit dan fissure yang dalam. Gigi yang berjejal dan struktur
permukaan gigi yang abnormal. Kepadatan email, semakin banyak
email mengandung mineral maka kristal email akan semakin padat dan
email akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies
dibanding gigi tetap (Pintauli S, 2008).
2) Mikroorganisme
Streptococus mutans dan lactobacilus merupakan kuman
kariogeik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat
yang dapat diragikan. Kuman-kuman tersebut dapat tumbuh subur
dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi
karena kemampuan membuat polisakarida ekstra sel yang sangat
lengket dari kerbohidrat makanan. Akibatnya, bakteri-bakteri
terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain
sehingga plak makin tebal dan menghambat fungsi saliva dalam
menetralkan plak tersebut. Jumlah Sreptococus mutans lebih banyak
terdapat pada seseirang yang mengalami caries active daripada
orang yang bebas karies (Kidd, dkk, 2013)
3) Substrat
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan
plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi
mikroorganisme yang ada pada permukaan email. Dibutuhkan
waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel
pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan
demineralisasi email. Dengan demikian, makanan dan minuman
yang mengadung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat dan
dapat menyebabkan demineralisasi pada gigi. Bakteri mengunakan
21

karbohidrat sebagai energi untuk menghasilkan tenaga pada proses


glycolytic dalam menghasilkan asam.
Sukrosa adalah salah satu kandungan dalam karbohidrat
yang di gunakan untuk menghasilkan asam namun tidak semua
karbohidrat bisa digunakan sebagai penghasil energi bakteri dalam
menghasilkan asam. Asupan sukrosa yang terlampau sering dan
dalam jumlah yang besar dapat menambah tingkat kejadian karies,
namun penyebab langsung karies pada umumnya di sebabkan oleh
tingkat keasaman rongga mulut. Berkurangnya tingkat pH karena
tingkat keasaman yang tinggi bisa disebabkan karena metabolisme
sukrosa oleh bakteri ataupun makan yang mengandung asam
(Pintauli S, 2008).
4) Waktu
Adanya kemampuan saliva untuk mengembalikan mineral
selama berlangsungnya karies, menandakan bahwa proses karies
mengalami demineralisasi dan remineralisasi yang silih berganti.
Oleh karena itu apabila ada saliva di dalam lingkugan gigi, maka
kerusakan tidak dapat terjadi secara cepat, melainkan dalam
hitungan bulan atau tahun (Kidd, dkk, 2013).
22

Gambar 2.5 Faktor Etiologi Terjadinya Karies (sumber : Putri dkk, 2012)

c. Proses Terjadinya Karies


Konsep proses terjadinya karies gigi telah mengalami
perkembangan. Saat ini disadari bahwa dalam keadaan normal
terjadi pertukaran ion-ion antara permukaan gigi dan lapisan
biologis yang menutupinya (folikel/plak/saliva) setiap setelah
konsumsi makanan dan minuman. Demineralisasi apatit dapat
dikembalikan dengan cepat melalui simpanan ion-ion kalsium dan
fosfat yang ada dalam saliva. Meskipun demikian, proses
demineralisasi dapat melebihi kemampuan remineralisasi sehingga
menyebabkan hilangnya sejumlah mineral baik pada email maupun
pada dentin dan akhirnya terjadilah karies gigi (Putri, dkk, 2012).
Plak yang melekat erat pada permukaan gigi dan gingiva dan
berpotensi cukup besar untuk menimbulkan penyakit pada jaringan
keras gigi. Keadaan ini disebabkan karna plak mengandung berbagai
macam bakteri dengan berbagai macam hasil metabolisme nya.
Bakteri stroptococus dan lactobacilus yang terdapat dalam plak
yang melekat pada gigi akan memetabolisme sisa makanan yang
bersifat kariogenik terutama yang berasal dari jenis karbohidrat yang
dapat difermentasi, seperti sukrosa, glukosa, fruktosa dan maltosa.
Gula ini mempunyai molekul yang kecil dan berat sehingga mudah
meresap dan di metabolisme oleh bakteri. Asam yang terbentuk dari
metabolisme ini dapat merusak gigi, juga dipergunakan oleh bakteri
untuk mendapat energi. Asam ini akan dipertahankan oleh plak
dipermukaan email dan mengakibatkan turunya pH didalam plak.
Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu dan untuk
kembali ke pH normal dibutuhkan waktu 30 sampai 60 menit (Putri
dkk, 2012).
Oleh karena itu, jika seseorang sering dan terus menerus
mengkonsumsi gula, pH nya akan tetap dibawah pH normal dan
mengakibatkan terjadinya demineralisasi dari permukaan email
yang rentan, yaitu terjadinya pelarutan dari kalsium yang
23

menyebabkan terjadinya kerusakan email sehingga terjadi karies


(Putri dkk, 2012).

Plak + sukrosa asam + gigi Demineralisasi karies gigi/lesi


Remineralisasi

Gambar 2.6 Proses terjadinya demineralisasi dan remineralisasi pada enamel


gigi (Sumber : Collin FM. 2008)

Resiko karies pada masing-masing individu berbeda beda


dikarenakan setiap individu memiliki keadaan rongga mulut yang
berbeda. Penilaian dalam resiko karies juga tidak hanya dapat dipastikan
melalui salah satu faktor penilaian melainkan dapat dikombinasi dengan
pemeriksaan yang lain sehingga dapat memprediksi resiko karies yang
akan datang (Senawa dkk, 2015) .

d. Macam-Macam Karies
Klasifikasi karies menurut kedalamannya adalah sebagai berikut:
1) Karies Superfisialis
Karies baru mengenai email saja, sedangkan dentin belum
terkena.
24

Gambar 2.7 Karies Superfisialis

2) Karies Media
Karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi
setengah dentin.

Gambar 2.8 Karies Media

3) Karies Profunda
Karies sudah lebih mengenai lebih dari setengah dentin
atau sudah mengenai pulpa. Karies ini dapat dibagi lagi menjadi:
a) Karies profunda stadium I. Karies telah melewati setengah
dentin, biasanya belum dijumpai radang pulpa.
b) Karies profunda stadium II. Masih dijumpai lapisan tipis
yang membatasi karies dengan pulpa. Biasanya disini sudah
terjadi radang pulpa.
c) Karies profunda stadium III. Pulpa sudah terbuka dan
dijumpai bermacam-macam radang pulpa (Tarigan, 2012).
25

Gambar 2.9 Karies Profunda

e. Indeks DMF-T dan def-t


Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan
kelompok terhadap suatu penyakit gigi untuk mengukur derajat
keparahan penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Indeks karies
gigi adalah angka yang menunjukan klinis penyakit karies gigi. Indeks
DMF-T adalah indeks yang menunjukkan jumlah pengalaman karies
gigi yang terjadi pada gigi permanen seseorang, kita juga dapat melihat
seberapa tingkat keparahan karies yang terjadi dengan melihat indeks
tersebut Indeks Karies atau indeks DMF-T yang dikeluarkan oleh WHO
bertujuan untuk menggambarkan pengalaman karies seseorang atau
dalam suatu populasi. Indeks ini dibedakan atas indeks DMFT (decayed
missing filling teeth) yang digunakan untuk gigi permanen pada orang
dewasa dan deft (decayed extracted filled tooth) yang digunakan untuk
gigi susu pada anak-anak (Pintauli, 2008; Rahmadatun, 2018).

1) Indeks DMF-T

Indikator yang paling sering digunakan untuk mengetahui tingkat


kesehatan gigi di Indonesia adalah indeks DMF-T Indeks DMF-T
adalah angka yang menunjukan kejadian karies pada gigi tetap atau
gigi permanen yang pernah dialami seseorang baik berupa Decay/D
(gigi karies atau gigi berlubang), Missing/M (gigi dicabut), dan
Filling/F (gigi ditumpat).

D : decay yaitu kerusakan gigi permanen karena karies yang masih


dapat ditambal.
26

M : missing yaitu gigi permanen yang hilang akibat karies atau gigi
permanen dalam keadaan karies indikasi pencabutan

F : filling yaitu gigi permanen yang telah ditambal karena karies,


baik tambalan tetap maupun sementara

T : teeth yaitu gigi.

Angka DMF-T menggambarkan banyaknya karies yang diderita


seseorang. DMF-T maksudnya karies dihitung per gigi artinya gigi
yang memiliki karies lebih dari satu. Misal, karies pada gigi molar 1
permanen terdapat karies di oklusal dan bukal maka karies tetap
dihitung “satu” (Sulendra,dkk, 2013).

2) Indeks def-t

Indeks def-t adalah angka yang menunjukan kejadian karies gigi


susu.

d : decay yaitu kerusakan gigi susu karena karies namun masih


dapat ditambal

e : extoliasi yaitu gigi susu yang hilang atau gigi susu dalam keadaan
karies indikasi pencabutan

f : filling yaitu gigi susu yang telah ditambal karena karies, baik
tambalan tetap maupun sementara

t : teeth yaitu gigi.

Ekstoliasi, seharusnya dapat menunjukkan jumlah gigi yang


dicabut karena karies. Pada gigi susu kadang-kadang gigi yang tidak
ada disebabkan lepas dengan sendirinya karena faktor fisiologis,
bukan karena karies.

3) Pemeriksaan karies :
a) Peneliti mengisi identitas responden
b) Mempersilahkan responden untuk duduk nyaman dan
menjelaskan tahap-tahap yang akan dilakukan
27

c) Peneliti mulai memeriksa responden dengan dimulai dari


rahang bawah kiri ke kanan dan dilanjutkan ke rahang kanan
atas dan kiri
d) Pemeriksaan dilakukan kesetiap gigi kemudian di catat di
lembar pemeriksaan gigi.

Jumlah DMF-T
DMF-T Rata-rata :
Jumlah gigi yang diperiksa

Jumlah def-t
def-t Rata-rata :
Jumlah gigi yang diperiksa

(Pintauli, 2008)

Table 2.3 Penilaian DMF-T/def-t berdasarkan kriteria target


menurut WHO:

Kategori Nilai Jumlah gigi


Sangat Rendah 0 - 1,1 1 gigi
Rendah 1,2 - 2,6 2 gigi
Sedang 2,7 - 4,4 3 gigi
Tinggi >4.5 >4 gigi
28

B. Kerangka Teori

pH Saliva Viskositas Saliva

Rendah Tinggi Baik Sedang


Sangat Rendah Normal Buruk

1. Mengatur pH Peningkatan Penurunan


Mulut laju aliran laju aliran
2. Penghambat saliva saliva
penurunan
pH plak
3. Menigkatkan
kecepatan
sekresi
Saliva
4. Buffer

pH plak menjadi pH plak tidak kritis


kritis

Demineralisasi
Karies Gigi
Remineralisasi

Gambar 2.10 Kerangka Teori


29

C. Hipotesis

1. Hipotesis Nol (H0)

Tidak ada hubungan pH saliva dan viskositas saliva terhadap kejadian


karies gigi pada siswa-siswi SD Pesantren Terpadu Ulul Abshor Tahun 2019.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada hubungan pH saliva dan viskositas saliva terhadap kejadian karies


gigi pada siswa-siswi SD Pesantren Terpadu Ulul Abshor Tahun 2019
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka konsep Penelitian

Variabel Independent Variabel Dependent


1. pH Saliva Kejadian karies
2.Viskositas Saliva

Variabel tak Terkendali


Variabel Terkendali
1. Pola makan
Siswa-siswi SD Pesantren
2. Oral hygine
Terpadu Ulul Abshor
3. Teknik menyikat gigi
4. Frekuensi menyikat gigi

Keterangan:

Variabel yang Diteliti

Variabel yang Tidak Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

B. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian


Penelitian dilakukan di SD Pesantren Terpadu Ulul Abshor, yang
merupakan Sekolah Dasar yang berstatus Swasta, terletak pada Jl.
Karangrejo II No. 25-A, Srondol Wetan, Kecamatan Banyumanik, Kota
Semarang Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan metode
observasional (pengamamatan). Jenis penelitian ialah analitik, yang
bertujuan untuk melihat hubungan antar variable sebab akibat. Rencangan
penelitian ialah Cross Sectional yaitu penelitian yang bertujuan untuk
menganalisa hubungan antara faktor resiko dengan efek, dengan cara

2828
29

pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada waktu yang


sama (point time approach). Pada penelitian ini, peneliti mengukur pH
Saliva dan Viskositas Saliva sebagai variable independen dan kejadian
karies gigi sebagai Variabel Dependen (Notoatmodjo, 2012).
C. Subyek Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Sabri, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi
SD Pesantren Terpadu Ulul Abshor berjumlah 162 siswa.
2. Sampel
Sampel adalah mengambil sebagian dari populasi yang akan dinilai
dan diukur (Azwar, 2014). Apabila subyek kurang dari 100 maka
diambil semua dan disebut penelitian populasi, jika jumlah lebih dari
100 maka dapat diambil 10-15% atau 20-25% (Arikunto, 2006). Besar
sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu 25% dari populasi yang
ada. Populasi sebanyak 162 siswa. Jadi, 25% X 162 = 40 siswa.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive sampling,
dimana pengambilan sampel yang berdasarkan pada suatu pertimbangan
tertentu yang di buat oleh peneliti, seperti sifat-sifat populasi ataupun
ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2012)
Adapun Kriteria yang digunakan oleh peneliti adalah:
a. Kriteria Inklusi
1) Siswa-siswi hadir pada saat penelitian.
2) Siswa-siswi kelas V SD Pesantren Terpadu Ulul Abshor
3) Siswa-siswi mampu dan mau berkerja sama dengan Peneliti.
4) Siswa-siswi bersedia dilakukan pemeriksaan, ditandai
dengan mengisi Inform Consent yang diberikan.
b. Kriteria Ekslusi
1) Siswa-siswi tidak hadir pada saat penelitian
2) Siswa-siswi tidak di kelas V SD Pesantren Terpadu Ulul
Abshor
30

3) Siswa-siswi tidak mampu dan mau berkerja sama dengan


Peneliti.
4) Siswa-siswi tidak bersedia dilakukan pemeriksaan, ditandai
dengan tidak mengisi Inform Consent yang diberikan.
D. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variable Independent
Variable Independent dalam penelitain ini ialah sebagai berikut:
a. pH Saliva
b. Viskositas Saliva
2. Variabel dependent
Variable dependent dalam penelitain ini ialah kejadian karies gigi.
3. Variable Terkendali
Variable Terkendali dalam penelitain ini ialah Siswa-siswi SD
Pesantren Terpadu Ulul Abshor.
4. Terkendali Tidak Terkendali
Variable Tidak Terkendali dalam penelitain ini ialah sebagai
berikut:
a. Pola makan
b. Oral hygine
c. Teknik menyikat gigi
d. Frekuensi menyikat gigi
31

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Table 3.1 Definisi Operasional


Variabel Skala
No Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Penelitian Ukur

1 Karies Karies merupakan suatu penyakit DMF-T dan Observasi Ordinal Sangat rendah (0,0-0,1)
jaringan keras gigi yaitu email, dentin, def-t dan Rendah (1,2-2,6)
dan sementum yang disebabkan oleh pemeriksaan Sedang (2,7-4,4)
aktifitas suatu jasad renik terhadap suatu Tinggi (>4,4)
karbohidrat yang dapat diragikan.
Tandanya adalah adanya demineralisasi
jaringan keras gigi yang kemudian di
ikuti oleh kerusakan bahan organiknya.

2. pH Saliva Derajat keasaman air ludah yang Skor Bratthal Observasi Ordinal Tinggi >8
digunakan untuk menggambarkan tingkat (dengan
Normal 6-7
keasaman dan kebasaan yang dimiliki kriteria pH
sesorang saliva) Rendah 4,5-5,5

Sangat Rendah <4


32

3. Viskositas Kekentalan saliva yang dihasilkan dalam Kriteria Observasi Ordinal 1. Baik: Saliva terlihat
Saliva mulut seseorang Viskositas cair, menggenang,
saliva tidak menunjukan
busa.
2. Sedang: Saliva
terlihat berwarna
putih berbusa, tidak
menggenang
3. Buruk: Saliva
terlihat kental,
berwarna putih
berbusa,lengket.
33

F. Instrumen Penelitian
Table 3.2 Instrumen Penelitian

Variable Metode Instrumen

Kartu status pemeriksaan DMF-T dan


Dependent Observasi
def-t

Kartu status pemeriksaan pH saliva


Independent Observasi
dan visikositas saliva

G. Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah penelitian dan pengumpulan data dilakukan secara
langsung dengan melakukan pemeriksaan langsung pada siswa-siswi SD
Pesantren Terpadu Ulul Abshor dengan prosedur berikut :
1. Tahap Persiapan

a. melakukan perizinan
b. menyiapkan data sampel
c. menyiapkan alat dan bahan penelitian

1) Alat

a) Untuk pengukuran viskositas saliva

Alat yang dibutuhkan dalam pengukuran viskositas saliva


ialah Lembaran pemeriksaan viskositas, Masker, handscoen, dan
gelas ukur/cawan plastik.

b) Untuk pengukuran pH saliva

Alat yang dibutuhkan dalam pengukuran pH saliva ialah


Lembaran pemeriksaan pH saliva, Masker,handscoen dan
Lakmus/ pH paper stick, pH reading chart.
34

c) Untuk pemeriksaan karies


Alat yang dibutuhkan dalam pemeriksaan karies ialah Basic
Instrument (Kaca Mulut, Sonde, Excavator, Pinset), Senter,
Masker, Handscoen dan Nier bekken
2) Bahan
a) Alkohol 70%
b) Air putih
c) Catton Pelet
d) Tissue
e) label

2. Tahap pelaksanaan

a. Melakukan observasi pada obyek yang akan diteliti pada waktu


singkat dan bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai objek
kegiatan.
b. Untuk data kejadian karies DMF-T dan def-t dilakukan dengan
pemeriksaan langsung terhadap responden dan dicatat dalam format
pemeriksaan.
c. Untuk data pH saliva dilakukan dengan pemeriksaan langsung
terhadap responden dan dicatat dalam format pemeriksaan pH
saliva.
d. Untuk data viskositas Saliva dilakukan dengan pemeriksaan
langsung terhadap responden dan dicatat dalam format pemeriksaan
viskositas Saliva.
e. Pemeriksaan kelengkapan data

3. Tahap Akhir

a. Penyusunan data
b. Pangklasifikasian data
c. Analisa data
d. Penyajian data dalam bentuk laporan penelitian berdasarkan hasil
penelitian.
35

H. Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara
bertahap meliputi analisa univariate, bivariate dan multivariate. Analisis
univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian (Notoadmojo, 2012). Analisa univariate pada
penelitian ini dilakukan pada masing-masing variabel yang diteliti yaitu pH
saliva, viskositas Saliva dan kejadian karies menggunakan distribusi
frequensi. Analisa bivariat dilakuakan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi (Notoadmojo, 2012). Dalam penelitian ini
analisis bivariate dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pH Saliva
dan viskositas saliva terhadap kejadian karies gigi. Untuk membuktikan ada
tidaknya hubungan tersebut maka dilakukan statistik uji korelasi Kendall-
Tau (t). Untuk mengetahui hubungan lebih dari dua variabel secara
bersamaan dilakukan analisa univariate (Notoadmojo, 2012).
a. Uji Normalitas
Sebelum dilakukan uji statistik antar variable, terlebih dahulu
dilakukan dengan uji normalitas dengan kolmogorof smirnow test untuk
mengetahui apakah sampel yang berasal dari populasi berdistribusi
normal atau tidak. Dikatakan terdistribusi normal jika p value dari
kolmogorof smirnow test lebih dari 0,05 dan sebaliknya.
b. Uji Kendall-Tau
Korelasi ini digunakan untuk menguji variabel independent dan
variabel dependent yang minimal berskala ordinal. Skala data untuk
kedua variable yang akan dikorelasikan dapat berasal dari skala yang
berbeda (skala data ordinal dihubungkan dengan data numerik) atau
sama (skala data ordinal dihubungkan dengan skala data ordinal). Data
yang akan dikorelasikan tidak harus berdistribusi normal. Kendall-Tau
digunakan apabila data yang dianalisi lebih dari 30 responden
(Riwidikdo, 2010). Pengambilan keputusan dengan cara melihat hasil
perhitungan SPSS. Jika sig. (2-tailed) < 0,05 maka artinya ada hubungan
yag signifikan (berarti) antar variabel tersebut dan begitupun sebalikan
36

I. Jadwal Penelitian

Adapun pelaksanaan penelitian yang tertuang dalam jadwal penelitian tentang


hubungan pH saliva dan viskositas saliva terhadap kejadian karies gigi pada siswa-
siswi SD Pesantren Terpadu Ulul Abshor tahun 2019.terlampir pada lamiparan
32
7
32
34

Anda mungkin juga menyukai