Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Dermatitis atopik adalah suatu peradangan kulit kronik dan residif (atau
sekelompok gangguan yang berkaitan), yang sering ditemukan pada penderita rhinitis
alergika dan asma serta diantara para anggota keluarga mereka, yang ditandai dengan
kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
distribusinya di lipatan (fleksural) tubuh. Terdapat berbagai istilah yang digunakan
sebagai sinonim dermatitis atopi seperti eczema atopic, eczemafleksural, neuodermatitis
diseminata, dan prurigo Besnier. (Solomon,2005)
The International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC)
mengemukakan bahwa prevalensi dermatitis atopik bervariasi antara 0,3% hingga 20,5%
di 56 negara. (Bantz,2014) Kasus dermatitis atopik anak di Indonesia ditemukan
sebanyak 23,67% pada 611 kasus baru penyakit kulit lainnya pada tahun 2000 dan berada
pada peringkat pertama dari 10 penyakit kulit anak terbanyak pada 7 rumah sakit di lima
kota di Indonesia. (Wahyuni TD. 2014)
Etiologi dan patogenesis dermatitis kontak sampai saat ini belum diketahui
dengan jelas namun berbagai faktor ikut berinteraksi dalam patogenesis dermatitis
kontak. Faktor penyebab dermatitis atopik merupakan kombinasi faktor genetik (turunan)
dan lingkungan seperti kerusakan fungsi kulit, infeksi, stres, dan lain-lain. Konsep dasar
terjadinya dermatitis atopik adalah melalui reaksi imunologi yang diperantarai oleh sel –
sel yang berasal dari sumsum tulang.
Diagnosis dermatitis atopik didasarkan pada temuan klinis dan uji alergi
berdasarkan kriteria diagnosis Hanifin dan Rajka, skor Svennson, kriteria William, dan
Score in Atopic Dermatitis (SCORAD). Gejala klinis dan perjalanan penyakit dermatitis
atopik. sangat bervariasi. Dermatitis atopik dapat menyebabkan perasaan gatal yang dapat
mengganggu penderitanya dan memperlihatkan kemerahan pada kulit serta terbentuknya
vesikel dan mengeluarkan air. Keluhan utama pada dermatitis atopik yaitu rasa gatal dan
rasa sakit yang hebat pada kulit yang diperparah dengan garukan penderitanya. Epidermis
kulit yang terabrasi akibat garukan memudahkan agen infeksi untuk menginfeksi kulit
sehingga penyakit yang timbul dapat lebih berat.

II. Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan Dermatitis Atopik ?
2) Bagaimana etiologi dan patofisiologi Dermatitis Atopik ?
Dermatitis atopik | 1
3) Secara klinis, fase apa saja dalam Dermatitis Atopik ?
4) Bagaimana pemeriksaan dari dermatitis atopik ?
5) Apa saja diagnosa keperawatan yang muncul dalam dermatitis atopik ?
6) Bagaimana asuhan keperawatan dari dermatitis atopik ?

III. Tujuan Pembahasan


1) Untuk menengetahui lebih lanjut tentang Hermatitis Atopik.
2) Agar perawat lebih tau tentang asuhan keperawatan dari Hepatitis Atopik.
3) Agar penanganan dermatitis atopik lebih dipahami oleh tenaga keperawatan.

IV. Manfaat
Mendapat pengetahuan tentang kondisi Hermatitis Atopik dan penanganan lebih lanjut
berdasarkan asuhan keperawatan yang sebenarnya.

V. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, digunakan beberapa metode. Hal ini di maksudkan
untuk memperoleh teori yang di ajarkan pada buku buku yang berkaitan dengan judul
dari makalah serta mencari sumber sumber yang ada pada buku referensi.
Adapun dalan pengolahan data, metode yang di pakai adalah sebagai berikut:
1) Studi kepustakaan
Mengambil pengertian dari buku yang sudah ada, dengan harapan makalah ini
tidak menyimpang dari pengertian yang sudah ada sebelumnya.
2) Metode analisa data
Dalam penyusunan makalah ini, digunakan metode pengambilan data dari
sebuah karyatulis ilmiah atau jurnal-jurnal yang sudah ada untuk memperoleh
data yang relevan. Dengan harapan makalah ini tidak menyimpang dari
penelitian atau hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya.

Dermatitis atopik | 2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Dermatitis Atopik


Dermatitis merupakan peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama) dan
keluhan gatal ( Djuanda, Adhi, 2005 ).
Dermatitis adalah peradangan pada kulit ( imflamasi pada kulit ) yang disertai
dengan pengelupasan kulit ari dan pembentukkan sisik ( Brunner dan Suddart, 2008 ).
Dermatitis atopik adalah suatu peradangan kulit kronik dan residif (atau
sekelompok gangguan yang berkaitan), yang sering ditemukan pada penderita rhinitis
alergika dan asma serta diantara para anggota keluarga mereka, yang ditandai dengan
kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
distribusinya di lipatan (fleksural) tubuh. Terdapat berbagai istilah yang digunakan
sebagai sinonim dermatitis atopi seperti eczema atopic, eczemafleksural, neuodermatitis
diseminata, dan prurigo Besnier. (Solomon,2005)

B. Etiologi
Etiologi dermatitis atopik masih belum diketahui dan patogenesisnya sangat komplek
,tetapi terdapat beberapa faktor yang dianggap berperan sebagai faktor pencetus kelainan
ini misalnya faktor genetik, imunologik, lingkungan dan gaya hidup, dan psikologi.

A. Faktor genetik
Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada penderita yang mempunyai
riwayat atopi dalam keluarganya. Kromosom 5q31-33 mengandung kumpulan
familygen sitokin IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF, yang diekspresikan oleh sel
TH2.Ekspresi gen IL-4 memainkan peranan penting dalam ekspresi dermatitis atopik.
Perbedaan genetik aktivitas transkripsi gen IL-4 mempengaruhi presdiposisi dermatitis
atopik.Ada hubungan yang erat antara polimorfisme spesifik gen kimase sel mas
dengan dermatitis atopik, tetapi tidak dengan asma bronkial atau rhinitis alergik.

Sejumlah bukti menunjukkan bahwa kelainan atopik lebih banyak diturunkan


dari garis keturunan ibu daripada garis keturunan ayah. Sejumlah survey berbasis
populasi menunjukkan bahwa resiko anak yang memiliki atopik lebih besar ketika
ibunya memiliki atopik, daripada ayahnya. Darah tali pusat IgE cukup tinggi pada bayi

Dermatitis atopik | 3
yang ibunya atopik atau memiliki IgE yang tinggi, sedangkan atopik paternal atau IgE
yang meningkat tidak berhubungan dengan kenaikan darah tali pusat IgE13.

B. Faktor imunologi
Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik adalah melalui reaksi imunologik,
yang diperantai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang. Beberapa parameter
imunologi dapat diketemukan pada dermatitis atopik, seperti kadar IgE dalam serum
penderita pada 60-80% kasus meningkat, adanya IgE spesifik terhadap bermacam
aerolergen dan eosinofilia darah serta diketemukannya molekul IgE pada permukaan
sel langerhans epidermal.Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara
dermatitis atopik dan alergi saluran napas, karena 80% anak dengan dermatitis atopik
mengalami asma bronkial atau rhinitis alergik.

Pada individu yang normal terdapat keseimbangan sel T seperti Th1, Th 2, Th


17, sedangkan pada penderita dermatitis atopik terjadi ketidakseimbangan sel T.
Sitokin Th2 jumlahnya lebih dominan dibandingkan Th1 yang menurun.Hal ini
menyebabkan produksi dari sitokin Th 2 seperti interleukin IL-4, IL-5, dan IL-13
ditemukan lebih banyak diekspresikan oleh sel-sel sehingga terjadi peningkatan IgE
dari sel plasma dan penurunan kadar interferon-gamma.Dermatitis atopik akut
berhubungan dengan produksi sitokin tipe Th2, IL-4 dan IL-13, yang membantu
immunoglobulin tipe isq berubah menjadi sintesa IgE, dan menambah ekspresi
molekul adhesi pada sel-sel endotel. Sebaliknya, IL-5 berperan dalam perkembangan
dan ketahanan eosinofil, dan mendominasi dermatitis atopik kronis1,11,13.
Imunopatogenesis dermatitis atopik dimulai dengan paparan imunogen atau alergen
dari luar yang mencapai kulit. Pada paparan pertama terjadi sensitisasi, dimana alergen
akan ditangkap oleh antigen presenting cell untuk kemudian disajikan kepada sel
limfosit T untuk kemudian diproses dan disajikan kepada sel limfosit T dengan
bantuan molekul MHC kelas II. Hal ini menyebabkan sel T menjadi aktif dan
mengenai alergen tersebut melalui T cell reseptor. Setelah paparan, sel T akan
berdeferensiasi menjadi subpopulasi sel Th2 karena mensekresi IL-4 dan sitokin ini
merangsang aktivitas sel B untuk menjadi sel plasma dan memproduksi IgE. Setelah
ada di sirkulasi IgE segera berikatan dengan sel mast dan basofil.Pada paparan alergen
berikutnya IgE telah bersedia pada permukaan sel mast, sehingga terjadi ikatan antara
alergen dengan IgE.Ikatan ini akan menyebabkan degranulasi sel mastDegranulasi sel
mast akan mengeluarkan mediator baik yang telah tersedia seperti histamine yang

Dermatitis atopik | 4
akan menyebabkan reaksi segera, ataupun mediator baru yang dibentuk seperti
leukotrien C4, prostaglandin D2dan lain sebagainya 5.

Sel langerhans epidermal berperan penting pula dalam pathogenesis dermatitis


atopik oleh karena mengekspresikan reseptor pada permukaan membrannya yang
dapat mengikat molekul IgE serta mensekresi berbagai sitokin 5. Inflamasi kulit atopik
dikendalikan oleh ekspresi lokal dari sitokin dan kemokin pro-inflamatori. Sitokin
seperti Faktor Tumor Nekrosis (TNF-α ) dan interleukin 1 (IL-1) dari sel-sel residen
seperti keratinosit, sel mast, sel dendritik mengikat reseptor pada endotel vaskular,
mengaktifkan jalur sinyal seluler yang mengarah kepada peningkatan pelekatan
molekul sel endotel vaskular. Peristiwa ini menimbulkan proses pengikatan, aktivasi
dan pelekatan pada endotel vaskular yang diikuti oleh ekstravasasi sel yang meradang
ke atas kulit. Sekali sel- sel yang inflamasi telah infiltrasi ke kulit, sel-sel tersebut akan
merespon kenaikan kemotaktik yang ditimbulkan oleh kemokin yang diakibatkan oleh
daerah yang luka atau infeksi13.

Penderita dermatitis atopik cenderung mudah terinfeksi oleh bakteri, virus, dan
jamur, karena imunitas seluler menurun (aktivitas TH1 menurun). Staphylococcus
aureus ditemukan lebih dari 90% pada kulit penderita dermatitis atopik, sedangkan
orang normal hanya 5%. Bakteri ini membentuk koloni pada kulit penderita dermatitis
atopik, dan eksotosin yang dikeluarkannya merupakan superantigen yang diduga
memiliki peran patogenik dengan cara menstimulasi aktivitas sel T dan makrofag.
Apabila ada superantigen menembus sawar kulit yang terganggu akan menginduksi
IgE spesifik, dan degranulasi sel mas, kejadian ini memicu siklus gatal garuk yang
akan menimbulkan lesi. Superantigen juga meningkatkan sintesis IgE spesifik dan
menginduksi resistensi kortikosteroid, sehingga memperparah dermatitis

C. Faktor lingkungan dan gaya hidup


Berbagai faktor lingkungan dan gaya hidup berpengaruh terhadap pravelensi
dermatitis atopik.Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada status sosial yang
tinggi daripada status sosial yang rendah.Penghasilan meningkat, pendidikan ibu
makin tinggi, migrasi dari desa ke kota dan jumlah keluarga kecil berpotensi
menaikkan jumlah penderita dermatitis atopic.

Faktor-faktor lingkungan seperti polutan dan alergen-alergen mungkin memicu


reaksi atopik pada individu yang rentan. Paparan polutan dan alergen tersebut adalah :

Dermatitis atopik | 5
1) Polutan : Asap rokok, peningkatan polusi udara, pemakaian pemanas ruangan
sehingga terjadi peningkatan suhu dan penurunan kelembaban udara, penggunaan
pendingin ruangan.
2) Aeroalergen atau alergen inhalant : tungau debu rumah, serbuk sari buah, bulu
binatang, jamur kecoa
-Makanan: susu, telur, kacang, ikan laut, kerang laut dan gandum
-Mikroorganisme: Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, P.ovale, Candida
albicans,Trycophyton sp.
-Bahan iritan: wool, desinfektans, nikel, peru balsam.

D. Faktor Psikologi
Pada penderita dermatitis atopik sering tipe astenik, egois, frustasi, merasa
tidak aman yang mengakibatkan timbulnya rasa gatal. Namun demikian teori ini masih
belum jelas .

C. Patofisiologi
Dermatitis atopic dapat disebabkan oleh faktor endogen yang lebih berperan
sebagai faktor predisposisi dan faktor eksogen berperan sebagai faktor pencetus. Faktor
endogen meliputi: faktor genetic, hypersensitivitas tipe 1 (IgE mediated) dan disfungsi
sawar kulit. Sedangkan faktor eksogen meliputi: trauma fisika-kimia-panas, bahan iritan,
alergi debu, tungau debu rumah (Piliang, 2012).
1. Faktor Endogen
 Faktor Genetik
Faktor genetic melibatkan kromosom 5q31-33, kromosom ini banyak mengdung
kumpulan family gen sitokin (IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF), sedangkan jika
IL-4 dan IL-13 meningkat dapat meningkatkan aktivasi limfosit T yang akhirnya
limfosit T merangsang sel B untuk menstimulasi peningkatan IgE yang akan
cepat bereaksi ketika ada allergen masuk. Peningkatan ekspresi GM-SCF akan
mempertahankan hidup dan fungsi monosit, sel langerhans dan eosinofil.
 Disfungsi sawar kulit
Penderita D.A. rata-rata memilki kulit kering, hal tersebut disebabkan hilangnya
ceramid di kulit sebagai molekul utama sebagai pengikat air di ruang ekstraseluler
stratum korneum, dianggap sebagai kelainan fungsi sawar kulit. Kelainan fungsi
sawar kulit menyebabkan peningkatan transepidermal water loss 2-5 kali normal,

Dermatitis atopik | 6
sehingga kulit akan kering dan menjadi pintu masuk (port d’entry) untuk
terjadinya penetrasi allergen, iritasi, bakteri dan virus (Djuanda, 2010).
 Hipersensitivitas
Gangguan imunologi yang menonjol pada dermatitis atopik adalah adanya
peningkatan IgE karena aktivitas limfosit T yang meningkat. Aktivitas limfosit T
meningkat terjadi karena adanya pengaruh dari IL-4. Sementara produksi IL-4
dipengaruhi oleh akttivitas sel T helper dan Sel T helper akan merangsang sel B
untuk memproduksi IgE. Sel langerhans pada penderita D.A. bersifat abnormal,
yakni dapat secara langsung menstimulasi sel T helper tanpa adanya antigen,
sehingga sel langerhans akan meningkatkan produksi IgE. Secara normal antigen
yang masuk ke dalam kulit akan berikatan dengan IgE yang menempel pada
permukaan sel langerhens menggunakan FcɛRI. FcɛRI merupakan receptor
pengikat IgE dengan sel langerhans. Pada orang yang menderita D.A. jumlah
FcɛRI lebih banyak daripada orang normal. Sehingga terdapat korelasi antara
kadar FcɛRI dengan kadar IgE dalam serum, semakin tinggi FcɛRI maka kadar
IgE semakin tinggi pula (Djuanda,2010).

Pada kulit penderita D.A. akan lebih banyak ditemukan sel-sel yang
mengekspresikan mRNA IL-4 dan IL-13 daripada kulit orang normal. Begitupun
jika terdapat lesi akut dan kronis pada penderita D.A. akan ditemukan jumlah
yang lebih besar sel-sel yang mengekspresikan mRNA IL-4, IL-5 dan IL-13.
Peningkatan IL-4, IL-13 memiliki efek meningkatkan produksi IgE, sedangkan
prningkatan IL-5 akan menstimulasi pengerahan dan aktivasi dari sel eosinofil
sehingga sangat mudah terjadi reaksi alergi.

2. Faktor Eksogen
 Lingkungan
Faktor lingkungan bersih berpengaruh terhadap kekambuhan D.A. misalnya asap
rokok, polusi udara, walaupun secara pasti belum terbukti. Suhu yang panas,
kelembaban dan keringat yang banyak dapat memicu rasa gatal dan kekambuhan.
 Iritan
Kulit penderita D.A. lebih rentan terhadap bahwan iritan seperti sabun alkalis,
bahwan kimia yang terkandung pada berbagai obat gosok bayi dan anak, sinar
matahari dan pakaian wol.
 Alergen

Dermatitis atopik | 7
Dari percobaan yang membandingkan reaksi placebo dengan tungau debu rumah
(TDR), didapatkan hasil bahwa TDR yang dihirup penderita D.A memberikan
reaksi ekserbasi lesi di tempat lesi lama dan baru. Infeksi bakteri Staphylococcus
aureus ditemukan pada lebih dari 90% lesi D.A. dan hanya 5% populasi normal.
S.Aureus mensekresi superantigen yang dapat berpenetrasi di daerah inflamasi
langerhans untuk memproduksi IL-1, TNF, dan IL-12 yang meningkatkan induksi
inflamasi pada penderita D.A.
 Makanan
Pada anak kecil, makanan sering menjadi faktor pencetus D.A. seperti telur, susu,
gandum, kedele dan kacang tanah. Hasil pemeriksaan laboratorium dari bayi dan
anak-anak dengan D.A. menunjukan reaksi positif terhadap (skin tes) beberapa
jenis makanan. Reaksi + diikuti dengan adanya kenaikan eosinofil dalam plasma.

D. Pebedaan Kulit Normal Dengan Kulit Yang Mengalami Dermatitis

Dermatitis atopik | 8
Tanda dari dermatitis atopik (eksim) bervariasi dari orang ke orang dan biasanya
mencakup:

 Gatal yang parah, terutama pada malam hari.


 Munculnya patch merah hingga kecoklatan-abu-abu, terutama pada tangan, kaki,
pergelangan kaki, pergelangan tangan, leher, dada bagian atas, kelopak mata, di dalam
tikungan siku dan lutut, dan, pada bayi, wajah dan kulit kepala.
 Benjolan kecil yang bisa mengeluarkan cairan dan kerak ketika tergores
 Kulit menebal, pecah-pecah, kering, atau bersisik
 Kulit yang membengkak, sensitif, dan lecet ketika tergores

E. Manifestasi Klinis
Secara klinis dermatitis atopik dibagi menjadi 3 fase :

1) Fase infatil (0-2 tahun) Dermatitis atopik paling sering muncul pada tahun pertama
kehidupan,biasanya setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa
eritema, papulo-vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif, akhirnya
terbentuk krusta dan dapat menjadi infeksi sekunder. 9 Sekitar usia 18 bulan mulai
tampak likenifikasi. Pada sebagian besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun,
mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi akan berlanjut menjadi bentuk anak. Pada
saat itu penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi, bila makan makanan yang
sebelumnya menyebabkan kambuhnya penyakit itu.
2) Fase anak (usia 2-12 tahun) Merupakan kelanjutan bentuk infatil atau timbul sendiri
(de novo). Lesi pada dermatitis atopik anak berjalan kronis akan berlanjut sampai
usia sekolah dan predileksi biasanya terdapat pada lipat siku, lipat lutut, leher dan
pergelangan tangan. Jari-jari tangan sering terkena dengan lesi eksudatif dan kadang-
kadang terjadi kelainan kuku.Pada umumnya kelainan kulit pada dermatitis atopik
anak tampak kering, dibanding usia bayi dan sering terjadi likenifikasi.Perubahan
pigmen kulit bisa terjadi dengan berlanjutnya lesi, menjadi hiperpigmentasi dan
kadang hipopigmentasi.
3) Fase Dewasa ( > 12 tahun) Pada dermatitis atopik bentuk dewasa mirip dengan lesi
anak usia lanjut (8-12 tahun),didapatkan likenifikasi terutama pada daerah lipatan-
lipatan tangan. Lesi kering, agak menimbul, papul datar dan cenderung bergabung
menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama, sering terjadi eksoriasi dan eksudasi
karena garukan, lambat laun terjadi hiperpigmentasi.Selain gejala utama yang telah
diterangkan, juga ada gejala lain yang tidak selalu terdapat. Pada fase dewasa, 10

Dermatitis atopik | 9
distribusi lesi kurang karakteristik , sering mengenai tangan dan pergelangan tangan,
dapat pula ditemukan setempat, misalnya bibir, vulva, puting susu,atau skalp.
Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan,mengalami likenifikasi.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Dermatografisme putih, untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan
terhadapkulit
2. Percobaan asetilkolin akan menimbulkan vasokonstriksi kulit yang tampak
sebagaigaris pucat selama satu jam.
3. Uji kulit dan IgE-RASTPemeriksaan uji tusuk dapat memperlihatkan allergen mana
yang berperan,namun kepositifannya harus sejalan dengan derajat kepositifan IgE
RAST ( spesifik terhadap allergen tersebut). Khususnya pada alergi makanan,
anjuran diet sebaiknyadipertimbangkan secara hati-hati setelah uji tusuk, IgE RAST
dan uji provokasi. Caralaim adalah dengan double blind placebo contolled food
challenges (DPCFC) yangdianggap sebagai baku emas untuk diagnosis alergi makanan.
4. Peningkatan kadar IgE pada sel langerhans Hasil penelitian danya IgE pada sel langerhans
membuktikan mekanismerespon imun tipe I pada dermatitis atopik, adanya pajanan
terhadap allergen luar danperan IgE di kulit.
5. Jumlah eosinofilPeningkatan jumlah eosinofil di perifer maupun di jaringan kulit
umumnyaseirama dengan beratnya penyakit dan lebih banyak ditemukan pada
keadaan yangkronis.
6. Faktor imunogenik HLAWalaupun belum secara bermakna HLA-A9 diduga
berperan sebagai factorpredisposisi intrinsic pasien atopik. Pewarisan genetiknya
bersifat multifactor.Dugaan lain adalah kromosom 11q13 juga diduga ikut berperan
pada timbulnyadermatitis atopik.
7. Kultur dan resistensiMengingat adanya kolonisasi Stapylococcus aureus pada kulit
pasien atopik terutama yang eksudatif (walaupun tidak tampak infeksi sekunder),
kultur danresistensi perlu dilakukan pada dermatitis atopik yang rekalsitran terutama
di rumah sakit.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal dari semua jenis DKA diduga terdiri dari reduksi atau, jika
memungkinkan, eliminasi semua alergen yang dicurigai dan penggunaan steroid topikal
atau terutama di wajah inhibitor kalsineurin topikal untuk mengembalikan kulit menjadi
normal.
Dermatitis atopik | 10
Pencegahan Menghindari Alergen
Setelah kemungkinan penyebab masalah dermatologi pasien telah ditentukan oleh
uji tempel, sangat penting untuk menyampaikan informasi ini kepada pasien dengan cara
yang mudah dimengerti. Ini melibatkan penjelasan cermat terhadap bahan yang
mengandung alergen.
Namun, untuk beberapa bahan kimia (seperti nikel dan kromium logam),
penghindaran langsung setelah sekali sensitisasi tidak selalu menghasilkan perbaikan
gejala. Secara keseluruhan, prognosis untuk alergi akibat kerja ini buruk. Dengan
demikian,menghindari alergen yang sudah pernah terpapar sekali adalah pencegahan
yang tidak memadai. Selain itu, menasihati pekerja dengan DKA untuk meninggalkan
posisi mereka saat ini mungkin bukan saran terbaik, terutama jika perubahan pekerjaan
akan menghasilkan dampak ekonomi yang signifikan buruk.

Induksi Ambang Batas


Pencegahan DKA yang benar terletak pada penentuan ambang batas untuk induksi
penyakit. Berdasarkan informasi ini, produk dapat dipasarkan dan tempat kerja dirancang
agar mengandung alergen pada tingkat bawah ambang batas.

Pengobatan Terapi Gejala


Bahan pengering seperti aluminium sulfat topikal, kalsium asetat bermanfaat
untuk vesikel akut dan erupsi yang basah, sedangkan erupsi likenifikasi paling baik
ditangani dengan emolien. Pruritus dapat dikontrol dengan antipruritus topikal atau
antihistamin oral, antihistamin topikal atau anestesi sebaiknya dihindari karena risiko
merangsang alergi sekunder pada kulit yang sudah mengalami dermatitis. Pengobatan
dengan agen fisikokimia yang mengurangi respon juga mungkin diperlukan.
Glukokortikoid, macrolaktam, dan radiasi ultraviolet yang paling banyak digunakan.
Individu dengan DKA akibat kerja yang secara ekonomi tidak mampu untuk berhenti
bekerja dengan alergen dan yang juga tidak dapat bekerja dengan sarung tangan atau krim
pelindung,dapat mengambil manfaat dari terapi UVB atau PUVA.

Pelindung Fisikokimia
Pencegahan DKA yaitu menghindari alergen, namun karena berbagai alasan,
terutama ekonomi, hal ini tidak selalu dapat dilakukan. Banyak bahan kimia, terutama
molekul organik, cepat dapat menembus sarung tangan berbahan vinyl atau karet lateks
yang alami maupun sintetik, dan pekerja mungkin tidak dapat menghindari kontak setiap
hari dengan alergen. Orang-orang ini mungkin dapat menggunakan sarung tangan plastik
yang terbuat dari laminasi proprietary. Di masa depan, krim pelindung mungkin tersedia
Dermatitis atopik | 11
untuk membantu pasien tersebut. Namun, krim ini tersedia untuk alergen tertentu saja
(terutama poison ivy dan poison oak), dan hanya efektif jika area yang dilindungi dicuci
dalam beberapa jam setelah kontak dengan alergen, dan pantas bagi banyak pasien oleh
karena konsistensinya yang berminyak.

H. Komplikasi
1. Infeksi akut: mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik.
2. Kerusakan Integritas Kulit : perubahan /gangguan epidermis dan/atau dermis.
3. Nyeri akut: pengalaman ensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam
hal kerusakan sedemikian rupa (international association for thestudy of paint).
4. Gangguan Citra Tubuh : konfusi dalam gambaran mental tentang diri-fisik individu.
5. Gangguan Pola Tidur : gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal
6. Ketidakefektifan pola nafas : inspirasi dan / atau ekspirasi yang tidak memberi
ventilasi yang adekuat (Wilkinson, 2007).

I. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul


1. Infeksi berhubungan dengan faktor sawar kulit/kekeringan pada kulit yang
mengakibatkan iritan/peradangan kulit(lesi).
2. Kerusakan intregritas kulit berhubungan iritasi primer akibat faktor eksogen.
3. Nyeri berhubungan dengan terjadinya peradangan pada kulit(lesi).
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya lesi(luka) akibat infeksi kulit.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akan gejalaklinis yang
terjadi.
6. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam
serum

Dermatitis atopik | 12
J. Pathway

Dermatitis Atopik
Endogen
(Genetik, Lingkungan
, Imunologi, Psikologi)
Eksogen
(Bakteri, Jamur)

Sabun, detergen, zat kimia


Sawar Kulit Genetik

Alergen’s Iritan primer Kekeringan Aktifitas limfosit T


sensitizen Kulit meningkat (akibat
peningkatan
kromosom)
Sel langerhans Mengiritasi
dan makrofag Kulit
Merangsang
Kerusakan
Sel B
Intregritas
Sel T Peradangan kulit
kulit (lesi) Stimulasi
peningkatan
Sensitasi sel T
IgE
oleh saluran
limfe
Resiko Nyeri Gangguan
Bereaksi pd
infeksi citra
alergen
Reaksi tubuh
yang masuk
hipersensitivitas

Asma Bronkial
Terpanjan ulang Rhinitis alergik

Sel efektor Ketidakefektiifan


mengeluarkan pola nafas
limfokin

Gejala klinis : gatal, Gangguan pola


panas, kemerahan tidur

Dermatitis atopik | 13
K. Intervensi / Perencanaan

NO Dx Kriteria Hasil INTEVENSI RASIONAL

1. Infeksi  Klien bebas dari  Bersihkan lingkungan  tipe leukosit yang


berhubungan infeksi setelah dipakai pasien dihitung ada 5
dengan faktor  Menunjukkan lain diantaranya :
sawar kemampuan untuk  Pertahankan teknik neutrofil, eosinofil,
kulit/kekeringan mencegah timbulnya isolasi basofil, monosit,
pada kulit yang infeksi berkelanjutan  Batasi pengunjung bila limfosit
mengakibatkan  Jumlah leukosit dalam perlu leukosit normal:
iritan/peradangan batas normal  instruksikan -bayi baru lahir:
kulit(lesi).  Menunjukkan pengunjung untuk 9000-30.000/mm3
perilaku hidup sehat mencuci tangan saat -bayi/ anak: 9000-
berkunjung dan setelah 12.000/mm3
berkunjung -dewasa : 4000-
meninggalkan pasien 10.000/mm3

 cuci tangan setiap


sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
 gunakan baju, sarung
tangan sebagai
pelindung
 berikan terapi
antibiotik bila perlu
2. Kerusakan  Integritas kulit yang  Anjurkan pasien untuk  Kemerahan pada
intregritas kulit baik bisa di menggunakan pakaian kulit merupakan
berhubungan pertahankan (sensasi, longgar. gejala yang timbul
iritasi primer elastisitas, temperatur,  Jaga kebersihan kulit akibat gatal yang
akibat faktor hidrasi, pigmentasi) agar tetap bersih akan berlanjut pada
eksogen.  Tidak ada luka / lesi  Mobilisasi pasien (ubah infeksi. Ini
pada kulit posisi pasien) dikarenakan saat
 Menunjukkan  Monitor kulit akan pasien menggaruk
pemahaman dalam adanya kemerahan rasa gatal secara
proses perbaikan kulit  Oleskan lotion atau tidaklangsung luka
akan semakin parah
Dermatitis atopik | 14
dan mencegah minyak/baby oil pada dan bakteri mudah
terjadinya cedera daerah tertekan masuk.
berulang
 Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
3. Nyeri  mampu mengontrol  Melakukan pengkajian  Terdapat 4teknik
berhubungan nyeri ( tahu penyebab nyeri secara dalam manajemen
dengan terjadinya nyeri, mampu komprehensif termasuk nyeri:
peradangan pada menggunakan tehnik lokasi, karakteristik, -stimulasi kutaneus:
kulit(lesi). nonfarmakologi untuk durasi, frekuensi, kompres dingin,
mengurangi nyeri, kualitas dan faktor analgetic ointment,
mencari bantuan ) presipitasi. plester hangat,
 melaporkan bahwa  Observasi reaksi contralateral
nyeri berkurang nonverbal dari stimulation
dengan menggunakan ketidaknyamanan -distraksi:
manajemen nyeri  Kaji kultur yang mengalihkan
 mampu mengenali mempengaruhi respon perhatian rasa nyeri
nyeri ( skala nyeri, nyeri. ke hal lain.
intensitas, frekuensi  Evaluasi pengalaman -anticipatory
dan tanda nyeri ) nyeri di masa lampau. guidance: pemberian
 menyatakan rasa  Kontrol lingkungan informasi oleh
nyaman setelah nyeri yang dapat perawat.
berkurang mempengaruhi nyeri - relaksasi

seperti suhu ruangan


dan pencahayaan.
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi, dan
interpersonal)
 Berikan analgetik
untuk mengurangi

Dermatitis atopik | 15
nyeri.
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasi dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil
4. Gangguan citra  body image positif  Kaji secara verbal dan  Body image
tubuh  mampu non verbal respon klien merupakan suatu
berhubungan mengidentifikasi terhadap tubuhnya konsep pribadi
dengan adanya kekuatan personal  Jelaskan tentang seseorang tentang
lesi(luka) akibat  mendeskripsikan pengobatan, perawatan, penampilan fisiknya.
infeksi kulit secara faktual kemajuan, dan
perubahan fungsi prognosis penyakit
tubuh  Dorong pasien
 mempertahankan mengungkapkan
interaki sosial perasaannya
 Fasilitasi kontak
dengan individu lain
dalam kelompok kecil
5. Gangguan pola  Jumlah jam tidur  Determinasi efek-efek  Pola tidur pada
tidur dalam batas normal 6- medikasi terhadap pola umumnya meliputi
berhubungan 8 jam/hari tidur jumlah normal jam
dengan  Pola tidur, kualitas  Jelaskan pentingnya tidur dan juga
ketidaknyamanan dalam batas normal tidur adekuat REM(Tidurrapid
akan gejalaklinis  Perasaan segar  Ciptakan lingkungan Eye Movement) atau
yang terjadi. sesudah tidur / yang nyaman pergerakan mata.
istirahat  Kolaborasi pemberian -jumlah normal tidur
 Mampu obar tidur yang baik pada usia
mengidentifikasi hal-  Monitordan catat anak sampai dewasa
hal yang kebutuhan tidur pasien adalah 8 jam/hari
meningkatkan tidur setiap hari dan jam kecuali pada
bayi(neuratus-
3bln:16 jam/hari)
-normal REM

Dermatitis atopik | 16
sendiri berkisar 20-
30 %
6. Ketidakefektifan  Menujukkan jalan  Posisikan pasien untuk  Hipoventilasi
pola nafas nafas yang paten memaksimalkan merupakan kondisi
berhubungan (tidak merasa terpekik potensial ventilasi. kurangnya
dengan , irananafas dan jalan  Auskultasi suara nafas, ventilisasi dibanding
peningkatan pernafasan dalam catat adanya suara dengan kebutuhan
kadar IgE dalam rentang normal, tidak tambahan. metabolik, sehingga
serum ada suara nafas  Pertahankan jalan nafas terjadi peningkatan
abnormal. paten PCO2 dan asidosis
 Tanda-tanda vital  Pertahankan posisi respiratorik.
dalam rentang normal pasien
(tekanan darah, nadi,  Observasi adanya
pernafasan) tanda-tanda
hipoventilasi
 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR.
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.

Dermatitis atopik | 17
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dermatitis Atopik (DA) adalah suatu peradangan kulit kronik dan residif (atau
sekelompok gangguan yang berkaitan), yang sering ditemukan pada penderita rhinitis
alergika dan asma serta diantara para anggota keluarga mereka. Terjadinya DA ditandai
dengan kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan
likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural) tubuh. (Solomon,2005)
Gejala klinis dan perjalanan penyakit dermatitis atopik. sangat bervariasi.
Dermatitis atopik dapat menyebabkan perasaan gatal yang dapat mengganggu
penderitanya dan memperlihatkan kemerahan pada kulit serta terbentuknya vesikel dan
mengeluarkan air. Keluhan utama pada dermatitis atopik yaitu rasa gatal dan rasa sakit
yang hebat pada kulit yang diperparah dengan garukan penderitanya. Epidermis kulit
yang terabrasi akibat garukan memudahkan agen infeksi untuk menginfeksi kulit
sehingga penyakit yang timbul dapat lebih berat.

Dermatitis atopik | 18
DAFTAR PUSTAKA

Bantz SK, Zhu Z, Zheng T. 2014. The atopic march:progression from atopic dermatitis
to allergic rhinitis and asthma. J Clin Cell Immunol [online]. April 2014
[cited2015January]; 5(2).
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4240310/

Belda Evina. 2015. Clinical Manifestations and Diagnostic Criteria of Atopic


DermatitisJ MAJORITY . Volume 4 Nomor 4 ,Februari 2015
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/574/578

Brunner and Suddarth’s. 2008. Textbook of Medical-Surgical Nursing. Philadelphia :


LWW.

Djuanda, A. 2010. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: FK UI.

Djuanda, Adhi. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit FK UI

Huda, Amin dan Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi jilid 1,2,3. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

Piliang, M. 2012. Dermatitis Atopic Disease. Jakarta : Management Project

Solomon WR.2005.Dermatitis atopik dan urtikaria. Dalam: Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. hlm. 191-7. Jakarta: EGC.

Wahyuni TD. 2014. Atopic dermatitis wound cleaning with normal saline. J
Kep[internet]. Januari 2014 [disitasi 2015 Januari]; 5(1): 79-91. Tersedia dari:
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/issue/view/226/showToc

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku DIAGNOSIS KEPERAWATAN dengan


Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Jakarta: EGC.

Dermatitis atopik | 19

Anda mungkin juga menyukai