Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

DI RUANG KENARI RSJ MENUR SURABAYA

Disusun Oleh :

Devi Agus Wijayanti

P27820116041

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO SURABAYA

TAHUN 2018/2019
I. Kasus (Masalah Utama)

Perilaku Kekerasan

II. Proses Terjadinya Masalah

A. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang


melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau
amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).

Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan


untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat,
2005).

B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau perilaku
kekerasan,contohnya: pada masa anak-anak yang mendapat
perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku
perilaku kekerasan.
b. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka
kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal
tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar.
c. Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
kekerasan adalah hal yang wajar.
d. Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter
ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada
saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.
C. Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku

kekerasan adalah sebagai berikut: Muka merah dan tegang, Mata melotot/

pandangan tajam, Tangan mengepal, Rahang mengatup, Postur tubuh

kaku, Bicara kasar, Suara tinggi, membentak atau berteriak, Mengancam

secara verbal atau fisik, Mengumpat dengan kata-kata kotor, Suara keras,

Melempar atau memukul benda/orang lain, Menyerang orang lain,

Melukai diri sendiri/orang lain


D. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi

mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan


suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri,

orang lain dan lingkungan.

III. A. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


(Effect)

Perilaku Kekerasan atau Amuk


(Core Problem)

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah


(Causa)

B. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji


1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
a. Mata merah, wajah agak merah.
b. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
c. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d. Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan / amuk

Data Subyektif :

a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya


jika sedang kesal atau marah.
c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Data Obyektif :

a. Mata merah, wajah agak merah.

b. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.

c. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

d. Merusak dan melempar barang-barang.

3. Gangguan harga diri : harga diri rendah

Data subyektif:

Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.

Data obyektif:

Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih


alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

IV. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan


perilaku kekerasan/amuk.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri
rendah.
3. Resiko harga diri rendah

V. Rencana Tindakan Keperawatan

1. Tujuan Keperawatan
a) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
d) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya
e) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengendalikan perilaku
kekerasannya
f) Pasien dapat mencegah/menegdalikan perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
2. Tindakan Keperawatan
a) Bina hubungan saling percaya
b) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan sekarang
dan yang lalu
c) Dsikusikan perasaan, tanda, dan gejala yang dirasakan pasien jika
terjadi penyebab perilaku kekerasan
d) Diskusikan bersama pasien tentang perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat marah
e) Diskusikan bersama pasien akibat perilaku kekerasan yang ia
lakukan
f) Diskusikan bersama pasien cara mengendalikan perilaku kekerasan
g) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik
h) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal
i) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
spiritual
j) Bantu pasien mengendalikan perilaku kekerasan dengan patuh
minum obat
k) Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk
mengendalikan perilaku kekerasan.
SP 1 pasien : Membina hubungan saling peraya, mengidentifikasi penyebab
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan
yang dilakukan, akibat, dan cara mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara fisik pertama (latihan nafas dalam).
SP 2 pasien : Memebatu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik kedua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua
(pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan harian
cara kedua.
SP 3 pasien : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
secara sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara
fisik mengedalikan perilaku kekerasan, latihan
mengungkapkan rasa marah secara verbal (menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan
baik), susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara
verbal).
SP 4 pasien : Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
spiritual (diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku
kekerasan secara fisik dan sosial/verbal, latihan beribadah dan
berdoa, buat jadwal latihan ibadah/berdoa).
SP 5 pasien : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan obat (bantu pasien minum obat secara teratur dengan
prinsip lima benar [benar nama pasien/pasien, benar nama
obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan
benar dosisi obat] disertai penjelasan guna obat dan akibat
berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur.
3. Tindakan keperawatan pada keluarga
a. Tujuan Keperawatan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
b. Tindakan keperawatan
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
2) Diskusikan bersama kelurga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tada dan gejala, perilaku yang muncul, dan akibat dari perilaku
tersebut).
3) Diskusikan bersama keluarga tentang kondisi pasien yang perlu
segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul
benda/orang lain.
4) Bantu latihan keluarga dalam merawat pasien perilaku kekerasan.
5) Buat rencana pulang bersama keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat , Budu Anna. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Yosep, I, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Revika Aditama


LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN

PROSES PIKIR : WAHAM

DI RUANG KENARI RSJ MENUR SURABAYA

Disusun Oleh :

Devi Agus Wijayanti

P27820116041

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO SURABAYA

TAHUN 2018/2019
I. Kasus (Maslah Utama)

Gangguan Proses Pikir : Waham

II. Proses Terjadinya Masalah

A. Pengertian

Waham adalah suatu keadaan di mana seseorang individu mengalami


sesuatu kekacauan dalam pengoperasian dan aktivitas – aktivitas kognitif
(Townsend, 2010)

Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan


walaupun walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 2012).

Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan


penilaian realitas yang salah , keyakinan yang tidak konsisten dengan
tingkat intelektual dan latar belakang budaya , ketidakmampuan merespon
stimulus internal dan eksternal melalui proses interaksi / informasi secara
akurat (Yosep , 2009).

B. Rentang Respon Neurobiologi

Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis - distorsi pikiran - gangguan proses piker

- Persepsi akurat - ilusi - waham

- Emosi konsisten - reaksi emosi berlebihan - perilaku disorganisasi

dengan pengalaman atau kurang

- Perilaku sesuai - perilaku aneh - isolasi sosial

- Berhubungan sosial - perilaku sesuai - sulit bersepon emosi

- menarik diri
C. Penyebab

Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana


seseorang melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman ke dunia luar.
Individu itu biasanya peka dan mudah tersinggung , sikap dingin dan
cenderung menarik diri. Keadaan ini sering kali disebabkan karena merasa
lingkungannya tidak nyaman , merasa benci , kaku , cinta pada diri sendiri
yang berlebihan angkuh dan keras kepala. Dengan seringnya memakai
mekanisme proyeksi dan adanya kecenderungan melamun serta
mendambakan sesuatu secara berlebihan , maka keadaan ini dapat
berkembang menjadi waham. Secara berlahan – lahan individu itu tidak
dapat melepaskan diri dari khayalannya dan kemudian meninggalkan
dunia realitas.
Kecintaan pada diri sendiri, angkuh dan keras kepala , adanya rasa
tidak aman , membuat seseorang berkhayal ia sering menjadi penguasa
dan hal ini dapat berkembang menjadi waham besar.
Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam
harga diri dan keutuhan keluarga merupakan penyebab terjadinya
halusinasi dan waham. Selian itu kecemasan , kemampuan untuk
memisahkan dan mengatur persepsi mengenai perbedaan antara apa yang
dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun sehingga segala sesuatu sukar
lagi dibedakan , mana rangsangan dari pikiran dan rangsangan dari
lingkungan (Keliat, 1998)
Ada dua factor yang menyebabkan terjadinya waham (Keliat, 1998)
yaitu :
a. Factor predisposisi
Meliputi perkembangan sosial kultural , psikologis , genetik ,
biokimia. Jika tugas perkembangan terhambat dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu mengalami stress dan
kecemasan.

b. Factor presipitasi
Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya
waham yaitu klien mengalami hubungan yang bermusuhan , terlalu
lama diajak bicara , objek yang ada dilingkungannya dan suasana sepi
(isolasi). Suasana ini dapat meningkatkan stress dan kecemasan.

D. Tanda dan Gejala

Untuk mendapatkan data waham saudara harus melakukan observasi


perilaku berikut ini :
1. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus ,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “saya
punya tambang emas”
2. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan / mencederai dirinya , diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan.
Contoh : “saya tahu… seluruh saudara ingin mneghancurkan hidup
saya karena merasa iri dengan kesuksesan saya.”
3. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan ,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “kalau saya masuk surge saya harus menggunakan pakaian
putih setiap hari.”
4. Waham somatic
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu / terserang
penyakit , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya sakit kanker” , setelah pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda – tanda kanker namun pasien terus mengatakan
bahwa ia terserang kanker.
5. Waham nihilistic
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meninggal ,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “ini kana lam kubur ya , semua yang ada adalah roh – roh”.

E. Akibat

Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi


verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas,
kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak
mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

III. A. Pohon Masalah

Kerusakan komuikasi verbal

effect

Perubahan proses pikir : waham

Core problem

Harga diri rendah kronik

causa

B. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji

1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan
kesal pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika sedang kesal, atau marah, melukai /
merusak barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri.

Data objektif

Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara
menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan
melempar barang-barang.

2. Kerusakan komunikasi : verbal

Data subjektif

Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistic

Data objektif

Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang


didengar dan kontak mata kurang

3. Perubahan isi pikir : waham ( ………….)

Data subjektif :

Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama,


kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.

Data objektif :

Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,


merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat
waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah
klien tegang, mudah tersinggung

4. Gangguan harga diri rendah


Data subjektif

Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.

Data objektif

Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih


alternatif tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup

IV. Diagnosa Keperawatan

Diagnose keperawatan klien dengan waham berdasarkan pohon masalah :

A. Kerusakan komunikasi verbal

B. Gangguan proses pikir : waham

C. Harga diri rendah kronik

V. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa
Tgl Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
(Umum dan Tindakan Keperawatan
Khusus)
Gangguan 1. Klien 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan
proses pikir : dapat klien: beri salam terapeutik (panggil
waham membina nama klien), sebutkan nama perawat,
hubungan jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
saling lingkungan yang tenang, buat kontrak
percaya yang jelas (topik yang dibicarakan,
waktu dan tempat).

1.2 Jangan membantah dan mendukung


waham klien :
- Katakan perawat menerima
keyakinan klien “saya menerima
keyakinan anda” disertai ekspresi
menerima
- Katakan perawat tidak mendukung
“sukar bagi saya untuk
mempercayainya” disertai ekspresi
ragu tapi empati
- Tidak membicarakan isi waham klien

1.3 Yakinkan klien berada dalam keadaan


aman dan terkindung :
- Anda berada di tempat aman, kami
akan menemani anda.
- Gunakan keterbukaan dan kejujuran.
- Jangan tinggalkan klien sendirian
1.4 Observasi apakan waham klien
mengganggu aktifitas sehari-hari dan
perawatan diri

2. Klien 2.1 Beri pujian pada penampilan dan


dapat kemampuan klien yang realistis
menidenti 2.2 Diskusikan dengan klien tentang
fikasikan kemampuan yang dimiliki pada waktu
kemempu lalu dan saat ini yang realistis (hati-hati
an yang terlibat diskusi tentang waham).
dimiliki 2.3 Tanyakan apa yang bisa klien lakukan
(kaitkan dengan aktifitas sehari-hari dan
perawatan diri) kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini.
2.4 Jika klien selalu bicara tentang
wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan
waham tidak ada. Perawat perlu
memperhatikan bahwa klien penting.

3. Klien 3.1 Observasi kebutuhan klien sehari-hari


dapat 3.2 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak
mengident terpenuhi baik selama dirumah atauppun
ifikasi dirumah sakit (rasa takut, ansietas,
kebutuhan marah).
yang tidak 3.3 Hubungan kebutuhan yang tidak
terpenuhi terpenuhi dengan waham
3.4 Tingkatkan aktifitas yang dapat
terpenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenga (aktifitas
dapat dipilih bersama klien, jika
mungkin buat jadwal).
3.5 Atur situasi agar klien mempunyai waktu
untuk menggunakan wahmnya.

4. Klien 4.1 Berbicara dengan klien dalam konteks


dapat realitas (realitas diri, realitas orang lain,
berhubun realitas tempat dan realitas waktu).
gan 4.2 Sertakan klien dalam terapi aktifitas
dengan kelompok: orientasi realitas
realistis 4.3 Berikan pujian pada setiap kegiatan
positif yang dilakukan klien

5. Klien 5.1 Diskusikan dengan keluarga dengan :


mendapat - Gejala waham
dukungan - Cara merawatnya
keluarga - Lingkungan keluarga
- Folow-up obat
5.2 Anjurkan keluarga melaksanakan 5.1.
Dengan bantuan perawat

6. Klien 6.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga


dapat tentang obat, dosis, frekuensi, dan efek
mengguna samping akibat penghentian.
kan obat 6.2 Diskusikan perasaan klien setelah makan
dengan obat
benar 6.3 Berikan obat dengan prinsip 5 (lima)
benar.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi A.1999. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC.

Townsend M.C. 1998. Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri; pedoman


untuk pembuatan rencana keperawatan. Jakarta: EGC.

Yosep, I, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Revika Aditama

Anda mungkin juga menyukai