Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“PENGGUNAAN OBAT-OBATAN PADA LANSIA”

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2
NOVITA PRATIWI G 701 15 052
REIHANA LATIFA RAHMAN G 701 15 001
AYUNING AMALIA G 701 15 158
WULAN PRATIWI G 701 15 164
SUCI PUSPITASARI G 701 15 086
NI KADEK DONI G 701 15 183
NURSANDI MEGA PUTRI G 701 15 019
ADRIANA RIANDINI G 701 15 073
INDIERHA DWI RAHMILA G 701 15 300
SRI WAHYUNI MOH.ALI B G 701 15 014
ADE ARLINI G 701 15 005
ADIFA GABELLA G 701 15 029

DOSEN PENGAMPU :
NURUL AMBIANTI.,S.Farm.,M.Sc.,Apt

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ini.
Sungguh suatu kesyukuran yang memiliki makna tersendiri, karena kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Dalam penulisan karya tulis ini, kami mencoba membahas tentang “Penggunaan
Obat-obatan Pada Lansia”. Dalam karya tulis ini, kami juga menyediakan pembahasan
secara lengkap mengenai judul tersebut.
Apa yang kami lakukan dalam karya tulis ini, masih jauh yang diharapkan dan isinya
masih terdapat kesalahan – kesalahan baik dalam penulisan kata maupun dalam menggunakan
ejaan yang benar. Oleh karena itu, kritikan dan saran yang sifatnya membangun, kami harapkan
sehingga makalah ini menjadi sempurna.

Palu, 27 oktober 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................................
B. Tujuan .............................................................................................................................
C. Rumusan Masalah ............................................................................................…...

BAB II PEMBAHASAN
A. Perubahan Pada Usia Lanjut yang Berkaitan dengan Penggunaan Obat……………….
1. Farmakokinetika …………………………………………………………….................
2. Farmakodinamik ............................................................................................................
B. Peresepan yang Tidak Tepat dan Polifarmasi…………………………………………..
C. Efek Samping Obat Pada usia Lanjut…………………………………………………..
D. Obat yang Sering diresepkan dan Pertimbangan Pemakaian …………………………
E. Prinsip Pengobatan Pada Usia Lanjut…………………………………………………..

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ......................................................................................................................
B. Saran ..................................................................................................................
………..

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu kelompok umur yang sering luput dari pertimbangan-pertimbangan


khusus dalam pemakaian obat adalah kelompok usia lanjut. Hal ini dapat dimengerti
mengingat usia lanjut secara fisiologis umumnya dianggap sama dengan kelompok
umur dewasa. Namun sebenarnya, pada periode tertentu telah terjadi berbagai
penurunan fungsi berbagai organ tubuh. Penurunan fungsi bisa disebabkan karena
proses menua, maupun perubahan-perubahan lain yang secara fisik kadang tidak
terdeteksi.

Timbulnya penyakit yang menetap, seperti arthritis, penyakit kardiovaskular,


penyakit Parkinson, dan diabetes, akan meningkat dengan bertambahnya usia. Penyakit
– penyakit tersebut biasanya ditangani dengan penggunaan terapi obat. Oleh karena itu,
pasien lanjut usia memerlukan lebih banyak obat, terutama bagi mereka yang menderita
bermacam-macam penyakit yang menetap. Perubahan dalam penatalaksanaan obat
seringkali terjadi akibat faktor-faktor farmakokinetik dan farmakodinamik yang terkait
dengan bertambahnya usia. Banyaknya obat yang diresepkan untuk pasien lanjut usia
akan menimbulkan banyak masalah termasuk polifarmasi, peresepan yang tidak tepat
dan juga kepatuhan.

B. Tujuan

Makalah ini dimasukkan sebagai pedoman, agar mahasiswa mengetahui tentang


obat-abatan apa saja yang berpengaruh terhadap lansia.
C. Rumusan Masalah

Secara garis besar, masalah yang kami rumuskan adalah sebagai berikut.
1. Perubahan apa saja yang berkaitan dengan penggunaan obat pada lansia?
2. Masalah apa saja yang sering dijumpai pada pengobatan pasien usia lanjut?
3. Bagaimana efek samping obat pada lansia?
4. Obat-obat apa saja yang sering diresepkan pada lansia dan pertimbangan
pemakaiannya?
5. Bagaimana prinsip pengobatan pada usia lanjut?
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Perubahan-Perubahan Pada Usia Lanjut Yang Berkaitan Dengan Pemakaian


Obat

Sejumlah perubahan akan terjadi dengan bertambahnya usia, termasuk anatomi,


fisiologi, psikologi, juga sosiologi. Perubahan fisiologi yang terkait lanjut usia akan
memberikan efek serius pada banyak proses yang terlibat dalam penatalaksanaan obat.
Efek pada saluran pencernaan, hati, dan ginjal.

A. Farmakokinetik

Obat harus berada pada tempat kerjanya dengan konsentrasi yang tepat untuk
mencapai efek terapeutik yang diharapkan. Perubahan-perubahan farmakokinetik pada
pasien lanjut usia memiliki peranan penting dalam bioavailabilitas obat tersebut:

1. Absorpsi
Penundaan pengosongan lambung, reduksi sekresi asam lambung dan aliran darah
jaringan (splanchnic), semuanya secara teoritis berpengaruh pada absorpsi. Tetapi
pada kenyataannya, perubahan-perubahan yang terkait dengan usia ini tidak
berpengaruh secara bermakna terhadap bioavailabilitas total obat yang terabsorpsi.
Beberapa pengecualian termasuk digoksin maupun obat dan substansi lain dengan
mekanisme aktif yang absorpsinya berkurang, contohnya adalah tiamin, kalsium,
besi, dan beberapa jenis gula.
2. Distribusi
Faktor-faktor yang menentukan distribusi obat termasuk komposisi tubuh, ikatan
plasma-protein dan aliran darah organ. Semuanya akan mengalami perubahan
dengan bertambahnya usia, akibatnya konsentrasi obat akan berbeda pada pasien
lanjut usia jika dibandingkan dengan pasien yang lebih muda pada pemberian dosis
obat yang sama.

Komposisi Tubuh Total air dalam tubuh dan massa tubuh tanpa lemak (lean
body mass) mengalami penurunan dengan bertambahnya usia sehingga menyebabkan
penurunan volume distribusi obat yang larut air. Akibatnya, konsentrasi obat tersebut dalam
plasma akan meningkat, sebagai contohnya adalah digoksin dan simetidin.

Ikatan Plasma Protein Jumlah albumin plasma berkurang dengan bertambahnya


usia. Obatobat yang bersifat asam (contoh : simetidin, furosemide, warfarin) berikatan dengan
protein tersebut, jadi konsentrasi obat-obat tersebut dalam keadaan bebas akan meningkat pada
pasien lanjut usia. Jumlah asam alpha 1-glikoprotein plasma (dimana obat-obat basa, seperti
lidokain, terikat) tidak berubah atau meningkat sampai jumlah yang tidak bermakna secara
klinis.

Aliran Darah Organ Perubahan aliran darah organ akan mengakibatkan


penurunan perfusi pada anggota gerak, hati, mesentrium, otot jantung, dan otak. Perfusi
menurun sampai dengan 45 % pada pasien lanjut usia jika dibandingkan dengan pasien usia 25
tahun. Bukti klinis tidak menunjukkan secara jelas tentang adanya perubahan dalam distribusi
obat, tetapi secara teoritis setidaknya penurunan kecepatan distribusi ke jaringan harus
diperhatikan.

3. Eliminasi
Metabolisme hati dan ekskresi ginjal adalah mekanisme penting yang terlibat dalam
pemindahan obat dari tempat kerjanya. Efek dosis obat tunggal akan diperpanjang
dan konsentrasi keadaan jenuh (steady state) akan meningkat jika kedua proses
tersebut menurun.

Metabolisme Hati Setelah diabsorpsi, obat-obat yang diberikan secara oral akan
melewati sirkulasi portal ke hati. Substansi yang larut lemak akan termetabolisme secara
ekstensif di sini sehingga mengakibatkan penurunan bioavailabilitas sistemik. Oleh karena itu,
adanya penurunan metabolisme disini (metabolisme lintas pertama- first pass metabolisme)
akan meningkatkan bioavailabilitas sistemik obat. Pada pasien lanjut usia tampak adanya
gangguan metabolisme lintas pertama untuk beberapa macam obat, termasuk klormetiazol,
labetolol, nifedipin, nitrat, propranolol, dan verapamil. Terdapat reduksi massa hati sebanyak
35 % mulai usia 30 sampai dengan 90 tahun, sehingga menurunkan kapasitas metabolisme
intrinsik hati pada pasien lanjut usia. Keadaan tersebut bersama-sama dengan penurunan aliran
darah hati, menjadi penyebab utama dalam peningkatan bioavailabilitas obat yang mengalami
metabolisme lintas pertama. Sebagai contoh adalah efek hipotensif dari nifedipin yang
meningkat secara bermakna pada pasien lanjut usia.

Faktor utama lain yang berpengaruh pada metabolisem obat oleh hati terkait
dengan perubahan enzimatik yang muncul dengan bertambahnya usia. Contohnya, kecepatan
metabolisme oleh sistem sitokrom P450 dapat menurun sampai dengan 40 % jika dibandingkan
dengan dewasa muda. Pada obat-obat dengan indeks terapeutik sempit, perubahan seperti ini
dapat bermakna secara klinis.

Eliminasi Ginjal Penurunan aliran darah ginjal, ukuran organ, filtrasi glomerular
dan fungsi tubuler, semuanya merupakan perubahan yang terjadi dengan tingkat yang berbeda
pada lanjut usia. Kecepatan filtrasi glomerular menurun sekitar 1 % per tahun dimulai pada
usia 40 tahun. Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan beberapa obat dieliminasi lebih
lambat pada lanjut usia, seperti pengaruhnya pada fungsi ginjal. Beberapa bukti menunjukkan
bahwa konsentrasi obat dalam jaringan meningkat sebanyak 50% sebagai akibat perubahan-
perubahan tersebut. Pada prakteknya, fungsi ginjal sangat bervariasi pada lanjut usia. Oleh
karena itu, dosis obat-obatan yang diekskresi secara primer oleh ginjal harus disesuaikan untuk
masing-masing individu. Obat-obatan dengan indeks terapeutik sempit harus diberikan dengan
pengurangan dosis.

B. Farmakodinamik
Perubahan-perubahan farmakodinamik pada pasien lanjut usia dapat merubah
respons terhadap obat. Penurunan dalam kemampuan menjaga keseimbangan
homeostatik, perubahan pada reseptor-reseptor spesifik dan tempat sasaran akan
dipertimbangkan.
a. Penurunan kemampuan dalam menjaga keseimbangan homeostatik Kemampuan
pengaturan yang memadai dan tepat mengenai keadaan fisiologi tubuh sangat
diperlukan dalam homeostatis. Endokrin, transmisi neuromuskuler dan respons organ,
semuanya akan menurun dengan bertambahnya usia, yang berakibat pada
ketidakmampuan untuk menjaga keseimbangan homeostatik. Sistem yang biasanya
mengalami gangguan termasuk :
Pengaturan temperatur
Hipotermia yang tidak diharapkan dapat terjadi pada pasien lanjut usia yang
mendapat beberapa macam obat. Yang terlibat adalah obat yang menyebabkan sedasi,
gangguan kepekaan subyektif terhadap temperatur, penurunan mobilitas maupun
aktivitas otot dan vasodilatasi. Obat yang dimaksudkan adalah termasuk
benzodiazepine, opioid, alkohol, dan antidepresan trisiklik.
Fungsi usus dan kandung kemih
Konstipasi sering muncul pada lanjut usia sebagai akibat penurunan motilitas
gastrointestinal. Obat-obat antikolinergik, opiate, antihistamin, dan antidepresan
trisiklik dapat memperburuk masalah tersebut. Obatobat antikolinergik juga dapat
menyebabkan retensi urin pada pria lanjut usia, terutama dengan hipertrofi prostat.
Ketidakstabilan kandung kemih juga sering terjadi, terutama pada wanita lanjut usia
dengan disfungsi uretra. Diuretika kuat (loop diuretic) dapat mengakibatkan tercirit
(incontinence) pada pasien-pasien tersebut.
Pengaturan tekanan darah
Pada pasien lanjut usia terdapat penumpulan refleks takikardia yang normal
terlihat pada pasien dewasa muda ketika berdiri. Oleh karena itu, hipotensi postural
merupakan masalah yang sering terjadi pada lanjut usia. Hal ini mengakibatkan obat-
obat dengan efek antihipertensi cenderung memperparah masalah ini. Keseimbangan
cairan/elektrolit Pada lanjut usia terjadi penurunan kemampuan untuk mengekskresikan
kelebihan air. Obat-obat yang dapat mengakibatkan retensi cairan, seperti
kortikosteroid dan anti inflamasi non steroid (AINS), dapat menyebabkan masalah bagi
pasien lanjut usia.
Fungsi kognitif
Sistem saraf pusat mengalami sejumlah perubahan struktur dan kimiawi saraf
(neurochemical) dengan bertambahnya usia. Aktivitas enzim kholin asetiltransferase
menurun pada lanjut usia dan hal ini mengindikasikan penurunan transmisi kolinergik.
Transmisi ini sangat berkaitan dengan fungsi kognitif normal. Obat-obat seperti
antikolinergik, hipnotik, dan penghambat reseptor beta dapat memperburuk efek
tersebut sehingga menimbulkan kebingungan pada pasien lanjut usia.
b. Perubahan pada reseptor-reseptor spesifik dan tempat sasaran Sebagian besar obat akan
memberikan efek setelah berikatan dengan reseptor yang spesifik. Perubahan densitas
reseptor atau afinitas molekul obat pada reseptor akan merubah responsnya terhadap
obat. Gangguan aktivasi enzim atau perubahan respons jaringan sasaran itu sendiri juga
dapat menyebabkan perubahan respons terhadap obat.
Adrenoseptor alfa
Responsivitas adrenoseptor alfa-1 tidak mengalami perubahan pada lanjut usia,
sebaliknya terjadi penurunan responsivitas pada adrenoseptor alfa-2.
Adrenoseptor beta
Fungsi adrenoseptor beta menurun dengan bertambahnya usia. Oleh karena itu,
terapi beta bloker pada lanjut usia dapat menjadi kurang efektif, kemungkinan
akibatnya adalah penurunan efek antihipertensi.
Benzodiazepin
Pasien lanjut usia lebih sensitif terhadap efek sedasi obat golongan benzodiazepine
jika dibandingkan dengan pasien yang lebih muda. Penelitian yang pernah dilakukan
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jumlah atau afinitas tempat ikatan
benzodiazepine. Mekanisme efek ini tidaklah diketahui.

II.2 Peresepan Yang Tidak Tepat dan Polifarmasi

Diperkirakan bahwa setidaknya 25% obat yang diresepkan untuk pasien lanjut usia
tidak efektif atau tidak diperlukan. Seringkali dijumpai obat sekunder yang kemungkinan
diresepkan untuk mengatasi efek samping obat yang lain. Beberapa masalah yang seringkali
dijumpai pada evaluasi pengobatan pasien lanjut usia antara lain :

Ketidaksesuaian dalam jumlah yang diresepkan

Item yang sebenarnya sudah tidak diperlukan

Petunjuk yang tidak memuaskan

Frekuensi, interval atau kekuatan dosis yang tidak tepat

Duplikasi dalam terapi

Interaksi obat – reseptor

Polifarmasi merupakan problem utama dalam kelompok pasien ini. Semakin


banyak jumlah obat yang diterima pasien maka semakin besar pula resiko efek samping obta,
interaksi obat-obat, dan interaksi obat-penyakit. Resiko rendahnya tingkat kepatuhan pasien
juga meningkat.
II.3 Efek Samping Obat Pada Usia Lanjut

Berbagai studi menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara jumlah obat
yang diminum dengan kejadian efek samping obat. Artinya, makin banyak jenis obat yang
diresepkan pada individu-individu usia lanjut, makin tinggi pula kemungkinan terjadinya efek
samping. Secara epidemiologis, 1 dari 10 orang (10%) akan mengalami efek samping setelah
pemberian 1 jenis obat. Resiko ini meningkat mencapai 100% jika jumlah obat yang diberikan
mencapai 10 jenis atau lebih. Secara umum angka kejadian efek samping obat pada usia lanjut
mencapai 2 kali lipat kelompok usia dewasa. Obat-obat yang sering menimbulkan efek
samping pada usia lanjut antara lain analgetika, antihipertensi, antiparkinsion, antipsikotik,
sedatif dan obat-obat gastrointestinal. Sedangkan efek samping yang paling banyak dialami
antara lain hipotensi postural, ataksia, kebingungan, retensi urin, dan konstipasi. Tingginya
angka kejadian efek samping obat ini nampaknya berkaitan erat dengan kesalahan peresepan
oleh dokter maupun kesalahan pemakaian oleh pasien.
1. Kesalahan peresepan
Kesalahan peresepan sering kali terjadi akibat dokter kurang memahami adanya
perubahan farmakokinetika/farmakodinamika karena usia lanjut. Sebagai contoh
adalah simetidin yang acap kali diberikan pada kelompok usia ini, ternyata memberi
dampak efek samping yang cukup sering (misalnya halusinasi dan reaksi psikotik), jika
diberikan sebagai obat tunggal. Obat ini juga menghambat metabolisme berbagai obat
seperti warfarin, fenitoin dan beta blocker. Sehingga pada pemberian bersama simetidin
tanpa lebih dulu melakukan penetapan dosis yang sesuai, akan menimbulkan efek
toksik yang kadang fatal karena meningkatnya kadar obat dalam darah secara
mendadak.
2. Kesalahan pasien
Secara konsisten, kelompok usia lanjut banyak mengkonsumsi obat-obat yang
dijual bebas/tanpa resep (OTC). Pemakaian obat-obat OTC pada penderita usia lanjut
bukannya tidak memberi resiko, mengingat kandungan zat-zat aktif dalam satu obat
OTC kadang-kadang belum jelas efek farmakologiknya atau malah bersifat
membahayakan. Sebagai contoh adalah beberapa antihistamin yang mempunyai efek
sedasi, yang jika diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi kognitif akan memberi
efek samping yang serius. Demikian pula obat-obat dengan kandungan zat yang
mempunyai aksi antimuskarinik akan menyebabkan retensi urin (pada penderita laki-
laki) atau glaukoma, yang penanganannya akan jauh lebih sulit dibanding penyakitnya
semula.
3. Ketidakjelasan informasi pengobatan
Pasien-pasien usia lanjut sering pula menjadi korban dari tidak jelasnya informasi
pengobatan dan beragamnya obat yang diberikan oleh dokter. Keadaan ini banyak
dialami oleh penderita-penderita penyakit yang bersifat hilang timbul (sering kambuh).
Kesalahan umumnya berupa salah minum obat (karena banyaknya jenis obat yang
diresepkan pada suatu saat), atau berupa ketidaksesuaian dosis dan cara pemakaian
seperti yang dianjurkan. Kelompok usia ini tidak jarang pula memanfaatkan obat-obat
yang kadaluwarsa secara tidak sengaja, karena ketidaktahuan ataupun ketidakjelasan
informasi.
II.4 Obat-Obat Yang Sering Diresepkan Pada Usia Lanjut Dan Pertimbangan
Pemakaian

1. Obat-obat sistem saraf pusat Sedativa-hipnotika


Mengingat sering diresepkannya obat-obat golongan sedativahipnotika pada
pasien usia lanjut, maka efek samping obat golongan ini yang diketahui maupun tidak
diketahui oleh pasien relatif lebih sering terjadi. Pasien merasa tidak enak badan setelah
bangun tidur (dapat terjadi sepanjang hari), sempoyongan, kekakuan dalam bicara dan
kebingungan beberapa waktu sesudah minum obat. Sebagai contoh, waktu paruh
beberapa obat golongan benzodiazepin dan barbiturat meningkat sampai 1,5 kali.
Namun lorazepam dan oksazepam mungkin kurang begitu terpengaruh oleh perubahan
ini. Efek samping yang perlu diamati pada penggunaan obat sedativa-hipnotika antara
lain adalah ataksia.
2. Analgetika
Dengan menurunnya fungsi respirasi karena bertambahnya umur, maka kepekaan
terhadap efek respirasi obat-obat golongan opioid (analgetika-narkotik) juga
meningkat. Jika tidak sangat terpaksa dan indikasi pemakaian tidak terpenuhi, maka
pemberian analgetika-narkotik pada usia lanjutnya hendaknya dihindari.
3. Antidepresansia
Obat-obat golongan antidepresan trisiklik yang cukup banyak diresepkan ternyata
sering menimbulkan efek samping pada usia lanjut, yang antara lain berupa mulut
kering, retensi urin, konstipasi, hipotensi postural, kekaburan pandangan, kebingungan,
dan aritmia jantung. Jika terpaksa diberikan, maka sebaiknya dimulai dari dosis
terendah, misalnya imipramin 10 mg pada malam hari. Selain itu diperlukan pula
pemantauan yang terus menerus untuk mencegah kemungkinan efek samping tersebut.
4. Antihipertensi
Pengobatan hipertensi pada usia lanjut sering menjadi masalah, tidak saja dalam
hal pemilihan obat, penentuan dosis dan lamanya pemberian, tetapi juga menyangkut
keterlibatan pasien secara terus menerus dalam proses terapi. Hal ini karena
pengobatannya umumnya jangka panjang. Jika terapi non-obat dirasa masih
memungkinkan, pembatasan masukan garam, latihan (exercise), dan penurunan berat
badan, serta pencegahan terhadap faktor-faktor risiko hipertensi (misalnya merokok
dan hiperkholesterolemia) perlu dianjurkan bagi pasien dengan hipertensi ringan.
Namun jika yang dipilih adalah alternatif pengobatan, maka hendaknya
dipertimbangkan pula hal-hal berikut:
- Penyakit lain yang diderita (associated illness)
- Obat-obat yang diberikan bersamaan (concurrent therapy)
- Biaya obat (medication cost), dan
- Ketaatan pasien (patient compliance).

Pilihan pertama yang dianjurkan adalah diuretika dengan dosis yang sekecil
mungkin. Efek samping hipokalemia dapat diatasi dengan pemberian suplemen kalium atau
pemberian diuretika potassium-sparing seperti triamteren dan amilorida. Kemungkinan
terjadinya hipotensi postural dan dehidrasi hendaknya selalu diamati. Jika diuretika ternyata
kurang efektif, pilihan selanjutnya adalah obat-obat antagonis beta-adrenoseptor (=beta
bloker). Untuk penderita angina atau aritmia, beta blocker cukup bermanfaat sebagai obat
tunggal, tetapi jangan diberikan pada pasien dengan kegagalan ginjal kongestif,
bronkhospasmus, dan penyakit vaskuler perifer. Pengobatan dengan beta-1-selektif yang
mempunyai waktu paruh pendek seperti metoprolol 50 mg 1-2x sehari juga cukup efektif bagi
pasien yang tidak mempunyai kontraindikasi terhadap pemakaian beta-blocker. Dosis awal dan
rumat hendaknya ditetapkan secara hati -hati atas dasar respons pasien secara individual.
Vasodilator perifer Vasodilator perifer seperti prazosin, hidralazin, verapamil dan nifedipin
juga ditoleransi dengan baik pada usia lanjut, meskipun pengamatan yang seksama terhadap
kemungkinan terjadinya hipotensi ortostatik perlu dilakukan. Meskipun beberapa peneliti
akhir-akhir ini menganjurkan kalsium antagonis, seperti verapamil dan diltiazem untuk usia
lanjut sebagai obat lini pertama. Tetapi mengingat harganya relatif mahal dengan frekuensi
pemberian yang lebih sering, maka dikhawatirkan akan menurunkan ketaatan pasien.

5. Obat-obat antiaritmia
Pengobatan antiaritmia pada usia lanjut akhir-akhir ini semakin sering dilakukan
mengingat makin tingginya angka kejadian penyakit jantung koroner pada kelompok
ini. Namun demikian obat-obat seperti disopiramida sangat tidak dianjurkan,
mengingat efek antikholinergiknya yang antara lain berupa takhikardi, mulut kering,
retensi urin, konstipasi, dan kebingungan. Pemberian kuinidin dan prokainamid
hendaknya mempertimbangkan dosis dan frekuensi pemberian, karena terjadinya
penurunan klirens dan pemanjangan waktu paruh.
6. Glikosida jantung
Digoksin merupakan obat yang diberikan pada penderita usia lanjut dengan
kegagalan jantung atau aritmia jantung. Intoksikasi digoksin tidak jarang dijumpai pada
penderita dengan gangguan fungsi ginjal, khususnya jika kepada pasien yang
bersangkutan juga diberi diuretika. Gejala intoksikasi digoksin sangat beragam mulai
anoreksia, kekaburan penglihatan, dan psikosis hingga gangguan irama jantung yang
serius. Meskipun digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas jantung dan memberi efek
inotropik yang menguntungkan, tetapi kemanfaatannya untuk kegagalan jantung kronis
tanpa disertai fibrilasi atrial masih diragukan. Oleh sebab itu, mengingat kemungkinan
kecilnya manfaat klinik untuk usia lanjut dan efek samping digoksin sangat sering
terjadi, maka pilihan alternatif terapi lainnya perlu dipetimbangkan lebih dahulu.
Diuretika dan vasodilator perifer sebetulnya cukup efektif sebagian besar penderita.
7. Antibiotika
Prinsip-prinsip dasar pemakaian antibiotika pada usia lanjut tidak berbeda dengan
kelompok usia lainnya. Yang perlu diwaspadai adalah pemakaian antibiotika golongan
aminoglikosida dan laktam, yang ekskresi utamanya melalui ginjal. Penurunan fungsi
ginjal karena usia lanjut akan mempengaruhi eliminasi antibiotika tersebut, di mana
waktu paruh obat menjadi lebih panjang (waktu paruh gentasimin, kanamisin, dan
netilmisin dapat meningkat sampai dua kali lipat) dan memberi efek toksik pada ginjal
(nefrotoksik), maupun organ lain (misalnya ototoksisitas).
8. Obat-obat antiinflamasi
Obat-obat golongan antiinflamasi relatif lebih banyak diresepkan pada usia lanjut,
terutama untuk keluhan-keluhan nyeri sendi (osteoaritris). Berbagai studi menunjukkan
bahwa obat-obat antiinflamasi non-steroid (AINS), seperti misalnya indometasin dan
fenilbutazon, akan mengalami perpanjangan waktu paruh jika diberikan pada usia
lanjut, karena menurunnya kemampuan metabolisme hepatal. Karena meningkatnya
kemungkinan terjadinya efek samping gastrointestinal seperti nausea, diare, nyeri
abdominal dan perdarahan lambung (20% pemakai AINS usia lanjut mengalami efek
samping tersebut), maka pemakaian obat-obat golongan ini hendaknya dengan
pertimbangan yang seksama. Efek samping dapat dicegah misalnya dengan
memberikan antasida secara bersamaan, tetapi perlu diingat bahwa antasida justru dapat
mengurangi kemampuan absorpsi AINS.
9. Laksansia
Pada usia lanjut umumnya akan terjadi penurunan motilitas gastrointestinal, yang
biasanya dikeluhkan dalam bentuk konstipasi. Pemberian obat-obat laksansia jangka
panjang sangat tidak dianjurkan, karena di samping menimbulkan habituasi juga akan
memperlemah motilitas usus. Pemberian obat-obat ini hendaknya disertai anjuran agar
melakukan diet tinggi serat dan meningkatkan masukan cairan serta jika mungkin
dengan latihan fisik (olah raga).

II.5. Prinsip Pengobatan Pada Usia Lanjut

Secara singkat, pemakaian/pemberian obat pada usia lanjut hendaknya


mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. Riwayat pemakaian obat


Informasi mengenai pemakaian obat sebelumnya perlu ditanyakan,mengingat
sebelum datang ke dokter umumnya penderita sudah melakukan upaya pengobatan
sendiri.
Informasi ini diperlukan juga untuk mengetahui apakah keluhan/penyakitnya ada
kaitan dengan pemakaian obat (efek samping), serta ada kaitannya dengan pemakaian
obat yang memberi interaksi.
b. Obat diberikan atas indikasi yang ketat, untuk diagnosis yang dibuat . Sebagai contoh,
sangat tidak dianjurkan memberikan simetidin pada kecurigaan diagnosis ke arah
dispepsia.
c. Mulai dengan dosis terkecil. Penyesuaian dosis secara individual perlu dilakukan untuk
menghindari kemungkinan intoksikasi, karena penanganan terhadap akibat intoksikasi
obat akan jauh lebih sulit.
d. Hanya resepkan obat yang sekiranya menjamin ketaatan pasien, memberi resiko yang
terkecil, dan sejauh mungkin jangan diberikan lebih dari 2 jenis obat. Jika terpaksa
memberikan lebih dari 1 macam obat, pertimbangkan cara pemberian yang bisa
dilakukan pada saat yang bersamaan.
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan
Timbulnya penyakit yang menetap, seperti arthritis, penyakit kardiovaskular, penyakit
Parkinson, dan diabetes, akan meningkat dengan bertambahnya usia. Penyakit –
penyakit tersebut biasanya ditangani dengan penggunaan terapi obat. Oleh karena itu,
pasien lanjut usia memerlukan lebih banyak obat, terutama bagi mereka yang menderita
bermacam-macam penyakit yang menetap. Perubahan dalam penatalaksanaan obat
seringkali terjadi akibat faktor-faktor farmakokinetik dan farmakodinamik yang terkait
dengan bertambahnya usia. Banyaknya obat yang diresepkan untuk pasien lanjut usia
akan menimbulkan banyak masalah termasuk polifarmasi, peresepan yang tidak tepat
dan juga kepatuhan.
b. Saran
Kita sebagai seorang tenaga kesehatan, harusnya lebih bijak dalam memberikan
penanganan terhadap pasien usia lanjut dengan melihat factor-faktor diatas, agar
mereka mendapatkan pengobatan dan penanganan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2001,Obat untuk Kaum Lansia edisi kedua, ITB, Bandung

Anonim, 2008, geriatri, http://www. rskariadi.com, diakses pada tanggal 25 Februari 2009

Anonim,2008, Terapi pada Usia Lanjut, http//: pojokapoteker.blogspot.com, diakses tanggal


19 Maret 2009

Prest,M.,2003,Penggunaan Obat pada Lanjut Usia dalam Aslam,M;Tan,C.K&Prayitno,A.,


Farmasi Klinis;Menuju Pengobatan yang Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien,
203-204, Gramedia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai