PENDAHULUAN
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas kebersihan pribadi dan sanitasi
lingkungan seperti lingkungan kumuh, kebersihan tempat umun yang kurang serta
perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Komplikasi dapat lebih
sering terjadi pada individu yang tidak diobati sehingga memungkinkan terjadinya
pendarahan dan perforasi usus ataupun infeksi fecal seperti visceral abses (Naveed and
Ahmed, 2016). Salmonella typhi adalah bakteri gram negatif yang menyebabkan
spektrum sindrom klinis yang khas termasuk gastroenteritis, demam enterik, bakteremia,
infeksi endovaskular, dan infeksi fecal seperti osteomielitis atau abses (Naveed and
Ahmed, 2016).
Secara global diperkirakan setiap tahunnya terjadi sekitar 21 juta kasus dan
222.000 menyebabkan kematian. Demam tifoid menjadi penyebab utama terjadinya
mortalitas dan morbiditas di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO,
2016).
1
Angka rata-rata kesakitan demam typhoid di Indonesia mencapai 500/100.000 penduduk
dengan angka kematian antara 0,6 – 5 %. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(RIKESDAS) yang dilakukan oleh departemen kesehatan tahun 2015, prevalensi demam
typhoid di Indonesia mencapai 1,7 %. Distribusi prevalensi tertinggi adalah pada usia 5
-14 tahun (1,9%), usia 1 – 4 tahun (1,6%), usia 15 -24 tahun (1,5%) dan usia <1 tahun
(0,8%). Di Batusangkar penyakit thypoid fever termasuk dalam sepuluh penyakit
terbanyak, berdasarkan data dari katalog 2017 Tanah Datar Regency in Figures, di
dapatkan data sepuluh penyakit terbanyak IGD RSUD M.A. Hanafiah Batusangkar
Kabupaten Tanah Datar pada tahun 2016, angka kejadian kasus thypoid fever adalah 383
kasus.
Penularan demam thypoid selain didapatkan dari menelan makanan atau minuman
yang terkontaminasi dapat juga dengan kontak langsung jari tangan yang terkontaminasi
tinja, urin, secret saluran nafas atau dengan pus penderita yang terinfeksi (Dian, 2007).
Proses makanan atau minuman terkontaminasi didukung oleh faktor lain yakni manusia
yang terlibat langsung dengan pengolahan bahan makanan serta perilaku kebersihan diri
perorangan yang baik karena bakteri sering ditemukan pada tangan. (Rahayu, 2000).
Kebersihan diri salah satu penularan dari penyakit saluran pencernaan adalah
melalui tangan yang tercemar oleh mikroorganisme yang merupakan penyebab penyakit.
Mencuci tangan sesudah buang air besar, mencuci tangan sebelum makan akan
melindungi seseorang dari infeksi penyakit kemudian kondisi kuku jari tangan seseorang
juga mempengaruhi terjadinya demam thypoid, mencuci tangan dengan benar harus
menggunakan sabun serta air yang mengalir karena menggosok sela-sela jari dan kuku
2
dapat mencegah bakteri yang berada di kuku jari tangan. Pencucian tangan dengan sabun
dan diikuti dengan pembilasan dapat menghilangkan mikroba yang terdapat pada tangan-
tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus pathogen
dari tubuh, tinja atau sumber lain ke dalam makanan atau minuman. Kombinasi antara
aktivitas sabun sebagai pembersih, penggosokan dan aliran air akan menghanyutkan
partikel kotoran yang banyak mengandung mikroba (Rakhman, 2009).
Riwayat penyakit demam thypoid dalam satu keluarga sangat berpengaruh karena
cenderung penularan yang dialami akan melalui jalan yang sama dan risiko tertular akan
semakin cepat. Seseorang mampu menjadi pembawa penyakit (asymptomatic carrier)
demam tifoid, tanpa menunjukkan tanda gejala tetapi mampu menularkan ke orang lain.
Status carrier dapat terjadi setelah mendapat serangan akut. Carrier kronis harus diawasi
dengan ketat dan dilarang melakukan pekerjaan yang dapat menularkan penyakit kepada
orang lain. Feses penderita merupakan sumber utama bagi penularan demam tifoid
(Widoyono, 2011). Terjadinya kejadian penyakit infeksi di negara berkembang khususnya
demam thypoid dihubungkan dengan masih rendahnya status sosial ekonomi dan
rendahnya tingkat pengetahuan yang dimiliki kebanyakan masyarakat. masyarakat
sehingga keadaan kesehatan lingkungan buruk dan status kesehatan menjadi semakin
buruk (Nurvina, 2013).
Berdasarkan data yang didapatkan dari ruangan interne RSUD Prof. Dr. Ma.
Hanafiah Batusangkar perdesember 2018, penderita demam typhoid ditemui ada 25
kasus dengan thypoid fever. Dari data yang didapatkan diatas maka kami tertarik
mengangkat atau menyusun makalah seminar kami ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Ny. V dengan Thypoid fever” dengan tujuan agar mahasiswa
memahami dan mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan demam tifoid.
B. Rumusan Masalah
Melihat banyaknya penduduk di Indonesia yang menderita penyakit typhoid
fever dan banyaknya angka kematian di Indonesia akibat demam typhoid maka kami
3
tertarik untuk mengangkat kasus seminar asuhan keperawatan kami dengan judul.
“Asuhan Keperawatan pada Ny. V dengan Thypoid fever”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan demam typhoid di RSUD
Prof.Dr.M.A. Hanafiah SM Batusangkar tahun 2019.
2. Tujuan Khusus
1) Mampu melakukan pengkajian asuhan dengan demam typhoid di Ruang
Perinatologi RSUD Prof. Dr. M.A. Hanafiah SM Batusangkar Tahun 2019.
2) Mampu menentukan diagnosa asuhan keperawatan dengan demam typhoid di
Ruang Perinatologi RSUD Prof. Dr. M.A. Hanafiah SM Batusangkar Tahun 2019.
3) Mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan dengan demam typhoid
di Ruang Perinatologi RSUD Prof. Dr. M.A. Hanafiah SM Batusangkar Tahun
2019.
4) Mampu melakukan implementasi asuhan keperawatan dengan demam typhoid di
Ruang Perinatologi RSUD Prof. Dr. M.A. Hanafiah SM Batusangkar Tahun 2019.
5) Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan dengan demam typhoid di Ruang
Perinatologi RSUD Prof. Dr. M.A. Hanafiah SM Batusangkar Tahun 2019.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang bersifat akut.
Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhi. Gejala klinis dari demam tifoid yaitu
demam berkepanjangan, bakterimia, serta invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam
sel-sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelanjar limfe, dan usus (Soedarmo et al.,
2008).
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut ( Widodo Djoko, 2009 ), manifestasi klinis demam thypoid adalah sebagai
berikut :
1. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12
hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :
a. anoreksia
b. rasa malas
c. sakit kepala bagian depan
d. nyeri otot
e. lidah kotor
f. gangguan perut (perut kembung dan sakit)
2. Gejala Khas
a. Minggu Pertama
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya
sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang
berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal,
anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut
5
lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut
kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada
akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita
adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor.
b. Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari,
yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau
malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus
dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan
sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.
Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini
relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia
semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami
delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah
mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan
diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi
perdarahan.
c. Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal
itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik,
gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian
justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi,
akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk,
dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium
atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
d. Minggu Keempat
Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan untuk demam tifoid.
D. PATOFISIOLOGI
Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella paratyphi
A, Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Selanjutnya akan ke dinding usus
halus melalui aliran limfe ke kelenjar mesentrium menggandakan/multiplikasi
6
(bacterium). Biasanya pasien belum tampak adanya gejala klinik (asimptomatik) seperti
mual, muntah, tidak enak badan, pusing karena segera diserbu sel sistem retikulo
endosetual. Tetapi kuman masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke
dalam peredaran darah mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk
mengeluarkan sel piogon akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon inilah yang
mempengaruhi pusat termogulator di hipotalamus sehingga timbul gejala demam dan
apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka dapat terjadi gangguan kesadaran dalam
berbagai tingkat. Setelah dari peredaran darah, kuman menuju ke organ-oragan tubuh
(hati, limfa, empedu) sehingga timbul peradangan yang menyebabkan membesarnya
organ tersebut dan nyeri tekan, terutama pada folikel limfosid berangsur-angsur
mengalami perbaikan dan apabila tidak dihancurkan akan menyebar ke seluruh organ
sehingga timbul komplikasi dan dapat memperburuk kondisi pasien.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses (tinja). Feses dan muntah pada penderita demam tifoid dapat
menularkan salmonella thypi kepada orang lain. Bakteri yang masuk ke dalam lambung,
sebagian akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-
sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung
empedu (Widodo Djoko, 2009).
7
Pathway
Minuman dan makanan
yang terkontaminasi
Mulut
Saluran pencernaan
Typhus Abdominalis
Kekurangan
Jaringan tubuh (limfa) Hipertrofi
volume cairan
(hepatosplenomegali)
9
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukosit dapat terjadi walaupun tanda disertai infeksi skunder.
G. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat dan perawatan.
Tirah baring dan perawatan prfesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah
baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum mandi, buang
air kecil, buang air besar akan membantu dan mempercapat masa penyembuhan.
2. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam
typoid, kerena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi
penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Dimasa
lampau demam typoid diberikan diet bubur saring. Bubur saring tersebut ditunjukkan
10
untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini
disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Dan ada beberapa
penelitian lagi menunjukkan bahwa penderita demam typoid diberikan diet makanan
padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara
sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam typoid.
3. Pemberian antimikroba
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam typoid adalah
sebagai berikut:
1. Kloramfenikol
2. Tiamfenikol
H. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Pasien mengeluh lemas, tidak nafsu makan, juga tidak brgairah untuk beraktivitas,
dan pasien juga mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi pada sore-malam hari
sedangkan pada siang harinya demam turun kurang lebih sudah 1 minggu.
3. Alasan masuk rumah sakit
Pasien mengatakan lemas, tidak nafsu makan, juga tidak brgairah untuk beraktivitas,
dan pasien juga mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi pada sore-malam hari
sedangkan pada siang harinya demam turun.
4. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mulai demam kurang lebih 1 minggu, tidak berselera makan, mual, muntah,
lemas, pasien tidak mengalami pembesaran hati dan limpa, terdapat gangguan
kesadaran, tidak terdapat komplikasi misalnya perdarahan, perforasi, peritonitis.
5. Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien mengatakan sbelumnya tidak pernah mengalami penyakit yang sama, pasien
juga mengatakan sebelumnya tidak pernah masuk rumah sakit dan sampai di rawat.
6. Riwayat penyakit keluarga
11
Pasien mengatakan anggotanya keluarganya tidak ada yang pernah atau mengalami
sakit yang sama.
7. Pemeriksaan fisik
Pada fase awal penyakit biasanya tidak didapatkan adanya perubahan. Pada fase
lanjut, secara umum pasien terlihat sakit berat dan sering didapatkan penurunan
tingkat kesadaran (apatis,delirium).
a. Tanda – tanda vital :
Pada fase 7-14 hari didapatkan suhu tubuh meningkat 39-41ºC pada malam hari
dan biasanya turun pada pagi hari. Pada pemeriksaan nadi didapat penurunan
frekuensi nadi (bradikardi relatif).
b. Sistem pernapasan
Sistem pernapasan biasanya tidak didapatkan adanya kelainan, tetapi akan
mengalami perubahan apabila terjadi respons akut dangan gejala bentuk kering.
Pada beberapa kasus berat bisa didapatkan adanya komplikasi tanda dan gejala
pneumonia.
c. Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler biasanya tidak didapatkan adanya kelainan. Akan tetapi,
pada beberapa kasus yang berat bisa didapatkan tanda dan gejala miokarditis dan
tromboflebitis.
d. Sistem persyarafan
Pada pasien dehidrasi berat akan menyebabkan penurunan perfusi serebral
dengan manisfestasi sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran.
e. Sistem perkemihan
Pada kondisi berat didapatkan penurunan urine output respons dari penurunan
curah jantung.
f. Sistem pencernaan
Didapatkan perut kembung (meteorismus), bisa terjadi konstipasi dapat juga diare
atau normal, hati dan limpa membesar disetai nyeri pada perabaan.
g. Sistem integument
Didapatkan kulit kering, turgor kulit menurun, pucat, roseola (bintik merah pada
leher, punggung dan paha).
h. Sistem muskuluskeletal
Respon sistemik akan menyebabkan malaise, kelemahan fisik, dan di dapatkan
nyeri otot ekstremitas.
i. Sistem endokrin
12
Pada pasien dengan typoid biasanya mengalami demam atau hipertermi karena
kuman masuk kealiran darah, mengeluarkan endotoksin sehingga terjadi
kerusakan sel yang akhirnya merangsang pelepasan zat efirogen dan
mempengaruhi pusat termugulator di hipitamus.
j. Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi dengan pasien typoid terjadi penurunan gairah seksual.
Karena hal ini disebabkan pasien typoid tubuhnya lemas, tidak brgairah untuk
beraktivitas, dan pasien juga demam tinggi.
k. Sistem pengindraan
Didatkannya ikterus pada sklera pada kondisi berat.
l. Sistem imunitas
Pada pasien typoid biasanya didapatkanya splenomegali karena kuman masuk
melalui pembuluh limfe dan menginvansi jaringan limpoid.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada pasien
dengan demam typhoid (NANDA, 2011):
1. Hipertermia b.d. Penyakit/Peningkatan suhu tubuh
2. Diare b.d. Inflamasi gastrointestinal
3. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan b.d intake yang tidak adekuat
4. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan aktif
5. Nyeri akut b.d. proses inflamasi
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
13
f. Monitor intake dan output
cairan
g. Kolaborasi pemberian
antipuretik
h. Kolaborasi pemberian cairan
IV
i. Kompres pasien dengan air
hangat
j. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
2 Diare b.d. Inflamasi NOC : Bowel Elimination NIC : Diarhea Management
a. Instruksikan kepada keluarga
gastrointestinal
untuk mencatat warna,
jumlah, frekuensi dan
konsistensi dari feses
b. Evaluasi intake makanan
yang masuk
c. Observasi turgot kulit secara
rutin
d. Instrusikan kepada keluarga
untuk makan makanan
rendah serat, tinggi protein,
dan tinggi kalori jika
memungkinkan
e. Kolaborasi pemberian cairan
IV
f. Kolaborasi pemberian obat
diare
3 Kekurangan NOC : Fluid Balance, NIC : Fluid Management
Kekurangan volume Hydration
a. Monitor status hidrasi pasien
cairan b.d. b. Pertahankan catatan intake
kehilangan cairan dan output cairan
c. Monitor TTV
aktif
d. Monitor masukan makanan
dan cairan dan hitung intake
kalori harian
14
e. Kolaborasi pemberian cairan
IV
4 Nyeri akut b.d. NOC : Pain Control NIC : Pain Management
proses inflamasi
Setelah dilakukan asuhan
a. Melakukan pengkajian nyeri
keperawatan selama 2x24
secara komprehensif
jam diharapkan nyeri klien
termasuk lokasi,
akan menurun dengan
karakteristik, kapan dimulain
kriteria hasil:
atau durasi, frekuensi,
Indikator A T kualitas, intensitas dan faktor
1. Mengetahui 3 4 pencetus
kapan nyeri b. Observasi reaksi nonverbal
dimulai 3 4 dari ketidaknyamanan
2. Mendiskrip c. Gunakan teknik komunikasi
sikan faktor terapeutik untuk mengetahui
3 4
sebab dan pengalaman nyeri klien
akibat d. Kaji budaya yang
3 5
3. Menggunak
mempengaruhi respon nyeri
an tindakan
klien
pencegahan
4. Menggunak e. Eksplore pengetahuan dan
3 5
an kepercayaan klien tentang
analgesik nyeri
yang 2 4 f. Evaluasi bersama klien dan
dianjurkan tenaga kesehatan tentang
5. Menggunak ketidakefektifan kontrol nyeri
an sumber di masa lalu
yang g. Kontrol lingkungan yang
tersedia dapat memperburuk nyeri
6. Mengenali
misalnya suhu ruangan atau
gejala nyeri
kebisingan
Keterangan :
1 : Tidak Pernah h. Pilih dan lakukan
mendemonstrasikan penanganan nyeri
15
2 : Jarang (farmakologi,
3 : Kadang-kadang
nonfarmakologi dan
4 : Sering
5 : Konsisten interpersonal)
i. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
j. Gunakan kontrol nyeri
sebelum nyeri bertambah
berat
5 Ketidakseimbangan NOC : Nutritional Status NIC : Nutritional Management
nutrisi : kurang dari
Setelah dilakukan perawatan
kebutuhan tubuh b.d a. Kaji adanya alergi makanan
selama 3 x 24 jam status
intake yang tidak b. Kolaborasi dengan ahli gizi
nutrisi klien akan membaik
adekuat untuk menentukan nutrisi
dengan indicator :
yang dibutuhkan
c. Berikan sustansi gula
Indikator A T
1. Intakae 3 4 d. Berikan diet tinggi serat
nutrisi untuk mencegah konstipasi
3 4
2. Intake e. Monitor jumlah nutrisi dan
cairan 3 4 kandungan kalori
3. Energy 3 4
4. Hidrasi f. Kaji kemampuan pasien
Keterangan : untuk mendapatkan nutrisi
1. severe deviation from yang dibutuhkan
normal range g. Makan sedikit-sedikit namun
2. substantial
3. moderate sering untuk mencegah
4. mild muntah
5. none
Nutrition Monitoring
16
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Identitas Klien
Nama : Nn. V
No RM : 13.12.05
Tempat Tgl Lahir /Usia : Batusangkar , 24 April 1998 / 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Masuk : 19 Januari 2019
Tanggal Pengkajian : 19 Januari 2019
Diagnosa medis : Typhoid Fever
17
E. Riwayat Penyakit dahulu
Pasien mengatakan bahwa mempunyai riwayat penyakit Maag.
F. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : TD : 100/70 mmHg S : 37,9ºC
N : 107 x/menit RR : 22 x/menit
Head To Toe
1. Kepala / Leher
Kepala tampak simetris, bersih, tidak ada edema, pada leher tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid
2. Mata
Kedua mata simetris, refleks kedip baik.
3. Telinga
Daun telinga simetris kanan dan kiri, tidak ada nyeri tekan.
4. Hidung
Hidung simetris. Tidak ada peradangan, luka dan sekret. Tidak terdapat nyeri tekan.
5. Mulut
Mukosa bibir tampak kering, lidah kotor (+)
6. Abdomen
Abdomen simetris, ada nyeri tekan pada daerah epigastrium, skala nyeri 3.
7. Ekstremitas
Akral hangat pada keempat ekstremitas, tidak ada edema ataupun nyeri tekan.
1. Nutrisi: Nutrisi:
- Bak : - Bak :
Frekuensi : 8-9 x/hari Frekuensi : 5-7 x/hari
Penyulit : tidak ada Penyulit : tidak ada
- Bab : - Bab :
Frekuensi : 1 x/hari Frekuensi : belum ada
Konsistensi : lunak Konsistensi : -
Penyulit : tidak ada Penyulit : tidak ada
3. Istirahat : Istirahat :
H. RIWAYAT SOSIAL
Genogram
Ket
19
: Laki - laki : Tinggal serumah ( Kost)
: Perempuan
: Klien
: meninggal
Suku : Minang
Agama : Islam
Bahasa utama : Daerah (Minang)
Orang terdekat yang dapat di hubungi : Ayah, Ibu, dan Tante
Orang tua berespon terhadap penyakit (√)
I. LABORATORIUM
Tanggal 19 / 01 / 2019 Gula Darah Sewaktu : 80 mg/dl
HB : 16.5 g/dl
HT : 47.9 %
TROMBOSIT : 264.000
LEUKOSIT : 7.700
WIDAL : H : +1/160
O : +1/160
20
K. DATA FOKUS
Data subjektif :
1) Pasien mengatakan nyeri pada ulu hati
2) Pasien mengatakan saat makan nyeri pada ulu hati akan semakin terasa
3) Pasien mengatakan nyerinya seperti tertusuk-tusuk dan hilang timbul
4) Pasien mengatakan bahwa badannya terasa lemas
5) Pasien mengatakan demam nya naik turun dan kepala pusing
6) Pasien mengatakan nafsu makannya menurun dan mual
Data objektif :
1) TTV : TD : 100/70 mmHg
N :107x/mnt
RR : 22x/mnt
T : 37,9ºC
2) Mukosa bibir kering
3) Akral hangat
4) Terdapat nyeri tekan pada daerah epigastrium
5) Skala nyeri 3
6) Lidah kotor (+)
7) Pasien tampak lemas
8) Pasien tampak tidak menghabiskan makanannya
9) Widal : H : +1/160
O : +1/160
L. ANALISA DATA
NO Data Fokus Etiologi Masalah
21
Pasien mengatakan
nyerinya seperti
tertusuk-tusuk dan
hilang timbul
Pasien mengatakan
badannya terasa lemas
DO :
o T : 37,9°C
o N : 107x/mnt
o RR : 22x/mnt
o TD : 100/70mmHg
o Terdapat nyeri tekan
pada daerah epigastrium
o Skala nyeri 3
o Pasien tampak lemas
DO :
o TD :100/70mmHg
o T : 37,9°C
o RR : 22x/mnt
o N : 107x/mnt
o Akral hangat
o Mukosa bibir kering
o Pasien tampak lemas
22
DO :
N. INTERVENSI KEPERAWATAN
23
nyeri nyeri
2. TTV dalam 5. Anjurkan pasien banyak
batas istirahat.
normal 6. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat analgetik
2 Hipertermi Setelah Termoregulat 1. Monitor vital sign
b.d dilakukan ion 2. Anjurkan pasien banyak
peningkatan tindakan minum air putih
3. Kompres dengan air
suhu tubuh keperawatan
hangat
selama 1x24 4. Selimuti pasien
jam diharapkan 5. Kolaborasi dengan
suhu tubuh dokter dalam pemberian
normal dengan obat anti piretik
Kriteria hasil :
1. Vital sign
dalam batas
normal
24
No Hari / Tanggal Diagnose Implementasi Evaluasi Ket
keperawatan
25
2 Sabtu, 19 januari Hipertermi b.d 1. Memonitor S:
2019 peningkatan suhu vital sign
tubuh 2. Menganjurkan - pasien
pasien banyak mengatakan
minum air demamnya sudah
putih turun
3. Mengkompres
dengan air O:
hangat
4. Selimuti o Pasien tampak
pasien lebih sehat
5. Berkolaborasi o Akral hangat
dengan dokter o TD :
dalam 100/70mmHg
pemberian o N : 96x/mnt
obat anti o S : 37,4ºC
piretik o RR : 20x/mnt
(Paracetamol
A:
4x1)
o Masalah
teratasi
P:
Intervensi
dipertahankan
26
pasien (Diit ML) O:
o Mukosa bibir
masih tampak
kering
o Mual (+)
o Pasien masih
tidak
menghabiskan
makanannya
o Lidah kotor
(+)
A:
o Masalah
teratasi
sebagian
P:
Intervensi
dilanjutkan
27
pasien banyak dilanjutkan
istirahat.
5. Berkolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat analgetik
(Paracetamol
4x1)
2 Minggu/ 20 januari Ketidakseimbangan 1. Menganjurkan S:
2019 nutrisi kurang dari pasien makan
sedikit tapi sering -pasien
kebutuhan tubuh 2. Memonitor mual mengatakan
b.d intake yang dan muntah makannya masih
(mual (-) muntah sedikit tapi lebih
tidak adekuat
(-) ) sering
3. Berkolaborasi
O:
dengan ahli gizi
untuk o Mual (-)
menentukan muntah (-)
nutrisi yang o Mukosa bibir
dibutuhkan mulai lembab
pasien (Diit ML) o Pasien masih
tidak
menghabiskan
makanannya
o Lidah kotor
(+)
A:
o Masalah
teratasi
sebagian
P:
Intervensi
dilanjutkan
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan study kasus typhoid fever pada Nn. V di Ruang Interne Rsud Prof. Dr. Ma.
Hanafiah, Sm Batusangkar, ditemukan beberapa masalah seperti naik turunnya suhu tubuh yang
disebabkan karena terjadinya kerusakan sel sehingga merangsang leukosit untuk melepas zat
epirogen yang mempengaruhi pusat thermoregulator di hipotalamus. Demam typhoid juga
menyebabkan nyeri yang diakibatkan dari proses inflamasi pada hati dan limfa akibat bakteri
salmonella typhi. Selain menyebabkan nyeri juga bisa menyebabkan orang yang terkena penyakit
demam tifoid kehilangan nafsu makannya karena peningkatan asam lambung yang disertai mual
dan muntah.
Secara teoritis Penyebab penyakit typhoid fever secara umum adalah
kuman Salmonella typhi yang merupakan kuman gram negatif dan tidak menghasilkan spora.
Kuman Salmonella typhii ini dapat hidup baik pada suhu manusia (36 – 37ºC) maupun pada suhu
yang lebih rendah dari 36ºC, serta mati pada suhu 70ºC maupun oleh anti septik. Saat ini
diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia. Kuman Salmonella thypi masuk ke
dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang tercemar. Setelah kuman masuk ke
dalam mulut ketika orang makan dan minum, makanan masuk ke lambung dan bercampur
dengan HCl. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian masuk ke usus
halus yang mencapai jaringan limfoid plaque di ilium terminalis yang mengalami hipertropi.
Jika bakteri masuk bersama-sama cairan, maka terjadi pengenceran asam lambung yang
mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab penyakit. Daya hambat asam
lambung ini juga akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga bakteri akan
lebih leluasa masuk ke dalam usus penderita, memperbanyak diri dengan cepat, kemudian
memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah menyebabkan proses inflamasi pada
29
hati dan limfa. Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang sehingga menyebabkan demam. Adapun
reaksi kuman terhadap tubuh manusia melakukan aktifitas terbesar pada sistem retikuloendotelial
dan empedu dimana organ yang lebih dahulu diserang adalah usus.
30