KONJUNGTIVITIS
KONJUNGTIVITIS
KONJUNGTIVITIS
Oleh :
Sinta Triagustina
G1A015106
2018
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata adalah salah satu bagian dari panca indera yang berfungsi sebagai organ
penglihatan. Mata merupakan suatu struktur yang sangat kompleks, menerima dan
mengirimnkan data ke korteks serebral. Seluruh lobus otak, lobus oksipital, ditujukan
khusus untuk menerjemahkan citra visual. Selain itu, ada tujuh saraf kranial yang
memiliki hubungan dengan mata dan hubungan batang otak memungkinkan koordinasi
gerakan mata. Salah satu penyakit yang dapat menyerang indra penglihatan yaitu
konjungtivitis (Ilyas, 2015). Sebelumnya, pengertian dari konjungtiva itu sendiri adalah
membrane mukosa yang melapisi bagian kelopak mata (palpebral) dan berlanjut ke batas
sebagai suatu inflamasi konjungtiva yang ditandai dengan pembengkakan dan eksudat.
Pada konjungtiva mata akan Nampak merah, sehingga sering disebut mata merah
(Vaughan, 2010).
konjungtivitis ini berada pada peringkat no.3 terbesar di dunia setelah penyakit katarak
dan glaukoma, khusus konjungtivitis penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi
mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai berat dengan sekret purulen
mengalami beberapa gejala umum seperti mata terasa perih, berair, terasa ada yang
mengganjal disertai dengan adanya sekret atau kotoran pada mata (Wijana, 2009).
Penyebab umumnya eksogen tetapi bisa juga penyebab endogen (Vaughan, 2010).
Penyebab paling umum adalah Streptococcus pneumonia pada iklim sedang dan
Haemophilus aegyptius pada iklim panas. Konjungtivitis yang disebabkan oleh
sub konjungtiva, penyakit ini ditandai dengan timbulnya hiperemi konjungtiva secara
akut, dan jumlah eksudat mukopurulen sedang (Vaughan, 2010). Konjungtivitis atau
mata merah bisa menyerang siapa saja dan sangat mudah menular, penularan terjadi
ketika seorang yang sehat bersentuhan tangan seperti bersalaman dengan seorang
penderita konjungtivitis atau dengan benda yang baru disentuh oleh penderita, lalu orang
yang sehat tersebut menggosok tangannya ke mata dan hal ini bisa menyebabkan
tahun 2008, menunjukkan peningkatan penderita yang lebih besar yaitu sekitar 135 per
10.000 penderita baik pada anak-anak maupun pada orang dewasa dan juga lanjut usia
jumlah pasien rawat inap konjungtivitis di seluruh rumah sakit pemerintah tercatat
sebesar 12,6% dan pasien rawat jalan konjungtivitis sebesar 28,3%. Di Indonesia pada
tahun 2014 diketahui dari 185.863 kunjungan ke poli mata. Konjungtivitis juga termasuk
dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada tahun 2015 (Kemenkes RI, 2015).
infeksi di mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Perawatan mata juga termasuk dalam
personal hygiene yang perlu diperhatikan dalam masyarakat. Jika tidak diobati bisa
terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan dan katarak.
(Ramadhanisa, 2014). Untuk mencegah dan menghindari komplikasi dan dampak dari
penatalaksanaan konjungtivitis dengan baik, karena saat ini masih banyak orang yang
dimiliki masyarakat karena salah satu faktor yang dapat menularkan penyakit mata
pengetahuan yang baik dan benar artinya ia memiliki dasar untuk berperilaku secara
benar pula karena pengetahuan dan sikap sangat mempengaruhi perilaku seseorang.
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Memenuhi syarat untuk mengikuti Skill Lab materi “Mata Merah” Blok 6.6
b. Tujuan Khusus
2) Menjelaskan definisi, etiologi dan faktor risiko, tanda dan gejala, klasifikasi,
2. Manfaat
A. Konjungtiva
1. Anatomi Konjungtiva
melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi
superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior
2. Histologi Konjungtiva
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan
sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal (Junqueira et al., 2007). Sel-sel
epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus
yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat
satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan
tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa
tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan tersusun
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan
pertama nervus V dengan serabut nyeri yang relatif sedikit (Tortora, 2009).
B. Konjungtivitis
1. Definisi
non-infeksi pada konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler,
dan eksudasi. Penyakit ini merupakan penyakit mata yang paling umum di dunia.
Tanda dan gejala umum pada konjungtivitis yaitu mata merah, terdapat
kotoran pada mata, mata terasa panas seperti ada benda asing yang masuk, mata
berair, kelopak mata lengket, penglihatan terganggu, serta mudah menular mengenai
kedua mata (Ilyas, 2008). Sedangkan menurut Tanto et al., 2014 tanda dan gejala
yang dapat timbul dari konjungtivitis adalah mata merah, sensasi seperti adanya
benda asing (berasosiasi dengan edema dan hipertrofi papil), rasa gatal atau terbakar,
fotofobia. Kelopak mata sering menempel pada pagi hari karena peningkatan sekresi
pembengkakakn kelopak mata. Nyeri pada maa dan blefarospasme dapat ditemukan
3. Klasifikasi
infeksi. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, parasite, dan jamur sedangkan
non-infeksi disebabkan oleh iritasi atau paparan persisten oleh suatu agen (alergen),
mata yang terlalu kering, gangguan refraksi yang tidak dikoreksi. Toksik, atau
a. Konjungtivitis Bakteri
1) Definisi
oleh bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan
mata merah, sekret pada mata dan iritasi mata (James et al., 2005).
mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang
lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak
3) Patofisiologi
tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat
jangka panjang merupakan salah satu penyebab perubahan flora normal pada
(Amadi, 2009).
4) Gejala Klinis
konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai edema
kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi
pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling
5) Diagnosis
pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu
6) Komplikasi
kecuali pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di
mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis
dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka
trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan
7) Penatalaksanaan
2008).
b. Konjungtivitis Virus
1) Definisi
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan
oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat
menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan
2010).
adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan
herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita
3) Gejala Klinis
adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair
selama lebih dari 2 bulan. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga
mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum
unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai
oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia,
2010).
4) Diagnosis
untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua mata
dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus
5) Komplikasi
Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti
pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan
6) Penatalaksanaan
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada
orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi,
c. Konjungtivitis Alergi
1) Definisi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering
dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh
(Majmudar, 2010).
hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu
dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan
3) Gejala Klinis
keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva,
vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata yang
putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkan
pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip
4) Diagnosa
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien
alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah
rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan
5) Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada
6) Penatalaksanaan
topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal
d. Konjungtivitis Jamur
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya
bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan
sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat
e. Konjungtivitis Parasit
konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-
Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka
panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan
pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi
2010).
g. Konjungtivitis lainnya
Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis
juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti
penyakit tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan
oleh penyakit sistemik tersebut diarahkan pada pengendalian penyakit utama atau
komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis herpetiformis ataupun masalah kulit
kronis. Konjungtivitis akut dapat digolongkan lebih lanjut menjadi acute serous
Coxsackievirus A24), dan acute follicular (terbentuk folikel kecil berwarna abu-
abu dengan diameter 1 – 2 mm, yang dihubungkan dengan keratitis, virus herpes).
4. Patofisiologi
yang jika tidak didukung dengan system imun yang kuat menyebabkan infeksi. Pada
darah), respon selular (pembentukan eksudat yang dihasilkan dari sel-sel inflamasi),
terdeskuamasi), dan terjadi proliferasi pada lapisan basal epitel yang akan
5. Pemeriksaan Penunjang
Pada anak-anak, tanda dan gejala sistemik bisa meliputi sakit tenggorokan dan
demam.
b. Monosit merupakan yang utama dalam uji pulasan berwarna pada kerokan
6. Tata laksana
spectrum luas
kloramfenikol)
berturut-turut
kloramfenikol)
kloramfenikol)
(spesifik terapi)
zoster
7. Prognosis
menganggu penderitanya sekaligus membuat orang lain merasa tidak nyaman ketika
bayi yang baru lahir sekalipun. Yang bisa ditularkan adalah konjungtivitis yang
disebabkan oleh bakteri dan virus. Penularan terjadi ketika seseorang yang sehat
bersentuhan dengan seorang penderita atau dnegan benda yang baru disentuh oleh
penderita tersebut. Oleh karena itu, maka kita harus memahami tentang penyakit
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat mempermudah dan dapat dimengerti
sehingga penyakit konjungtivitis ini dapat dicegah, jika pun sudah terjadi atau yang sudah
dapat membantu dan mempermudah pembaca. Besar harapan penulis agar makalah ini
dapat menjadi acuan untuk penulis lain dan dapat dikembangkan kembali kedepannya.
Daftar Pustaka
Amadi, A. 2009. Common Ocular Problem in Aba Metropolis of Albia State. Eastern
Nigeri: Federal Medical Center Owerri.
American Academy of Opthalmology. 2010. Conjunctiva. Diakses pada tanggal 19
Desember 2015, dari http://www.aao.org/preferred-practicepattern/conjunctivitis-
ppp--2013.
Cuvillo, A. 2009. Allergic Conjunctivitis and H1 Antihistamines. J Investing Allergol
Clin Immunol. 19(1) : 11 – 18.
Gleadle, J. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.
Hurwitz, S. A. 2009. Antibiotics Versus Placebo for Acute Bacterial Conjunctivitis. The
Cochrane Collaboration.
Ilyas, S. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: FKUI.
Ilyas, S. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
James, B., Chew, C., Bron, A. 2005. Oftalmologi Edisi ke-9. Jakarta : Erlangga.
Jatla, K. K. 2009. Neonatal Conjunctivitis. University of Colorado Denver Health
Science Center.
Junqueira, L.C., J. Carneiro., R, O. K. 2007. Histologi Dasar. Edisi ke-5. Tambayang J.,
penerjemah. Terjemahan dari Basic Histology. Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Jumlah Pasien Rawat Inap dengan Jumlah Penderita
Konjuntivitis. Available from : http://www.depkes.go.id/ . Diakses tanggal 24 Juni
2016.
Lolowang, M. Porotu’o, J. Rares, F. 2014. Pola Bakteri Aerob Penyebab Konjungtivitis
pada Penderita Rawat Jalan di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Kota Manado.
Jurnal eBiomedik Ebm. 2 (1): 279-86.
Majmudar, P. A. 2010. Allergic Conjuctivits. Rush-Presbyterian-St Luke’s Medical
Center.
Marlin, D. S. 2009. Bacterial Conjunctivitis. Penn state College of Medicine.
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview. Diakses 6 Januari
2016.
Ramadhanisa A. 2014. Conjungtivitis Bakterial Treatment in Kota Karang Village.
Faculty of Medicine, Universitas Lampung. Available from : http://juke.
kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/446/447. Diakses tanggal :
13 November 2015.
Rapuano, C. J. 2008. Conjunctivitis. American Academy of Ophtalmology. Available
from: http://one.aao.org/asset.axdh. [Accessed: 18th March 2016].
Scott, I. U. 2010. Viral Conjunctivitis. Departement of Ophtalmology and Public Halth
Science.
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta, E. A. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed
IV. Jakarta : Media Aeskulapius.
Tortora, G. J. Derrickson, B. 2009. Principles of Anatomy & Physiology. USA: John
Wiley & Sons. Inc.
Vaughan, A. 2010. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.
Visscher, K. L. 2009. Evidence-based Treatment of Acute Infective Conjunctivitis.
Canadian Family Physician.
Wijana, S. D. N. 2009. Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Universitas
Indonesia.