Anda di halaman 1dari 20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Observasi Lapang

Pembelajran di luar ruangan (outdoor study) adalah pendekatan guru

mengajak peserta didik belajar di luar kelas untuk melihat peristiwa langsung di

lapangan dengan tujuan mengakrabkan peserta didik dengan lingkungannya. Salah

satu proses pembelajaran yang digunakan untuk mencapai kompetensi yang telah

ditetapkan adalah melalui pembelajaran diluar kelas (outdoor).Pembelajaran

outdoor study merupakan salah satu metode pembelajaran yang menekankan pada

pengalaman seseorang yang diperoleh melalui tindakan/aktivitas langsung di

lapangan atau mengamati langsung lingkungan sekitarnya.

Pola pembelajaran dengan menggunakan metode outdoor study

berdasarkan asumsi belajar adalah proses yang dapat mengembangkan imajinasi

berfikir peserta didik terhadap permasalahan yang ada di sekelilingnya (Toffler

dalam Harsono, 2011). Belajar merupakan upaya menciptakan dan memancing

emosi peserta didik untuk berfikir dan bertindak kritis terhadap lingkungan yang

ada di sekitarnya. Belajar dapat menggugah kepedulian sosial terhadap kondisi

dan lingkungan yang ada di sekitarnya (Toffler dalam Harsono, 2011).

Pola belajar luar ruangan ini menempatkan peserta didik sebagai subjek

(bukan objek) terdidik yang berinteraksi secara langsung dengan objek yang dikaji

di lapangan. Adapun tahapan pembelajarannya: (1) observasi atau pengamatan;

(2) mengumpulkan data; (3) mengolah data; (4) membuat laporan; (5)

mempresentasikan hasil laporan.

11
12

Pembelajaran ini dimaksudkan untuk menyelidiki dan mempelajari

kompetensi dasar tertentu pada suatu mata pelajaran. Langkah-langkah

pembelajaran outdoor yaitu: (a) merumuskan tujuan: menguraikan pentingnya

outdoor study; (b) membuat rencana kerja: rencana yang konkrit mengenai lokasi

dan tempat yang sesuai dengan topik yang dikaji; (c) membuat aturan selama

proses pembelajaran; (d) menyusun tugas yang harus dilakukan peserta didik pada

saat di lapangan (e) berdialog dan tanya jawab di lokasi; dan (f) membuat laporan

dari hasil pembelajaran di luar dan kemudian dipresentasikan di dalam kelas.

Perolehan keterampilan yang diharapkan dalam proses pembelajaran

antara lain:

a. Keterampilan dasar berupa tindakan mengobservasi, mengklarifikasi,

memprediksi, mengukur, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan

tentang apa yang dibuat.

b. Keterampilan mengintegrasikan berupa mengidentifikasi beberapa

variabel, menghubungkan antar variabel, memperoleh dan menganalisis

data, menyusun hipotesis, merumuskan variabel secara operasional.

Pembelajaran ini layak diterapkan pada geografi karena dalam mengkaji

ilmu geografi banyak ditemukan objek material dan objek formal, di mana

masing-masing objek sama-sama menekankan pada gejala di muka bumi melalui

fenomena geosfer dan interaksi antara manusia dan alam dalam sudut pandang

kewilayahan dalam konteks keruangan.

Hasil pemahaman dari sebuah proses pembelajaran adalah untuk

didiagnostik dan dikembangan, didiagnostik dan dikembangan tersebut diperoleh

dari kegiatan evaluasi hasil belajar. Sehingga akan diperoleh hipotesis tentang
13

keunggulan dan kelemahan peserta didik. Setiap hasil pemahaman peserta didik

selalu menunjukkan sejauh mana taraf keberhasilan guru dan belajar peserta didik

secara tepat (valid), dapat dipercaya (reliable), dan dapat dipertanggungjawabkan

(responsible).

Untuk membelajarkan outdoor study pada beberapa topik geografi

diperlukan motivasi dan keaktifan peserta didik dalam memahami konsep melalui

rentetan peristiwa atau pengalaman pembelajaran yang diperoleh langsung di

lapangan. Dengan demikian dalam pembelajaran ini guru berperan sebagai

pembimbing, fasilitator, motivator, dan sekaligus evaluator secara langsung yang

mengajak peserta didik belajar di luar kelas dan membebaskan peserta didik

mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor dalam dirinya.

Berbagai lokasi dapat digunakan untuk pembelajaran outdoor antara lain:

1. Lingkungan didalam sekolah

Lingkungan didalam sekolah merupakan tempat yang kaya akan sumber

belajar, menawarkan peluang belajar secara formal dan informal. selain

itu, berbagai aktivitas sehari-hari di sekolah merupakan sumber belajar

yang baik.

2. Lingkungan di luar sekolah

Lingkungan di sekitar sekolah menawarkan peluang untuk dijadikan

sumber belajar. Lingkungan sekitar memperkaya kurikulum. Berbagai

lingkungan yang dapat digunakan untuk sumber belajar antara lain

persawahan, taman, kebun binatang, museum, kerja proyek, dan

sebagainya.
14

Penelitian ini mengujicobakan penggunaan pembelajaran outdoor melalui

model observasi lapang dalam mata pelajaran geografi yaitu pada materi potensi

dan persebaran sumber daya pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan

untuk ketahanan nasional. Kegiatan ini diharapkan dapat membimbing siswa

untuk mengetahui persebaran sumber daya pertanian, perkebunan, perikanan, dan

peternakan untuk ketahanan nasional yang ada di wilayah Banyuwangi. Peran

guru dalam pembelajaran ini sebagai pembimbing, fasilitator dan motivator yang

membantu agar proses belajar berjalan dengan baik.Pembelajaran observasi

lapang merupakan cara yang paling efektif bagi peserta didik untuk mendapatkan

pengetahuan. Melalui kegiatan observasi lapang, peserta didik akan melihat dan

merasakan secara langsung materi yang dipelajari, sehingga pengetahuan yang

diperoleh lebih bermakna dan lebih mudah dipahami.

Materi yang ada dalam mata pelajaran geografi terdiri dari fenomena alam

yang terjadi di permukaan bumi dan berpengaruh bagi kehidupan mahluk hidup.

Materi geografi lebih efektif dipelajari di luar kelas yaitu melalui observasi

lapang. Outdoor study lebih efisien dan efektif jika diterapkan pada pembelajaran

geografi karena ruang lingkupnya berupa alam lingkungan (Widayati, 2003).

Pembelajaran yang demikian dapat disampaikan pada peserta didik secara

kontekstual, yaitu tidak hanya mengacu pada buku tetapi juga mengacu pada alam

sekitar.

Tujuan pelaksanaan observasi lapang dalam mata pelajaran geografi

adalah: (1) memadukan pengalaman siswa yang diperoleh dikelas dengan

pengalaman nyata siswa di lapangan; (2) mengembangkan pemahaman siswa

tentang bentang alam yang merupakan interaksi dengan berbagai unsur; (3)
15

mengembangkan keterampilan siswa dalam mengamati, mendeskripsi,

menafsirkan, dan menganalisis sesuai proses belajar yang telah dialami; (4)

menunjukan pada siswa tentang keaslian fakta di alam nyata; dan (5)

mengembangkan sikap sadar lingkungan kepada siswa (Anam, 2000). Tujuan

tersebut disesuaikan dengan materi yang dibahas.

B. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Belajar didefinisikan sebagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri

seseorang yang relatif menetap yang berasal dari pengalaman. Untuk mengatahui

apakah belajar itu telah mencapai suatu keberhasilan dapat dilihat ukuran atau

skala tertentu yang disebut dengan nilai hasil belajar. Hasil belajar juga diartikan

sebagai puncak dari proses belajar yang telah di lakukan. Sehingga dari hasil

belajar atau nilai yang berupa skala tertentu dapat dilihat apakah peserta didik

tersebut sudah memenuhi pencapaian belajar dengan mendapat nilai atau hasil

sesuai standar yang telah ditetapkan.

Hasil belajar diperoleh dari evaluasi hasil belajar yang dilakukan oleh guru

sehingga dapat menjadi penentu ketuntasan belajar peserta didik. Hasil belajar

juga dapat digunakan untuk mencari tahu apakah proses belajar yang dilakukan

sudah sesuai dengan kondisi peserta didik atau tidak. Jika hasil belajar peserta

didik mayoritas baik maka mungkin proses belajar dalam kegiatan pembelajaran

sudah sesuai dengan kondisi peserta didik sehingga hasil belajar yang diperoleh

maksimal. Untuk mengetahui hal tersebut cara yang dapat dilakukan adalah

dengan mengevaluasi hasil belajar. Dalam kegiatan penilaian atau mencari tahu
16

hasil belajar perlu dilakukan pengukuran dengan tes maupun nontes agar hasil

penilaian akurat, objektif, dan komunikatif sehingga tidak banyak terjadi

kesalahan (Purwanto, 2005). Selain itu pengukuran hasil belajar perlu dilakukan

untuk menentukan keputusan tentang masing-masing peserta didik, sebagai bahan

evaluasi bagi guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran, acuan perbaikan

program pembelajaran, dan dasar analisis soal.

2. Pengukuran Hasil Belajar

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penilaian atau hasil

belajar harus dilakukan dengan pengukuran agar tidak terjadi kesalahan.

Pengukuran yang dilakukan harus melihat apa yang akan dicari hasilnya, apabila

menilai atau mencari hasil belajar ranah kognitif makan penilaian dapat dilakukn

dengan cara tes. Apabila ranah afektif maka penilaian yang dilakukan adalah

dengan teknik non tes, sedangkan apabila pengukuran pada ranah psikomotorik

dilakukan dengan tes tindakan dan nontes sehingga teknik yang digunakan untuk

pengukuran adalah teknik tes dan non tes. Dalam pengukuran hasil belajar untuk

meminimalkan penyimpangan pada hasil belajar perlu dilakukan beberapa hal

antara lain :

a. Sebelum Pelaksanaan pengukuran

Sebelum melaksanakan pengukuran hasil belajar perlu diperhatikan

penyampaian informasi pada peserta didik tentang materi pelajaran yang

akan di ujikan serta waktu pelaksanaannya agar peserta didik dapat

menyiapkan diri dan hasil yang diperoleh dalam pengukuran hasil belajar

tidak menyimpang.

b. Pada Saat Pelaksanaan Pengukuran


17

Membuat situasi kelas kondusif dan nyaman bagi peserta didik agar

peserta didik dapat mengerjakan soal yang diberikan dengan tenang dan

tidak tegang. Guru juga harus mengatur bangku dan mengawasi proses

mengerjakan soal agar peserta didik tidak saling membantu sehingga

hasil tes akan sesuai dan tidak menyimpang.

c. Setelah Pengukuran

Setelah pengukuran hal yang harus dilakukan untuk memperoleh hasil

belajar adalah mengkoreksi hasil pekerjaan peserta didik. Dalam

pengkoreksian pekerjaan peserta didik yang perlu diperhatikan

pengkoreksian yang dilakukan harus adil, hal tersebut berarti jawaban

yang dijadiakan acuan pengkoreksian harus akurat dan jelas sehingga

hasil pengkoreksian akurat. Setelah pengkoreksian dilakukan hasil

pekerjaan peserta didik dibagikan dan dikoreksi lagi bersama sama

peserta didik agara peserta didik tahu kesalahan mereka dan hasil

pengukuran lebih akurat.

Mengetahui hasil belajar peserta didik tidak hanya melakukan tes sesudah

pelajaran diajarakan tetapi juga sebelum atau biasa disebut prates dan tes sesusdah

pembelajaran diberikan atau pascates. Hasil belajar juga dapat dilihat dapi skor

pasca tes dan prates dimana skor pasca tes dikurangi skor prates yang akan

menunjukkan skor perolehan belajar peserta didik. Misalnya nilai prates peserta

didik adalah 65 dan nilai pasca tes 75 maka perolehan belajarnya selama

mengikuti kegiatan pembelajaran adalah 15 atau sekitar 15%.


18

C. Pengaruh Pembelajaran Observasi Lapang Terhadap Hasil Belajar

Peserta Didik

Dalam menerapkan metode outdoor study dengan menggunakan model

observasi lapang akan berpengaruh pada hasil belajar peserta didik. Berbagai

penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pembelajaran outdoor melalui

observasi lapang berpengaruh pada hasil belajar peserta didik di sekolah.

Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan sebagai berukut.

Temuan Cross (1996) dan Robenson (1977) berdasarkan hasil penelitiannya di

Lowa dan California mencatat bahwa adanya lingkungan yang menyenangkan

dapat mendatangkan sikap yang positif bagi peserta didik. Model pembelajran

peserta didik harus berhubungan dengan keterampilan yang dilakukan oleh peserta

didik. Peserta didik dituntut untuk aktif dan kreatif dalam mencari informasi yang

akan diberikan oleh guru. Sehingga peserta didik dapat mengaitkan materi dengan

fakta langsung di lapangan. Untuk itu, kondisi konteks sebagai media

pembelajaran akan sangat mendukung bagi keberhasilan suatu pembelajaran.

Temuan Fatchan, et-al (2004), berdasarkan hasil riset kerjasama dengan

Plan Internasional Indonesia, mencatat bahwa pembelajaran di tingkat sekolah

dasar yang menggunkan pendekatan pembelajaran berdasarkan konteks kondisi

lingkungan dan penyertaan orang tua peserta didik dalam membantu proses

belajar menjadi keajegan belajar di sekolah lebih baik, hasil belajar cenderung

lebih baik, aktifitas peserta didik semakin meningkat, kepedulian peserta didik

dan orang tua tentang pembelajaran dan pendidikan anak juga semakin baik.

Khususnya di daerah/desa peternak sapi, anak menjadi lebih memahami arti dari

usaha peternakan, bagaimana mereka harus ikut memelihara kebersihan kandang


19

dan ternak (life skill anak meningkat), anak tidak dibebani pekerjaan lebih berat

dalam memelihara ternak.

Hasil riset Fatchan, et-al (2005) menunjukkan bahwa penerapan

pembelajaran Geografi yang berbasis proyek dapat meningkatkan kemampuan,

aktifitas, dan kreativitas mahapeserta didik secara keseluruhan signifikan. Lebih

lanjut, mahapeserta didik juga dapat mempraktikkan secara optimal terhadap

keterampilan mengajar dengan menggunakan alat peraga Geografi. Peserta didik

yang mengikuti pembelajaran berbasis proyek memberi pengaruh terhadap

aktifitas, kreatifitas, keberanian peserta didik dalam menyampaikan pendapat. Hal

itu karena ditunjang oleh adanya alat peraga yang disajikan oleh guru cukup

menarik. Alat peraga pembelajaran tersebut berupa model dari salah satu objek

materi Geografi yang cocok (Fatchan; Purwito; Marhadi; dan Sukamto, 2005).

Namun demikian, dijumpai adanya titik lemah dengan mengunakan/menerapkan

pola pembelajaran ini. Kelemahan itu antara lain peserta didik agak mengalami

kesulitan mengelaborasi objek materi Geografi. Salah satu penyebabnya karena

peraga yang digunakan model objek tiruan yang ada di laboraturium dan bukan

objek sesungguhnya.

Hasil ini juga di buktikan oleh Nabila (2014) yang melakukan penelitian

ekserimen terhadap hasil belajar peserta didik yang menggunakan model

observasi lapang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil belajar peserta

didik pada materi pembangunan berkelanjutan dengan menggunakan model

observasi lapangan lebih tinggi dari pada kelas yang hanya menggunakan model

ceramah atau konvensional.


20

Penelitian Santiningtyas (2012) yang juga melakukan eksperimen

pengaruh Outdoor Learning terhadap hasil belajar. Penelitian yang dilakukan

pada mata pelajaran biologi tingkat SMP tersebut menerapkan Outdoor Learning

berbasis inquiri. Hasilnya menunjukkan bahwa pembelajaran tersebut

berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar peserta didik. Perbedaan dengan

penelitian ini terletak pada metode yang digunakan karena penelitian

Santiningstyas dkk (2012) menggunakan metode inkuiri, sementara penelitian ini

menggunakan observasi lapang.

Pada penelitian Harsono (2011) membuktikan bahwa penerapan

pembelajaran outdoor study dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas

XI IPS SMA Negeri 3 Blitar. Penerapan pembelajaran Outdoor Study membuat

perhatian siwa pada kegiatan pembelajaran meningkat. Perhatian yang tinggi dari

peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran, peserta didik dapat memahami

materi dengan baik, dan secara tidak langsung akan mengubah kebiasaan peserta

didik dalam belajar.

Berbagai penelitian terdahulu membuktikan bahwa pembelajaran Outdoor

dengan berbagai metode dapat mempengaruhi proses maupun hasil belajar.

Perolehan hasil belajar mencakup ranah kognitif, psikomotor, dan afektif.

Penelitian ini mengeksperimen observasi lapang dalam pembelajaran geografi di

SMA N 1 Gambiran untukmengetahui pengaruh terhadap hasil belajar peserta

didik.
21

D. Ketahanan Pangan, Industri dan Energi Sebagai Materi Pembelajaran

Geografi

Peneliti memilih tema Potensi Ketahanan Pangan, Industri dan Energi

karena sesuai jika di terapkan menggunakan metode pembelajaran outdoor study

dengan menggunakan model observasi lapangan. Dalam Tema tersebut banyak

materi yang dapat digunakan sebagai tema penelitian, terutama tentang potensi

dan sebaran sumber daya untuk ketahanan pangan. Materi potensi sumber daya

untuk ketahanan pangan nasional memiliki contoh nyata yang dapat dipelajari

secara langsung oleh peserta didik. Materi tersebut juga sangat dekat dengan

lingkungan sekitar sekolah maupun lingkungan peserta didik. Pada materi tersebut

akan memuat tentang persebaran sumber daya pertanian, perkebunan, perikanan,

dan peternakan untuk ketahanan nasional, serta potensi dan persebaran sumber

daya untuk penyediaan bahan industri. Materinya sebafai berikut:

1. Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga

yang tercermin dari ketersediaannya pangan yang cukup, baik jumlah maupun

mutunya, aman merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan menurut hasil

Lokakarya ketahanan pangan nasional (1996) adalah kemampuan untuk

memenuhi kebutuhan anggota rumah tangga dalam jumlah, mutu, dan ragam yang

sesuai dengan budaya setempat dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat.

Menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1996, ketahanan pangan adalah

kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari

tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman,

merata dan terjangkau.


22

USAID (1992) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi ketika

semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik dan ekonomi untuk

memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif.

SedangkanFAO (1997) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai situasi dimana

semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk

memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga

tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa

ketahanan pangan tercermin dari :

1. terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan

ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari

tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat,

protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi

pertumbuhan kesehatan manusia.

2. terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran

biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan

membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama.

3. terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus

tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.

4. terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah

diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

Swasembada dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memenuhi segala

kebutuhan. Pangan adalah bahan-bahan makanan yang didalamnya terdapat hasil

pertanian,perkebunan dan lain-lain. Jadi swasembada pangan adalah kemampuan


23

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan bahan makanan sendiri tanpa perlu

mendatangkan dari pihak luar. Berikut tabel yang menunjukkan swasembada

pangan dengan kondisi ketahanpangannya.

Swasembada pangan berbeda dengan ketahanan pangan. Contohnya,

Malaysia mendefinisikan ulang ketahanan pangannya sebagai swasembada 60%

pangan nasional. Sisanya, 40% didapatkan dari impor pangan. Malaysia kini

memiliki tingkat ketahanan pangan yang kokoh. Ini memberikan ilustrasi yang

jelas bahwa ketahanan pangan dan swasembada adalah dua hal yang berbeda.

Kerawanan pangan terjadi dimana situasi pangan yang tersedia tetapi tidak

mampu diakses rumah tangga karena keterbatasan sumberdaya ekonomi yang

dimiliki (pendapatan, kesempatan kerja, sumberdaya ekonomi lainnya).

Diversifikasi pangan merupakan suatu kegiatan perlakuan

penganekaragaman produk pangan melalui proses produksi untuk meningkatkan

nilai tambah baik nilai guna maupun ekonomi sebagai upaya pemenuhan tuntutan

konsumen. Salah satu caranya adalah dengan sosialisasi ragam menu makanan

non padi/nasi. Oleh karena itu, ketahanan pangan tidak tergantung pada satu

komoditi pangan, tetapi lebih pada potensi pangan lokal yang ada di Indonesia.

Misalnya beras bagi daerah penghasil beras, umbi-umbian pada daerah penghasil

umbi-umbian, jagung pada daerah penghasil jagung, sagu pada daerah penghasil

sagu, dan lain-lain. Keragaman iklim dan sumber daya air di masing-masing

wilayah bisa dimanfaatkan untuk memproduksi komoditas yang beragam.

Indonesia memiliki potensi yang besar dalam program swasembada pangan

yang berbasis aneka bahan pangan lokal. Pangan khas indonesia, yang merupakan
24

bahan makanan pokok antara lain singkong, jagung, ubi jalar, sagu, sorghum, dan

talas (Direktorat Jendral Perkebunan, 2010)

2. Potensi dan Persebaran Sumber Daya Pertanian untuk Ketahanan

Pangan Nasional

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang bergerak di sektor

agraris. Potensi pertanian di Indonesia di dukung oleh letak geografis Indonesia

yang berada di sekitar garis khatulistiwa, kesuburan tanah, persedian air yang

melimpah, sumber daya hayati, dan kondisi iklim tropis yang sesuai. Pengelolaan

yang optimal di sektor pertanian akan memberikan kontribusi positif bagi

peningkatan ekonomi. Dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang

pertanian menjadi modal dasar bagi peningkatan produktivitas lahan pertanian,

sehingga Indonesia dapat menjadi salah satu negara bersuasembada pangan.

Sebagian besar penduduk di Indonesia memiliki mata pencarian di sektor

pertanian. Pertanian merupakan aktifitas yang menghasilkan bahan pangan. Faktor

pendukung pertanian di Indonesia antara lain luas wilayah atau lahan, iklim dan

jenis tanah. Luas wilayah Indonesia yang tersebar di pulau-pulau besar seperti

sumatera, jawa, kalimantan, sulawesi, dan papua merupakan lahan yang potensial

untuk pengembangan lahan pertanian. Iklim tropis Indonesia seperti penyinaran,

curah hujan, dan angin sangat memungkinkan tumbuhnya berbagai jenis tanaman.

Jenis tanah di Indonesia sebagian besar merupakan tanah vulkanik merupakan

tanah yang subur untuk media pertanian. Program pemerintah yang mendukung

aktivitas pertanian agar pertanian berjalan dengan sempurna.

3. Potensi dan Persebaran Sumber Daya Perkebuanan untuk Ketahanan

Pangan Nasional
25

Perkebunan terdiri atas berbagai komuditas, ada yang berupa buah seperti

kelapa, kelapa sawit, karet, kakao atau coklat, pala dan sebagainya. Di Indonesia

perkebunan dikelola oleh pemerintah, pihak pengusaha swasta, maupun

masyarakat. Keberadaan perkebunan di Indonesia sangat beragam tergantung pada

daerah, iklim, tanah, dan ketinggian tempat. Potensi perkebunan dapat

dimanfaatkan untuk ketersediaan ketahanan pangan di Indonesia. Hasil panen dari

perkebunan dapat di pergunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia.

Perkebunan adalah bentuk dari pertanian yang menanam jenis tanaman

perdagangan untuk keperluan industri. Jenis tanamannya, antara lain tebu,

tembakau, teh, cengkeh, karet, kopi, coklat, dan kelapa sawit. Persebaran daerah

penghasil kopi di Indonesia antara lain Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan Nusa

Tenggara.

4. Potensi dan Persebaran Sumber Daya Peternakan untuk Ketahanan

Pangan Nasional

Peternakan adalah usaha pembudidayaan hewan ternak tertentu dengan

tujuan pemenuhan kebutuhan hidup mausia. Jenis-jenis peternakan antara lain

sebagai berikut.

1. Peternakan hewan besar, meliputi hewan ternak sapi, kerbau, dan kuda.

Peternak sapi di antaranya terdapat di Boyolali, Padang, NTT, Sulawesi

Selatan, dan Madura. Peternak kerbau terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah,

Sumatra, Sulawesi Selatan, dan NTT. Peternakan kuda di antaranya terdapat di

NTT dan Sulawesi Selatan.

2. Peternakan hewan kecil, hewan yang dibudidayakan antara lain kambing,

domba, babi. Peternak kambing banyak terdapat di Jawa dan Madura.


26

Sedangkan peternak domba terdapat di Jabar dan peternak babi banyak terdapat

di Bali dan Papua.

3. Peternakan unggas, hewan yang dibudidayakan adalah binatang-binatang jenis

unggas seperti ayam, itik, burung. Budidaya peternakan jenis ini banyak

terdapat di seluruh wilayah Indonesia.

5. Potensi dan Persebaran Sumber Daya Perikanan untuk Ketahanan

Pangan Nasional

Perikanan adalah segala usaha pembudidayaan ikan. Kegiatan

pembudidayaan ikan di antaranya meliputi pemijahan benih ikan, penaburan

benih, memelihara ikan, menangkap ikan, dan pengolahan ikan.

6. Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan

a. Lahan

Lahan merupakan factor penting dalam penyediaan sumber pangan,

terutama yang terkait sumber pangan hasil budi daya pertanian dan perkebunan.

Semakin luas lahan potensial yang digunakan untuk mengusahakan tanaman

pangan , semakin baik ketahanan pangan di suatu negara.

Perluasan lahan tanaman makanan pangan perlu ditingkatkan, mengingat dari

tahun ke tahun jumlah penduduk semakin bertamabah secara otomatis

berpengaruh pada kenaikan kebutuhan pangan. Tapi memunculkan kekhawatiran

akan menurunnya jumlah hasil pangan akibat penyusutan lahan. Data statistic

menyebutkan bahwa dalam periode 15 tahun (1986-2000) perkembangan lahan

pertanian berkembang sangat lambat bahkan cenderung menyusut seiring

kebutuhan lahan untuk kepentingan perumahan dan industri. Luas lahan

persawahan Indonesia cenderung berkurang setiap tahunnya.


27

b. Iklim dan cuaca

Iklim dan cuaca secara langsung ataupun tidak turut memengaruhi

sumberdaya pangan. Sebagian besar nelayan Indonesia masih bergantung pada

kondisi angin saat akan pergi melaut untuk menangkap ikan. Apabila kondisi

cuaca tidak memungkinkan karena angin bertiup sanagt kencang terlebih terjadi

badai, nelayan cenderung mengurungkan niat untuk mealaut.

Fenomena iklim global seperti el nino dan la nina juga turut memengaruhi cuaca

di beberpa wilayah Indonesia. El nino menyebabkan musim kemarau yang

berkepanjangan pada timbulnya kekeringan. La nina menyebabkan curah hujan

bertambah dan berdampak pada terjadinya banjir. Kedua fenomena tersebut dapat

memengaruhi penyediaan sumber daya pangan yang nantinya dapat terkait pada

ketahanan pangan.

c. Teknologi

Teknologi dapat membantu mempermudah kegiatan manusia menjadi

lebih efisien dan efektif. Dalam kaitannya dengan ketahanan pangan, teknologi

dapat berperan dalam proses penyediaan serta pendistribusian hasil sumber daya

pangan. Peran teknologi dalam penyediaan pangan misalnya dalam penggunaan

teknologi sebagai alat bantu.

Dalam bidang pertanian, penggunaan mesin traktor untuk mengolah lahan

pertanian dan mesin giling dapat membantu proses hasil pertanian menjadi lebih

cepat. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi seperti internet dapat

berperan dalam bidang ketahanan pangan nasional. Kemudahan bagi siapa saja

untuk mengaksesnya dapat meningkatakan peran masyarakat untuk secara


28

bersama-sama meningkatkan ketahanan pangan melalui berbagai upaya yang

dapat dilakukan.

d. Infrastruktur

Ketersediaan antara saran dan prasarana berhubungan terutama melalui

laut dan udara menjadi hal pentiing untuk menghubungkan wilayah satu dengan

yang lainnya. Begitupun dengan prasarana berhubungan di darat, yaitu jalan dan

jembatan. Tersedianya jalan dan infrastruktur perhubungan lainnya dengan

kondisi yang sangatmembantu proses pendistribusian sumber daya pangan dari

wilayah stu ke wilayah lain. Hal ini mengakibatkan kualitas pertahanan pangan

baik secara local maupun nasional.

7. Upaya Peningkatan Produksi Pertanian

Usaha yang dilakukan pemerintah bersama-sama dengan masyarakat untuk

peningkatkan produksi pertanian, antara lain melalui program intensifikasi,

ekstensifikasi, mekanisasi, diversifikasi, dan rehabilitasi lahan pertanian.

Pertanian yang dimaksud dalam hal ini adalah dalam arti sempit.

a. Intensifikasi pertanian
Intensifikasi pertanian merupakan upaya peningkatan produksi pertanian

tanpa menambah luas lahan yang ada, tetapi mengupayakan lahan seoptimal

mungkin.Intensifikasi pertanian banyak dilakukan di Pulau Jawa dan Bali yang

memiliki lahan pertanian sempit. Contohnya melalui program Sapta Usaha

Tani. Sapta usaha tani meliputi: (1) pengolahan tanah yang baik; (2) pemilihan

bibit unggul; 3) pengairan (irigasi); 4) pemupukan; 5) pemberantasan hama dan

penyakit secara terpadu; 6) pengolahan pasca panen; dan 7) pemasaran hasil.

b. Ekstensifikasi pertanian
29

Ekstensifikasi pertanian merupakan upaya peningkatan produksi pertanian

dengan menambah luas lahan yang telah ada, misalnya melalui pembukaan

lahan hutan, semak belukar atau mengeringkan lahan rawa untuk dijadikan

tanah pertanian. Upaya ini banyak dilakukan di wilayah-wilayah yang masih

luas, utamanya daerah tujuan imigrasi, seperti Kalimantan dan Papua.

c. Mekanisasi pertanian
Mekanisasi pertanian merupakan upaya peningkatan produksi pertanian

dengan mengaplikasikan teknologi pertanian berupa mesin-mesin pertanian

yang modern dan tepat guna. Mekanisasi pertanian banyak dilakukan pada

lahan pertanian luas, dimana tenaga manusia dan hewan bukan menjadi tenaga

utama melainkan mesin yang menjadi tenaga utama,karena hal ini akan sangat

membantu kinerja petani.

d. Diversifikasi pertanian
Diversifikasi pertanian adalah usaha penganekaragaman jenis usaha atau

tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil

pertanian, contohnya melalui sistem tumpang sari maupun tumpang gilir.

Tumpang sari dapat diartikan sebagai peragaman jenis tanaman pada

sebidang lahan pada periode waktu yang sama, misalnya tanaman tomat

ditumpangsarikan dengan sayuran. Adapun tumpang gilir adalah sistem

peragaman jenis tanaman pertanian dengan sistem rotasi, misalnya padi-

palawija padi. Disamping itu, diversifikasi pertanian dapat dilakukan dengan

jalan perlakuan penganekaragaman produk pangan melalui proses produksi

untuk meningkatkan nilai tambah (nilai guna dan nilai ekonomi) sebagai upaya
30

pemenuhan tuntutan konsumen. Mengenai dicersivikasi pangan selanjutnya

dibahas pada submateri selanjutnya.

e. Rehabilitasi pertanian
Rehabilitasi pertanian adalah usaha memperbaiki lahan pertanian yang

semula tidak produktif atau sudah tidak berproduksi menjadi lahan produktif

atau mengganti tanaman yang sudah tidak produktif menjadi tanaman yang

lebih produktif.

Anda mungkin juga menyukai