SEDIAAN - STERIL New
SEDIAAN - STERIL New
Dosen :
Disusun Oleh :
FAKULTAS FARMASI
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita pajatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senang tiasa
melimpahkan rahmat dan hidayahNyalah sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
ini sebagaiman mestinya.
Pada kesempatan ini, penyusun mengharapkan agar nantinya makalah ini dapat
bermanfaat untuk teman-teman serta dapat dijadikan bahan pembelajaran. Penyusun
mengucapkan banyak terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu,
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan waktu yang telah ditentukan.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kesalahan-kesalahan dan kekurangan oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
1
DAFTAR ISI
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi sediaan steril
2. Untuk mengetahui cara pembuatan dan cara penggunaan sediaan steril
3
3. Untuk mengetahui evaluasi sediaan steril
4. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian sediaan steril
5. Untuk mengetahui alas an formulasi / tujuan sediaan steril
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.2 Ada lima jenis stabilitas yang umum dikenal
a. Stabilitas Kimia, tiap zat aktif mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensiasi yang
tertera pada etiket dalam batas yang dinyatakan dalam spesifikasi.
b. Stabilitas Fisika, mempertahankan sifat fisika awal, termasuk penampilan, kesesuaian,
keseragaman, disolusi, dan kemampuan untuk disuspensikan.
c. Stabilitas Mikrobiologi, sterilisasi atau resistensi terhadap pertumbuhan mikroba
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang tertera. Zat antimikroba yang ada
mempertahankan efektifitas dalam batas yang ditetapkan.
d. Stabilitas Farmakologi, efek terapi tidak berubah selama usia guna sediaan.
e. Stabilitas Toksikologi, tidak terjadi peningkatan bermakna dalam toksisitas selama usia
guna sediaan.
Sifat fisik meliputi hubungan tertentu antara molekul dengan bentuk energi yang
telah ditentukan dengan baik atau pengukuran perbandingan standar luar lainnya.
6
Dengan menghubungkan sifat fisik tertentu dengan sifat kimia dari molekul-molekul
yang hubungannya sangat dekat, kesimpulannya adalah :
menggambarkan susunan ruang dari molekul obat
memberikan keterangan untuk sifat kimia atau fisik relatif dari sebuah molekul
memberikan metode untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk suatu zat farmasi
tertentu.
Ketidakstabilan Fisika
Berikut ini akan diuraikan jenis ketidakstabilan yang paling penting, tanpa
memperdulikan kesempurnaan prosesnya.
Perubahan struktur kristal
Banyak bahan obat menunjkkan perilaku polomorfi, yang disebabkan oleh perubahan
lingkungan, yang tidak terdeteksi secara organoleptis. Akan tetapi umumnya
menyebabkan terjadinya perubahan dalam perilaku pembebasan dan resorpsi bahan obat.
Perubahan kondisi distribusi
Dengan aktifnya daya gravitasi akan terjadi fenomena pemisahan pada sistem cairan
banyak fase, namun dalam stadium lanjut dapat terlihat sebagai sedimentasi atau
pengapungan.
Perubahan konsisitensi atau kondisi agregat
Sediaan obat semi padat seperti salep atau pasta selama penyimpanan dapat mengalami
pengerasan.
Perubahan perbandingan kelarutan
Pada sistem dispersi molekular (misalnya larutan bahan obat) dapat terjadi pemisahan
bahan terlarut (kristalisasi atau pengedapan) melalui perubahan konsentrasi akibat
penguapan bahan pelarut.
Perubahan perbandingan hidratasi
Melalui pengambilan atau pelepasan cairan dapat mempengaruhi perbandingan hidratasi
senyawa sekaligus sifatnya secara nyata.
7
2.2.2 Stabilitas Farmakologi
Aktivitas senyawa bioaktif disebabkan oleh interaksi antara molekul obat dengan
bagian molekul dari obyek biologis yaitu resptor spesifik. Untuk dapat berinteraksi
dengan reseptor spesifik dan menimbulkan aktivitas spesifik, senyawa bioaktif harus
mempunyai stuktur sterik dan distribusi muatan yang spesifi pula. Dasar dari aktivitas
bioogis adalah proses-proses kimia yang kompleks mulai dari saat obat diberikan sampai
terjadinya respons biologis.
b. Fasa Farmakokinetik
Meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi molekul obat
yang mengahasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah
(Ph = 7,4) yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah fasa
yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan ekresi obat, yang menentukan kadar
senyawa aktif pada kompartemen tempat reseptor berbeda. Fasa I, II dan III menentukan
kadar obat aktif yang dapat mencapai jaringan target.
c. Fasa Farmakodinmik
Meliputi proses fasa IV dan fasa V. Fasa IV adalah tahap interaksi molekul
senyawa aktif dengan tempat aksi spesifik atau reseptor pada jaringan target, yang
dipengaruhi oleh ikatan kimia yang terlibat. Fasa V adalah induksi rangsangan, dengan
melalui proses biokimia, menyebabkan terjadinya respons biologis.
8
2.2.3 Stabilitas Kimia
Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk
mempertahanakan integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada etiket
dalam batas waktu yang ditentukan. Pengumpulan dan pengolahan data merupakan
langkah menentukan baik buruknya sediaan yang dihasilkan, meskipun tidak menutup
kemungkinan adanya parameter lain yang harus diperhatikan. Data yang harus
dikumpulkan untuk jenis sediaan yang berbeda tidak sama, begitu juga untuk jenis
sediaan sama tetapi cara pemberiannya lain. Jadi sangat bervariasi tergantung pada jenis
sediaan, cara pemberian, stabilitas zat aktif dan lain-lain.
Data yang paling dibutuhkan adalah data sifat, kimia, kimiafisik, dan kerja
farmakologi zat aktif (data primer), didukung sifat zat pembantu (data sekunder). Secara
reaksi kimia zat aktif dapat terurai karena beberapa faktor diantaranya ialah, oksigen
(oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), cahaya (fotolisis), karbondioksida (turunnya
pH larutan), sesepora ion logam sebagai katalisator reaksi oksidasi. Jadi jelasnya faktor
luar juga mempengaruhi ketidakstabilan kimia seperti, suhu, kelembaban udara dan
cahaya.
9
Gugus laktam dan azometin (imine) dalam benzodiazepine juga dapat tehidrolisis.
Faktor kimia yang dapat menjadi katalis dalam reaksi hidrolisi adalah pH dan senyawa
kimia tertentu (contohnya dextrose dan tembaga dalam kasus hidrolisa ampisilin)
Epimerisasi
Senyawa tetrasiklin paling umum mengalami epimerisasi. Reaksi terjadi dengan
cepat ketika obat dilarutkan dan terpapar dg pH lebih dari 3, mengakibatkan terjadinya
perubahan sterik pada gugus dimetilamin. Bentuk epimer dari tetrasiklin seperti
epitetrasiklin tidak memiliki aktifitas anti bakteri.
Dekarboksilasi
Beberapa asam senyawa asam karboksilat terlarut seperti para-amini salisilic acid
dapat kehilangan CO2 dari gugus karboksil ketika dipanaskan. Produk urainya memiliki
potensi farmakologi yang rendah. Beta-keto dekarboksilasi dapat terjadi pada beberapa
antibiotik yang memiliki gugus karbonil pada beta karbon dari asam karboksilat atau
anion karboksilat. Dekarboksilasi akan terjadi pada beberapa antibiotik : Carbenicillin
sodium, Carbenicillin free acid, Ticarcillin sodium, Ticarcillin free acid.
Dehidrasi
Dehidrasi yang dikatalisis oleh asam pada golongan tetrasiklin menghasilkan
senyawa epianhidrotetrasiklin, senyawa yang tdk memiliki efek anti bakteri dan memiliki
efek toksisitas
Oksidasi
Struktur molekular yang dapat mudah teroksidasi adalah gugus hidroksil yang
terikat langsung pada cincin aromatik (contoh pada katekolamin dan morfin), gugus dien
terkonjugasi (vit A dan asam lemak tak jenuh), cicin heterosiklik aromatik, gugus turunan
nitroso dan nitrit dan aldehid (flavoring). Produk hasil oksidasi biasanya memiliki efek
terapetik lebih rendah. Identifikasi secara visual bisa terlihat pada perubahan warna
contohnya pada kasus efineprin. Oksidasi dapat dikatalisa oleh pH ion logam contohnya
tembaga dan besi, paparan terhadap oksigen, UV.
10
Dekomposisi fotokimia
Paparan pada UV dapat menyebabkan oksidasi (foto oksidasi) dan fotolisis pada
ikatan kovalen. Nipedipin, nitroprusin, ribovlavin, dan fenotiazin sangat tidak stabil
terhadap foto oksidasi.
Kekuatan Ion
Efek dari jumlah elektrolit yang terlarut terhadap kecepatan hidrolisis dipengaruhi
oleh kekuatan ion pada interaksi inter ionik. Secara umum konstanta kecepatan hidrolisis
berbanding tebalik dengan kekeuatan ion dan sebaliknya dengan muatan ion, sebagai
contoh obat-obat kation yang diformulasikan dengan bahan tambahan anion.
Perubahan Nilai pH
Degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan dapat dipercepat atau
diperlambat secara ekponensial oleh nilai pH yang naik atau turun dari rentang pH nya.
Nilai pH yang di luar rentang dan paparan terhadap temperatur yang tinggi adalah faktor
yang mudah mengkibatkan efek klinik dari obat secara signifikan, akibat dari reaksi
hidrolisis dan oksidasi. Larutan obat atau suspensi obat dapat stabil dalam beberapa hari,
beberapa minggu, atau bertahun-tahun pada formulasi aslinya, tetapi ketika dicampurkan
dengan larutan lain yang dapat mempengaruhi nilai pH nya, senyawa aktif dapat
terdegradasi dalam hitungan menit.
Sistem pH dapar yang biasanya terdegradasi dari asam atau basa lemah dan
garamnya biasanya ditambahkan ke dalam sediaan cair ditambahkan untuk
mempertahankan pHnya pada rentang dimana terjadinya degradasi obat minimum.
Pengaruh pH pada kestabilan fisik sistem dua fase contohnya emulsi juga penting,
sebagai contoh kestabilan emulsi intravena lemak dirusak oleh pH asam.
Interionik
Kelarutan dari muatan ion yang berlawanan tergantung pada jumlah muatan
ionnya dan ukuran molekulnya. Secara umum ion-ion polivalen dengan muatan
berlawanan bersifat inkompatibel. Jadi inkompatibilitasnya lebih mudah terjadi dengan
penambahan sejumlah besar ion dengan muatan yang berlawanan.
11
Kestabilan bentuk padat
Reaksi pada kondisi padat relatif bersifat lambat, kecepatan degradasinya
dikarakterisasi sesuai dengan kecepatan kinetik orde 1 atau sesuai dengan kurva signoid.
Sehingga obat-obat berbentuk padat dengan titik leleh yang rendah tidak boleh
dikombinasikan dengan bahan kimia lain yang dapat membentuk campuran uetectic.
Pada kondisi kelembaban yang tinggi, kecepatan dekomposisinya berubah sesuai
dengan kecepatan kinetik orde nol, karena kecepatan dekomposisinya diatur secara
relatif oleh fraksi kecil dari obat yang muncul pada larutan jenuh yang letaknya pada
permukaan atau atau di dalamnya.
Temperatur
Secara umum kecepatan reaksi kimia meningkat secara eksponensial setiap
kenaikan 10 derajat suhu. Faktor nyata yang mengakibatkan kenaikan kecepatan reaksi
kimia ini adalah karena aktifasi energi. Waktu simpan obat pada suhu ruang biasanya
akan berkurang ¼ atau 1/25 dari waktu simpan di dalam refrigrator. Temperatur dingin
juga dapat mengakibatkan ketidakstabilan. Sebagai contoh refrigerator dapat
mengkibatkan kenaikan viskositas pada sediaan cair dan menyebabkan supersaturasi pada
kasus lain, dingin atau beku dapat merubah ukuran droplet pada emulsi, dapat
mendenaturasi protein atau pada kasus tertentu dapat menyebabkan kelarutan beberapa
polimerik obat dapat berkurang.
12
Oleh karena itu farmakope telah mengatur ketentuan mengenai kandungan
mikroorganisme pada sediaan obat maupun kosmetik dalam rangka memberikan hasil
akhir berupa obat dan kosmetika yang efektif dan aman untuk digunakan atau dikonsumsi
manusia. Stabilitas mikrobiologi diperlukan oleh suatu sediaan farmasi untuk menjaga
atau mempertahankan jumlah dan menekan pertumbuhan mikroorgansme yang terdapat
dalam sediaan tersebut hingga jangka waktu tertentu yang diinginkan.
13
Efek toksik dapat dibedakan, menjadi :
Efek toksik akut, mempunyai korelasi langsung dengan absorpsi zat toksik
Efek toksik kronis, zat toksik dalam jumlah kecil diabsorpsi sepanjang jangka waktu
lama, terakumulasi, mencapai konsentrasi toksik akhirnya timbul keracunan.
Toksisitas jangka panjang, efek toksik baru muncul setelah periode waktu laten yang
lama sebagai contoh kerja karsinogenik dan mutagenik. Penggolongan toksikologi dengan
cara lain berdasarkan jenis zat dan keadaan yang mengakibatkan kerja toksik, yaitu : kerja /
efek tidak diinginkan, keracunan akut pada dosis berlebih, pengujian terhadap toksisitas dan
toleransi pada fase praklinik.
Zat kimia disebut xenobiotik (xeno = asing), dimana setiap zat kimia baru harus
diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara luas. Adapun
faktor-faktor yang menyebabkan toksisitas adalah :
Dosis
Dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun. Untuk setiap zat kimia, termasuk
air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali atau dosis besar sekali
yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian.
1) Dapar
Merupakan suatu campuran asam lemah dengan garamnya atau basa lemah
dengan garamnya. tujuannya adalah untuk mempetahankan ph, meningkatkan stabilitas
obat, meningkatkan kelarutan obat, efek terapetik. Kriteria pemilihan dapar, yaitu :
Dapar mempunyai kapasitas yang memadai dalam kisaran pH yang dinginkan (untuk
mempertahankan stabilitas obat maka daparnya kecil)
Dapar harus aman secara biologis
Dapar tidak mempunyai efek merusak stabilitas produk
Memperbaiki rasa dan warna yang dapat diterima
14
2) Pengawet
Kemungkinan kontaminasi selama pembuatan, penyimpanan dan penggunaan.
Sumber kontaminan; berasal dari manusia, bahan obat, bahan tambahan, lingkungan, alat-
alat dan bahan pengemas. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pengawet:
Koefisien distribusi liphoid-air yang dipilih pengawet yang larut
Harga pH karena pengawet yang dapat menimbulkan aktivitas adalah pengawet yang
tidak terdisosiasi atau terdapat dalam bentuk molekul yang dapat menembus membran
Konsentrasi, ada yang menghambat pertumbuhan dan juga mematikan sel
Suhu, dengan kenaikan suhu berarti terjadi kenaikan aktivitas pengawet
Syarat memilih bahan pengawet, yaitu perlu dipilih bahan yang dapat tersatukan
secara fisiologis, tidak toksik, alergi dan sensibilisasi, yang kesemuanya tergantunng dosis,
dapat tercampur dengan bahan aktif dan bahan tambahan termasuk wadah dan tutup, tidak
berbau dan tidak berasa, efektif sebagai bakteriostatik atau bakterisid, fungiostatik atau
fungisid serta cukup larut dalam pembawa hingga mencapai konsentarsi yang memadai.
3) Antioksidan
Terjadinya oksidasi karena dipengaruhi oleh :
Harga pH semakin tinggi harga pH semakin rendah potensial redoks sehingga
oksidasinya semakin lancar
Cahaya sebab cahaya mengandung energi oton yang dapat meningkatkan atau
mempercepat proses oksidasi, maka molekul-molekul obat semakin reaktif
O2 atau kandungan O2 akan meningkatkan proses oksidasi
Ion logam berat berfungsi sebagai katalisator proses oksidasi
15
Faktor luar
a) Cara pembuatan
b) Bahan pengemas
Terbagi atas 2, yaitu bahan pengemas primer yaitu bahan pengemas yang langsung
bersentuhan atau kontak dengan sediaan (wadahnya), dan bahan pengemas sekunder, yaitu
bahan pengemas yang tidak bersentuhan langsung dengan sediaan. Syarat dalam pemilihan
bahan pengemas antara lain adalah :
Melindungi preparat dari keadaan lingkungan
Tidak boleh bereaksi dengan produk
Tidak boleh memberikan rasa atau bau paa produk
Tidak toksik
Disetujui oleh lembaga kesehatan duni
Harus memenuhi tuntunan tahan banting yang sesuai
Mudah mengeluarkan isi
Menarik
16
kondisi penyimpanan termasuk perlindungan terhadap kelembapan, pembekuan dan panas
berlebihan.
17
BAB III
PEMBAHASAN
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sediaan steril adalah sedian yang selain memenuhi persyaratan fisika-kimia juga
persyaratan steril. Steril berarti bebas mikroba. Sterilisasi adalah proses untuk mendapatkan
kondisi steril. Sediaan steril secara umum adalah sediaan farmasi yang mempunyai
kekhususan sterilitas dan bebas dari mikroorganisme.
3.2 Saran
Sebaiknya dalam pembuatan makalah selanjunya, materi yang ada lebih di perbanyak. Agar
dapat memperluas pembahasan tentang sediaan steril yang beredar di masyarakat.
18
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Kibbe, AH. 2000. Handbook of pharmaceutical Excipients. Third Edition. Washington D.C:
American Pharmaceutical AssociatioN.
Connors, KA. 1992. Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi. Edisi Kedua. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi Ketiga.
Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press.
Ansel HC. 1998 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim. Jakarta: UI-Press.
BNF 37, 1999. Royal Pharmaceutical Society of Great Britain/British Medical Association;
Maret.
Turco S, King RE. 1979. Sterile Dosage Forms. Second edition. Philadelphia: Lea & Febiger.
Reynold, James EF, 1982. Martindale the extra pharmacopeia, Twenty-eight edition. The
pharmaceutical press : London.
19