Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

Kejang Demam

Disusun sebagai salah satu syarat untuk gelar profesi dokter pada Fakultas
Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta

Disusun Oleh :
Aditya Ilham Prasetyo
406151011

Pembimbing :
AKBP dr. Winres Sapto Priambodo, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SEMARANG
PERIODE 28 MARET – 4 JUNI 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

1
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Nat

Umur : 3 tahun 4 bulan

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Sawah Besar, Kaligawe Semarang

Agama : Islam

Suku : Jawa

Ruang : Seruni

Masuk Rumah Sakit : 15 Mei 2016

No.RM : 16-05-132048

Jaminan : Umum

I. ANAMNESIS (Auto-Alloanamnasis dan catatan medis 16-5-2016 Pukul 13.30


WIB, Bangsal Seruni)
Keluhan utama:
Kejang
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara diantar kedua orang tuanya tanggal 15 Mei 2016
jam 20.00 dengan keluhan kejang selama kurang lebih 20 menit pada jam 18.00 di
rumah, sebelum kejang pasien sadar, saat kejang pasien tidak sadar dan sesudah
kejangnya berhenti pasien sadar kembali. Pada saat jam 13.00 pasien juga mengalami
kejang serupa, selama kurang lebih 15 menit, kemudian setelah kejangnya berhenti
pasien di bawa oleh orang tuanya ke klinik terdekat dan sudah mendapatkan terapi.
Pasien juga sedang demam sejak 1 hari sebelumnya, sudah diberikan obat penurun
panas, namun suhu tubuh pasien masih tinggi. Pasien juga mengeluh batuk kering sejak
2 hari yang lalu. Pilek (-), muntah (+) 2x konsistensinya cairan dan makanan. Nafsu
makan turun (+), minum (+) banyak, BAK normal, warna kuning. BAB normal,
konsistensi padat, BAB warna hitam/merah (-), diare (-), riwayat kejang (+) 1 tahun

2
yang lalu. Menurut orang tuanya, sebelum usia 2 tahun pasien beberapa kali mengalami
kejang. Orang tuanya mengaku walaupun demam tidak terlalu tinggi, pasien beberapa
kali kejang dan pernah mengalami trauma berupa jatuh dari rumah panggung saat usia
1 tahun.

Riwayat penyakit dahulu:


Typhoid : Disangkal
DBD : Disangkal
Diare : +, saat usia 2 tahun
ISPA : Disangkal
Kejang : +, terakhir satu tahun yang lalu
Alergi : Disangkal

Riwayat penyakit keluarga:


Keluhan serupa : Disangkal
Typhoid : Disangkal
DBD : Disangkal
Diare : Disangkal
ISPA : Disangkal
Kejang : Disangkal
Alergi : Disangkal
TBC : Disangkal

Riwayat Pemeliharaan Perinatal :


Ibu pasien biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan 1 kali setiap bulan
sampai usia kehamilan 39 minggu. Obat–obat yang diminum selama kehamilan adalah
vitamin. Dan tidak pernah sakit selama kehamilan.

Kesan : riwayat pemeliharaan perinatal baik hingga 39 minggu kehamilan

Riwayat persalinan ibu:


Pasien merupakan anak perempuan dari ibu yang hamil G1P0A0 dengan usia kehamilan
39 minggu, lahir secara normal tanpa penyulit kelahiran dibantu oleh bidan, anak lahir

3
langsung menangis, berat badan 3100 gram. Panjang badan lahir 48 cm. Setelah lahir,
pasien dirawat gabung dengan ibu.

Kesan : neonates aterm.

Riwayat imunisasi :

BCG : 1x (usia 1 bulan)

Hep B : 3x (usia 0, 1, 6 bulan)

Polio : 4x (usia 0, 2, 4, 6 bulan)

DPT : 3x (usia 2, 4, 6 bulan)

Campak : 1x (usia 9 bulan)

Kesan : Imunisasi lengkap sesuai umur dengan jadwal Imunisasi IDAI 2014

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :


Pertumbuhan :
Berat badan lahir 3100 gram. Panjang badan lahir 48 cm. Berat badan saat ini 14 kg,
Tinggi badan saat ini 105 cm.
Perkembangan :
Senyum : 2 bulan Bicara : 10 bulan
Miring : 3 bulan Berjalan : 13 bulan
Tengkurap : 4 bulan Duduk : 7 bulan
Gigi keluar : 6 bulan Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 10 bulan

Kesan: Pertumbuhan anak tidak diketahui hasil intrepretasinya dan perkembangan anak
sesuai umur.

Riwayat asupan nutrisi :

- ASI diberikan sejak lahir sampai usia 8 bulan

- Mulai usia 6 bulan, anak diberi bubur saring dan susu formula

4
- Mulai usia 12 bulan, anak diberi makanan keluarga, nasi dengan lauk pauk
dan sayur yang bervariasi diberikan 3x/hari

Kesan : Kualitas & kuantitas makanan & minuman saat ini baik, ASI eksklusif.

II. PEMERIKSAAN FISIK (16-5-2016 Pukul 13:45)


Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign :
- HR : 105 x/menit (kuat, regular)
- Suhu : 36,9º C di IGD saat masuk 39,1ºC
- RR : 26 x/menit (regular)
Data antropometri :
- Berat badan : 14 kg
- Tinggi Badan : 105 cm
- Status gizi : Gizi baik

Pemeriksaan Sistem
Kepala : Normocephal

Mata : Pupil bulat, isokor, cekung -/-, konjungtiva anemis (-/-),


sklera ikterik (-/-)

Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Telinga : Bentuk normal, tanda peradangan (-/-), sekret (-/-)

Mulut : Bibir kering (-), Bibir sianosis (-), Mukosa Hiperemis (-),

lidah kotor (-)

Tenggorok : T1-T1 mukosa hiperemis (-), mukosa faring hiperemis (-),

kripta melebar (-), detritus (-)

Leher : Tidak teraba pembesaran KGB

5
Axilla : Tidak teraba pembesaran KGB

Thorax : asimetris dan datar.

Jantung

o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


o Palpasi : Sulit dilakukan
o Perkusi : Sulit dilakukan
o Auskultasi : BJ I - II (N), regular, murmur (-), gallop (-).

Paru – paru

o Inspeksi : Gerakan simetris dalam keadaan statis dan dinamis


simetris, retraksi suprasternal (-), epigastrium (-),
intercostalis (-)
o Palpasi : Sulit dilakukan
o Perkusi : Sulit dilakukan
o Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen
o Inspeksi : Datar
o Auskultasi : Bising Usus (+) 10 x/ menit, peristaltik normal
o Perkusi : Sulit dilakukan
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas :
Akral hangat (+), oedema (-), CRT < 2 detik

Kulit : turgor baik

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan Motorik

Pergerakan +/+ +/+


Kekuatan 5-5-5 5-5-5
Tonus N N
6
Trofi Eutrofi Eutrofi
Reflek fisiologis +N +N
Reflek patologis - -
Klonus - -
Tanda rangsang meningeal :

Kaku kuduk (-)

Brudzinki I dan II (-)

Tanda Kernig (-)

Pemeriksaan Nervus Kranialis : Sulit dilakukan pasien tidak koperatif

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium
Px. Darah 16-05-2016 Angka normal

Hematokrit (%) 33.3 37 – 43 %


MCV 76.4 80 – 97 μm3
MCH 25.0 26.5 - 33.5 pg
MCHC 32.7 31.5 – 35.0 g/dl
RDW 13.6 10.0 – 15.0 %
MPV 7.4 6.5 – 11.0 μm3
PDW 8.3 10.0 – 18.0 %
Hemoglobin (g/dL) 10.9 11.5 – 16.5 g/dL
Eritrosit 4.36 4.0 – 5.0 juta/mm3
Trombosit (/uL) 360000 150.000 – 400.000/mm3
Leukosit (/uL) 11600 4.000 – 11.000/mm3

Imunologi/Serologi (Widal)

7
Salmonella Typhi O NEGATIF Negatif
Salmonella Typhi H NEGATIF Negatif
S Paratyphi A-H NEGATIF Negatif

Kesan : Pasien ini mengalami leukositosis

III. PEMERIKSAAN KHUSUS


Data Antropometri
Anak perempuan usia 3 tahun 4 bulan, Berat badan 14 kg, Tinggi badan 110 cm.

Intepretasi Tinggi-Umur: berada diantara 0 dan 2, maka pasien digolongkan dalam


kelompok perawakan normal.

8
Intepretasi Berat-Umur: berada diantara 0 dan -2, maka pasien digolongkan dalam
kelompok gizi baik.

9
Intepretasi BMI-umur: berada di dibawah angka -2 dan diatas -3, maka pasien masuk dalam
kelompok gizi kurang.

Kesan : Status gizi berdasarkan berat-umur pasien termasuk dalam status gizi baik.
Berdasarkan tinggi-umur termasuk dalam perawakan normal. IMT-umur, pasien
dalam status gizi kurang.

IV. RESUME
Telah diperiksa seorang anak perempuan berusia 3 tahun 4 bulan, berat badan 14 kg,
dan tinggi badan 105 cm dengan keluhan kejang selama kurang lebih 20 menit pada jam
18.00 di rumah, sebelum kejang pasien sadar, saat kejang pasien tidak sadar dan sesudah
kejangnya berhenti pasien sadar kembali. Pada saat jam 13.00 pasien juga mengalami
kejang serupa, selama kurang lebih 15 menit, kemudian setelah kejangnya berhenti
pasien di bawa oleh orang tuanya ke klinik terdekat dan sudah mendapatkan terapi.
Pasien juga sedang demam sejak 1 hari sebelumnya, sudah diberikan obat penurun
panas, namun suhu tubuh pasien masih tinggi. Pasien juga mengeluh batuk kering sejak
2 hari yang lalu. Pilek (-), muntah (+) 2x konsistensinya cairan dan makanan. Nafsu
makan turun (+), minum (+) banyak, BAK normal, warna kuning. BAB normal,
konsistensi padat, BAB warna hitam/merah (-), diare (-), riwayat kejang (+) 1 tahun
yang lalu. Menurut orang tuanya, sebelum usia 2 tahun pasien beberapa kali mengalami
kejang. Orang tuanya mengaku walaupun demam tidak terlalu tinggi, pasien beberapa
kali kejang dan pernah mengalami trauma berupa jatuh dari rumah panggung saat usia
1 tahun.
Pada pemeriksaan fisik dan neurologi tidak ditemukan tanda – tanda infeksi
sistem saraf pusat.

V. DIAGNOSIS BANDING
 Kejang demam kompleks
 Kejang demam sederhana

10
VI. DIAGNOSIS KERJA
Kejang demam kompleks
Gizi kurang
Anemia
ISPA

VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa di IGD
- Infus Kaen 3B 15 tpm
- Dumin Supp 125mg
- Paracetamol syr 3 x 2 cth
- Oksigen canul 2 lpm
- Stesolid supp 10mg bila kejang
Medikamentosa Yang Didapat
- Infus Kaen 3B 10 tpm
- Inj. Ceftriakson 2 x 500mg
- Inj. Dexametason 2 x 1/3 ampul
- Paracetamol syr 4 x 1 1/3 cth
- Bila kejang Inj. Diazepam 4mg
Medikamentosa Yang Disarankan
- Infus Kaen 3B 16 tpm
o 14 kg  1200 cc
o (1200 : 24) : 60 = 0,833 x 20 = 16,66
- Inj. Cefotaxime 3 x 250mg
- PCT 3 x 1 ½ cth
- Puyer 2 x 1:
o Luminal 15 mg
o B comp ½ tab
o Kalk ½ tab
- Dextamine syr 2x1 cth
Non Medikamentosa
- Ganti baju sesering mungkin jika pasien berkeringat
- Banyak minum susu, air putih, makanan bergizi dan lunak
11
VIII. SARAN PEMERIKSAAN SELANJUTNYA :
 Pemeriksaan Elektrolit

IX. EVALUASI
- Keadaan umum dan tanda – tanda vital
- Awasi timbulnya komplikasi
-
X. KOMPLIKASI
- Kejang demam berulang
- Epilepsi

XI. EDUKASI
 Membertihukan orang tua untuk menyediakan termometer untuk memantau suhu
anak, jika suhu diatas 38 derajat segara diberikan obat penurun panas
 Memberitahukan orang tua untuk mempersiapkan obat-obatan untuk kejang demam
apabila suhu badan tinggi kembali
 Memberitahukan orang tua untuk mengawasi anak dari tanda-tanda dehidrasi berat
berupa penurunan kesadaran, mukosa bibir sangat kering, mata sangat cekung, cubitan
kulit perut kembalinya sangat lambat dan akral dingin
 Di rumah :
o Jika anak panas kompres air biasa, beri obat penurun panas. Jika terjadi kejang,
berikan obat anti kejang per-anus. Apabila demam tidak teratasi bawa segera
anak ke pusat pelayanan kesehatan terdekat..

XII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad dubia

12
LEMBAR FOLLOW UP
Tanggal 16-05-2016 17-05-2016 18-05-2016
Jam 06.00 WIB 06.00 WIB 06.00 WIB
Keluhan Kejang (-), Demam Kejang (-), Demam Kejang (-), Demam
(-) (-) (-)

KU/KES TSR/CM BAIK/CM BAIK/CM


TTV:
RR 28x/menit 28x/menit 27x/menit
HR 100x/menit, kuat 96x/menit, kuat 97x/menit
S 36.9oC 36.8oC 36.8oC
Kepala dbn dbn dbn

Kulit dbn dbn dbn

Mata dbn dbn dbn

Telinga dbn dbn dbn

Hidung dbn dbn dbn

Mulut dbn dbn dbn

Thorax :
C/P dbn dbn dbn

Abdomen dbn dbn dbn

Ekstremitas Akral hangat Akral hangat Akral hangat


(++++) (++++) (++++)

13
TINJAUAN PUSTAKA

Kejang Demam
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Penjelasan
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam
kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.

Pada pasien ini : Kejang terjadi saat pasien demam, suhu tubuh 39,1ºC dan tidak ada kelainan
neurologis pada pemeriksaan fisik dan neurologi

Klasifikasi
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam sederhana


Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti
sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh
kejang demam.

Kejang demam kompleks


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
1. Kejang lama > 15 menit
14
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih
dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8%
kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang
anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.

Pada Pasien ini : Kejang terjadi saat demam sebanyak 2 kali dalam 24 jam terakhir, Kejang
pertama berlangsung selama kurang lebih 20 menit dan kejang kedua berlangusng selama
kurang lebih 15 menit. Kejang pada pasien ini berbentuk tonik klonik.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.

Pada pasien ini : Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin dan widal test

Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya
tidak direkomendasikan Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang
demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun,
atau kejang demam fokal.

15
Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic
resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

Prognosis

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis


Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian
kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang
berulang baik umum atau fokal.

Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang
demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Pada pasien ini : Riwayat kejang demam pada keluarga tidak ada. Namun, saat pasien masih
usia dibawah 2 tahun pasien beberapa kali mengalami kejang demam, saat di ukur suhu
tubuhnya oleh orang tuanya saat itu 38ºC.

Faktor risiko terjadinya epilepsi


Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi
adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
16
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%-6%,
kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%.
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang
demam

Penatalaksanaan saat kejang


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah
berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan
kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah
0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal.
Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan
berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam
rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di
atas usia 3 tahun (lihat bagan penatalaksanaan kejang demam).

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara
dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.
Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20
mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang
berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

Pemberian obat pada saat demam

Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang
demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
parasetamol yang digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih
dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan,
sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.

Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko
berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan

17
ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin,
dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam

Pemberian obat rumat

Indikasi pemberian obat rumat


Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
• Kejang demam > 4 kali per tahun

Penjelasan:
• Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi
pengobatan rumat
• Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan
merupakan indikasi pengobatan rumat
 Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus
organik.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang.

Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat
menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif
dan dalam jangka pendek.

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar pada 40-50% kasus.

Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur
kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2
dosis.

18
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.

Edukasi pada orang tua


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya:

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.


2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat.

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang


1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

Vaksinasi
Sejauh in tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang
mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka
kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi sedangkan
setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau
rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.

19

Anda mungkin juga menyukai