Anda di halaman 1dari 2

Sejak Oktober 2015, Kepolisian Negara Republik Indonesia sudah memiliki panduan untuk

menindak pelaku ujaran kebencian, yakni Surat Edaran (SE) Kapolri No. 6 Tahun
2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech). Polri juga sudah melakukan
penegakan hukum terhada para pelaku.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh Polri guna mengurangi/mendagradasi
Kejahatan Ujaran Kebencian (Hate Speech) yaitu Upaya Non Penal (Preventif & Pre-Emtif)
dan Upaya Penal (Represif). Namun yang di utamakan dalam penyelesaian dan
penanggulangan kejahatan Ujaran Kebencian ini yaitu upaya preventif dan pre-emtifnya,
karena upaya hukum pidana (represif) merupakan jalan terakhir yang di gunakan apabila cara
preventif tidak mempan di gunakan.

Upaya Preventif dan Pre-Emtif yang dilakukan kepolisian dalam menanggulangi kejahatan
Ujaran Kebencian antara lain adalah dengan melakukan sosialisasi atau pemberian arahan
atau penyuluhan – penyuluhan kepada masyarakat mengenai pengertian Ujaran Kebencian
(Hate Speech) itu sendiri beserta dampak yang ditimbulkan, selanjutnya bekerja sama dengan
masyarakat untuk bersama – sama mencegah dan menanggulangi tindak pidana/kejahatan
Ujaran Kebencian (Hate Speech) dan Melibatkan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama,
dalam melakukan penanggulangan tindak pidana/kejahatan Ujaran Kebencian (Hate Speech)
agar dapat meminimalisisir terjadinya hal tersebut.

Upaya Represif Kepolisian dalam penanggulangan kejahatan Ujaran Kebencian (Hate


Speech) yang dilakukan melalui orasi kegiatan kampanye, spanduk/banner, jejaring media
sosial, demonstrasi, ceramah keagamaan, media masa cetak atau elektronik, dan pamflet
adalah menindak tegas pelaku kejahatan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dengan
menegakkan hukum yang mengatur mengenai Ujaran Kebencian (Hate Speech) secara
profesional dan transparan. Sehingga dengan demikian tindakan refresif secara terukur dapat
mengurangi jumlah Kejahatan Ujaran Kebencian (Hate Speech).

Oleh karena itu agar Kejahatan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dapat dikurangi dengan baik
beberapa saran yang perlu diperhatikan yaitu Perlunya kerjasama yang lebih bersinergis
antara kepolisian, masyarakat, pemangku adat dan polmas dalam melakukan pengawasan,
penanggulangan dan pencegahan ke setiap daerah yang dianggap rawan konflik dan masih
belum paham mengenai apa itu Ujaran Kebencian (Hate Speech) dan apa dampak yang
ditimbulkan apabila kejahatan Ujaran Kebencian (Hate Speech) tersebut tidak ditangani dan
di respon secara dini. Kemudian perlu mengadakan sosialisasi atau penyuluhan -penyuluhan
dari pihak Kepolisian ke sekolah -sekolah, Universitas, pedesaan, dan juga pada
masyarakatkota di Bandar Lampung khususnya mengenai pemahaman dan bentuk-bentuk
tentang kejahatan Ujaran Kebencian(Hate Speech) ini serta memaparkan juga sanksi atau
hukuman berdasarkan Undang-Undang yang sudah di atur oleh pemerintah mengenai sanksi
apabila seseorang melakukan kejahatan Ujaran Kebencian (Hate Speech)tersebut. Tidak
hanya melalui sosialisasi langsung sosialisasi secara tidak langsung lewat spanduk atau
banner juga bisa dilakukan baik dari pemerintah, kepolisian, maupun masyarakat.

Akhirnya harapan terbesar terhadap kejahatan Ujaran Kebencian (hate Speech) adalah tidak
lagi beredar dan menjadi budaya di tengah- tengah masyarakat baik dalam dunia nyata
(kehdupan sehari-hari) maupun di dunia maya (internet) sehinga situasi kamtibmas tetap
terjaga.

Anda mungkin juga menyukai