Anda di halaman 1dari 78

PENDALAMAN MATERI CASIS OTOMOTIF

KEGIATAN BELAJAR 1. SISTEM KEMUDI, REM, DAN SUSPENSI

Penulis
Muhkamad Wakid
Yosep Efendi
Tafakur

PPG DALAM JABATAN


Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
2018

Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018

1
1. Sistem Kemudi Kendaraan
a. Prinsip dan Konstruksi Sistem Kemudi
1) Sistem Kemudi Manual
Sistem kemudi merupakan suatu mekanisme pada kendaraan yang
berfungsi untuk mengatur arah kelajuan kendaraan. Pada perkembangannya
pengaturan arah kelajuan kendaraan tidak hanya dengan mengatur/
membelokkan roda depan saja, namun juga melibatkan roda belakang untuk
membantu belok.
Sistem kemudi terdiri dari 3 (tiga) bagian utama, yaitu steering column,
steering gear dan steering linkage. Steering column terdiri dari steering main
shaft dan column tube. Steering column terpasang pada bodi melalui
brakeaway bracket, sehingga saat terjadi benturan steering column dapat
terlepas dengan mudah. Untuk mengurangi pemindahan kejutan jalan, pada
steering main shaft dipasangkan universal joint.

Gambar 1. Steering Column

Mekanisme-mekanisme yang terdapat pada steering column adalah


peredam benturan, tilt steering, steering lock, telescophic steering. Peredam
benturan pada steering column ada beberapa tipe yaitu : bending bracket
type, ball type, sealed-in pulverized silicon rubber type, mesh type dan bellows
type. Sedangkan mekanisme tilt steering ada beberapa tipe juga yaitu lower
fulcrum dan upper fulcrum.

2
Gambar 2. Tilt Steering “lower fulcrum” dan “upper fulcrum”

Gambar 3. Mekanisme steering lock

Steering gear berfungsi untuk merubah arah sumbu gerak atau sumbu
putar dan atau merubah bentuk gerak serta meningkatkan momen dengan
reduksi giginya sehingga kemudi menjadi lebih ringan. Pada dasarnya ada
dua jenis steering gear, yaitu worm and sector dan rack and pinion. Jenis
worm and sector ada beberapa model antara lain: worm and sector, worm and
sector roller, worm and pin, worm and nut dan recirculating ball.
Tipe steering gear yang banyak dipakai pada era sekarang adalah tipe
rack & pinion dan recirculating ball. Pemakaian tipe rack & pinion dikarenakan
konstruksinya yang sedarhana dan ringan serta memungkinkan untuk
konstruksi kendaraan yang rendah. Sedangkan pemakaian recirculating ball
dikarenakan menginginkan keuntungan momen yang besar sehingga
pengemudian relatif lebih ringan. Selain itu penggunaan recirculating ball juga
karena lebih tahan beban yang berat dan lebih tahan keausan serta sifat
peredaman getarannya lebih baik.

3
Gambar 4. Rack and pinion steering gear

Gambar 5. Recirculating ball pada suspensi independent

Steering linkage berfungsi meneruskan tenaga gerak dari steering gear ke


roda depan dengan tepat/ akurat. Pada steering lingkage dilengkapi engsel
yang biasa disebut ball joint, sehingga walaupun ada banyak variasi gerakan
dari kendaraan, pemindahan tenaga gerak tetap akurat. Tipe steering linkage
tergantung dari jenis steering gear dan sistem suspensi yang digunakan, yaitu
steering linkage untuk suspensi independent maupun steering linkage untuk
suspensi rigid.

Gambar 6. Recirculating ball pada suspensi rigid

2) Power Steering

4
Power steering adalah sebuah sistem hidrolik (servo hidrolik) yang
berfungsi untuk memperingan tenaga yang dibutuhkan untuk memutarkan
kemudi terutama pada kecepatan rendah dan menyesuaikannya pada
kecepatan menengah serta tinggi. Pada kecepatan rendah gaya gesek ban
dengan jalan cukup tinggi, apalagi untuk tipe ban tekanan rendah dengan
telapak ban yang lebar.
Power steering ada dua tipe, yaitu tipe integral dan tipe rack and pinion.
Tipe integral kebanyakan untuk steering gear tipe recirculating ball.
Dinamakan integral karena power piston dan gear haousing jadi satu
kesatuan, sedangkan pada rack and pinion, power cylinder dan gear housing
terpisah.

Gambar 7. Integral Power Steering dan Rack and Pinion

Pada perkembangannya power steering pada mulanya menggunakan


hidrolik saja atau biasa disebut hidraulic power steering (HPS), kemudian
berkembang dengan ditambahkan kontrol elektronik untuk membantu hidrolik.
Model ini biasa disebut electro-hidraulic power steering (EHPS) atau hidraulic-
electric power steering (HEPS).

Gambar 8. Electro-Hydraulic Power Steering

5
Perkembangan dewasa ini muncul electronic power steering (EPS) atau
juga dikenal istilah drive controled by wire. EPS adalah power steering yang
tidak lagi menggunakan hidrolik, namun dengan menggunakan motor listrik
yang bekerjanya dikendalikan oleh suatu unit kontrol elektronik/ komputer
yang biasanya disebut electronic control unit (ECU). Pemasangan atau
peletakan motor listrik pada sistem kemudi terdapat beberapa model, antara
lain motor listrik dipasang pada steering column, pinion dan atau pada rack.

Gambar 9. Beberapa jenis Electric Power Steering

Komponen-komponen power steering hidrolik secara garis besar terdiri


dari 3 komponen utama, yaitu : pompa, control valve dan power cylinder.

a) Power Steering Pump


Pompa berfungsi untuk membangkitkan tekanan hidrolik yang
diperlukan untuk tekanan kerja. Tipe pompa banyak sekali, antara lain :
pompa torak, membran, plunger, roda gigi luar, roda gigi dalam, vane,
screw dan lain-lain. Tekanan yang diperlukan merupakan tekanan secara
menerus (continue), sehingga tipe pompa yang digunakan adalah tipe
Vane atau Rofda Gigi. Pompa menghasilkan tekanan dengan
memanfaatkan putaran mesin, sehingga volume pemompaan sebanding
dengan putaran mesin.

6
Gambar 10. Power steering pump

Pengaturan jumlah minyak yang mengalir keluar dari pompa diatur


oleh flow control valve, sehingga selalu konstant. Pada kenyataannya,
karena tahanan pengemudian pada kecepatan tinggi berkurang maka
jumlah aliran minyak juga harus dikurangi, supaya stabilitas pengemudian
tetap terjaga Pada power steering rpm sensing dan power steering yang
mempunyai flow control valve dengan built-in control spool, jumlah aliran
minyak akan diatur sesuai dengan kecepatan kendaraan.

Gambar 11. RPM-Sensing Type Flow Control Valve

Kerja pengaturan jumlah aliran fuida/ minyak oleh flow control valve
dan control spool adalah sebagai berikut :

 Pada Putaran Rendah

Gambar 12. Ilustrasi kerja pada putaran rendah

7
Pada putaran rendah (650 s.d. 1250 rpm), tekanan yang dihasilkan
oleh pompa akan dialirkan ke dua saluran yaitu x (saluran ke flow control
valve) dan y (saluran ke control spool). Aliran yang melewati saluran x
sebagian kembali ke pompa dan sebagian lagi keluar (P1). Aliran P1
diteruskan melewati orifice 1 & 2 dan terbagi menjadi dua yaitu output
pompa dan dialirkan ke sebelah kiri flow control valve menjadi tekanan P2.
Perbedaan tekan P1 dan P2 tergantung putaran mesin. Saat putaran mesin
naik maka terjadi kenaikan perbedaan antara P1 dan P2.
Apabila tekanan P1 melebihi kekuatan pegas ”A”, maka flow control
valve akan bergerak kek kiri, sehingga membuka saluran pengeluaran ke
sisi pengisapan pompa sehingga jumlah aliran pengeluaran tidak naik.
Pada kondisi ini jumlah aliran minyak dikontrol pada ± 6.6 ltr/ min.

 Pada Putaran Menengah

Gambar 13. Ilustrasi kerja pada putaran menengah

Pada saat putaran menengah (1250 s.d. 2500 rpm) tekanan


pengeluaran pompa (P1) yang bekerja pada sisi kiri control spool valve
mempunyai tekanan yang mampu mengalahkan tekanan pegas ”B”,
sehingga control spool valve tergerakkan ke kanan. Dengan bergesernya
control spool valve maka besarnya lubang orifice 2 berkurang, sehingga
tekanan out-put pompa dan tekanan P2 berkurang yang menyebabkan flow
control valve semakin bergeser ke kiri.
Jadi pada posisi putaran menengah control spool valve akan tergeser
ke kanan dan memperkecil orifice 2 sehingga mengurangi volume fluida
yang melalui orifice.

 Pada Putaran Tinggi

8
Jika putaran mencapai lebih dari 2500 rpm, control spool valve akan
optimum terdorong ke kanan sehingga menutup orifice 2 dengan
sempurna. Pada kondisi ini out-put pompa dan P2 hanya melalui orifce 1,
sehingga jumlah alirannya menjadi kecil, yaitu 3.3 ltr/ min.

Gambar 14. Ilusrtrasi kerja pada putaran tinggi

Di dalam flow control valve terdapat relief valve yang berfungsi untuk
mengatur tekanan kerja. Jika tekanan kerja mencapai 80kg/ cm 2, pegas
relief valve akan terdorong sehingga relief valve terbuka dan P2 turun.

Gambar 15. Kerja relief Valve

b) Control Valve
Pengatur arah aliran fluida bertekanan ke power cylinder adalah
control valve. Poros control valve dipasang pada steering shaft. Jika
steering shaft pada posisi normal, control valve juga pada posisi normal
sehingga fluida langsung kembali ke recervoir.
Jika steering shaft berputar maka control valve berputar dan mengatur
arah aliran fluida dari pompa ke power cylinder sisi belok dan mengatur
arah fluida pada power cylinder sisi satunya berhubungan dengan
recervoir. Begitu proses puntiran saat belok selesai maka kerja control
valve juga selesai. Dengan kata lain, kerjanya control valve hanya sesaat
saja.

9
Gambar 16. Katup kontrol model Spool, Rotary dan Flaper

Control valve yang umum dijumpai ada 3 (tiga) jenis yaitu : spool valve,
rotary valve dan flapper valve. Semua jenis control valve bekerja
berdasarkan puntiran belok yang terjadi. Pemantauan puntiran belok
dilakukan oleh batang besi yang dinamakan torsion bar. Control valve
kerjanya tergantung dari besarnya puntiran torsion bar. Pada saat tidak ada
tekanan fluida, jika torsion bar berputar sampai derajat tertentu maka akan
menyentuh valve shaft stopper dan akan langsung memutar pinion shaft
dan menggerakkan rack, sehingga jika sistem power steering gagal
bekerja, kemudi secara manual masih bekerja dengan sempurna.

Gambar 17. Katup pengatur arah aliran model Flapper

10
Cara kerja Power Steering yang akan dijelaskan dalam modul ini
adalah power steering dengan control valve tipe rotary, karena merupakan
tipe yang banyak digunakan pada kendaraan di Indonesia. Pengaturan
aliran minyak diatur oleh pergerakan control valve shaft dan rotary valve.
Apabila posisi lurus, orifice x dan orifice y maupun orifice x’ dan orifice y’
pada bukaan yang sama sehingga tekanan pada sisi power cylinder sama,
minyak mengalir kembali ke recervoir.

Gambar 18. Aliran fluida posisi lurus pada katup rotary

Pengaturan aliran minyak pada posisi belok kanan, tekanan dibatasi


oleh orifice x dan orifice y sehingga minyak dari pompa melalui orifice x’
masuk ke power cylinder sisi kanan dan membantu mendorong piston
bergerak ke kiri. Sedangkan minyak dari power cylinder sisi kiri masuk ke
recervoir melalui orifice y’.

11
Gambar 19. Aliran fluida posisi belok kanan pada katup rotary

Pengaturan aliran minyak pada posisi belok kiri, tekanan dibatasi oleh
orifice x’ dan orifice y’ sehingga minyak dari pompa melalui orifice y masuk
ke power silinder sisi kiri dan membantu mendorong piston bergerak ke
kanan. Sedangkan minyak dari power cylinder sisi kanan masuk ke
recervoir melalui orifice x.

Gambar 20. Aliran fluida posisi belok kiri pada katup rotary

12
Gambar 21. Rotary Valve

3) Wheel Alignment
Roda-roda kendaraan dipasang dengan besar sudut tertentu sesuai
dengan persyaratan tertentu untuk menjaga agar pengemudian ringan,
nyaman dan stabil serta keausan ban normal. Sudut-sudut pemasangan roda
tersebut dinamakan wheel alignment. Kebanyakan kendaraan yang ada di
indonesia wheel alignment utamanya adalah untuk roda depan (FWA),
walaupun wheel aligment untuk roda belakang (RWA) juga sudah ada. Yang
termasuk dalam fakor-faktor wheel aligment ada 5 (lima) yaitu: camber,
caster, king-pin inclination/ steering axis inclination, toe angle dan turninng
radius/ turning angle.
o Camber

Gambar 22. Sudut camber + (positif), - (negatif)

Camber adalah kemiringan roda terhadap garis vertikal jika dilihat dari
depan atau belakang kendaraan. Jika roda miring ke arah luar kendaraan
maka nilainya + (positif) dan jika roda miring ke arah dalam kendaraan maka
nilainya – (negatif). Manfaat sudut camber positif yaitu memperkecil
kemungkinan axle bengkok, mencegah roda slip, kemudi jadi ringan.

13
o Caster
Caster adalah kemiringan steering axis inklination/ king pin jika dilihat dari
arah samping. Caster berperan untuk kelurusan dan kestabilan kemudi serta
untuk mendapatkan pengembalian ke posisi lurus setelah belok.

Gambar 23. Sudut caster + (positif), - (negatif)

o Steering Axis Inclination/ King Pin Inclination


Caster adalah kemiringan steering axis inklination/ king pin jika dilihat dari
arah depan/ belakang. Caster berperan untuk kelurusan dan kestabilan
kemudi, memperkecil steering effortm dan memperkecil daya balik atau
tarikan ke satu arah .

Gambar 24. Sudut SAI atau KPI

o Toe Angle
Toe angle adalah perbedaan jarak antara roda depan bagian depan
dengan roda depan bagian belakang. Jika roda depan bagian depan lebih
pendek dibanding roda depan bagian belakang maka dinamakan toe-in,
namun jika roda depan bagian depan lebih panjang dibanding roda depan
bagian belakang maka dinamakan toe-out. Fungsi utama toe adalah untuk
mengimbangi gaya akibat adanya sudut camber (camber thrust)

14
Gambar 25. Toe

o Turning Angle
Sudut belok (turning angle) adalah sudut masing-masing roda saat
kemudi diputar maksimum. Sudut belok roda dalam lebih besar dibandingkan
sudut belok roda luar. Fungsi utama turning angle adalah mencegah
terjadinya side slip, memperkecil keausan ban dan menjaga kestabilan
pengemudian.

Gambar 26. Turning angle

Wheel aligment sangat penting untuk keamanan, kenyamanan dan


kestabilan pengemudian. Disamping itu dengan penyetelan wheel alignment
yang benar keausan roda/ ban dapat diminimalisasi. Kerusakan/ keausan ban
akibat kesalahan dari wheel alignment ditunjukkan pada gambar-gambar
berikut :

Gambar 27. Keausan ban karena toe-in berlebihan

Jika penyetelan toe-in berlebihan maka akan terjadi keausan ban seperti
gambar di atas, yaitu jika telapak ban diraba dari sisi dalam keluar terasa
kasar tetapi jika diraba dari sisi luar ke dalam terasa halus.

15
Gambar 28. Keausan ban karena toe-out berlebihan

Jika penyetelan toe-out berlebihan maka akan terjadi keausan ban seperti
gambar di atas, yaitu jika telapak ban diraba dari sisi dalam keluar terasa
halus tetapi jika diraba dari sisi luar ke dalam terasa kasar.
Jika penyetelan camber positif berlebihan maka akan terjadi keausan ban
seperti gambar di bawah, yakni pada sisi luar ban akan aus berlebihan
dibanding sisi dalam.

Gambar 29. Keausan ban karena camber positif berlebihan

4) Wheel Balance
Balan adalah kondisi yang seimbang dari sebuah obyek yang berputar.
Balan dibagi menjadi dua jenis yaitu static balance dan dynamic balance.
Static balance adalah keseimbangan bobot dalam arah radial pada kondisi
statis, sedangkan dynamic balance adalah keseimbangan bobot dalam arah
aksial pada kondisi berputar.

Gambar 30. Ilustrasi tipe balan roda

16
Titik yang berjarak/ berjari-jari sama dari poros harus mempunyai bobot
yang sama, sehingga jika roda diputar titik sembarang/ tertentu dari roda akan
dapat berhenti pada sembarang posisi. Kondisi inilah yang disebut static
balance.

Gambar 31. Ilustrasi tipe unbalance roda

Gambar 32. Kondisi balance dan unbalance

Jika roda yang dalam keadaan unbalance berputar maka gaya sentrifugal
yang bekerja pada titik unbalance akan lebih besar, sehingga akan cenderung
menarik keluar dari poros dan menyebabkan gaya pada poros menjadi tidak
seimbang. Hal tersebut dapat menyebabakan poros menjadi bengkok dan
atau menyebabkan getaran radial pada saat roda berputar.

Gambar 33. Ilustrasi kondisi unbalance saat berputar

17
Dengan menempelkan beban yang sama dengan bobot unbalance pada
titik yang posisinya berlawanan (180o) maka ketidakbalanan dapat dihilangkan
sehingga efeknya juga akan ikut hilang, karena gaya sentrifugal yang bekerja
pada semua arah sama besarnya.

Gambar 34. Pengimbangan gaya menjadikan kondisi balan

Pada aplikasinya, memasangkan bobt balan di telapak ban sangat sulit


dilakukan, sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut pemasangan bobot
balan dibagi menjadi 2 dan di pasang pada sisi pelek.

Gambar 35. Pemasangan bobot balan

Keseimbangan bobot dalam arah aksial pada saat roda berputar


dinamakan dynamic balance.

Gambar 36. Kondisi unbalance

18
Dari gambar di atas misalnya, bobot ekstra A dan B menyebabkan roda
tidak balance. Garis yang mengubungkan pusat bobot dari gaya berat G1 dan
G2 tidak berada pada sekeliling garis pusat roda, sehingga saat berputar titik
g1 dan g2 cenderung mendekati garis pusat roda.
Setiap roda berputar 180o seluruh gaya yang ditimbulkan oleh
kecenderungan tersbut menjadikan timbulnya getaran lateral mengikuti
ayunan putaran roda. Kondisi ini menyebabkan steering wheel shimmy, yaitu
ayunan menlingkar dari steering wheel.

Gambar 37. Dynamic balance

Pemasangan bobot balan pada kondisi dynamic unbalance adalah


dengan memasangkan bobot yang sebanding dengan ketidakbalannnya pada
arah yang berseberangan. Pada aplikasinya di roda, bobot dipasangkan pada
pelek roda, sebagaimana terlihat pada gambar berikut :

Gambar 38. Pemasangan bobot balan untuk dynamic unbalance

Pengenalan dimensi/ ukuran roda diperlukan untuk melakukan proses


perawatan dan balan roda dengan menggunakan mesin balan. Ukuran roda
yang dijadikan informasi saat membalan adalah diameter pelek dan lebar

19
pelek. Dengan membaca dimensi yang tertulis pada sisi pelek kita dapat
mengetahui ukurannya. Dimensi juga bisa dibaca pada tulisan pada sisi ban.
Misalkan pada sisi pelek tertulis: 5.00 S x 20 F.B. mempunyai arti :
5.00 : lebar pelek dalam inch
S : bentuk flens pelek (lihat tabel)
20 : diameter pelek
F.B. : tipe pelek (Flat Base)

Misalkan pada sisi ban tertulis 195/ 70 R 14 86 H mempunyai arti :


195 : lebar ban dalam mm
70 : persentase perbandingan antara tinggi dan lebar ban
R : ban jenis radial
14 : diameter pelek dalam inch
86 : indek beban (lihat tabel load index)
H : indek kecepatan (lihat tabel speed index)

Alat yang digunakan untuk mengetahui besarnya unbalance/ imbalance


dari suatu roda dinamakan mesin balan. Mesin balan ada dua tipe yaitu on the
car balance dan off the car balance. Untuk menjamin hasil yang optimal
sebaiknya menggunakan mesin balan yang off the car karena ketelitiannya
tinggi dan lebih mudah dioperasionalkan. Mesin balan sekarang ini merk dan
modelnya bermacam-macam.

Gambar 39. Mesin balan

Dalam menjalankan mesin balan secara umum membutuhkan empat


macam input data yaitu : tipe pelek, diameter pelek, lebar pelek dan jarak roda
dari acuan mesin balance. Secara urutan proses membalan dengan mesin
balan dari RAV adalah sebagai berikut :
1. Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan!
2. Lepaskan roda dari kendaraan!
a. Kendorkan baut roda
b. Dongkrak kendaraan
c. Pasangkan jack stand
d. Lepaskan baut roda
e. Lepaskan roda

20
3. Lakukan pengamatan secara visual kondisi ban dan pelek!
4. Lakukan pembersihan pattern ban dari kotoran!
5. Pasangkan roda pada mesin balan!
a. Pilihlah center cone yang sesuai dengan hub roda!
b. Pasangkan center cone pada poros mesin balan!
c. Pasangkan roda (arah sisi sesuai pemasangan di kendaraan)!
d. Kuncilah roda dengan hub pengunci mesin balan!

Gambar 40. Pemasangan roda pada mesin balan

6. Hidupkan mesin balancer dengan memutar ke posisi ON tombol power


yang ada di sisi kanan mesin balancer! Tunggu sampai layar menyala
dan menu balan siap.

Gambar 41. Tampilan menu mesin balan

7. Masukkan input data ke mesin balan sesuai dengan data roda yang
akan dibalan!
a. Tekan menu
b. Pilih dimensions
c. Masukkan data jarak roda dari mesin balan
d. Masukkan data diameter pelek
e. Masukkan data lebar pelek
f. Selesai/ end

Gambar 42. Tombol-tombol pada mesin balan

21
Gambar 43. Input data diameter, lebar pelek dan jarak roda dari mesin

8. Pilih tipe pelek sesuai dengan roda yang dibalan


a. Tekan 2 “ALU”
b. Pilih ALU untuk pelek alumunium/ pelek racing
c. Piling STATIK untuk pelek berjari-jari
d. Pilih DYNAMIC untuk pelek standart
e. Selesai/ Ok

Gambar 44. Tampilan input data jenis pelek

9. Lakukan pengesetan/ setting display dari MENU SET-UP


10. Yang perlu disetting adalah
a. Satuan ketidakbalanan
b. Ketidakbalanan yang ditoleransi
c. Penampilan angka ketidakbalanan
d. Otomatisasi saat guard ditutup
11. Tutup guard/ pelindung roda dan biarkan roda berputar
12. Jika roda tidak otomatis berputar, tekan tombol start.
13. Tunggu sampai roda berhenti dengan sendirinya dan di layar muncul
display angka ketidakbalanan
14. Carilah titik ketidakbalanan dengan memutarkan roda sesuai dengan
arah yang ditunjukkan di layar. Jika sudah tepat akan ada suara BEEP

22
dan display tanda panah tepat. Titik di atas poros mesin balan adalah
titik ketidakbalanannya.
15. Pasangkan bobot balan sesuai dengan ketidakbalanannya.
16. Lakukan uji lagi dengan mengulangi langkah 11 s.d. 13.
17. Jika sudah balan lepaskan roda, jika belum balan lanjutkan ke langkah
14 s.d. 16

Gambar 45. Beberapa versi pemasangan bobot balan

Gambar 46. Beberapa versi pemasangan bobot balan

Hal lain yang perlu diperhatikan pada pengecekan roda adalah run-out.
Run-out adalah frekuensi dimensi roda selama berputar. Lingkaran roda tidak
benar-benar bundar. Variasi radius putar (run-out) yang belebihan akan
mengakibatkan getaran pada bodi, sehingga harus dibatasi nilainya.
Ada dua macam run-out yaitu radial run-out dan lateral run-out. Radial
run-out adalah kesempurnaan bentuk lingkaran dari roda. Run-out menjadi
berubah disebabkan oleh kondisi ban, pelek dan posisi axle hub yang tidak
tepat. Roda dengan radial run-out jika berputar, radius putarnya akan
berubah-ubah sehingga akan menggetarkan bodi dan kemudi.
Lateral run-out adalah fluktuasi ban pada arah aksial yang akan
mengakibatkan keausan ban tidak normal pada ban dan pengemudian

23
menjadio tidak stabil. Penyebab lateral run-out adalah dinding samping ban
yang bengkok, rim yang rusak dan posisi hub poros yang tidak tepat.

Gambar 47. Pemeriksaan Run-Out

b. Perawatan dan Perbaikan Sistem Kemudi Kendaraan


Permasalahan yang timbul biasanya adalah kemudi/ steer terasa berat
sehingga ada indikasi bahwa power steering menjadi salah satu kemungkinan
penyebabnya, walaupun bukan merupakan satu-satunya penyebab. Jika ada
permasalahan tersebut maka dalam melakukan pemeriksaan sistem power
steering adalah sebagai berikut :
1). Periksa power steering belt (belt pemutar pompa power steering). Jika
kondisinya rusak maka harus diganti namun jika hanya kendor/ longgar,
lakukanlah penyetelan kekencangan belt-nya (lihat spesifikasi pada
workshop manual).
2). Periksa minyak power steering. Cek jumlah dan kualitas minyak dengan
melihat deep stik pada tabung recervoir. Lakukan juga pengecekan terhadap
kebocoran yang mungkin terjadi pada pipa/ selang penghubung.

Gambar 48. Titik-titik pemeriksaan kebocoran

24
3). Jika ada kebocoran perbaiki atau atasi terlebih dahulu kebocoran yang
terjadi, tambahkan minyak power steering pada recervoir dan lakukan
bleeding.
4). Bleeding dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
 memastikan jumlah cairan power steering penuh
 menaikkan bagian depan kendaraan dan pasangkan jack-stand
 memutarkan kemudi secara maksimum ke kanan dan ke kiri tiga atau
empat kali dalam kondisi mesin mati, dan mengulanginya sampai
didapatkan level cairan power steering di tangki cadangan stabil, jika
berkurang lakukan penambahan.
 menurunkan bagian depan kendaraan
 menghidupkan mesin pada putaran idle, kemudian memutarkan kemudi
secara maksimum ke kanan dan ke kiri tiga atau empat kali dalam kondisi
mesin hidup, dan mengulanginya sampai didapatkan level cairan power
steering di tangki cadangan stabil dan tidak berbuih. Jika cairan power
steering berkurang lakukan penambahan.

5). Penggantian minyak dilakukan jika kualitas minyak sudah jelek. Penggantian
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Naikkan bagian depan kendaraan
Lepaskan pipa pengembalian minyak dari recervoir dan keluarkan minyak
Dengan mesin hidup idling, putarkan roda kemudi maksimum ke kanan
dan ke kiri sambil mengeluarkan minyak.
Matikanlah mesin.
Isikan minyak baru ke recervoir.
Hidupkan mesin pada 1000 rpm.
Setelah minyak keluar melalui pipa saluran balik, pastikan bahwa minyak
direcervoir selalu penuh dan minyak yang keluar melalui saluran balik
tidak bercampur udara.
Pasang kembali pipa pengembalian minyak dari recervoir.
Lakukan pembuangan udara yang kemungkinan masih tersisa (bleeding)
dengan cara sebagaimana dijelaskan di atas.
Pastikan bahwa pada saat mesin dimatikan, kenaikan level minyak pada
recervoir tidak lebih dari 5 mm.

6). Periksa tekanan minyak power steering. Dengan menggunakan pressure


gauge lakukan pengukuran tekanan minyak pada pada output pompa saat
saluran diblok dan pada saluran terbuka saat kemudi belok maksimal.

Gambar 49. Pemeriksaan tekanan pompa dan kebocoran tekanan

25
7). Periksa roda kemudi dan kolom yang meliputi antara lain: free-play,
kekocakan dan usaha kemudi.

Gambar 50. Pemeriksaan free-play, kekocakan dan usaha kemudi

Wheel alignment perlu diperiksa secara periodik untuk memastikan kondisi


pengemudian nyaman dan keausan roda tidak berlebihan dan abnormal. Dalam
menangani wheel alignment diperlukan alat ukur yang dapat mengukur faktor-
faktornya. Alat ukur manual yang biasa dipakai adalah turning table, CCKG
(camber, caster and king-pin gauge) dan toe gauge.

Gambar 51. CCKG dan turning table

Prosedur pengukuran wheel alignment dengan turning radius dan CCKG


adalah sebagai berikut :
1). Lakukan pemeriksaan tekanan ban dan kondisi ban! Kondisi ban harus
standart.
2). Periksa kondisi bantalan roda serta run-out roda! Jika ada yang tidak baik
perbaiki terlebih dahulu!
3). Periksa kondisi steering lingkage dan ball joint! Steering linkage dan ball joint
harus dalam kondisi yang baik.
4). Periksa kondisi dari suspensi! Suspensi harus dalam kondisi yang baik!
5). Tempatkan kendaraan pada tempat yang rata/ datar!
6). Tempatkan roda depan kendaraan di atas turning table!
7). Tempatkan landasan setebal turning table pada roda belakang!
8). Pasangkan CCKG pada hub roda dengan posisi yang tepat!
9). Tepatkan gelembung udara pada level alat tepat pada nol (0)!
10). Bacalah penunjukkan gelembung pada skala camber gauge!

26
11). Putarkan roda depan dengan pelan-pelan tapi kontinyu ke arah luar sebesar
20o!
12). Putarkan penyetel nol pada belakang skala alat, sehingga skala caster dan
KPI tepat berada pada nol!
13). Putarkan depan dengan pelan-pelan tapi kontinyu ke arah dalam sebesar
20o dari posisi lurus!
14). Bacalah penunjukkan gelembung pada skala caster dan KPI gauge!

Gambar 52. Skala caster dan king-pin pada CCKG

Gambar 53. Pemasangan CCKG pada hub roda

Gambar 54. Melakukan pengukuran dengan CCKG dan turning table

Pengukuran toe angle dilakukan dengan menggunakan rol meter atau


menggunakan alat khusus toe gauge (toe-in gauge). Prosedur pengukuran

27
menggunakan toe-in gauge adalah dimulai dari mengukur jarak pada roda depan
sisi belakang. Kemudian kendaraan didorong/ digerakkan sehingga roda
berputar 180o, baru dilakukan pengukuran untuk roda depan pada sisi depan.
Pengukuran dilakukan pada garis tengah telapak ban dan jika dilihat dari
samping harus rata/ setinggi poros roda.

Gambar 55. Melakukan pengukuran toe


Pengukuran wheel alignment sekarang ini telah banyak dilakukan dengan
bantuan komputer. Ada banyak merk dan tipe alat ukur wheel alignment,
misalnya sebagai berikut :

Gambar 56. Beberapa tipe wheel alignment equipment

Berikut ini kami berikan contoh langkah penggunaan salah satu jenis wheel
alignment equipment merk nussbaum tipe WA – 900/ 920
1). Menyiapkan alat dan bahan.
2). Memeriksa permukaan dan tekanan semua ban, sesuaikan dengan
spesifikasi dengan menggunakan pressure gauge.
3). Memeriksa kekocakan tie rod, bantalan roda, dan ball joint.
4). Mengukur besarnya sudut Toe, Camber, Caster, dan KPI dengan cara sbb. :
a) Tempatkan roda depan kendaraan di atas turning table, dengan skala
“0”.
b) Tempatkan papan ganjal (setebal turning table) di bawah roda belakang,
jika turning table tidak diletakkan pada lantai yang lebih rendah
c) Pasangkan clamp manual pada masing-masing roda. Kemudian
posisikan tengah (center) secara manual sampai didapatkan posisi yang
kuat.

28
Gambar 57. Clamp manual dan pemasangan

d) Pasangkan unit sensor pada clamp manual selanjutnya hubungkan


kabel data antara unit sensor masing-masing roda dengan unit komputer
pada spooring roda.

Gambar 58. Unit sensor

e) Setelah semua terpasang, hidupkan unit spooring dengan memutar


saklar pada posisi ON.
f) Tekan tombol pada unit sensor untuk menghidupkan kemudian tepatkan
unit sensor sejajar dengan tanah (lampu sensor level berwarna hijau
semua).

Gambar 59. Menghidupkan unit sensor

Gambar 60. Lampu sensor level

29
g) Setiap menekan tombol start pada unit komputer maka program
spooring roda nussbaum 900/920 ini akan tampil pada menu utama,
selanjutnya klik icon untuk memulai program.

Gambar 61. Memulai program

h) Pilihlah nama pabrik kendaraan dan tahun pembuatannya yang terdapat


pada databank! Misalnya : KIA Sephia tahun 1999.

Gambar 62. Pemilihan Merek, Tipe dan Tahun


i) Setelah didapatkan jenis kendaraan yang akan diukur, selanjutnya
memilih ukuran diameter pelek sesuai kendaraan tersebut dengan cara
klik (-) mengurangi ukuran diameter pelek dalam satuan inchi.

Gambar 63. Mengurangi diameter pelek

j) Klik skip ROC untuk melanjutkan langkah berikutnya!

30
Gambar 64. Memilih skip ROC

k) Secara otomatis akan tampil seperti pada gambar di bawah ini!

Gambar 65. Proses ROC

l) Tunggu beberpa saat sampai tampilan berubah menjadi hijau dan


proses selesai!

Gambar 66. Hasil ROC


m) Pasangkan pengunci pedal rem dan melepas baut penahan turning
table, klik yes untuk menyatakan persetujuan.

31
Gambar 67. Memasang penahan pedal rem dan melepas turning table pin

n) Setelah itu akan muncul perintah untuk memastikan kondisi roda kemudi
pada posisi lurus. Luruskan kemudi dan tahan posisi tersebut beberapa
saat. Pastikan semua lampu sensor level menyala hijau, jika belum
maka lakukan pengaturan ulang.

Gambar 68. Meluruskan roda depan

o) Setelah ditahan pada posisi lurus beberapa saat akan muncul tampilan
seperti gambar di bawah ini. Putar roda depan ke arah yang ditunjukkan
anak panah 20, sambil melihat monitor komputer. Gerakkan roda
kemudi perlahan-lahan apabila akan mendekati angka 20 sampai
didapatkan posisi yang tepat, tahan beberapa saat sampai muncul tanda
di atas skala yang dituju.

Gambar 69. Gerakkan roda kemudi ke arah anak panah (kiri) 20

32
tanda tepat

Gambar 70. Gerakan roda kemudi ± 20, muncul tanda di atasnya

p) Putar roda depan ke arah kanan 20 dari posisi nol. Pelankan jika sudah
mendekati 20o, dan tahan beberapa saat jika sudah masuk daerah yang
tepat.

Gambar 71. Gerakan roda kemudi tepat arah outer 20


q) Gerakkan roda kemudi pada posisi lurus kembali! Jika sudah tepat lurus,
cek kembali sensor level, pastikan hijau semua. Jika sudah akan
berganti tampilan.

Gambar 72. Meluruskan roda kemudi

r) Bacalah hasil kesimpulan pengukuran/ summary hasil pengukuran.


Profil sumbu roda dan roda, besarnya Toe, Camber, Caster dan KPI
dapat terlihat.
33
Gambar 73. Data Summary

s) Klik “front axle” dua kali untuk melihat hasil pengukuran camber,
caster dan toe.

Gambar 74. Hasil Pengukuran camber, caster dan toe


t) Bandingkan dengan data spesifikasi pada buku manual, jika berbeda
maka lakukanlah penyetelan dengan terlebih dahulu memasang
pengunci kemudi.
u) Jika sudah dilakukan penyetelan dan tampilan ukuran camber, caster
dan toe sudah masuk spesifikasi (berwarna hijau) maka klik dan
akan mengulangi langkah pengecekan yaitu dari langkah n s.d. q.
Setelah itu akan tampil hasil pengukuran yang kedua.

v) Jika semuanya sudah hijau/ sesuai spesifikasi maka akhiri proses


pengukuran dengan meng-klik ikon rumah (home), kemudian klik tombol
shutdown.

Secara rinci langkah penyetelan wheel alignment diberikan uraian sebagai


berikut:
1). Toe angle diperbaiki dengan memperpanjang atau memperpendek tie rod. Hal
yang harus diperhatikan adalah bahwa perubahan harus tetap menjaga agar
panjang pergesaran tie rod kanan sama dengan tie rod kiri. Karena ada dua
posisi tie-rod yakni di depan spindle dan di belakang spindle, maka untuk

34
melakukan penyetelan toe jangan sampai terbalik. Karena toe angle berubah
jika camber/ caster distel, maka penyetelan toe angle dilakukan setelah
penyetelan camber dan caster.

Gambar 75. Melakukan penyetelan toe

2). Camber dan caster distel dengan beberapa cara tergantung dari tipe suspensi
dan tipe dari penyetelnya. Pada suspensi macpherson, camber distel dengan
cara merubah sudut hubungan antara shock absorber dan steering knuckle,
sedangkan caster distel dengan merubah jarak antara lower arm dan strut bar
menggunakan spacer atau mur penyetel.

Gambar 76. Melakukan penyetelan camber pada macphershon

Pada model wishbone penyetelan camber dan caster ada yang model u
shim dan ada yang model nock, ada yang terpisah dan ada yang secara
bersama-sama. Untuk yang model nock, pada ujung dalam lower arm
dilengkapi dengan baut pengikat tipe eccentric cam (nock), ada yang satu set
maupun dua set tergantung dari tipe arm-nya. Bila baut nock diputar maka

35
center lower arm akan bergeser ke kiri atau ke kanan yang menyebabkan
lower ball joint center bergeser karena lower arm didukung oleh strut bar. Tipe
penyetelan secara bersama ini dipakai pada tipe suspensi strut maupun
wishbone.

Gambar 77. Melakukan penyetelan camber model nock

Model penyetel yang lain adalah menggunakan U-shim. Untuk menyetel


camber digunakan U-shim ganda, sedangkan untuk merubah camber dan
caster digunakan U-shim tunggal.

Gambar 78. Penyetel camber model shim

Rotasi roda juga sangat diperlukan pada perawatan, agar didapatkan


keausan yang merata atau berimbang. Rotasi roda radial bisa mengikuti pola
seperti gambar di bawah ini.

Gambar 79. Pola rotasi roda

36
Pemakaian menyebabkan keausan yang tidak selalu merata. Pemeriksaan
roda dari ketidak-balanan secara periodik sangat diperlukan untuk memastikan
roda pada kondisi balan. Pemasangan ban ke pelek yang tidak tepat juga bisa
mengakibatkan roda tidak balan dan menyebabkan pengendaraan tidak nyaman
atau kemudi menjadi bergetar. Tanda titik warna yang dibuat oleh pabrikan,
biasanya berwarna kuning harus dipasang tepat pada sisi nipple.

Gambar 80. Tanda pemasangan pada ban, bulatan warna kuning

Pada ban juga terdapat tanda berupa warna merah. Warna merah ini
menunjukkan bagian dinding ban yang paling tinggi atau bagian paling
melengkung keluar. Fungsi tanda warna merah ini untuk mendapatkan
keseimbangan saat memasangnya pada pelek besi, karena biasanya pada pelek
besi ada sedikit oval. Pada pelek besi terdapat area emboss atau area paling
rendah dari pelek besi. Titik emboss ini biasanya ditandai dengan bulatan
berwarna (warnanya tidak tentu tapi bentuknya bulat) pada pelek besi.

Gambar 81. Tanda pemasangan pada ban, bulatan warna merah dan kuning

37
2. Sistem Rem Kendaraan
a. Prinsip dan Konstruksi Sistem Rem
Sistem rem kendaraan adalah suatu mekanisme yang secara mendasar
berfungsi untuk mengurangi dan atau menghentikan laju kendaraan. Selain itu
sistem rem juga berfungsi untuk menahan posisi diam kendaraan, dan pada
perkembangannya sistem rem juga dipergunakan untuk mengendalikan
kecepatan putar roda. Sistem rem untuk memperlambat dan menghentikan laju
kendaraan merupakan fungsi rem utama, sedangkan untuk menahan posisi diam
kendaraan adalah merupakan fungsi rem parkir. Perkembangan sistem rem yang
berpengendali elektronik, menjadikan sistem rem semakin “pintar” yakni
sekaligus berfungsi untuk membedakan putaran roda kanan dan kiri saat
berkendara.
Prinsip dasar sistem rem mekanis adalah dengan merubah energi gerak
menjadi energi panas melalui sebuah gesekan mekanis antara dua obyek, yaitu
obyek yang bergerak dan obyek yang diam. Rem bekerja disebabkan oleh gaya
yang menekan atau melawan sebuah obyek yang berputar. Energi gerak diubah
menjadi energi panas dengan melalui gesekan, sehingga obyek yang berputar
menjadi berhenti. Obyek putar pada sistem rem biasa berbentuk tromol dan
cakram, sedangkan obyek diamnya adalah kampas/ pad. Gambar di bawah ini
menunjukkan konsep pengubahan energi gesek menjadi energi panas pada rem
tromol.

Gambar 82. Konsep perubahan energi mekanis menjadi panas

Mayoritas sistem rem utama dan rem parkir kendaraan ringan terletak pada
roda, dan khusus rem parkir mayoritas ada pada roda belakang. Pada kendaraan
berat (bus dan truk) rem utama terletak di roda, sedangkan rem parkir terletak
pada poros keluar transmisi. Pada kendaraan ringan dengan sistem transmisi
otomatis, selain rem parkir di roda, juga terdapat posisi “P” pada transmisi yang
juga merupakan sebuah unit rem mekanis. Gambar di bawah ini menunjukkan

38
sebuah konstruksi dasar sistem rem, dengan rem depan menggunakan cakram
dan belakang menggunakan tromol.

Gambar 83. Konstruksi sistem rem pada kendaraan

Selain sistem rem mekanis, ada juga rem yang memanfaatkan energi
pneumatik, yaitu mengendalikan/ mengurangi laju kendaraan memanfaatkan
kompresi mesin untuk melawan kelajuan kendaraan, yang biasa disebut engine
brake. Rem gas buang tidak digunakan sebagai rem utama melainkan hanya
sebagai tambahan. Engine braking secara normal akan mampu mengurangi
kelajuan kendaraan walaupun optimalisasinya kurang. Sistem rem gas buang
merupakan upaya untuk meningkatkan optimalisasi pengereman dengan mesin.
Tidak hanya langkah kompresi yang dimanfaatkan, namun ditambah juga
dengan langkah buangnya, yaitu dengan menghambat/ menutup saluran buang.
Sistem ini jarang digunakan pada kendaraan ringan, namun banyak ditemukan
diaplikasikan pada kendaraan besar (truk & bus), hal ini terkait dengan besarnya
energi untuk kompresi pada kendaraan ringan relatif kecil dibanding bus dan
truk.
Tipe-tipe rem yang lazim digunakan pada kendaraan ringan dibedakan
menjadi beberapa tinjauan. Berdasar tinjauan bidang geseknya dibedakan
menjadi dua, yaitu rem tromol dan cakram. Konstruksi rem tromol ada
bermacam-macam, antara lain yaitu : leading trailing, two leading, uni servo dan
duo servo. Leading trailing menggunakan satu silinder aksi ganda dan anchor,
sebagaimana terilihat pada gambar di bawah ini:

39
Gambar 84. Konstruksi Leading Trailing
Sepatu rem yang mempunyai gerakan searah dengan putaran tromol disebut
leading dan yang berlawanan arah putaran tromol disebut trailing. Jadi saat
bergerak maju maupun mundur terdapat satu leading dan satu trailing. Sepatu
rem leading mempunyai gaya pengereman yang lebih besar karena efek
terseretnya sepatu rem oleh putaran tromol. Hal itu biasa disebut self-energizing
effect.
Model two leading menggunakan dua silinder hidrolik tetap. Pada model
single action kedua silindernya hanya mempunyai satu piston, sedangkan yang
model double action kedua silindernya mempunyai dua piston. Model single
action sering disebut two leading sedangkan model double action sering disebut
dual two leading. Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi konstruksi model-
model tersebut. Model ini mempunyai keuntungan gaya pengeremannya lebih
baik, karena kedua sepatu rem mempunyai self-energizing effect.

Gambar 85. Konstruksi Two Leading dan Dual Two Leading

Model selanjutnya adalah uni-servo. Model uni-servo menggunakan satu


silinder tetap dengan aksi tunggal dan satu adjuster model sliding. Model ini juga
mempunyai keuntungan gaya pengeremannya baik pada saat maju, karena
kedua sepatu rem mempunyai self-energizing effect, namun saat mundur, kedua

40
sepatu menjadi trailing, sehingga gaya pengereman lemah. Gambar di bawah ini
memberikan ilustrasi konstruksi model tersebut.

Gambar 86. Konstruksi Uni-servo

Kelemahan model uni-servo disempurnakan oleh model duo-servo. Model


duo-servo menggunakan satu silinder tetap dengan aksi ganda dan satu adjuster
model sliding. Model ini juga mempunyai keuntungan gaya pengeremannya baik
pada saat dan mundur. Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi konstruksi
model tersebut.

Gambar 87. Konstruksi duo-servo dan ilustrasi gaya pengeremannya

Bagian-bagian rem tromol secara umum seperti terlihat pada gambar di


bawah ini, sedangkan secara spesifik tergantung dari jenis atau tipenya.

Gambar 88. Nama-nama bagian rem tromol

41
Konstruksi rem cakram secara garis besar dibedakan menjadi dua macam,
yaitu: anchored/ fixed caliper dan floating caliper. Fixed caliper biasa digunakan
pada mobil balap, menggunakan dua atau 4 piston sedangkan yang dipasangkan
berseberangan. Floating caliper biasa digunakan di mobil kecil, menggunakan
satu atau dua piston yang dipasangkan berdampingan. Gambar di bawah ini
memberikan ilustrasi jenis-jenis tersebut.

Gambar 89. Konstruksi fixed caliper dan floating caliper

Berdasar jenis mekanisme pengoperasiannya rem dikelompokkan menjadi


mekanik, hidrolik, pneumatik, hidro-pneumatik dan elektronik. Pada sepeda
motor masih banyak menggunakan sistem mekanis, baik mekanik batang
maupun kabel (push-pull cable). Pada kendaraan ringan yang paling banyak
digunakan adalah sistem hidrolik dibantu dengan booster pneumatik untuk
sistem rem utamanya, sedangkan untuk rem parkir menggunakan sistem
mekanis.
Pola dasar sistem hidrolik kendaraan ringan ada dua macam yaitu pola H
dan pola X. Pada pola H, caliper ke dua roda depan disuplai dari sumber tekanan
master silinder yang berbeda dengan wheel cylinder kedua roda belakang. Pada
pola X, keluaran dari master silinder masing-masing menyuplai caliper dan wheel
cylinder secara diagonal (depan kanan-belakang kiri dan depan kiri-belakang

42
kanan). Gambar berikut ini menunjukkan lebih jelas mekanisme hidrolik dasar
pada kendaraan.

Gambar 90. Konstruksi sistem mekanisme rem hidrolik pada kendaraan

Komponen sistem mekanisme rem hidrolik pada aplikasinya meliputi : pedal,


booster, master cylinder, brake lines & brake fluid, proportioning valve, wheel
cylinder/ caliper. Pedal rem merupakan pesawat sederhana (pengungkit) yang
digunakan untuk meringankan gaya penekanan. Panjang lengan kuasa
dikonstruksi lebih panjang daripada penjang lengan beban, agar didapatkan
keuntungan mekanis.

Gambar 91. Skema konstruksi pedal rem

Booster digunakan untuk meringankan pengemudi dalam menekan pedal


rem. Prinsip kerja booster adalah memanfaatkan perbedaan tekanan antara dua
ruangan, constant pressure chamber dan variable pressure chamber.
Pengaturan dilakukan dengan valve/ katup yang didorong oleh pedal melalui
valve operating rod. Konstruksi booster dapat dilihat pada gambar berikut ini:

43
Gambar 92. Skema konstruksi booster

Master silinder digunakan sebagai pembangkit gaya fluida. Konstruksi


master silinder pada kendaraan ringan mayoritas tandem, yaitu dalam dua unit
master silinder (primer dan sekunder) di satukan dalam satu unit konstruksi
dengan dipasang berurutan/ sebaris. Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi
konstruksi master cylinder tersebut. Unit master silinder dilengkapi dengan tangki
cairan sebagai persediaan agar kebutuhan cairan rem selalu terpenuhi. Terdapat
sensor pemantau level cairan rem, jika cairan rem kurang, maka indikator rem di
dashboard (menjadi satu dengan indikator rem parkir) akan menyala.

Gambar 93. Konstruksi master cylinder tandem

44
Gambar 94. Bagian-bagian master cylinder

Master cylinder menghasilkan tekanan hidrolik saat pedal ditekan. Tekanan


hidrolik keluar melalui check valve dan jalur pemipaan ke wheel cylinder. Check
valve berfungsi untuk menjaga agar tekanan fluida di jalur pipa terjaga pada
tekanan tertentu. Terjaganya tekanan pada pipa menjadikan respon pengereman
lebih cepat dan mencegah masuknya udara ke saluran cairan rem yang dapat
mengganggu kinerja sistem hidrolik.

Gambar 95. Konstruksi check valve

Konstruksi check valve dapat dilihat pada gambar di atas. Pada saat tekanan
master terbangkitkan, cairan rem mengalir dan mendorong check valve terbuka,
sehingga cairan rem mengalir lewat bagian tengah katup. Pada saat pedal
dilepas, tekanan master turun dan aliran cairan rem kembali dari chamber H ke
chamber M melalui point A karena katup tertutup. Point A akan membentuk
saluran (terbuka) jika tekanan chamber H lebih tinggi dari tekanan pegas check

45
valve. Saat tekanan fluida di chamber H sama dengan tekanan pegas check
valve, maka point A akan tertutup.
Cairan rem (brake fluid) mengalir ke wheel cylinder melalui selang fleksibel
dan pemipaan. Selang fleksibel dipasang pada pemipaan yang menuntut
adaptasi gerak, yaitu didekat roda, karena roda posisinya variatif oleh adanya
sistem suspensi dan kemudi. Cairan rem pada umumnya kendaraan ringan
menggunakan cairan rem netral, yaitu DOT 3. Cairan dituntut mempunyai
karakteristik khusus untuk memenuhi tujuan penggunaannya, yaitu sebagai
cairan tenaga, yang salah satunya harus mempunyai titik didih yang tinggi. Jika
cairan rem sampai mendidih dan menguap, maka akan menyebabkan vapor lock,
yang menyebabkan tekanan tidak akan diteruskan secara optimal dan bahkan
sama sekali tidak diteruskan. Vapor lock terjadi jika kerja rem berlebihan, adanya
panas dari imbas gesekan abnormal pada tromol/ cakram, dan atau karena
memburuknya kualitas cairan rem. Udara atau uap dalam sistem hidrolik sangat
mengganggu, oleh karena itu perlu tindakan “bleeding” yaitu mengeluarkan
udara dari dalam sistem hidrolik.
Pengubah tekanan fluida menjadi gerak mekanis adalah wheel cylinder atau
caliper. Tekanan fluida diubah menjadi gerak mekanis oleh piston dan diteruskan
ke brake pad atau brake shoe. Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi
konstruksi wheel cylinder. Jenis wheel cylinder ada single action (satu piston)
dan double action (dua piston).

Gambar 96. Konstruksi wheel cylinder

Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi konstruksi caliper untuk roda


depan dan belakang. Konstruksi caliper roda belakang terintegrasi dengan
mekanisme rem parkir .

46
Gambar 97. Konstruksi caliper roda depan dan belakang

Sepatu rem dan pad (kampas rem) berfungsi sebagai media atau bidang
geser terhadap tromol dan atau cakram. Kampas rem tromol dipasang menempel
pada backing plate. Konstruksi pemasangan kampas terhadap wheel cylinder
tergantung pada jenis konstruksinya. Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi
pemasangan kampas rem pada backing plate. Pegas pengembali dipasang
untuk mengembalikan posisi kampas rem setelah gaya dorong fluida hilang saat
pedal rem dibebaskan.

Gambar 98. Konstruksi pemasangan kampas pada backing plate

Jarak kampas rem terhadap tromol bertambah akibat keausan kampas


rem. Jika jarak kampas rem dan tromol bertambah, maka akan menyebabkan
perubahan langkah pedal rem dan juga menyebabkan langkah piston wheel
silinder bertambah panjang. Jika hal tersebut dibiarkan maka akan menyebabkan
respon rem lambat, berkurangnya langkah pedal, langkah wheel cylinder terlalu
jauh dan akibat fatalnya adalah kegagalan sistem pengereman. Karena itulah
maka celah antara kampas dan tromol harus disetel.

47
Gambar 99. Konstruksi penyetel model terpisah dan terintegrasi

Mekanisme penyetel jarak kampas ada yang menjadi satu dengan wheel
cylinder dan ada yang terpisah. Untuk model leading trailing menggunakan
penyetel terpisah dan terletak dibagian di sepertiga bagian atas kampas sejajar
wheel silinder, maupun terintegrasi pada kedua sisi wheel silinder.

Gambar 100. Konstruksi penyetel kampas terpisah pada duo servo

Model uni-servo maupun duo servo pada umumnya menggunakan model


penyetel terpisah dari wheel silinder dan terletak dibagian bawah (ujung bawah
kampas rem). Gambar di atas memberikan ilustrasi posisi penyetel tersebut.
Gambar tersebut juga memberikan ilustrasi model penyetelan otomatis, yaitu
celah kampas akan terbentuk dengan melakukan pengereman beberapa kali,
terutama dengan rem parkir.
Model two leading pada umumnya menggunakan model penyetel menyatu
dengan wheel silinder. Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi posisi penyetel
tersebut dan tipe silinder rodanya.

48
Gambar 101. Konstruksi penyetel kampas terpisah pada two leading

Pada rem cakram, penyetelan celah pad dan cakram terjadi secara otomatis
oleh kerja seal piston caliper. Elastisitas seal piston memberikan/ membentuk
jarak antara pad dan cakram. Gambar 91 memberikan ilustrasi jarak atau celah
yang dibentuk oleh elastisitas seal piston caliper.

Gambar 102. Jarak pad dan cakram terbentuk oleh elastisitas seal

Namun ada juga konstruksi rem cakram yang terdapat penyetel yang dapat
mengatur celah antara kampas dan cakram. Penyetelan terutama dilakukan
setelah dilakukan overhaul caliper. Penyetel berada di caliper bagian sisi
belakang piston, sebagaimana terlihat pada gambar berikut:

Gambar 103. Ilustrasi penyetelan jarak pad dan cakram

49
Keausan kampas rem akan berakibat kemampuan pengereman berkurang
dan jika sampai kampas rem habis, pengereman bisa gagal. Pada beberapa
konstruksi, sistem peringatan dini terhadap keausan kampas diberikan dengan “
pad wear indicator” atau “pad wear warning”. Jika kampas sudah aus atau
mendekati limit batas pemakaian akan terdengar suara gesekan ringan logam
dengan logam. Pada bagian kampas rem, dipasangkan sebuah klip logam “metal
clip” yang jika kampas sudah aus maka klip metal tadi akan bergesekan dengan
cakram sehingga menimbulkan bunyi sebagai bentuk peringatan. Gambar di
bawah ini memberikan ilustrasi posisi klip logam sebagai bentuk “pad wear
warning”.

Gambar 104. Pad wear warning

Rem parkir (parking brake) pada umumnya diaktifkan dengan dioperasikan


menggunakan tangan, sehingga sering disebut juga hand brake. Rem parkir
digunakan untuk menahan kendaraan saat berhenti agar tidak bergeser/
bergerak akibat posisi jalan atau sebab lain. Meaknisme rem parkir
menggunakan sistem mekanis, baik untuk model tromol maupun cakram.
Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi mekanisme sistem rem parkir.

Gambar 105. Mekanisme rem parkir

50
b. Perawatan dan Perbaikan Sistem Rem Kendaraan
Perawatan atau pemeliharaan merupakan tindakan pembersihan,
pemeriksaan, pengukuran dan penyetelan komponen dan atau sistem, untuk
menjaga agar kinerja sistem selalu dalam kondisi optimal. Perbaikan adalah
melakukan tindakan memperbaiki komponen yang rusak, cacat, atau aus dan
mengganti komponen yang habis masa pakainya karena rusak parah atau habis.
Pada sistem rem kegiatan perawatan dan perbaikannya antara lain adalah:
1) Brake Pedal
Pedal rem merupakan komponen sistem rem yang langsung berinteraksi
dengan pengemudi. Perawatan yang dilakukan adalah dengan mengatur
ketinggian dan free play pedal. Perawatan dilakukan dengan mengecek
dengan mengukur tinggi pedal rem dari lantai kendaraan dan celah antara
punggung batang pedal dan dudukan brake switch. Ketinggian pedal perlu
dipelihara agar kenyamanan pengemudi terjamin dan keamanan dan
optimalisasi kerja brake switch terjaga. Jika hasil pengukuran ditemukan hasil
yang tidak sesuai, maka penyetelan perlu dilakukan. Penyetelan dilakukan
dengan mengatur baut penghenti/ baut penyetel pedal rem, komponen nomor
8 pada gambar 100 di bawah ini.

Gambar 106. Tinggi pedal dan celah pedal terhadap dudukan saklar rem

Untuk memperlancar gerakan pedal diteruskan ke pushrod, maka pada


clevis pin perlu diberi grease secara berkala, sebagaimana terlihat pada gambar
di bawah ini, pada komponen nomor 3 terdapat simbol grease.

51
Gambar 107. Konstruksi pedal rem pada dudukannya
Free play perlu diatur untuk memastikan bahwa pedal mempunyai gerak
bebas yang cukup sehingga sistem rem dipastikan betul-betul tidak bekerja saat
pedal rem tidak diinjak. Free play yang terlalu besar menyebabkan respon
pengereman menjadi kurang, namun free play yang terlalu kecil tidak disarankan
karena menjadikan sulit memastikan betul ada free play atau tidak. Gambar di
bawah ini memberikan ilustrasi pemeriksaan free play.

Gambar 108. Pemeriksaan gerak main bebas pedal rem

Jika hasil pemeriksaan free play pedal rem tidak sesuai spesifikasi, maka
dilakukan penyetelan yaitu dengan menambah atau mengurangi panjang
master cylinder pushrod. Dengan mengendorkan mur kontra/ mur penahan,
pushrod dapat diputarkan untuk menambah atau mengurangi panjangnya.
Gambar di bawah ini memberi ilustrasi posisi mur penahan dan pushrod.

52
Gambar 109. Posisi mur penahan pushrod

Perawatan berikutnya adalah dengan memeriksa celah atau jarak antara


lantai kendaraan terhadap pedal saat penekanan pedal maksimal. Jarak
tersebut merupakan jarak cadangan langkah pedal. Jika jarak tersebut lebih
kecil dari yang seharusnya, hal tersebut mengindikasikan keausan kampas,
penyetelan jarak kampas dan tromol yang tidak tepat atau terdapat udara
dalam sistem hidrolik. Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi pengukuran
jarak pedal ke lantai saat penekanan maksimal.

Gambar 110. Jarak pedal terhadap lantai saat penekanan maksimal

Keausan kampas dapat diperiksa secara visual melalui lubang inspeksi.


Pemeriksaan visual adalah dengan melihat kedalaman alur/ groove pada pad
yang digunakan sebagai acuan batas aman pemakaian. Gambar di bawah ini
memberikan ilustrasi pemeriksaan dan posisi lubang inspesi pada rem cakram
dan rem tromol. Pemeriksaan lebih teliti dilakukan dengan pembongkaran
dan pengukuran ketebalan kampas.

53
Gambar 111. Pemeriksaan ketebalan kampas melalui lubang inspeksi

Jarak kampas terhadap tromol dapat dilakukan pengecekan dan


penyetelan secara langsung. Jika menggunakan penyetel otomatis, bisa
dilakukan penyetelan dengan menarik optimal rem parkir dan melepaskannya
kembali 3 s.d. 5 kali. Jika masih panjang langkahnya kemungkinan penyetel
otomatis tidak berfungsi dengan baik atau rusak, lakukan pemeriksaan
mekanisme penyetel otomatisnya. Jika tidak menggunakan penyetel otomatis,
maka penyetelan jarak kampas dilakukan secara manual menggunakan alat
khusus untuk memutar penyetel jarak kampas. Jarak kampas dan tromol
dibuat rapat sehingga roda terkunci, kemudian dilonggarkan sedikit demi
sedikit sampai roda bebas. Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi alat
penyetel, proses penyetelan dan jenis-jenis penyetel manual jarak kampas
dan tromol.

Gambar 112. Alat penyetel, proses penyetelan dan jenis-jenis penyetel

Jika ketebalan kampas dan jarak kampas baik namun celah pedal ke
lantai terlalu pendek, perlu dilakukan pengecekan terhadap kebocoran sistem
hidrolik pada sambungan-sambungan brake lines, master cylinder, wheel
cylinder dan jumlah cairan rem pada tangki penampungan. Pastikan tidak
terdapat kebocoran dan jumlah cairan rem memadai. Jika ditemukan adanya
kebocoran, perbaiki terlebih dahulu kebocoran tersebut baik dengan
mengencangkan sambungan atau mengganti komponen yang bocor. Setelah

54
yakin tidak ada kebocoran dan jumlah cairan rem memadai, lakukan
“bleeding” atau pengeluaran udara dari dalam sistem hidrolik.
“Bleeding” dimulai dari wheel cylinder terjauh dan diakhiri pada wheel
cylinder terdekat. Hal itu terutama jika jalur yang bocor atau terbuka yang
menyebabkan udara masuk berada diarea master silinder. Jika yang bocor
atau yang terbuka bukan di area master silinder maka “bleeding” dimulai dari
wheel cylinder terdekat dari area yang terbuka dan diakhiri pada yang terjauh
dari area yang terbuka. Langkah “bleeding” secara rinci adalah sebagai
berikut:
a) letakkan kendaraan di tempat yang rata, kemudian pasang jack-stand
b) lepaskan tutup karet nipel, pasangkan selang transparan dan pasangkan
kunci nipel (SST)
c) siapkan wadah penampung transparan pada ujung selang yang lain

Gambar 113. Pemasangan selang, wadah penampung dan kunci nipel

d) satu orang harus menekan pedal beberapa kali dan menahannya pada
posisi tertekan
e) orang kedua membuka/ mengendorkan nipel bleeding, mengeluarkan
cairan rem dan menutup kembali nipel bleeding dengan kunci nipel

Gambar 114. Penekanan pedal, dan pengendoran-pengencangan nipel

55
f) ulangi langkah d dan e sampai tidak ada gelembung udara terlihat pada
cairan rem yang keluar dari nipel bleeding. Pastikan cadangan cairan rem
pada tangki cadangan selalu di atas batas minimal
g) berpindah ke wheel cylinder yang lainnya sesuai urutannya
h) lakukan langkah b s.d. g hingga semua roda ter-bleeding
i) lakukan pemeriksaan untuk memastikan kerja rem bagus
j) pastikan tidak ada kebocoran cairan rem dan bersihkan dengan segera
jika ada tumpahan cairan rem
k) setelah semua roda di bleeding, pastikan tanki cadangan diisi sampai
batas maksimal

Bleeding juga dilakukan jika dilakukan penggantian komponen sistem hidrolik


dan atau dilakukan overhaul sistem hidroliknya.
2) Booster
Perawatan atau pemeliharaan booster adalah dengan memastikan tidak
terdapat kebocoran pada bodi booster, selang vacum, membran maupun
katup sehingga booster bekerja dengan baik. Pemeriksaan kinerja booster di
kendaraan dapat dilakukan dengan menekan pedal rem beberapa kali pada
saat belum hidup, langkah maksimal pedal harus tetap dan tidak berubah
pada injakan pertama, kedua dan seterusnya. Kemudian tekan pedal dan
tahan kemudian mesin dihidupkan. Jika booster bekerja maka pedal akan
bereaksi turun sedikit dengan perlahan. Pengecekan yang lainnya adalah
pengecekan kebocoran/ kekedapan udara, yaitu dengan cara mesin
dihidupkan 1-2 menit, tekan pedal beberapa kali perlahan-lahan. Jika tekanan
pertama lebih jauh dari pada tekanan kedua dan ketiga kondisi booster baik.
Gambar di bawah ini mengilustrasikan pemeriksaan booster tersebut.
Selanjutnya pedal kita tekan saat mesin hidup kemudian kita tahan, kemudian
mesin dimatikan pedal ditahan sekitar 30 detik. Booster baik jika posisi pedal
harus tidak ada perubahan, dan jika pedal dilepas dan diinjak kembali maka
pedal akan tertahan pada ketinggian yang lebih tinggi.

Gambar 115. Ilustrasi pengecekan kinerja dan kekedapan booster

56
Jika dari pengecekan di atas terdapat ketidak normalan maka
pemeriksaan lainnya adalah dengan mendengarkan secara seksama saat
pedal diinjak dan dibebaskan, apakah terdengar suara desis yang tidak
seharusnya ada, dan kapan bunyi desis itu terdengar. Pemeriksaan lebih teliti
dapat dilakukan dengan memberikan kevacuman tertentu dan melihat dan
atau mengukur panjang langkah reaksi pushrod-nya. Hasil yang didapat
dibandingkan dengan spesifikasi pada panduan servisnya. Jika nilainya tidak
sesuai mengindikasikan adanya kerusakan atau kebocoran.
Bagian booster yang diperiksa adalah katup satu arah. Katup dikatakan
bekerja dengan baik jika, katup ditiup dari luar ke dalam tertutup dan jika ditiup
dari dalam keluar katup terbuka. Pastikan letak katup satu arah, apakah ada
pada selang vacuum atau menempel pada bodi booster. Gambar di bawah ini
mengilustrasikan pemeriksaan katup satu arah yang menempel pada bodi
booster.

Gambar 116. Ilustrasi pengecekan kinerja katup satu arah booster

3) Master cylinder
Perawatan atau pemeliharaan master cylinder adalah dengan
memastikan tidak terdapat kebocoran pada bodi, saluran keluar dan di sekitar
piston. Pemeriksaan lebih teliti adalah dengan mengukur tekanan keluar
master cylinder. Jika tekanan maksimumnya kurang, hal tersebut
mengindikasikan ada komponen yang aus atau terjadi kebocoran. Jika
tekanan cairan rem yang keluar dari master cylinder kembali ke “nol” saat
injakan pedal dibebaskan, hal itu mengindikasikan check valve sudah tidak
berfungsi. Pemasangan manometer pengukur tekanan dilakukan sebelum
proportioning valve untuk mengukur tekanan pembangkitan oleh master
cylinder dan sesudah proportioning valve untuk mengukur pengaturan
tekanan oleh proportioning valve. Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi
pemasangan manometer.

57
Gambar 117. Pemasangan manometer untuk mengukur tekanan fluida

Jika hasil pengukuran tekanan pembangkitan master cylinder sesuai


spesifikasi namun tekanan hilang begitu dilepas tekanan pedalnya, maka
lakukan penggantian check valve pada saluran keluar. Jika hasil pengukuran
tekanan pembangkitan master cylinder di bawah batas spesifikasi, maka
direkomendasi dilanjutkan pemeriksaan komponen master cylinder dengan
pembongkaran. Gambar di bawah ini mengilustrasikan master cylinder dalam
kondisi terbongkar. Setelah master silinder dibongkar, lakukan pemeriksaan
silinder, piston dan piston seal. Jika yang ditemukan aus adalah silindernya,
maka disarankan untuk ganti unit master cylinder baru. Jika piston seal
mengalami keausan, lakukan penggantian piston sealnya. Namun
rekomendasi dari pedoman servis, penggantian seal sekaligus dengan
pistonnya. Berdasarkan pada gambar di bawah ini, kode kotak hitam berhuruf
R adalah disarankan untuk dilakukan penggantiaan begitu dilakukan overhaul.
Kode silinder hitam bertuliskan brake fluid maknanya adalah pada saat
memasang kembali, diharuskan dilumasi dengan brake fluid. Setelah
dilakukan penggantian komponen dan dirakit kembali, lakukan pengujian
tekanan ulang.

Gambar 118. Ilustrasi master cylinder dalam kondisi terbongkar

58
4) Brake lines dan mekanisme rem parkir
Saluran cairan rem dari master cylinder ke wheel cylinder melalui
beberapa komponen dan dan sambungan-sambungan. Perawatan yang
dilakukan pada brake line adalah memeriksa secara visual dari kemungkinan
kebocoran dan terjepit atau tertekuk selama pemakaian. Pemeriksaan
kebocoran terutama difokuskan pada sambungan-sambungan pipa/ selang.
Jika terjadi kebocoran pada sambungan lakukan perbaikan dengan
mengeraskan sambungan dan atau menggantinya jika diperlukan.
Mekanime rem parkir menggunakan mekanisme mekanis. Tuas rem
parkir jika ditarik, langkah maksimalnya adalah 5-7 klik dengan penarikan
penarikan dengan gaya sekitar 10 kgf. Jika kurang atau lebih dari 5-7 klik,
lakukan penyetelan. Penyetelan dilakukan dengan membuka penutup tuas
tuas rem parkir, kemudian mengendorkan mur penahan kemudian mengatur
penyetelnya. Pengaturan dilakukan saat tuas rem parkir bebas atau tidak
ditarik.

Gambar 119. Ilustrasi penyetelan rem parker

5) Drum & brake shoe unit


Perawatan tromol unit adalah dengan melakukan pembersihan secara
periodik dari kotoran dan debu kampas. Pemeriksaan keausan visual dan
pengukuran diameter tromol dilakukan untuk memastikan tromol dalam
kondisi baik. Pemeriksaan visual antara lain mengamati bekas goresan rata
atau tidak dan tromol retak atau tidak. Keausan tromol akan menjadikan
diameternya lebih besar dan atau tidak bulat. Jika diameternya melebihi
standar, maka tromol harus diganti, namun jika tromol tidak bulat (oval) dan
atau mengalami keausan tidak merata maka dilakukan, pembubutan tromol.
Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi pemeriksaan visual dan
pengukuran tromol.

59
Gambar 120. Pemeriksaan dan pengukuran master cylinder

Selain tromol, kampas juga perlu dilakukan pemeriksaan dengan


melakukan pembersihan secara periodik dari kotoran dan debu kampas.
Pemeriksaan keausan visual dan pengukuran ketebalan kampas dilakukan
untuk memastikan kampas dalam kondisi baik. Jika hasil pengukuran melebihi
limit servis, maka kampas harus diganti. Pada saat pemasangan kembali unit
rem tromol setelah dibongkar dan dibersihkan maka beberapa kontak dengan
baking plate harus diberi pelumas.

6) Disc & caliper unit

Gambar 121. Pemeriksaan dan pengukuran cakram

Perawatan disc/ cakram dan caliper unit meliputi antara lain pemeriksaan
visual terhadap disc, pad dan caliper set. Perawatan cakram relatif lebih
mudah dari pada tromol karena tidak memerlukan pembersihan secara
periodik dari kotoran dan debu kampas. Pemeriksaan keausan visual,
pengukuran ketebalan cakram dan pengukuran keolengan cakram dilakukan

60
untuk memastikan cakram dalam kondisi baik. Gambar di atas memberikan
ilustrasi pemeriksaan visual dan pengukuran cakram.
Pemeriksaan visual dilakukan untuk memastikan kausan cakram merata,
tidak tergores dan tidak retak. Pengukuran dilakukan terhadap keolengan dan
ketebalan cakram masih dalam batas toleransi atau tidak. Jika masih dalam
batas toleransi, cakram masih bisa digunakan. Jika cakram ketebalannya
dibawah batas minimal, maka cakram harus diganti. Jika keolengan/ run out
cakram melampaui batas spesifikasinya, maka cakram harus diperbaiki atau
diganti. Perbaikan dilakukan dengan membubut cakram yang runout-nya
berlebihan.

3. Sistem Suspensi Kendaraan


a. Prinsip dan Konstruksi Sistem Suspensi Kendaraan

Gambar 122. Ilustrasi pemodelan sistem suspensi pada kendaraan

Saat berkendara di jalan, kita akan menemui beragam karakteristik


permukaan jalan, mulai dari permukaan rata atau datar hingga bergelombang
dan atau berlubang. Permukaan jalan yang tidak rata atau bergelombang akan
berakibat getaran/ goncangan pada kendaraan, yang membuat kendaraan
menjadi kurang nyaman dikendarai. Demikian juga saat mengubah kecepatan
kendaraan secara mendadak, baik percepatan maupun perlambatan, akan
menimbulkan efek kejutan pada kendaraan. Sistem suspensi diperlukan untuk
meminimalkan ketidaknyamanan berkendaran tersebut di atas. Secara sistem,
sebagaimana diilustrasikan pada gambar di atas, terdapat beberapa bagian
kendaraan yang dapat meredam getaran/ goncangan dan kejutan akibat dampak
berkendara, antara lain ban, suspensi dan bracket/ rubber mounting.

61
Dalam berbagai kajian tentang gaya yang bekerja pada sebuah mobil yang
bergerak, ada 2 persfektif umum terkait dinamika pada mobil yang bergerak,
yaitu riding dan handling. Riding dimaknai sebagai kemampuan mobil untuk tetap
dalam kondisi stabil saat melalui jalan bergelombang/ tidak rata. Sedangkan
Handling dimaknai sebagai kemampuan mobil untuk akselarasi, mengerem dan
menikung dengan aman. Kedua kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh kerja
sistem suspensi.
Berdasar persfektif riding dan handling, sedikitnya ada 3 faktor penting yang
menjadi syarat kenyamanan dan kemanan kendaraan, yaitu road isolation, road
holding, dan cornering. Road isolation merupakan kemampuan kendaraan untuk
menyerap dan mengisolasi kejutan tanpa menimbulkan osilasi yang berlebihan.
Road holding adalah kemampuan mobil untuk menjaga gaya gesekan antara ban
dan permukaan jalan saat terjadi perubahan kecepatan dan arah. Sedangkan
cornering merupakan kemampuan mobil untuk melalui jalan menikung, yaitu
meminimalkan body roll yang diakibatkan oleh gaya sentrifugal saat melalui jalan
menikung. Ketiga kemampuan tersebut dapat dilakukan oleh sebuah kendaraan
karena didukung oleh sistem suspensi.
Dari uraian di atas, jelas bahwa sistem suspensi memiliki fungsi dan peran
penting dalam sebuah kendaraan, yaitu menjaga kestabilan kendaraan saat
mengalami kejutan, getaran dan goncangan. Dalam prinsip meredam getaran
dan efek pemegasan sistem suspensi, dikenal adanya sprung weight dan
unsprung weight. Sprung weight adalah berat kendaraan yang ditopang oleh
pegas suspensi. Sedangkan unsprung wight adalah berat bagian lain yang tidak
ditumpu oleh pegas suspensi, misalnya axle dan bagian-bagian lain yang terletak
di antara roda-roda dan pegas suspensi. Pada umumnya semakin besar sprung
weight semakin baik pula kenyamanan mengendarai, karena suspensi mendapat
beban besar yang berdampak pada besarnya serapan guncangan/ kejutan.
Macam-macam getaran atau goyangan dan oskilasi yang terjadi pada
bagian kendaraan terpegas (sprung weight) antara lain :
1. Pitching, adalah bergoyangnya bodi kendaraan seperti mengangguk-angguk
(bagian depan dan belakang turun naik secara bergantian). Pitching biasa
terjadi pada kondisi jalan yang kasar dan banyak berlubang. Pitching akan
semakin mudah terjadi pada kendaraan dengan pegas yang lemah
dibandingkan yang pegasnya lebih keras.
2. Berguling atau rolling, adalah bergoyangnya bodi kendaraan seperti
menggeleng atau terayun-ayun ke samping (bagian samping kanan dan kiri
turun naik secara bergantian). Hal ini biasa terjadi pada saat kendaraan

62
membelok atau melalui jalan yang bergelombang, salah satu pegasnya
mengembang dan pada sisi lainnya mengkerut, sehingga mengakibatkan bodi
mobil berputar dalam arah yang lurus.
3. Bounching atau melambung, adalah bergoyangnya bodi kendaraan seperti
melompat-lompat/ terpental melambung (bodi kendaraan secara keseluruhan
dan bersamaan bergerak naik turun). Hal ini biasa terjadi apabila kendaraan
melaju pada kecepatan tinggi pada jalan bergelombang. Gerakan melambung
akan lebih besar jika pegas-pegas suspensi sudah lemah.
4. Yawing atau zig-zag, yaitu bergoyangnya bodi kendaraan seperti “ngepot”/
zig-zag (bagian depan dan belakang kendaraan bergeser ke kanan dan ke kiri
secara bergantian)

Gambar 123. Macam-macam getaran pada bodi kendaraan terpegas

Sedangkan macam-macam getaran atau goyangan dan oskilasi yang terjadi


pada bodi kendaraan tak terpegas antara lain :
1. Hopping, yaitu gerakan melambungnya roda-roda kendaraan ke arah atas
dan bawah.
2. Tramping, yaitu gerakan menggelengnya roda-roda (bagian samping kanan
dan kiri turun naik secara bergantian)
3. Wind-up, yaitu gejala dimana pegas daun melintir disekeliling poros yang
disebabkan momen penggerak (driving torque) kendaraan.

63
Gambar 124. Macam-macam getaran pada bodi kendaraan tak terpegas

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, suspensi pada kendaraan


mempunyai fungsi utama untuk meredam getaran, sehingga kenyamanan dan
pengendalian kendaraan menjadi baik. Ditinjau dari konstruksi dan konsep
bekerjanya suspensi dibedakan menjadi dua konstruksi dasar, yaitu : suspensi
kaku/ rigid dan suspensi bebas/ independent

1) Suspensi Rigid
Suspensi rigid atau suspensi kaku atau ada juga yang menyebut suspensi
mati adalah sistem pemasangan suspensi dimana antara roda kiri dan kanan
dipasang pada satu poros poros tunggal, sehingga kondisi satu sisi roda akan
mempengaruhi roda pada sisi yang lain. Konstruksi dasar suspensi rigid dapat
dilihat pada gambar 114.

Gambar 125. Konstruksi dasar suspensi rigid

Suspensi rigid atau suspensi kaku mempunyai karakteristik sebagai berikut :


 Jumlah komponennya lebih sedikit, konstruksinya juga sederhana sehingga
perawatannya lebih mudah.
 Konstruksinya kuat, sehingga biasa digunakan pada kendaraan berat (heavy
duty)
 Kemiringan bodi pada saat kendaraan membelok hanya kecil/ sedikit.

64
 Perubahan wheel alignment saat berkendara hanya kecil/ sedikit, sehingga
keausan ban akan berkurang
 Kenikmatan berkendara kurang baik karena beban yang tidak terpegas besar.
 Karena roda kanan dan kiri dalam satu poros maka akan saling
mempengaruhi, sehingga akan mudah terjadi getaran dan oskilasi yang
menyebabkan kekurang nyamanan berkendara.

Suspensi rigid ada beberapa tipe, antara lain :


a) Tipe pegas daun sejajar

Gambar 126. Konstruksi suspensi rigid dengan pegas daun


Pemasangan pegas daun didukung oleh anti-tramp bar yang berfungsi
untuk menahan perubahan posisi poros roda ke arah yang tidak diinginkan.
Pada saat akselerasi dan deselerasi (pengereman) terjadi gaya yang besar
akibat kelajuan kendaraan yang berpengaruh pada suspensi. Ilustrasi
perubahan suspensi akibat akselerasi dan pengereman dapat dilihat pada
gambar 116.

Gambar 127. Suspensi rigid pegas daun saat akselerasi dan pengereman

Gambar 128. Pemasangan pegas daun didukung oleh anti-tramp bar

65
Pemasangan pegas daun didukung oleh anti-tramp bar akan
meminimalkan penyimpangan posisi poros ke arah maju-mundur. Poros
hanya akan berayun ke atas dan ke bawah.

b) Tipe trailing arm dengan lateral rod dan twist beam


Lateral control rod dipasang diantara axle dan body kendaraan, berfungsi
untuk menahan axle pada posisinya terhadap beban dari samping.

Gambar 129. Suspensi rigid model trailing arm dengan twist beam
c) Tipe multi link

Gambar 130. Suspensi multi link

Tipe multi link merupakan tipe yang menghasilkan kenikmatan


berkendara yang terbaik. Karakteristik tipe multi link antara lain :
a. Menggunakan pegas coil yang lembut. Penggunaan pegas yang lembut
dimungkinkan karena axle ditahan pada posisinya oleh linkage.
b. Penggunaan pegas coil dapat memperkecil gesekan pada suspensi,
sehingga kejutan kecil dari jalan dapat diserap sehingga kenikmatan
berkendara akan meningkat.
c. Bodi dapat bergerak ke depan (nose drive) selama pengereman dan dapat
bergerak ke belakang (rear end squat) saat akselerasi tidak terjadi. Ini
dapat terjadi karena susunan geometris linkage-nya. Selama bounding dan
rebounding naik turunnya bagian depan differential hanya sedikit.

66
d. Karena upper control arm lebih pendek daripada lower control arm maka
lantai kendaraan di atas differential dapat lebih rendah sehingga ruang
penumpang/ ruang bagasi menjadi lebih luas.

2) Suspensi Independent
Suspensi independent mempunyai karakteristik sebagai berikut :
 Bagian kendaraan yang tidak terpegas lebih ringan dan cengkeraman roda-
roda pada jalan bugus sehingga mengahasilkan kenikmatan dan kestabilan
pengendaraan yang lebih baik.
 Pada suspensi independent, pegas-pegas hanya berfungsi menopang dan
tidak membantu memposisikan roda-roda, sehingga diperlukan lingkage-
lingkage.
 Roda kanan dan kiri tidak menjadi satu poros sehingga tidak saling
mempenngaruhi. Hal itu memungkinkan lantai dan engine mounting
diperendah, yang menyebabkan titik berat kendaraan lebih rendah dan ruang
penumpang/ bagasi lebih luas.
 Konstruksinya lebih rumit
 Terjadi perubahan wheel aligmnet dan thread pada saat berkendara, sehingga
keausan ban lebih besar.

Gambar 131. Suspensi independent roda depan dan belakang

Suspensi independent ada beberapa tipe, antara lain double wishbone,


macpherson strut, multi link dan trailing arm. Berdasar pegas yang digunakan
ada pegas coil, pegas daun dan pegas batang torsi

67
Gambar 132. Suspensi independent wishbone

Gambar 133. Suspensi independent macpherson

Gambar 134. Suspensi independent multi-link

68
Gambar 135. Suspensi independent trailing arm

Kebanyakan sistem suspensi yang digunakan pada kendaraan penumpang


terutama sedan pada roda depan adalah suspensi tipe macpherson. Untuk
kendaraan dengan beban lebih berat biasa menggunakan suspensi tipe double
wishbone dengan pegas coil maupun pegas torsi. Komponen-komponen utama
sistem suspensi antara lain adalah :
 Pegas, berfungsi untuk meredam kejutan-kejutan dari permukaan jalan pada
saat berkendara.
 Shock absorber, berfungsi untuk meredam oskilasi dari pegas sehingga
kondisi memegasnya tidak terlalu lama
 Stabilizer, berfungsi untuk kendaraan agar kendaraan tidak bergoyang ke
arah samping.
 Linkage-lingkage, berfungsi untuk menahan komponen-komponen suspensi
agar tetap stabil pada posisinya dan mengontrol pergerakan roda-roda ke
arah samping maupun depan.

Pegas merupakan komponen utama dari sistem suspensi, yang berfungsi


untuk meredam kejutan-kejutan atau getaran. Pegas yang digunakan pada
sistem suspensi kendaraan ringan antara lain diklasifikasikan seperti bagan
berikut :

Pegas daun

Pegas logam Pegas koil

Pegas batang
Pegas suspensi torsi

Pegas karet
Pegas bukan
logam
Pegas udara

69
Pegas daun dibuat dari sejumlah lembar baja pegas dan diikat menjadi satu,
mulai dari yang terpendek di bawah dan terpanjang di atas. Pada bagian tengah
diikat dengan baut atau keling dan pada beberapa tempat diberi klem. Pada
kedua ujung pegas utama (yang terpanjang) terdapat mata pegas yang
digunakan untuk pemasangan pegas pada rangka atau pada side member. Pada
umumnya pegas daun, yang terpanjang adalah yang terlembut. Semakin banyak
jumlah lembar daun pegasnya, makin keras pegas tersebut.

Gambar 136. Suspensi dengan pegas daun

Kelengkungan setiap lembar daun pegas disebut “nip”, sedangkan


kelengkungan unit pegas daun diberi nama “camber”. Lembar pegas yang paling
pendek mempunyai “nip” yang paling besar, sehinnga bila baut pusat dikeraskan,
maka daun pegas cenderung menjadi lurus dan ujung-ujung pegas saling
menahan satu dengan yang lainnya. Tujuan diberi “nip” adalah :
 bila pegas melentur, “nip” akan menyebabkan gesekan antara daun pegas,
sehingga dapat meredam oskilasi pegas. Namun gesekan ini menyebabkan
pegas menjadi tidak mudah melentur, sehingga kurang nyaman. Untuk
mengurangi gesekan maka diantara daun pegas disisipkan pad/ slicer band.
Selain itu pada tiap-tiap ujung daun pegas dibuat runcing agar tekanan antara
daun pegas sesuai.
 bila pegas rebound, maka “nip” bebas, sehingga mencegah terjadinya celah/
gap antar daun pegas yang menyebabkan kotoran tidak bisa masuk.

Gambar 137. Pegas daun

70
Pegas daun pada kendaraan berat biasanya terdiri dari dua unit, yaitu pegas
utama dan pegas pembantu. Pegas pembantu dipasang di atas pegas utama.
Bila bebannya ringan hanya pegas utama yang bekerja. Jika beban berat maka
pegas utama dan pegas pembantu akan bekerja secara bersama-sama.

Gambar 138. Susunan pegas daun utama dan pembantu

Secara umum karakteristik pegas daun dapat diuraikan sebagai berikut :


 karena pegas-pegas daun mempunyai sifat rigid memegang poros pada posisi
yang baik, maka tidak diperlukan menggunakan linkage.
 mampu mengontrol oskilasinya sendiri dengan melalui gesekan bagian dalam
pegas.
 memiliki kemampuan yang baik untuk memikul beban yang berat
 karena adanya gesekan bagian dalam pegas maka getaran-getaran kecil tidak
terserap sehingga kurang nyaman.
 karena karakteristik yang kuat namun kurang nyaman maka pegas daun
banyak digunakan pada kendaraan komersiil (angkutan barang), sehingga
diperlukan bahan dengan daya tahan yang tinggi.
Selain pegas daun, ada juga pegas spiral. Pegas spiral dibuat dari batang
baja pegas silindris yang dibentuk menjadi spiral. Bila beban bekerja pada pegas
maka seluruh bagian batang akan terpuntir, dan dengan begitu energi terserap/
disimpan dan kejutan diredam.
Bila diameter batang baja pegas merata maka hasilnya pegas tidak terlalu
kuat menahan beban berat, namun jika diameternya besar pegas menjadi keras
dan idak nyaman. Untuk mengatasi hal tersebut pegas dibuat dengan diameter
batang bajanya tidak merata, bagian ujung lebih kecil dan bagian tengah besar.
Konstanta bagian ujung lebih rendah dibanding bagian tengah, sehingga jika
beban ringan diredam oleh bagian ujung, dan beban berat ditumpu oleh bagian
tengah.

71
Gambar 139. Pegas spiral

Ada juga beberapa variasi konstruksi yang tujuan utamanya sama, yaitu
dengan variasi jarak antar belitan dan variasi diameter belitan. Secara umum
karakteristik pegas spiral dapat diuraikan sebagai berikut :
 tingkat penyerapan energi per-unit dari berat adalah lebih besar dibandingkan
pegas-pegas daun.
 pegas dapat dibuat lembut
 karena tidak ada gesekan dalam antar pegas, maka tidak ada kontrol oskilasi
oleh pegas itu sendiri dan dengan demikian perlu menggunakan shock
absorber.
 Tidak adanya penahan gaya lateral, maka diperlukan mekanisme linkage
(suspensi arm, lateral control rod, dsb.) untuk menopang axle.

Jenis pegas lain yang digunakan adalah pegas batang torsi atau biasa
hanya disebut batang torsi. Batang torsi merupakan sebatang baja pegas yang
silindris yang memanfaatkan elastisitas puntirnya untuk menahan beban puntir.
Salah satu ujung batang torsi dipasangkan pada frame/ rangka/ dudukan di
chasis, sedangkan ujung yang lain diikatkan ke komponen yang menerima beban
puntir. Puntiran bekerja pada ujung batang torsi melalui tuas. Batang torsi juga
sekaligus berfungsi sebagai batang stabilizer. Secara umum karakteristik pegas
batang torsi diuraikan sebagai berikut :
 tingkat penyerapan energi per-unit berat paling besar, sehingga suspensi
menjadi lebih ringan.
 Konstruksi suspensinya sederhana
 Batang torsi juga tidak mempunyai control oskilasi sehingga memerlukan
peredam oskilasi/ kejutan (shock absorber).

72
Gambar 140. Pegas batang torsi

Pegas non-logam yang digunakan adalah pegas karet. Pegas karet


kebanyakan digunakan sebagai pegas tambahan atau sebagai bushing, spacer,
bantalan, stopper, dumper dan penyangga untuk komponen-komponen suspensi.
Pegas karet menyerap oskilasi melalui gesekan dalam saat berubah bentuk
karena adanya gaya dari luar. Keuntungan dari pegas karet ini antara lain adalah
dapat dibuat dalam bentuk tertentu yang spesifik, tidak berisik selama digunakan,
tidak memerlukan pelumasan. Dalam perkembangannya pegas karet banyak
juga dipergunakan pada kendaraan berbeban berat.

Gambar 141. Pegas karet pada kendaraan berat

Akhir-akhir ini banyak muncul penggunaan pegas udara pada kendaraan


ringan. Pegas udara (air spring) memanfaatkan udara untuk menyerap
goncangan/ getaran. Kebanyakan konstruksi pegas udara, udara ditaruh di
dalam wadah karet berbentuk silinder.

Gambar 142. Sistem suspensi dengan pegas udara pada kendaraan

73
Udara mempunyai sifat kompresibel sehingga mempunyai effek seperti
elastisitas pegas. Pegas udara mempunyai karakteristik antara lain sebagai
berikut :
 Kekerasan pegas dapat diatur dengan mengatur tekanan udara di dalam
ruangan pegas. Saat beban ringan misalnya, pegas bisa dibuat lembut
dengan mengurangi tekanan udara, namun saat beban berat pegas dapat
diperkuat dengan meningkatkan tekanan udara dalam ruangan pegas.
Dengan kondisi ini, pegas udara paling ideal untuk mencapai kenyamanan/
kenikmatan berkendara.
 Tinggi kendaraan juga dapat dibuat konstan walaupun bebannya berubah,
yaitu dengan mengatur besarnya tekanan udara sesuai dengan perubahan
beban yang terjadi.
 Karena diperlukan pengaturan tekanan udara maka diperlukan kompresor
udara dan sistem yang mengontrol besarnya tekanan yang dibangkitkan,
sehingga konstruksinya menjadi lebih komplek, bahkan akhir-akhir ini telah
berkembang sistem kontrol elektroniknya yang biasa disebut dengan
electronically-modulated air suspension.

Gambar 143. Komponen-komponen sistem suspensi udara

Dengan karakteristik yang dimiliki pegas suspensi udara tersebut


menjadikan suspensi ini pilihan paling ideal/ bagus dibanding jenis pegas yang
lain. Kekurangan yang utama dari konstruksi pegas udara ni adalah harus
terbuat dari bahan yang mempunyai elastisitas tinggi namun juga harus
mempunyai kerapatan yang tinggi karena partikel udara lebih halus dibanding
dengan partikel hidrolik.

74
Gambar 144. Silinder pneumatik pada sistem suspensi udara

Gambar 145. Kedudukan silinder pneumatik sistem


Shock absorber berfungsi untuk meredam oskilasi yang berlebihan pada
pegas suspensi, memperbaiki daya cengkeram ban dengan jalan dan
memperbaiki stabilitas pengemudian yang pada akkhirnya akan
menyempurnakan kenyamanan dan keamanan pengemudian. Shock absorber
menurut cara kerjanya diklasifikasikan menjadi tipe single-action dan tipe double-
action, menurut mediumnya diklasifikasikan menjadi tipe hidrolis, tipe pneumatis
dan tipe kombinasi, sedangkan menurut konstruksi diklasifikasikan menjadi tipe
mono tube dan tipe twin tube.
Shock absorber kerja tunggal bekerjanya hanya satu arah gerakan saja. Jadi
pada saat tertekan tidak meredam atau tidak menghambat gerakan, tetapi pada
saat kembali akan terjadi hambatan gerakan dan terasa berat sehingga bisa
meredam oskilasi/ getaran. Sedangkan shock absorber kerja ganda bekerjanya
pada dua arah gerakan, baik pada saat tertekan atau saat kembali akan
meredam/ menyerap getaran dengan menghambat gerakan. Perbedaan kerjanya
dikarenakan konstruksi katup pada pistonnya.

75
Gambar 146. Shock absorber jenis single action dan double action

Jika berdasar konstruksinya diklasifikasikan menjadi tipe mono tube dan tipe
twin tube. Ilustrasi konstruksi tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 147. Shock absorber mono-tube dan twin tube


Stabilizer adalah sebuah batang baja berbentuk U yang mempunyai sifat
elastis, dipasangkan pada rangka (frame) melalui karet bantalan. Kedua
ujungnya dipasangkan pada lower arm. Fungsi stabilizer ialah mencegah
kendaraan melayang pada saat membelok.

Gambar 148. Stabilizer

76
Sebagaimana disebut di atas, lingkage berfungsi untuk menahan komponen-
komponen suspensi agar tetap stabil pada posisinya dan mengontrol pergerakan
roda-roda ke arah samping maupun depan. Linkage antara lain lateral control rod
dan strut bar. Lateral control rod dipasang diantara axle dan body kendaraan,
berfungsi untuk menahan axle pada posisinya terhadap beban dari samping.
sedangkan strut bar adalah batang baja, salah satu ujungnya dipasangkan pada
lower arm dengan baut ujung lainnya dipasangkan pada bodi dengan
mempergunakan karet sebagai bantalan. Fungsinya adalah menopang lower arm
agar tidak bergerak ke depan dan ke belakang pada saat kendaraan berjalan,
sehingga merupakan komponen penunjang sistem suspensi bebas.

Gambar 149. Suspension linkage

b. Perawatan dan Perbaikan Sistem Suspensi Kendaraan


Seperti komponen pada sistem lainnya di kendaraan, sistem suspensi juga
harus diperiksa dan dirawat. Berbagai komponen sistem suspensi yang telah
diuraikan sebelumnya, harus dilakukan pemeriksaan rutin agar tetap berfungsi
sebagaimana mestinya. Secara umum, pemeriksaan tersebut antara lain:
memeriksa kekencangan baut–baut lengan suspensi, memeriksa kekencangan
baut–baut control arm, memeriksa dust cover dari kerusakan atau sobek dan
memeriksa kerja shock absorber.
Pada dasarnya, tanpa melakukan pemeriksaan khusus, pengendara/
penumpang dapat merasakan gejala permasalahan yang terjadi pada sistem
suspensi kendaraan. Berikut ini diagnosis permasalahan yang dapat terjadi pada
sistem suspensi:

77
Tabel 1. Diagnosis permasalahan pada suspensi
Masalah Diagnosis
Kendaraan bergetar Ball joint aus atau suspension arm patah atau
strut bar lemah
Suara hentakan Bushing/ karet rusak atau bumper rusak
Kendaraan mengayun Stabilizer bar lemah/patah
Keausan ban tidak normal Perbedaan daya pegas pada tiap sisi
kendaraan
Terjadi pitching Pegas lemah, kerusakan pada absorber

Berikut ini pemeriksaan komponen sistem suspensi:


1. Pemeriksaan kondisi dan kerja shock absorber.
 Posisikan mobil dengan roda lurus kedepan pada tempat pemeriksaan.
 Pemeriksaan kondisi shock absorber
Lihat dan perhatikan masing-masing shock absorber di setiap roda, apakah
ada kebocoran oli atau luka di bodi dan porosnya. Jika ada satu atau kedua
yang mengalami kebocoran, perlu penggantian shock absorber.
 Pemeriksaan kerja shock absorber
Tekan dengan kuat di setiap ujung bodi kendaraan, kemudian lepaskan
tekanan tadi dengan cepat. Apabila kembalinya bodi berlangsung cepat
tanpa berayun, maka kondisi kerja shock absorber masih dalam keadaan
baik. Sebaliknya, bila kembalinya bodi berayun-ayun, maka kondisi kerja
shock absorber sudah jelek
2. Pemeriksaan kondisi dan kerja pegas.
 Posisikan mobil dengan roda lurus kedepan pada tempat pemeriksaan
 Periksa kondisi pegas di setiap roda, apakah ada kelainan/ deformasi
bentuk atau luka.
 Ukur ketinggian mobil pada bagian kiri depan dan bagian kanan depan
harus sama.
 Ukur ketinggian mobil pada bagian kiri belakang dan bagian kanan
belakang harus sama.
3. Pemeriksaan lengan-lengan suspensi
Periksa lengan suspensi atas maupun bawah, depan ataupun belakang dari
kerusakan. Lumasi bagian yang harus dilumasi.
4. Pemeriksaan batang-batang penopang suspensi (strut-bar, roll bar, stabilizer)
Periksa komponen-komponen tersebut dari perubahan bentuk/ deformasi
batangnya, dan keausan bushing dan karet-karetnya.
5. Berikan pelumasan pada sambungan-sambungan suspensi dan ball-joint
dengan grease gun.

78

Anda mungkin juga menyukai