Anda di halaman 1dari 48

PRESENTASI KASUS

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Disusun Oleh:

Alifah Diendhia Putri

110.2011.021

Pembimbing:

dr. Didiet Pratignyo, Sp.PD-FINASIM

KEPANITERAAN DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON
JUNI2015

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan berkah Nyalah penulis dapat
menyelesaikan laporan kasuskepaniteraan klnik ilmu Penyakit Dalam di RSUD Kota Cilegon
yang berjudul Dengue Hemorrhagic Fever. Tujuan dari penyusunan laporan kasus ini adalah
untuk memenuhi tugas yang didapat saat kepaniteraan di RSUD Cilegon. Dari laporan kasus ini
saya mendapat banyak hal dan dapat lebih memahami terapi dan keadaan pasien.
Dalam menyusun laporan kasus ini tentunya tidak lepas dari pihak-pihak yang
membantu saya. Saya mengucapkan terima kasih pada dr. Didiet Pratignyo, Sp.PD-FINASIM
atas bimbingan, saran, kritik dan masukan dalam menyusun laporan kasus ini. Saya juga
mengucapkan terima kasih pada orangtua yang selalu mendoakan dan teman-teman dan pihak-
pihak yang telah mendukung dan membantu dalam pembuatan laporan kasusini. Semoga laporan
kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan untuk membuat laporan kasus ini lebih baik. Terima kasih.

Cilegon, 20 Juni 2015

Penulis

2
DAFTAR ISI

KataPengantar..............................................................................................2
Daftarisi........................................................................................................3
Laporan kasus
1. Identitas .............................................................................................4
2. Anamnesis...........................................................................................4
3. Pemeriksaan fisik.................................................................................8
4. Pemeriksaan penunjang.......................................................................10
5. Diagnosis............................................................................................11
6. Diagnosis banding...............................................................................14
7. Terapi..................................................................................................14
8. Prognosis.............................................................................................17
9. Follow up.............................................................................................18
Analisa kasus..................................................................................................19
Tinjauan Pustaka
1.1 Definisi……......................................................................................... 21
1.2. Epidemiologi…………….......................................................................21
1.3. Etiologi…..............................................................................................23
1.4. Vektor Penyakit.....................................................................................24
1.5. Transmisi..............................................................................................25
1.6. Patogenesis............................................................................................26
1.7. Manifestasi Klinis..................................................................................28
1.8. Diagnosis……………………………………………………………………30
1.9. Diagnosis banding………………………………………………………….35
1.10. Komplikasi………………………………………………………………..35
1.11. Terapi…...…………………………………………………………………36
1.12. Pencegahan…………………………………………………………………45
1.13. Indikasi untuk pulang……………………………………………………..47
Daftar Pustaka................................................................................................. 48

3
PRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

Topik : Sirosis Hepatis


Penyusun : Indah Aprilyani

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. M. Toha

Usia : 45 tahun

Pekerjaan : Buruh harian lepas

Agama : Islam

Alamat : Link. Gerem Kulon 002/005. Kel. Gerem, Kec. Gerogol.

No. CM : 531***

Pembiayaan : BPJS

Tanggal Berobat : 15 Mei 2017

Ruangan : Nusa Indah RSUD Cilegon

II. Anamnesa

Dilakukan secara auto-anamnesa pada tanggal 15 Mei 2017 di IGD RSUD Cilegon pukul
20.25 WIB

o Keluhan Utama:
Muntah berdarah seperti kecap.

4
o Keluhan Tambahan:
Meriang dan mual sejak 1 hari SMRS,
o Riwayat Penyakit Sekarang:
OS datang ke IGD RSUD Cilegon pada 15 Mei 2017 pukul 20.25 WIB dengan keluhan
muntah darah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. OS juga merasa meriang dan mual,
BAK kuning keruh. Pasien memiliki riwayat makan bersama dengan teman- teman ketika
sedang di kantor, namun beliau tidak mengetahui temannya mempunyai riwayat penyakit
yang sama dengan OS atau tidak.
Pasien memiliki riwayat Hepatitis B.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.
Riwayat pengobatan paru-paru sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit DM disangkal
Riwayat penyakit hepatitis.
Riwayat penyakit hipertensi disangkal.
Riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat asma dan alergi disangkal
o Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien
Riwayat DM pada keluarga disangkal
Riwayat TB paru pada keluarga disangkal
Riwayat asma dan alergi pada keluarga disangkal
Riwayat penyakit hipertensi pada keluarga disangkal
o Anamnesis Sistem:
Tanda checklist (+) menandakan keluhan pada sistem tersebut. Tanda strip (-)
menandakan keluhan di sistem tersebut disangkal oleh pasien.
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Ikterus (-) Sianosis
(-) Lain-lain

5
Kepala
(-) Trauma (-) Nyeri kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri sinus

Mata
(-) Nyeri (-) Sekret
(-) Radang (-) Gangguan penglihatan
(+) Sklera Ikterus (-) Penurunan ketajaman penglihatan
(-) Congjungtiva Anemis
Telinga
(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan pendengaran
(-) Kehilangan pendengaran

Hidung
(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis

Mulut
(-) Bibir (-) Lidah
(-) Gusi (-) Gangguan pengecapan
(-) Selaput (-) Stomatitis

Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorok (-) Perubahan suara

Leher
(-) Benjolan/ massa (-) Nyeri leher

6
Jantung/ Paru
(-) Nyeri dada (-) Sesak nafas
(-) Berdebar-debar (-) Batuk darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk

Abdomen (Lambung / Usus)


(-) Rasa kembung (+) Perut membesar
(+) Mual (-) Wasir
(+) Muntah (+) Mencret
(+) Muntah darah (+) Melena
(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna dempul
(-) Nyeri perut (-) Tinja berwarna ter
(-) Benjolan

Saluran Kemih / Alat Kelamin


(-) Disuria (-) Kencing nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi urin
(-) Batu ginjal (-) Kencing menetes
(-) Ngompol (-) Kencing seperti air teh

Katamenis
(-) Leukore (-) Perdarahan
(-) Lain-lain (-)

Haid(tidak ditanyakan)
() Hari terakhir () Jumlah dan lamanya () Menarche

7
() Teratur () Nyeri () Gejala Klimakterium
() Gangguan menstruasi () Paska menopause

Otot dan Syaraf


(-) Anestesi (-) Sukar menggigit
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot lemah (-) Hipo/hiper-estesi
(-) Kejang (-) Pingsan / syncope
(-) Afasia (-) Kedutan (tick)
(-) Amnesis (-) Pusing (Vertigo)
(-) Lain-lain (-) Gangguan bicara (disartri)

Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri sendi (-) Sianosis

III. Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pada tanggal 24 Mei 2017 pukul 13.00 WIB
VITAL SIGNS:
- Kesadaran : Compos mentis
- Keadaan Umum : Sakit Sedang
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 84 kali/menit
- Respirasi : 20x kali/menit
- suhu : 36,50C
- BB/TB : tidak ditanyakan

STATUS GENERALIS:
- Kulit : Berwarna coklat muda, suhu demam, dan turgor kulit baik.

8
- Kepala : Bentuk oval, simetris, ekspresi wajah terlihat lemah.
- Rambut : Hitam, lebat, tidakmudah dicabut.
- Alis : Hitam, tumbuh lebat, tidak mudah dicabut.
- Mata : Tidak exopthalmus, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat dan
isokor, tidak terdapat benda asing, pergerakan bola mata baik.
- Hidung : Tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak deviasi septum, tidak ada sekret,
dan tidak hiperemis.
- Telinga : Bentuk normal, liang telinga luas, tidak ada sekret, tidak ada darah, tidak ada
tanda radang, membran timpani intak.
- Mulut : Bibir tidak sianosis, gigi geligilengkap, gusi tidak hipertropi, lidah tidak
kotor, mukosa mulut basah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis.
- Leher :Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada submentalis,
subklavikula, pre-aurikula, post-aurikula, oksipital, sternokleidomastoideus,
dan supraklavikula. Tidak terdapat pembesaran tiroid, trakea tidak deviasi,
dan Jugular Venous Pressure bernilai 5+2 cmH2O.
- Thoraks : Normal, Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat pelebaran vena, tak terdapat
spider nevy.
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan
dinamis, perbandingan trasversal : antero posterior = 2:1, tidak terdapat
retraksi dan pelebaran sela iga.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak terdengar adanya krepitasi,
fremitus taktil dan vokal kiri simetri kanan dan kiri.
Perkusi :Sonor pada seluruh lapangan paru dan terdapat peranjakan paru hati pada
sela iga VI.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra, dan tidak terdapat
thrill

9
Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea para sternalis dextra, batas jantung
kiri pada 2cm lateral ICS V linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdapat murmur dan gallop
- Abdomen
Inspeksi : Tampak simetris, datar,tidak tegang, tidak terdapat kelainan kulit,tidak
ditemukan adanya spider nevy. tidak terlihat massa, tidak pelebaran vena, tidak
terdapat caput medusa.
Auskultasi : Bising usus(+), bising aorta abdominalis tidak terdengar.
Palpasi : Supel, turgor baik, terdapat nyeri tekan pada epigastik dan abdomen kanan.
Tidak terdapat nyeri lepas, tidak teraba massa, hepatomegaly (-)
splenomegaly (-), Ballotement (-), Undulasi (+).
Perkusi : Suara timpani di semua lapang abdomen, terdapat nyeri ketuk pada
epigastrium, shifting dullness (-).
- Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
5 5
- Ekstremitas : Akral hangat, cappilary refill kurang dari 2 detik, kekuatan otot
5 5
Tidak terdapat udem pada tungkai bawah, tidak terdapat palmar
eritem, tidak terdapat clubbing finger.
Rumple leede (+)
- Refleks fisiologis dan patologis : tidak dilakukan pemeriksaan.

IV. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium :

PEMERIKSAAN 15 Mei 16 Mei 17 Mei 18 Mei 19 Mei NORMAL

Hematologi

GDS 158
14 – 18 gr/dl
Hemoglobin 17,9 15,2 14,8 13,9 14,2

Hematokrit 47,9 % 44,0% 40,9% 37,9% 41,3 40 – 48 %

10
5.000 – 10.000
Leukosit 3.300 4.480 13.780 14.360 12.700
/uL

150.000 –
Trombosit 10.000 12.000 65.000 93.000 120.000
450.000/uL

Fungsi Hati

SGPT 37,8 - - 0 – 37 U/l


-
SGOT 19,5 - - 0 – 41 U/l
-
Fungsi ginjal

Ureum - 35 - 17-43 mg/dl


-
Creatinin - 1,0 - 0,7 -1,1
-

V. Diagnosis
Diagnosis Kerja: DBD Grade II
Dasar diagnosis :
Anamnesis
Tn. H datang ke IGD RSUD Cilegon sore hari tanggal 15 Mei 2015. Os datang dengan
keluhan utama panas tinggi sejak 5 hari yang lalu, mual dan muntah> 3x. Os juga
mengeluhkan nyeri perut. Tidak ada riwayat hipertensi, DM, dan sakit magh. Kemudian
dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan widal.

Pemeriksaan fisik :
- Kulit : Berwarna coklat muda, suhu demam, dan turgor kulit baik.
- Kepala : Bentuk oval, simetris, ekspresi wajah terlihat lemah.
- Rambut : Hitam, lebat, tidakmudah dicabut.
- Alis : Hitam, tumbuh lebat, tidak mudah dicabut.

11
- Mata : Tidak exopthalmus, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat dan
isokor, tidak terdapat benda asing, pergerakan bola mata baik.
- Hidung : Tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak deviasi septum, tidak ada sekret,
dan tidak hiperemis.
- Telinga : Bentuk normal, liang telinga luas, tidak ada sekret, tidak ada darah, tidak ada
tanda radang, membran timpani intak.
- Mulut : Bibir tidak sianosis, gigi geligilengkap, gusi tidak hipertropi, lidah tidak
kotor, mukosa mulut basah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis.
- Leher :Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada submentalis,
subklavikula, pre-aurikula, post-aurikula, oksipital, sternokleidomastoideus,
dan supraklavikula. Tidak terdapat pembesaran tiroid, trakea tidak deviasi,
dan Jugular Venous Pressure bernilai 5+2 cmH2O.
- Thoraks : Normal, Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat pelebaran vena, tak terdapat
spider nevy.
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan
dinamis, perbandingan trasversal : antero posterior = 2:1, tidak terdapat
retraksi dan pelebaran sela iga.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak terdengar adanya krepitasi,
fremitus taktil dan vokal kiri simetri kanan dan kiri.
Perkusi :Sonor pada seluruh lapangan paru dan terdapat peranjakan paru hati pada
sela iga VI.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra, dan tidak terdapat
thrill
Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea para sternalis dextra, batas jantung
kiri pada 2cm lateral ICS V linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdapat murmur dan gallop

12
- Abdomen
Inspeksi : Tampak simetris, datar,tidak tegang, tidak terdapat kelainan kulit,tidak
ditemukan adanya spider nevy. tidak terlihat massa, tidak pelebaran vena, tidak
terdapat caput medusa.
Auskultasi : Bising usus(+), bising aorta abdominalis tidak terdengar.
Palpasi : Supel, turgor baik, terdapat nyeri tekan pada epigastik dan abdomen kanan.
Tidak terdapat nyeri lepas, tidak teraba massa, hepatomegaly (-)
splenomegaly (-), Ballotement (-), Undulasi (+).
Perkusi : Suara timpani di semua lapang abdomen, terdapat nyeri ketuk pada
epigastrium, shifting dullness (-).
- Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
5 5
- Ekstremitas : Akral hangat, cappilary refill kurang dari 2 detik, kekuatan otot
5 5
Tidak terdapat udem pada tungkai bawah, tidak terdapat palmar
eritem, tidak terdapat clubbing finger.
Rumplee leed (+)
- Refleks fisiologis dan patologis : tidak dilakukan pemeriksaan.

Pemeriksaan lab :

PEMERIKSAAN 15 Mei 16 Mei 17 Mei 18 Mei 19 Mei NORMAL

Hematologi

GDS 158
14 – 18 gr/dl
Hemoglobin 17,9 15,2 14,8 13,9 14,2

40 – 48 %

Hematokrit 47,9 % 44,0% 40,9% 37,9% 41,3

5.000 – 10.000
Leukosit 3.300 4.480 13.780 14.360 12.700
/uL

13
150.000 –
Trombosit 10.000 12.000 65.000 93.000 120.000
450.000/uL

Fungsi Hati

SGPT 37,8 - - 0 – 37 U/l


-
SGOT 19,5 - - 0 – 41 U/l
-
Fungsi ginjal

Ureum - 35 - 17-43 mg/dl


-
Creatinin - 1,0 - 0,7 -1,1
-

VI. Diagnosis Banding


- DD
- Demam tifoid
- Leptospirosis
- Chikungunya
VII. Pemeriksaan yang Dianjurkan
Periksa Darah Perifer Rutin setiap 12 jam
Gula darah sewaktu

14
VIII. Terapi yang diberikan

IGD NUSA INDAH

 IVFD RL 38 tpm / 6 jam  IVFD RL 24 tpm


 IVFD Gelafusal / 12 jam  IVFD NaCl 24 tpm
 Inj. Ranitidine 2x1 amp  IVFD Gelafusal / Hr
 Inj. Metilprednisolon 2x62,5 mg  Inj. Ranitidine 2x1 amp
 Paracetamol tab 3x1  Inj. Metilprednisolon 2x62,5
 Aviter 3x1  Paracetamol tab 3x1
 Ranitidine tab 2x1  Aviter 3x1
 Psidii 3x1
 Pro liver 3x1

IX. Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanactionam : ad bonam

15
Follow Up

TD: 120/80 mmHg R: 20x/menit


N: 84x/menit S: 36,5 ̊C
S: O: A: P:
Demam sudah turun, o KU: TSS DBD Grade III Non farmakologis :
mual (+), nafsu makan o KS: CM - Tirah baring
sudah baik, pusing o Kepala: Normocephale - DPR /12 jam
(+), nyeri ulu hati, o Mata: CA (-/-) SI (-/-) - IVFD RL 24
BAK normal o THT: dbn tpm
o Cor: BJI-BJII regular, - IVFD NaCl 2
G(-), M(-) line ( 24 tpm)
o Pulmo: SNV, rh (-/-), Farmakologis :
wh (-/-) Oral
o Abd: buncit, tegang,  Aviter 2x1
pelebaran vena (-), BU  Psidii 3x1
(+), aorta abdominalis  Pro liver 3x1
tidak terdengar,
shifting dullness (-),
splenomegaly (-),
hepatomegaly (-),
undulasi (-), NT (-)
epigastrik.
o Eks: Edema (-), akral
hangat.

16
ANALISA KASUS

1. Apakah penegakan diagnosis akhir pada pasien ini sudah benar?


Belum tepat, karena dari gejala dan anamnesis yang dilakukan tidak ada tanda-tanda pre syok
atau demam berdarah dengue derajat III. Pasien tidak mengalami kegagalan sirkulasi, seperti
tekanan nadi lemah dan cepat, tekanan darah rendah, gelisah. Dari hasil pemeriksaan ditemukan
petechiae pada uji tourniquet dan hasil laboratorium adanya trombositopenia dan leukopenia.

2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah adekuat?


Sudah

17
3. Apakah prognosis pada pasien ini?

Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah bonam karena penyakit pada pasien saat ini tidak
mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam bonam, karena organ-organ vital pasien masih
berfungsi dengan baik. Untuk quo ad sanactionam bonam karena kekambuhan pada DBD hanya
dapat terjadi jika terdapat reinfeksi oleh virus dengue. Dengan edukasi yang tepat, maka dapat
dilakukan tindakan pencegahan terjadinya infeksi virus dengue.

18
4. Kapan pasien dikatakan demam berdarah dengue?
 Demam mendadak terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas, demam tinggi
dan turun pada hari ke 4-6
 Uji tourniquet (+)
 Adanya petechiae
 Hasil laboratorium : trombositopenia dan leukositosis

5. Apa yang menyebabkan trombositopenia pada pasien ini?


 Adanya suspensi sumsum tulang yang diakibatkan oleh limfosit T yang melepas
sitokin
 Adanya kompleks virus antibody
 Destruksi trombosit akibat infeksi virus yang mengenai trombosit dan
pemendekan masa hidup trombosit

6. Terapi apa yang diberikan pada pasien ketika sudah diperbolehkan pulang?
 Terapi yang diberikan yang bersifat simptomatik dan supportive
 Tirah baring, analgesic dan antipiretik diberikan untuk mengurangi lethargy,
malaise dan demam
 Paracetamol diberikan untuk demam dan nyeri
 Aspirin dan anti inflamasi

7. Edukasi yang disampaikan kepada pasien?


 Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
 Foging Focus dan Foging Masal
 Penyelidikan Epidemiologi
 Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
 Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DB

19
8. Bagaimana pathogenesis terjadinya demam berdarah dengue?

20
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Demam dengue/DD dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic


fever/DHF) adalah penyakit demam akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat
ini cenderung berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi
perdarahan dan menimbulkan shock yang dapat menyebabkan kematian.

2. EPIDEMIOLOGI

Demam Dengue merupakan penyakit infeksi virus yang paling cepat


penyebarannya di dunia. Dalam 50 tahun terakhir insidensinya meningkat 30 kali dan
disertai ekspansi ke negara-negara baru. Pada dekade sekarang, penyebarannya berubah
dari urban ke rural (WHO, 2009).

World Health Assembly (WHA) tahun 2002 menghasilkan resolusi WHA55.17


yang isinya supaya WHO dan semua negara anggotanya lebih meningkatkan
komitmennya dalam melawan dengue. Sementara itu pada resolusi WHA58.3 pada
pertemuan WHA tahun 2005 merevisi International Health Regulation (IHR) yang
memasukkan dengue sebagai contoh penyakit yang mungkin merupakan keadaan darurat
kesehatan publik internasional yang berimplikasi pada keamanan kesehatan akibat
gangguan dan epidemi yang cepat menyebar ke luar perbatasan negara (WHO, 2009).

Beban terberat dalam mengatasi DBD ada pada negara – negara di Asia Pasifik.
Dari 2.5 miliar orang yang berisiko di seluruh dunia, 1.8 miliar atau lebih dari 70% nya
berada di negara-negara Asia Pasifik. Penyebarannya yang cepat ke negara-negara yang
sebelumnya tidak terinfeksi serta peningkatan kejadian outbreak adalah masalah yang
dihadapi. Angka kematian juga tinggi pada saat kejadian outbreak atau epidemik. Anak-

21
anak umumnya berisiko tinggi dalam kematian akibat komplikasi dan kurangnya akses ke
pengobatan yang memadai. Hal ini semakin diperberat dengan perkembangan daerah
urban yang tidak terencana, jeleknya penyimpanan air dan kondisi sanitasi yang belum
memadai di negara-negara Asia Pasifik. Kondisi tersebut dapat meningkatkan jumlah
vektor utama Virus Dengue yaitu nyamuk Aedes aegypti. Dengan meningkatnya jumlah
vektor dan meningkatnya kepadatan penduduk, kemungkinan untuk penularan Virus
Dengue juga semakin besar (WHO-SEARO, 2008).

Gambar 2.1 Negara dan daerah yang berisiko DBD (WHO, 2011)

Di Indonesia sendiri kasus Demam Dengue (DD) sudah ditemukan sejak abad ke
– 18 namun lebih dikenal dengan nama demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-
adang disebut juga sebagai demam sendi. Disebut demikian karena demam yang terjadi
menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri
kepala. Umumnya gejala bersifat ringan dan hilang dengan sendirinya tetapi sejak tahun
1952 ditemukan DD dengan gejala berat disebut juga Demam Berdarah Dengue (DBD)
di Manila, Filipina. Sejak saat itu DBD mulai ditemukan muncul di beberapa wilayah
Asia Tenggara termasuk Indonesia (Depkes 2010).

22
3. ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 (Sudoyo, 2006;
Soedarmo, 2012)

Gambar 1.3 Virus Dengue (Smith, 2002)

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang
tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe
selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia (Sudoyo, 2006; Soedarmo, 2012).

Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan.
Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di
dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar

23
rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik – bintik putih, biasanya
menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini
100 meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air
jernih. Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon – pohon, tempat
menampung air hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk
ini menggigit pada siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter (Rampengan, 2008)

Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (WHO, 2011)

4. VEKTOR PENYAKIT

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik-bintik putih
pada bagian badan, kaki, dan sayapnya. Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 minggu,
tetapi sebagian diantaranya dapat hidup 2-3 bulan. Nyamuk Aedes aegypti jantan
mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan yang
betina menghisap darah. Nyamuk betina akan menghisap darah manusia setiap 2 hari.
Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk
betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi hari (pukul
9.00-10.00) hingga petang (pukul 16.00-17.00). Aedes aegypti mempunyai kebiasan
menghisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan
demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit. Setelah menghisap darah,
nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau di luar rumah. Tempat hinggap yang
disenangi adalah benda-benda yang tergantung, seperti: pakaian, kelambu, atau tumbuh-
tumbuhan dan biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di sini nyamuk
menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan
telurnya di dinding bak mandi/ WC, tempayan, drum, kaleng, ban bekas, dan lain-lain

24
sebagai tempat perkembangbiakan, sedikit di atas permukaan air. Setiap kali bertelur
Nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur nyamuk
Aedesaegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0.80 mm. Pada umumnya telur akan
menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik bergerak aktif dan
posisinya hamper tegak lurus permukaan air ketika istirahat. Jentik kemudian menjadi
kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Siregar, 2004).

5. TRANSMISI

Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.


Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu menggigit dan menghisap darah orang yang
sakit Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi di dalam darahnya terdapat virus
dengue. Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan

25
sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-
7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular,
maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya
virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk
di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita,
nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik).
Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu
nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue itu menjadi penular (infektif)
sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kal nyamuk menusuk/ menggigit,
sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis)
agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue
dipindahkan dari nyamuk ke orang lain

6. PATOGENESIS

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan
dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen, dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi.
Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada
monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut dengan antibodi dependent
enhancement (ADE)
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6,
dan IL-10
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag;
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

26
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti
lain;menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang
memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di
makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper
dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma
akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-
α, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan
terjadinya disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a
terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya
kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :


a. Supresi sumsum tulang
b. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan terendah tercapai akan terjadi
peningkatan hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam
darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan. Hal ini
menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan
fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati
dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan
pertanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkandisfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati
konsumtifpada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada
demamberdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur intrinsik (tissue factor pathway).

27
Jalurintrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi
kontak(kalikrein C1-inhibitor complex) (Suhendro, et.al., 2006).

7. MANIFESTASI KLINIS

WHO pada tahun 2009 mengeluarkan Guidelines for diagnosis, treatment,


prevention and control. Dalam panduan tersebut WHO membagi hari-hari sakit demam
dengue menjadi 3 fase : 1. Fase Demam, 2.Fase Kritis, 3.Fase Penyembuhan.

Fase Demam
Penderita mengalami demam akut 2-7 hari disertai muka wajah memerah, kulit
memerah, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia dan sakit kepala. Ada juga gejala nyeri
tenggorokan, faring hiperemis, konjunctiva hiperemis. Anorexia, nausea dan muntah
muntah umum terjadi. Sulit untuk membedakan dengue dengan non dengue pada fase
demam, uji torniquet positip mempertinggi kemungkinan penderita mengalami infeksi
Virus Dengue. Diperlukan monitor untuk menilai timbulnya tanda bahaya (warning sign)
yang akan membuat pasien masuk ke fase ke 2 fase kritis. Manifestasi perdarahan ringan
seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (seperti perdarahan hidung dan gusi)
dapat terjadi. Perdarahan pervaginam yang masif dapat terjadi pada wanita usia muda dan
perdarahan saluran cerna dapat terjadi pada fase ini tetapi jarang. Hati dapat membesar
dan tegang/nyeri setelah demam beberapa hari. Tanda paling awal dari pemeriksaan

28
darah rutin adalah menurunnya total leukosit (leukopenia) yang dapat menjadi dasar
klinisi untuk menilai pasien sudah terjangkit Virus Dengue.

Fase Kritis
Selama fase rawatan, pada saat temperatur tubuh turun menjadi ≤ 37,5-38oC dan
bertahan pada suhu tersebut, terjadi pada hari ke 3-7, meningkatnya permeabilitas kapiler
bersamaan dengan meningkatnya kadar hematokrit dapat terjadi. Ini merupakan tanda
awal fase kritis. Leukopenia yang progresif diikuti dengan menurunnya jumlah trombosit
mengiindikasikan kebocoran plasma. Efusi pleura dan asites dapat terdeteksi tergantung
dari derajat kebocoran plasma dan volume dari terapi cairan. Foto thorax dan
ultrasonografi abdomen dapat digunakan untuk mendiagnosa efusi pleura dan asites.
Shok dapat terjadi didahului oleh timbulnya tanda bahaya (warning sign). Temperatur
tubuh dapat subnormal saat shok terjadi. Shok yang memanjang, terjadi hipoperfusi organ
yang dapat mengakibatkan kegagalan organ, metabolik asidosis dan disseminated
intravascular coagulation (DIC). Hepatitis akut yang berat, ensefalitis, miokarditis dan
atau terjadi perdarahan yang masif dapat terjadi. Pasien yang membaik dalam fase ini
disebut sebagai non-severe dengue. Pasien yang memburuk akan menunjukkan tanda
bahaya. Pasien ini bisa membaik dengan rehidrasi intravena atau memburuk kembali
yang disebut severe dengue.

Severe dengue didefinisikan bila didapati satu atau lebih hal-hal berikut ini
(WHO,2009) :
• Kebocoran plasma yang mengarah pada syok

• Perdarahan hebat

• Gangguan berat organ

Biasanya terjadi pada hari ke-4 atau ke-5 demam (berkisar antara hari ke 3-7),
ditandai dengan tanda bahaya. Kompensasi tubuh untuk mempertahankan tekanan sistolik
menyebabkan takikardia dan vasokonstriksi perifer, ditandai dengan akral dingin dan
peningkatan capillary refill time. Akhirnya terjadi dekompensasi dan TD menghilang.

29
Syok akibat hipotensi dan hipoksia akan menyebabkan kegagalan multiorgan
(WHO,2009).

Fase Penyembuhan
Bila pasien telah melewati 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi cairan dari
kompartemen extravaskular terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum membaik,
kembalinya nafsu makan, berkurangnya gejala gastrointestinal, hemodinamik stabil dan
cukup diuresis. Bradikardia dan perubahan EKG dapat terjadi pada fase ini. Hematokrit
kembali normal atau lebih rendah karena efek dilusi cairan yang diberikan. Leukosit
kembali meningkat disusul dengan meningkatnya trombosit. (WHO, 2009).

8. DIAGNOSIS

Berdasarkan kriteria WHO 2011 untuk diagnosis Demam Berdarah Dengue:

a. Kriteria Klinis
1. Demam

30
Demam mendadak terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. Tipe demam bifasik
(saddleback).

Gambar 1.9 Demam Bifasik pada Demam Berdarah Dengue

2. Manifestasi perdarahan, salah satu tergantung:


a. Uji torniket (+)
b. Petechie, ekhimosis ataupun purpura
c. perdarahan mukosa traktus gastrointestinal, epistaksis, perdarahan gusi
d. hematemesis dan melena
3. Hepatomegali
4. Kegagalan sirkulasi (tanda-tanda syok): ekstremitas dingin, nadi cepat dan lemah,
sistolik kurang 90 mmHg, dan tekanan darah menurun sampai tidak terukur, kulit
lembab, penyempitan tekanan nadi (< 20 mmHg), capillary refill time memanjang (>2
detik) dan pasien tampak gelisah.
b. Kriteria Laboratoris
1. Trombositopenia (trombosit < 100.000 /ul)
2. Hemokonsentrasi ( Peningkatan Ht 20% atau penurunan Ht 20% setelah mendapat
terapi cairan).

31
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan
pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3
sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai
hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari
peningkatan nilai hematokrit.

Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan
nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat
suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat
dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun
(leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan
pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa
ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan
fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT
memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.

32
b. Pencitraan
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa kelainan
yang dapat dideteksi yaitu, dilatasi pembuluh darah paru, efusi pleura, kardiomegali dan
efusi perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga peritoneum, penebalan dinding vesica
felea.

c. Pemeriksaan Rumple leed test


Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah dengan cara
mengenakan pembendungan kepada vena-vena, sehingga darah menekan kepada dinding
kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak oleh
pembendungan itu, darah dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan merembes ke
dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan
kulit (petechiae).

Pemeriksaan dilakukan dengan memasang sfigmomanometer pada lengan atas


dan pompalah sampai tekanan berada ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik.
Pertahankan tekanan itu selama 10 menit, setelah itu lepaskan ikatan dan tunggulah
sampai tanda-tanda stasis darah lenyap lagi. Stasis darah telah berhenti jika warna kulit
pada lengan yang dibendung tadi mendapat lagi warna kulit lengan yang tidak dibendung.
Lalu carilah petechiae yang timbul dalam lingkaran berdiameter 5 cm kira-kira 4 cm
distal dari vena cubiti. Test dikatakan positif jika terdapat lebih dari dikatakan positif 10
petechiae dalam lingkaran tadi.

d. Pemeriksaan lainnya :
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahi infeksi virus
dengue yaitu (WHO, 2011):

- Isolasi Virus
Karakteristik serotypic/genotypic

- Deteksi Asam Nukleat Virus


Dengan RT-PCR (Reverse Transcripterase Polymerase Chain Reaction)

- Deteksi Antigen Virus

33
Deteksi antigen NS1.

- Pemeriksaan serologis yang meliputi : Haemagglutination-inhibition (HI),


Complement Fixation (CF), Neutralization Test (NT), Ig M capture enzyme-
linked immunosorbent assay (MAC-ELISA), danpemeriksaan Ig G ELISA
indirect
Viremia pada pasien dengan infeksi dengue sangatlah pendek, yaitu muncul pada
2 – 3 hari sebelum onset demam dan bertahan hingga 4 – 7 hari saat sakit. Selama periode
ini, asam nukleat virus dan antigen virus dapat terdeteksi.

Respon antibodi dapat dilihat dari 2 jenis imunoglobulin. Antibodi Ig M dapat


terdeteksi pada 3 – 5 hari setelah onset, meningkat cepat selama 2 minggu, dan menurun
hingga tidak terdeteksi pada 2 – 3 bulan. Antibodi Ig G terdeteksi rendah pada akhir
minggu pertama, meningkat kemudian, dan menetap hingga bertahun – tahun. Pada
infeksi sekunder virus dengue, titer antibodi meningkat cepat. Antibodi Ig G terdeteksi
pada level tinggi, pada saat fase inisial, dan menetap hingga beberapa bulan. Antibodi Ig
M biasanya lebih rendah pada infeksi dengue sekunder. Oleh karena itu, perbandingan Ig
M/ Ig G digunakan untuk membedakan antara infeksi primer dan infeksi sekunder virus
dengue. Disebut infeksi primer jika perbandingan Ig M / Ig G lebih dari 1,2, dan disebut
infeksi sekunder jika perbandingan Ig M / Ig G kurang dari 1,2 (WHO, 2011).

34
Gambar 1.10 Deteksi jumlah Ig M dan Ig G pada Demam Berdarah Dengue

9. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding Demam Dengue terdiri atas ( WHO, 2011) :

a. Infeksi virus golongan Arbovirus : Chikungunya


b. Penyakit virus lainnya
Misalnya : Measles, Rubella, dan berbagai virus lainnya, seperti : Epstein barr virus,
Enterovirus, Influenza, Hepatitis A, Hantavirus

c. Penyakit bakterial
Meningocuccaemia, Leptospirosis, Thypoid, Meliodosis, Rackettsial disease, Scarlet Fever

d. Penyakit parasit : Malaria

Pada fase awal demam dari demam berdarah dengue, diagnosis banding meliputi
infeksi spektrum luas oleh virus, bakteri, dan protozoa, sama halnya dengan diagnosis
banding dari demam dengue. Adanya trombositopenia disertai dengan hemokonsentrasi
membedakan demam berdarah dengue dengan penyakit yang lainnya. Hasil yang normal dari
ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) dapat membedakan dengue dengan infeksi bakteri dan
syok septik (WHO, 2011).

10. KOMPLIKASI

• Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
• Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
• Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading pemberian
cairan pada masa perembesan plasma
• Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan hebat (DIC,
kegagalan organ multipel)

35
• Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok berkepanjangan
dan terapi cairan yang tidak sesuai

11. TATALAKSANA

Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki


sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler
Diseminata (KID).

Perbedaan patofisiologi utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah


adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan
gangguan hemostasis. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian
mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang
merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis
disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis.

Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma,


yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai
terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/pl atau
kurang dari 1-2 trombosit / lpb (rata-rata dihitung pada 10 lpb) terjadi sebelum
peningkatan hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit
20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk
pemberian cairan.

Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume
plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus
dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit <
50.000/µL. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah
sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.

Fase Demam

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila

36
cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut
yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-
kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi
lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di
sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul
sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan
adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan
minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi
anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang
masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang
demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.

Fase Kritis

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode
kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam.
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik
untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran
plasma danpedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi
sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa
minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana
pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan
sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat
pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb Sahli dengan estimasi
nilai Ht = 3 x kadar Hb.

37
Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase afebris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah
penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus
diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3
jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit).
Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar
hematokrit, dan jumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat,
seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang
dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena diperlukan,
apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga
mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada
pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila
terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1 ml/kgBB intravena -2 bolus
perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis
cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang
diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan
rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini.

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur danberat
badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat

38
hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan
ideal untuk anak umur yang sama.

Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan plasma


tidak konstan (perembesam plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka
volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dankehilangan plasma,
yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume yang
berlebihan danterus menerus setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian.
Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi
cairan ekstravaskular kembali kedalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak
dikurangi, akan menyebabkan edema paru dandistres pernafasan. Pasien harus dirawat
dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah,
ekstremitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dannadi lemah, tekanan nadi menyempit
(20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit
atau kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena.

39
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:

Gambar 1.12. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.

40
Gambar 1.13. Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue.

41
Gambar 1.14 Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II.

42
Gambar 1.15. Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS.

43
Jenis Cairan (rekomendasi WHO)

• Kristaloid: Larutan ringer laktat (RL)


• Larutan ringer asetat (RA)
• Larutan garam faali (GF)
• Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
• Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
• Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang
mengandung dekstran)

Koloid:

• Dekstran 40
• Plasma
• Albumin

44
Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejalanya tidak spesifik, oleh karena itu
orang tua/anggota keluarga diharapkan untuk waspada jika meiihat tanda/ gejala yang
mungkin merupakan gejala awal penyakit DBD. Tanda/gejala awal penyakit DBD ialah
demam tinggi 2 hari mendadak tanpa sebab yang jelas, -7 terus menerus, badan terasa
lemah/anak tampak lesu.

Pertama-tama ditentukan terlebih dahulu:

(1) Adakah tanda kedaruratan yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan
dankaki dingin, kulit lembab), muntah terus menerus, kejang, kesadaran menurun,
muntah darah, berak darah, maka pasien perlu dirawat (tatalaksana disesuaikan dengan
bagan 3,4,5)

(2) Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji tourniquet/uji Rumple Leede/uji
bendung danhitung trombosit; a. Bila uji tourniquet positif dan/ atau trombosit <_
100.000/pl, pasien di observasi (tatalaksana kasus tersangka DBD ) Bagan 3 b. Bila uji
tourniquet negatif dengan trombosit >_ 100.000/pl atau normal , pasien boleh pulang
dengan pesan untuk datang kembali setiap hari sampai suhu turun. Pasien dianjurkan
minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah dll serta diberikan obat
antipiretik golongan parasetamol jangan golongan salisilat. Apabila selama di rumah
demam tidak turun pada hari sakit ketiga, evaluasi tanda klinis adakah tanda-tanda syok
yaitu anak menjadi gelisah, ujung kaki/tangan dingin, sakit perut, berak hitam, kencing
berkurang; bila perlu periksa Hb, Ht, dantrombosit. Apabila terdapat tanda syok atau
terdapat peningkatan Hb/Ht danatau penurunan trombosit, segera kembali ke rumah sakit
(lihat Lampiran 1 formulir untuk orang tua)

12. PENCEGAHAN

Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara Pengendalian vector virus dengue.
Pengendalian vektor bertujuan (Purnomo, 2010) :

45
1. Mengurangi populasi vektor serendah – rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai
penular penyakit.
2. Menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia

Cara efektif untuk pengendalian vektor adalah dengan penatalaksanaan lingkungan


yang termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan aktivitas untuk
modifikasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu pandangan untuk mencegah perkembangan
vektor dan kontak manusia-vektor-patogen. Pengendalian vektor dapat berupa (Purnomo,
2010):

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)


a. Melakukan metode 4 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan, dan monitor
tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga,
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
2. Foging Focus dan Foging Masal
a. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1
minggu
b. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka
waktu 1 bulan
c. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan
Swing Fog
3. Penyelidikan Epidemiologi
a. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah
menerima laporan kasus
b. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
4. Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
5. Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.

Kewajiban pelaporan kasus dalam tempo 24 jam ke Dinas Kesehatan tingkat


II/Puskesmas tempat tinggal pasien merupakan keharusan yang sesuai dengan Peraturan

46
Menteri Kesehatan 560 tahun 1989 dengan tujuan kemungkinan terjadinya penularan lebih
lanjut, penyakit DBD dapat dicegah dan ditanggulangi sedini mungkin. Dengan adanya
laporan kasus pada Puskesmas/ Dinas Kesehatan tingkat II yang bersangkutan, dapat dengan
segera melakukan penyelidika epidemiologi di sekitar tempat tinggal kasus untuk melihat
kemungkinan resiko penularan (Soedarmo, 2012).

Apabila dari hasil penyelidikan epidemiologi diperoleh data adanya resiko


penularan DBD, maka pihak terkait akan melakukan langkah – langkah upaya
penanggulangan berupa : foging fokus dan abatisasi selektif. Tujuan abatisasi adalah
membunuh larva dengan butir – butir abate sand granule (SG) 1 % pada tempat
penyimpanan air dengan dosis ppm (part per milion) yaitu : 10 gram meter 100 liter air.
Selain itu dapat dilakukan dengan menggalakkan masyarakat untuk melakukan kerja bakti
dalan pemberantasan sarang nyamuk (Soedarmo, 2012).

13. INDIKASI UNTUK PULANG

Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut.
o Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik
o Nafsu makan telah kembali
o Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi teratur
o Diuresis baik
o Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
o Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
o Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada umumnya
jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue haemorrhagic fever in small


hospital. World Health Organization Regional Office for South-East Asia. New Delhi: WHO;
1999.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008). Tatalaksana Demam Berdarah Dengue.
http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf (diakses pada Mei
2015).
3. World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011.p.1-
67.
4. WHO. Dengue for Diagnosis, treatment, prevention and control. 2009:1-146
5. Candra,Ayu. 2010. Demam Berdarah Dengue : Epidemiologi, Patogenesis dan Faktor Resiko
Penularan; Aspirator Vol 2. No. 2 Tahun 2010 : 110-119
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2011). Tatalaksana DBD.
http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf (diakses pada Juni 2015)
7. Purnama, S. Gede. 2010. Pengendalian Vektor DBD. Denpasar : Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana.

48

Anda mungkin juga menyukai