Presentasi Kasus DHF Fix
Presentasi Kasus DHF Fix
Disusun Oleh:
110.2011.021
Pembimbing:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan berkah Nyalah penulis dapat
menyelesaikan laporan kasuskepaniteraan klnik ilmu Penyakit Dalam di RSUD Kota Cilegon
yang berjudul Dengue Hemorrhagic Fever. Tujuan dari penyusunan laporan kasus ini adalah
untuk memenuhi tugas yang didapat saat kepaniteraan di RSUD Cilegon. Dari laporan kasus ini
saya mendapat banyak hal dan dapat lebih memahami terapi dan keadaan pasien.
Dalam menyusun laporan kasus ini tentunya tidak lepas dari pihak-pihak yang
membantu saya. Saya mengucapkan terima kasih pada dr. Didiet Pratignyo, Sp.PD-FINASIM
atas bimbingan, saran, kritik dan masukan dalam menyusun laporan kasus ini. Saya juga
mengucapkan terima kasih pada orangtua yang selalu mendoakan dan teman-teman dan pihak-
pihak yang telah mendukung dan membantu dalam pembuatan laporan kasusini. Semoga laporan
kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan untuk membuat laporan kasus ini lebih baik. Terima kasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KataPengantar..............................................................................................2
Daftarisi........................................................................................................3
Laporan kasus
1. Identitas .............................................................................................4
2. Anamnesis...........................................................................................4
3. Pemeriksaan fisik.................................................................................8
4. Pemeriksaan penunjang.......................................................................10
5. Diagnosis............................................................................................11
6. Diagnosis banding...............................................................................14
7. Terapi..................................................................................................14
8. Prognosis.............................................................................................17
9. Follow up.............................................................................................18
Analisa kasus..................................................................................................19
Tinjauan Pustaka
1.1 Definisi……......................................................................................... 21
1.2. Epidemiologi…………….......................................................................21
1.3. Etiologi…..............................................................................................23
1.4. Vektor Penyakit.....................................................................................24
1.5. Transmisi..............................................................................................25
1.6. Patogenesis............................................................................................26
1.7. Manifestasi Klinis..................................................................................28
1.8. Diagnosis……………………………………………………………………30
1.9. Diagnosis banding………………………………………………………….35
1.10. Komplikasi………………………………………………………………..35
1.11. Terapi…...…………………………………………………………………36
1.12. Pencegahan…………………………………………………………………45
1.13. Indikasi untuk pulang……………………………………………………..47
Daftar Pustaka................................................................................................. 48
3
PRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. M. Toha
Usia : 45 tahun
Agama : Islam
No. CM : 531***
Pembiayaan : BPJS
II. Anamnesa
Dilakukan secara auto-anamnesa pada tanggal 15 Mei 2017 di IGD RSUD Cilegon pukul
20.25 WIB
o Keluhan Utama:
Muntah berdarah seperti kecap.
4
o Keluhan Tambahan:
Meriang dan mual sejak 1 hari SMRS,
o Riwayat Penyakit Sekarang:
OS datang ke IGD RSUD Cilegon pada 15 Mei 2017 pukul 20.25 WIB dengan keluhan
muntah darah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. OS juga merasa meriang dan mual,
BAK kuning keruh. Pasien memiliki riwayat makan bersama dengan teman- teman ketika
sedang di kantor, namun beliau tidak mengetahui temannya mempunyai riwayat penyakit
yang sama dengan OS atau tidak.
Pasien memiliki riwayat Hepatitis B.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.
Riwayat pengobatan paru-paru sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit DM disangkal
Riwayat penyakit hepatitis.
Riwayat penyakit hipertensi disangkal.
Riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat asma dan alergi disangkal
o Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien
Riwayat DM pada keluarga disangkal
Riwayat TB paru pada keluarga disangkal
Riwayat asma dan alergi pada keluarga disangkal
Riwayat penyakit hipertensi pada keluarga disangkal
o Anamnesis Sistem:
Tanda checklist (+) menandakan keluhan pada sistem tersebut. Tanda strip (-)
menandakan keluhan di sistem tersebut disangkal oleh pasien.
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Ikterus (-) Sianosis
(-) Lain-lain
5
Kepala
(-) Trauma (-) Nyeri kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Sekret
(-) Radang (-) Gangguan penglihatan
(+) Sklera Ikterus (-) Penurunan ketajaman penglihatan
(-) Congjungtiva Anemis
Telinga
(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan pendengaran
(-) Kehilangan pendengaran
Hidung
(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir (-) Lidah
(-) Gusi (-) Gangguan pengecapan
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorok (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan/ massa (-) Nyeri leher
6
Jantung/ Paru
(-) Nyeri dada (-) Sesak nafas
(-) Berdebar-debar (-) Batuk darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk
Katamenis
(-) Leukore (-) Perdarahan
(-) Lain-lain (-)
Haid(tidak ditanyakan)
() Hari terakhir () Jumlah dan lamanya () Menarche
7
() Teratur () Nyeri () Gejala Klimakterium
() Gangguan menstruasi () Paska menopause
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri sendi (-) Sianosis
STATUS GENERALIS:
- Kulit : Berwarna coklat muda, suhu demam, dan turgor kulit baik.
8
- Kepala : Bentuk oval, simetris, ekspresi wajah terlihat lemah.
- Rambut : Hitam, lebat, tidakmudah dicabut.
- Alis : Hitam, tumbuh lebat, tidak mudah dicabut.
- Mata : Tidak exopthalmus, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat dan
isokor, tidak terdapat benda asing, pergerakan bola mata baik.
- Hidung : Tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak deviasi septum, tidak ada sekret,
dan tidak hiperemis.
- Telinga : Bentuk normal, liang telinga luas, tidak ada sekret, tidak ada darah, tidak ada
tanda radang, membran timpani intak.
- Mulut : Bibir tidak sianosis, gigi geligilengkap, gusi tidak hipertropi, lidah tidak
kotor, mukosa mulut basah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis.
- Leher :Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada submentalis,
subklavikula, pre-aurikula, post-aurikula, oksipital, sternokleidomastoideus,
dan supraklavikula. Tidak terdapat pembesaran tiroid, trakea tidak deviasi,
dan Jugular Venous Pressure bernilai 5+2 cmH2O.
- Thoraks : Normal, Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat pelebaran vena, tak terdapat
spider nevy.
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan
dinamis, perbandingan trasversal : antero posterior = 2:1, tidak terdapat
retraksi dan pelebaran sela iga.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak terdengar adanya krepitasi,
fremitus taktil dan vokal kiri simetri kanan dan kiri.
Perkusi :Sonor pada seluruh lapangan paru dan terdapat peranjakan paru hati pada
sela iga VI.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra, dan tidak terdapat
thrill
9
Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea para sternalis dextra, batas jantung
kiri pada 2cm lateral ICS V linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdapat murmur dan gallop
- Abdomen
Inspeksi : Tampak simetris, datar,tidak tegang, tidak terdapat kelainan kulit,tidak
ditemukan adanya spider nevy. tidak terlihat massa, tidak pelebaran vena, tidak
terdapat caput medusa.
Auskultasi : Bising usus(+), bising aorta abdominalis tidak terdengar.
Palpasi : Supel, turgor baik, terdapat nyeri tekan pada epigastik dan abdomen kanan.
Tidak terdapat nyeri lepas, tidak teraba massa, hepatomegaly (-)
splenomegaly (-), Ballotement (-), Undulasi (+).
Perkusi : Suara timpani di semua lapang abdomen, terdapat nyeri ketuk pada
epigastrium, shifting dullness (-).
- Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
5 5
- Ekstremitas : Akral hangat, cappilary refill kurang dari 2 detik, kekuatan otot
5 5
Tidak terdapat udem pada tungkai bawah, tidak terdapat palmar
eritem, tidak terdapat clubbing finger.
Rumple leede (+)
- Refleks fisiologis dan patologis : tidak dilakukan pemeriksaan.
Hematologi
GDS 158
14 – 18 gr/dl
Hemoglobin 17,9 15,2 14,8 13,9 14,2
10
5.000 – 10.000
Leukosit 3.300 4.480 13.780 14.360 12.700
/uL
150.000 –
Trombosit 10.000 12.000 65.000 93.000 120.000
450.000/uL
Fungsi Hati
V. Diagnosis
Diagnosis Kerja: DBD Grade II
Dasar diagnosis :
Anamnesis
Tn. H datang ke IGD RSUD Cilegon sore hari tanggal 15 Mei 2015. Os datang dengan
keluhan utama panas tinggi sejak 5 hari yang lalu, mual dan muntah> 3x. Os juga
mengeluhkan nyeri perut. Tidak ada riwayat hipertensi, DM, dan sakit magh. Kemudian
dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan widal.
Pemeriksaan fisik :
- Kulit : Berwarna coklat muda, suhu demam, dan turgor kulit baik.
- Kepala : Bentuk oval, simetris, ekspresi wajah terlihat lemah.
- Rambut : Hitam, lebat, tidakmudah dicabut.
- Alis : Hitam, tumbuh lebat, tidak mudah dicabut.
11
- Mata : Tidak exopthalmus, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat dan
isokor, tidak terdapat benda asing, pergerakan bola mata baik.
- Hidung : Tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak deviasi septum, tidak ada sekret,
dan tidak hiperemis.
- Telinga : Bentuk normal, liang telinga luas, tidak ada sekret, tidak ada darah, tidak ada
tanda radang, membran timpani intak.
- Mulut : Bibir tidak sianosis, gigi geligilengkap, gusi tidak hipertropi, lidah tidak
kotor, mukosa mulut basah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis.
- Leher :Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada submentalis,
subklavikula, pre-aurikula, post-aurikula, oksipital, sternokleidomastoideus,
dan supraklavikula. Tidak terdapat pembesaran tiroid, trakea tidak deviasi,
dan Jugular Venous Pressure bernilai 5+2 cmH2O.
- Thoraks : Normal, Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat pelebaran vena, tak terdapat
spider nevy.
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan
dinamis, perbandingan trasversal : antero posterior = 2:1, tidak terdapat
retraksi dan pelebaran sela iga.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak terdengar adanya krepitasi,
fremitus taktil dan vokal kiri simetri kanan dan kiri.
Perkusi :Sonor pada seluruh lapangan paru dan terdapat peranjakan paru hati pada
sela iga VI.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra, dan tidak terdapat
thrill
Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea para sternalis dextra, batas jantung
kiri pada 2cm lateral ICS V linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdapat murmur dan gallop
12
- Abdomen
Inspeksi : Tampak simetris, datar,tidak tegang, tidak terdapat kelainan kulit,tidak
ditemukan adanya spider nevy. tidak terlihat massa, tidak pelebaran vena, tidak
terdapat caput medusa.
Auskultasi : Bising usus(+), bising aorta abdominalis tidak terdengar.
Palpasi : Supel, turgor baik, terdapat nyeri tekan pada epigastik dan abdomen kanan.
Tidak terdapat nyeri lepas, tidak teraba massa, hepatomegaly (-)
splenomegaly (-), Ballotement (-), Undulasi (+).
Perkusi : Suara timpani di semua lapang abdomen, terdapat nyeri ketuk pada
epigastrium, shifting dullness (-).
- Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
5 5
- Ekstremitas : Akral hangat, cappilary refill kurang dari 2 detik, kekuatan otot
5 5
Tidak terdapat udem pada tungkai bawah, tidak terdapat palmar
eritem, tidak terdapat clubbing finger.
Rumplee leed (+)
- Refleks fisiologis dan patologis : tidak dilakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan lab :
Hematologi
GDS 158
14 – 18 gr/dl
Hemoglobin 17,9 15,2 14,8 13,9 14,2
40 – 48 %
5.000 – 10.000
Leukosit 3.300 4.480 13.780 14.360 12.700
/uL
13
150.000 –
Trombosit 10.000 12.000 65.000 93.000 120.000
450.000/uL
Fungsi Hati
14
VIII. Terapi yang diberikan
IX. Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanactionam : ad bonam
15
Follow Up
16
ANALISA KASUS
17
3. Apakah prognosis pada pasien ini?
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah bonam karena penyakit pada pasien saat ini tidak
mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam bonam, karena organ-organ vital pasien masih
berfungsi dengan baik. Untuk quo ad sanactionam bonam karena kekambuhan pada DBD hanya
dapat terjadi jika terdapat reinfeksi oleh virus dengue. Dengan edukasi yang tepat, maka dapat
dilakukan tindakan pencegahan terjadinya infeksi virus dengue.
18
4. Kapan pasien dikatakan demam berdarah dengue?
Demam mendadak terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas, demam tinggi
dan turun pada hari ke 4-6
Uji tourniquet (+)
Adanya petechiae
Hasil laboratorium : trombositopenia dan leukositosis
6. Terapi apa yang diberikan pada pasien ketika sudah diperbolehkan pulang?
Terapi yang diberikan yang bersifat simptomatik dan supportive
Tirah baring, analgesic dan antipiretik diberikan untuk mengurangi lethargy,
malaise dan demam
Paracetamol diberikan untuk demam dan nyeri
Aspirin dan anti inflamasi
19
8. Bagaimana pathogenesis terjadinya demam berdarah dengue?
20
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
2. EPIDEMIOLOGI
Beban terberat dalam mengatasi DBD ada pada negara – negara di Asia Pasifik.
Dari 2.5 miliar orang yang berisiko di seluruh dunia, 1.8 miliar atau lebih dari 70% nya
berada di negara-negara Asia Pasifik. Penyebarannya yang cepat ke negara-negara yang
sebelumnya tidak terinfeksi serta peningkatan kejadian outbreak adalah masalah yang
dihadapi. Angka kematian juga tinggi pada saat kejadian outbreak atau epidemik. Anak-
21
anak umumnya berisiko tinggi dalam kematian akibat komplikasi dan kurangnya akses ke
pengobatan yang memadai. Hal ini semakin diperberat dengan perkembangan daerah
urban yang tidak terencana, jeleknya penyimpanan air dan kondisi sanitasi yang belum
memadai di negara-negara Asia Pasifik. Kondisi tersebut dapat meningkatkan jumlah
vektor utama Virus Dengue yaitu nyamuk Aedes aegypti. Dengan meningkatnya jumlah
vektor dan meningkatnya kepadatan penduduk, kemungkinan untuk penularan Virus
Dengue juga semakin besar (WHO-SEARO, 2008).
Gambar 2.1 Negara dan daerah yang berisiko DBD (WHO, 2011)
Di Indonesia sendiri kasus Demam Dengue (DD) sudah ditemukan sejak abad ke
– 18 namun lebih dikenal dengan nama demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-
adang disebut juga sebagai demam sendi. Disebut demikian karena demam yang terjadi
menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri
kepala. Umumnya gejala bersifat ringan dan hilang dengan sendirinya tetapi sejak tahun
1952 ditemukan DD dengan gejala berat disebut juga Demam Berdarah Dengue (DBD)
di Manila, Filipina. Sejak saat itu DBD mulai ditemukan muncul di beberapa wilayah
Asia Tenggara termasuk Indonesia (Depkes 2010).
22
3. ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 (Sudoyo, 2006;
Soedarmo, 2012)
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang
tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe
selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia (Sudoyo, 2006; Soedarmo, 2012).
Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan.
Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di
dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar
23
rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik – bintik putih, biasanya
menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini
100 meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air
jernih. Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon – pohon, tempat
menampung air hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk
ini menggigit pada siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter (Rampengan, 2008)
Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (WHO, 2011)
4. VEKTOR PENYAKIT
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik-bintik putih
pada bagian badan, kaki, dan sayapnya. Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 minggu,
tetapi sebagian diantaranya dapat hidup 2-3 bulan. Nyamuk Aedes aegypti jantan
mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan yang
betina menghisap darah. Nyamuk betina akan menghisap darah manusia setiap 2 hari.
Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk
betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi hari (pukul
9.00-10.00) hingga petang (pukul 16.00-17.00). Aedes aegypti mempunyai kebiasan
menghisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan
demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit. Setelah menghisap darah,
nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau di luar rumah. Tempat hinggap yang
disenangi adalah benda-benda yang tergantung, seperti: pakaian, kelambu, atau tumbuh-
tumbuhan dan biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di sini nyamuk
menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan
telurnya di dinding bak mandi/ WC, tempayan, drum, kaleng, ban bekas, dan lain-lain
24
sebagai tempat perkembangbiakan, sedikit di atas permukaan air. Setiap kali bertelur
Nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur nyamuk
Aedesaegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0.80 mm. Pada umumnya telur akan
menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik bergerak aktif dan
posisinya hamper tegak lurus permukaan air ketika istirahat. Jentik kemudian menjadi
kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Siregar, 2004).
5. TRANSMISI
25
sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-
7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular,
maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya
virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk
di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita,
nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik).
Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu
nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue itu menjadi penular (infektif)
sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kal nyamuk menusuk/ menggigit,
sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis)
agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue
dipindahkan dari nyamuk ke orang lain
6. PATOGENESIS
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan
dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen, dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi.
Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada
monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut dengan antibodi dependent
enhancement (ADE)
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6,
dan IL-10
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag;
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
26
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti
lain;menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang
memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di
makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper
dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma
akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-
α, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan
terjadinya disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a
terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya
kebocoran plasma.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan terendah tercapai akan terjadi
peningkatan hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam
darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan. Hal ini
menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan
fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati
dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan
pertanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkandisfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati
konsumtifpada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada
demamberdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur intrinsik (tissue factor pathway).
27
Jalurintrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi
kontak(kalikrein C1-inhibitor complex) (Suhendro, et.al., 2006).
7. MANIFESTASI KLINIS
Fase Demam
Penderita mengalami demam akut 2-7 hari disertai muka wajah memerah, kulit
memerah, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia dan sakit kepala. Ada juga gejala nyeri
tenggorokan, faring hiperemis, konjunctiva hiperemis. Anorexia, nausea dan muntah
muntah umum terjadi. Sulit untuk membedakan dengue dengan non dengue pada fase
demam, uji torniquet positip mempertinggi kemungkinan penderita mengalami infeksi
Virus Dengue. Diperlukan monitor untuk menilai timbulnya tanda bahaya (warning sign)
yang akan membuat pasien masuk ke fase ke 2 fase kritis. Manifestasi perdarahan ringan
seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (seperti perdarahan hidung dan gusi)
dapat terjadi. Perdarahan pervaginam yang masif dapat terjadi pada wanita usia muda dan
perdarahan saluran cerna dapat terjadi pada fase ini tetapi jarang. Hati dapat membesar
dan tegang/nyeri setelah demam beberapa hari. Tanda paling awal dari pemeriksaan
28
darah rutin adalah menurunnya total leukosit (leukopenia) yang dapat menjadi dasar
klinisi untuk menilai pasien sudah terjangkit Virus Dengue.
Fase Kritis
Selama fase rawatan, pada saat temperatur tubuh turun menjadi ≤ 37,5-38oC dan
bertahan pada suhu tersebut, terjadi pada hari ke 3-7, meningkatnya permeabilitas kapiler
bersamaan dengan meningkatnya kadar hematokrit dapat terjadi. Ini merupakan tanda
awal fase kritis. Leukopenia yang progresif diikuti dengan menurunnya jumlah trombosit
mengiindikasikan kebocoran plasma. Efusi pleura dan asites dapat terdeteksi tergantung
dari derajat kebocoran plasma dan volume dari terapi cairan. Foto thorax dan
ultrasonografi abdomen dapat digunakan untuk mendiagnosa efusi pleura dan asites.
Shok dapat terjadi didahului oleh timbulnya tanda bahaya (warning sign). Temperatur
tubuh dapat subnormal saat shok terjadi. Shok yang memanjang, terjadi hipoperfusi organ
yang dapat mengakibatkan kegagalan organ, metabolik asidosis dan disseminated
intravascular coagulation (DIC). Hepatitis akut yang berat, ensefalitis, miokarditis dan
atau terjadi perdarahan yang masif dapat terjadi. Pasien yang membaik dalam fase ini
disebut sebagai non-severe dengue. Pasien yang memburuk akan menunjukkan tanda
bahaya. Pasien ini bisa membaik dengan rehidrasi intravena atau memburuk kembali
yang disebut severe dengue.
Severe dengue didefinisikan bila didapati satu atau lebih hal-hal berikut ini
(WHO,2009) :
• Kebocoran plasma yang mengarah pada syok
• Perdarahan hebat
Biasanya terjadi pada hari ke-4 atau ke-5 demam (berkisar antara hari ke 3-7),
ditandai dengan tanda bahaya. Kompensasi tubuh untuk mempertahankan tekanan sistolik
menyebabkan takikardia dan vasokonstriksi perifer, ditandai dengan akral dingin dan
peningkatan capillary refill time. Akhirnya terjadi dekompensasi dan TD menghilang.
29
Syok akibat hipotensi dan hipoksia akan menyebabkan kegagalan multiorgan
(WHO,2009).
Fase Penyembuhan
Bila pasien telah melewati 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi cairan dari
kompartemen extravaskular terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum membaik,
kembalinya nafsu makan, berkurangnya gejala gastrointestinal, hemodinamik stabil dan
cukup diuresis. Bradikardia dan perubahan EKG dapat terjadi pada fase ini. Hematokrit
kembali normal atau lebih rendah karena efek dilusi cairan yang diberikan. Leukosit
kembali meningkat disusul dengan meningkatnya trombosit. (WHO, 2009).
8. DIAGNOSIS
a. Kriteria Klinis
1. Demam
30
Demam mendadak terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. Tipe demam bifasik
(saddleback).
31
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan
pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3
sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai
hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari
peningkatan nilai hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan
nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat
suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat
dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun
(leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan
pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa
ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan
fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT
memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.
32
b. Pencitraan
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa kelainan
yang dapat dideteksi yaitu, dilatasi pembuluh darah paru, efusi pleura, kardiomegali dan
efusi perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga peritoneum, penebalan dinding vesica
felea.
d. Pemeriksaan lainnya :
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahi infeksi virus
dengue yaitu (WHO, 2011):
- Isolasi Virus
Karakteristik serotypic/genotypic
33
Deteksi antigen NS1.
34
Gambar 1.10 Deteksi jumlah Ig M dan Ig G pada Demam Berdarah Dengue
9. DIAGNOSIS BANDING
c. Penyakit bakterial
Meningocuccaemia, Leptospirosis, Thypoid, Meliodosis, Rackettsial disease, Scarlet Fever
Pada fase awal demam dari demam berdarah dengue, diagnosis banding meliputi
infeksi spektrum luas oleh virus, bakteri, dan protozoa, sama halnya dengan diagnosis
banding dari demam dengue. Adanya trombositopenia disertai dengan hemokonsentrasi
membedakan demam berdarah dengue dengan penyakit yang lainnya. Hasil yang normal dari
ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) dapat membedakan dengue dengan infeksi bakteri dan
syok septik (WHO, 2011).
10. KOMPLIKASI
• Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
• Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
• Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading pemberian
cairan pada masa perembesan plasma
• Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan hebat (DIC,
kegagalan organ multipel)
35
• Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok berkepanjangan
dan terapi cairan yang tidak sesuai
11. TATALAKSANA
Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume
plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus
dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit <
50.000/µL. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah
sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila
36
cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut
yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-
kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi
lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di
sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul
sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan
adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan
minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi
anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang
masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang
demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.
Fase Kritis
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode
kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam.
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik
untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran
plasma danpedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi
sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa
minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana
pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan
sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat
pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb Sahli dengan estimasi
nilai Ht = 3 x kadar Hb.
37
Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase afebris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah
penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus
diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3
jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit).
Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar
hematokrit, dan jumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat,
seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang
dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena diperlukan,
apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga
mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada
pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila
terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1 ml/kgBB intravena -2 bolus
perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis
cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang
diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan
rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini.
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur danberat
badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat
38
hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan
ideal untuk anak umur yang sama.
39
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:
Gambar 1.12. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.
40
Gambar 1.13. Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue.
41
Gambar 1.14 Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II.
42
Gambar 1.15. Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS.
43
Jenis Cairan (rekomendasi WHO)
Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang
mengandung dekstran)
Koloid:
• Dekstran 40
• Plasma
• Albumin
44
Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejalanya tidak spesifik, oleh karena itu
orang tua/anggota keluarga diharapkan untuk waspada jika meiihat tanda/ gejala yang
mungkin merupakan gejala awal penyakit DBD. Tanda/gejala awal penyakit DBD ialah
demam tinggi 2 hari mendadak tanpa sebab yang jelas, -7 terus menerus, badan terasa
lemah/anak tampak lesu.
(1) Adakah tanda kedaruratan yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan
dankaki dingin, kulit lembab), muntah terus menerus, kejang, kesadaran menurun,
muntah darah, berak darah, maka pasien perlu dirawat (tatalaksana disesuaikan dengan
bagan 3,4,5)
(2) Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji tourniquet/uji Rumple Leede/uji
bendung danhitung trombosit; a. Bila uji tourniquet positif dan/ atau trombosit <_
100.000/pl, pasien di observasi (tatalaksana kasus tersangka DBD ) Bagan 3 b. Bila uji
tourniquet negatif dengan trombosit >_ 100.000/pl atau normal , pasien boleh pulang
dengan pesan untuk datang kembali setiap hari sampai suhu turun. Pasien dianjurkan
minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah dll serta diberikan obat
antipiretik golongan parasetamol jangan golongan salisilat. Apabila selama di rumah
demam tidak turun pada hari sakit ketiga, evaluasi tanda klinis adakah tanda-tanda syok
yaitu anak menjadi gelisah, ujung kaki/tangan dingin, sakit perut, berak hitam, kencing
berkurang; bila perlu periksa Hb, Ht, dantrombosit. Apabila terdapat tanda syok atau
terdapat peningkatan Hb/Ht danatau penurunan trombosit, segera kembali ke rumah sakit
(lihat Lampiran 1 formulir untuk orang tua)
12. PENCEGAHAN
Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara Pengendalian vector virus dengue.
Pengendalian vektor bertujuan (Purnomo, 2010) :
45
1. Mengurangi populasi vektor serendah – rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai
penular penyakit.
2. Menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia
46
Menteri Kesehatan 560 tahun 1989 dengan tujuan kemungkinan terjadinya penularan lebih
lanjut, penyakit DBD dapat dicegah dan ditanggulangi sedini mungkin. Dengan adanya
laporan kasus pada Puskesmas/ Dinas Kesehatan tingkat II yang bersangkutan, dapat dengan
segera melakukan penyelidika epidemiologi di sekitar tempat tinggal kasus untuk melihat
kemungkinan resiko penularan (Soedarmo, 2012).
Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut.
o Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik
o Nafsu makan telah kembali
o Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi teratur
o Diuresis baik
o Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
o Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
o Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada umumnya
jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.
47
DAFTAR PUSTAKA
48