Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

DHF (Dengue Haemorraghic Fever) pada masyarakat awam sering disebut


sebagai demam berdarah.Menurut para ahli, demam berdarah dengue disebut
sebagai penyakit (terutama sering dijumpai .) yang disebabkan oleh virus Dengue
dengan gejala utama demam, nyeri otot, dan sendi diikuti dengan gejala
pendarahan spontan seperti; bintik merah pada kulit,mimisan, bahkan pada
keadaan yang parah disertai muntah atau BAB berdarah.
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili
Flaviviridae, dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat
serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini
secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari
serotipe virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara
Tropis dan Subtropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi
klinik yang berbeda. Di Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada
tahun 1968 di Surabaya dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia.
Timbulnya penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetik,
tetapi akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda.
Hal ini kemungkinan adanya faktor geografik, selain faktor genetik dari
hospesnya. Selain itu berdasarkan macam manifestasi klinik yang timbul dan
tatalaksana DBD secara konvensional sudah berubah. Infeksi virus Dengue telah
menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan sub tropis.
2

BAB II

TINJAUAN PUASTAKA

2.1 Dengue Haemoragic Fever


2.1.1 Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut
yang disebabkan oleh virus dengue, terutama menyerang anak-anak yang
bertendensi menimbulkan syok dan kematian.1,2

Menurut World Health Organization (WHO), demam berdarah dengue


(DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang
terinfeksi salah satu dari empat tipe virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada demam berdarah
dengue terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.6

2.2 Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh
nyamuk. Virus dengue ini termasuk kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus)
yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan
mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Infeksi dari salah satu serotipe menimbulkan antibodi terhadap virus yang
bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk untuk serotipe lain sangat
kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan terhadap serotipe lain.
Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3/4 serotipe
yang berbeda selama hidupnya. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang
dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang
berat. 1,3
3

Beberapa pasien demam berdarah terus berkembang menjadi demam berdarah


dengue (DBD) yang berat. Biasanya demam mulai mereda pada 3-7 hari setelah
onset gejala. Pada pasien juga bisa didapatkan tanda peringatan (warning sign)
yaitu sakit perut, muntah terus-menerus, perubahan suhu (demam hipotermia),
perdarahan, atau perubahan status mental (mudah marah,bingung).1 Menurut
WHO kriteria demam berdarah dengue ialah demam yang berlangsung 2-7 hari,
terdapat manifestasi perdarahan, trombositopenia (jumlah trombosit <
100.000/mm3), dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. 4

2.3 Epidemiologi

Istilah hemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina


pada tahun 1953. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada
tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970 dan pada
tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di IndonesiaDemam
berdarah dengue sering terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun. Sekitar 50%
penderita DBD berusia 10-15 tahun yang merupakan golongan usia yang tersering
menderita DBD dibandingkan dengan bayi dan orang dewasa. Nyamuk Aedes
aegypti yang aktif menggigit pada siang hari dengan dua puncak aktivitas yaitu
pada pukul 08.00 – 12.00 dan 15.00 – 17.00. 4

Jumlah kasus DBD di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus
dengan jumlah kematian akibat DBD sebanyak 1.358 orang, IR 65,7 per 100.000
penduduk dan CFR sebesar 0,87%. Terjadi penurunan IR DBD jika dibandingkan
dengan tahun 2009 yaitu sebesar 68,22 per 100.000 penduduk. Demikian juga
dengan CFR yang mengalami sedikit penurunan, pada tahun 2009 CFR DBD
sebesar 0,89%.6

World Health Organization (WHO) mencatat sejak tahun 1968 hingga tahun
2009, Negara Indonesia merupakan Negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia
Tenggara.
4

2.4 Patogenesis
Gigitan nyamuk Aedes menyebabkan infeksi di sel langerhans di epidermis
dan keratinosit. Kemudian menginfeksi sel - sel lainnya seperti monosit, sel
dendritik, makrofrag, sel endotelial dan hepatosit. Monosit dan sel dendritik yang
terinfeksi memproduksi banyak sitokin proinflammatori dan kemokin yang
selanjutnya mengaktivasi sel T yang diperkirakan menyebabkan disfungsi
endotelial. Disfungsi endotelial menyebabkan peningkatkan permeabilitas
pembuluh yang kemudian menyebabkan perembesan cairan di pleura, rongga
peritonium, dan syok. Sel endotelial juga dirangsang untuk menimbulkan respons
imun yang mengakibatkan permeabilitas vaskular meningkat 3

patogenesis DHF belum jelas namun terdapat hipotesis yang mendukung


seperti heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis
yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi
virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue
serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun 4

Tanda penting dari DBD adalah meningkatnya permeabilitas vaskular


sehingga terjadi kebocoran plasma, volume intravaskular berkurang, dan syok di
kasus yang parah. Kebocoran plasma bersifat unik karena plasma yang bocor
selektif, yaitu di pleura dan rongga abdomen serta periodenya pendek (24-48 jam).

Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.
Maka demi kelangsungan hidupnya virus harus bersaing dengan sel manusia
sebagai penjamu terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Beberapa
faktor resiko yang dilaporkan pada infeksi virus dengue antara lain serotipe virus,
antibodi dengue yang telah ada oleh karena infeksi sebelumnya atau antibodi
maternal pada bayi, genetic penjamu, usia penjamu, resiko tinggi pada infeksi
sekunder, dan resiko tinggi bila tinggal di tempat dengan 2 atau lebih serotipe
yang bersirkulasi tinggi secara simultan. Ada beberapa patogenesis yang dianut
pada infeksi virus dengue yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection), teori virulensi, dan hipotesis antibody dependent
enhancement (ADE).
5

Hipotesis infeksi sekunder menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien


yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai resiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/berat.
Antibodi heterolog yang ada tidak akan menetralisasi virus dalam tubuh sehingga
virus akan bebas berkembangbiak dalam sel makrofag.

Menurut hipotesis infeksi sekunder sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe
virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu,
menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi
IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga
menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan
terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini
terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan
terdapatnya cairan dalam rongga serosa 10

Hipotesis antibody dependent enhancement (ADE) adalah suatu proses


dimana antibodi nonnetralisasi yang terbentuk pada infeksi primer akan
membentuk kompleks antigen-antibodi dengan antigen pada infeksi kedua yang
serotipenya heterolog. Kompleks antigen - antibodi ini akan meningkatkan
ambilan virus yang lebih banyak lagi yang kemudian akan berikatan dengan Fc
6

reseptor dari membran sel monosit. Teori virulensi menurut Russel, 1990,
mengatakan bahwa DBD berat terjadi pada infeksi primer dan bayi usia < 1 tahun,
serotipe DEN-3 akan menimbulkan manifestasi klinis yang berat dan fatal, dan
serotipe DEN-2 dapat menyebabkan syok. Hal-hal diatas menyimpulkan bahwa
virulensi virus turut berperan dalam menimbulkan manifestasi klinis yang berat.6

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder yang


sebagai akibat infeksi sekuder oleh tipe virus dengue yang beralinan pada seorang
pasien, respon antibody anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer
antibody IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga
dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat etrdapatnya virus dalam
jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-
antibodi yang selanjutnya akn mengakibatkan aktivasi system komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravascular ke ruang ekstravaskular.6

Perembesan plasma ini terbeukti dengan adanya peningkatan kadar


hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga
serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan
menimbulkan asidosis dan anoksia yang dapat berakhir dengan kematian.
Kompleks antigenantibodi selain mengaktivasi komplemen dapat juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat
dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosine difosfat) sehingga trombosit melekat
satu sama lain. Adanya trombus ini akan dihancurkan oleh RES
(retikuloendotelial system) sehingga terjadi trombositopenia.6

Agregasi trombosit juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit sehingga


walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfunsgi baik. Di sisi lain
aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi
7

aktivasi kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat


mempercepat terjadinya syok. Jadi perdarahan massif pada DBD disebabkan oleh
trombositopenia, penurunan factor pembekuan (akibat koagulasi intravascular
deseminata), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.6

2.5 Faktor Resiko

Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk


perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan
prasarana transportasi dan terganggu atau melemahnya pengendalian populasi
sehingga memungkin terjadinya KLB.11
Faktor risiko lainnya adalah kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak
mempunyai kemampuan untuk menyediakan rumah yang layak dan sehat,
pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar. Tetapi di lain pihak,
DBD juga bisa menyerang penduduk yang lebih makmur terutama yang biasa
bepergian.11
Faktor risiko yang menyebabkan munculnya antibodi IgM anti dengue
yang merupakan reaksi infesksi primer, berdasarkan hasil penelitian di wilayah
Amazon Brasil adalah jenis kelamin laki-laki, kemiskinan, dan migrasi.
Sedangkan faktor risiko terjadinya infeksi sekunder yang menyebabkan DBD
adalah jenis kelamin lakilaki, riwayat pernah terkena DBD pada periode
sebelumnya serta migrasi ke daerah perkotaan.11

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinik untuk demam berdarah dengue (DBD) yaitu:

- Demam tinggi, timbul mendadak, kontinua, kadang bifasik.

- Berlangsung antara 2-7 hari.

- Muka kemerahan (facial flushing) , anoreksi, mialgia dan artralgia.

- Nyeri epigastrik, muntah, nyeri abdomen.

- Kadang disertai sakit tenggorok.

- Faring dan konjungtiva yang kemerahan.

- Dapat disertai kejang demam.


8

Tersangka infeksi dengue apabila terdapat demam < 7 hari, ruam,


manifestasi perdarahan (rumple leed (+), nyeri kepala, myalgia, arthralgia,
leukopeni (<4000µl), kasus DBD lingkungan (+). Adapun tanda bahaya (warning
signs) yaitu pada fase afebris klinis tidak ada perbaikan atau memburuk, tidak
mau minum, muntah terus-menerus, nyeri perut hebat, letargi dan/gelisah,
perubahan perilaku, perdarahan (mimisan, muntah & BAB hitam, menstruasi
berlebih, urin berwarna hitam/hemoglobinuria atau hematuria, pening, pucat
(tangan-kaki teraba dingin), diuresis berkurang dalam 4-6 jam. Warning signs
tersebut digunakan untuk menilai syok pada penderita penyakit demam berdarah
dengue (DBD).11

Tanda atau gejala DBD yang muncul seperti bintik-bintik merah pada kulit.
Selain itu suhu badan lebih dari 38oC, badan terasa lemah dan lesu, gelisah, ujung
tangan dan kaki dingin berkeringat, nyeri ulu hati, dan muntah. Dapat pula disertai
perdarahan seperti mimisan dan buang air besar bercampur darah serta turunnya
jumlah trombosit hingga 100.000/mm.11
9

demam dengue memiliki tiga fase diantaranya fase demam, fase kritis dan
fase penyembuhan. Pada fase demam, penderita akan mengalami demam tinggi
secara mendadak selama 2-7 hari yang sering dijumpai dengan wajah kemerahan,
eritema kulit, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital, rasa sakit di seluruh tubuh,
fotofobia dan sakit kepala serta gejala umum seperti anoreksia, mual dan muntah.
Tanda bahaya (warning sign) penyakit dengue meliputi nyeri perut, muntah
berkepanjangan, letargi, pembesaran hepar >2 cm, perdarahan mukosa,
trombositopeni dan penumpukan cairan di rongga tubuh karena terjadi
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler.11

Pada waktu transisi yaitu dari fase demam menjadi tidak demam, pasien
yang tidak diikuti dengan peningkatan pemeabilitas kapiler tidak akan berlanjut
menjadi fase kritis. Ketika terjadi penurunan demam tinggi, pasien dengan
peningkatan permeabilitas mungkin menunjukan tanda bahaya yaitu yang
terbanyak adalah kebocoran plasma. Pada fase kritis terjadi penurunan suhu
menjadi 37.5-38°C atau kurang pada hari ke 3-8 dari penyakit. Progresivitas
leukopenia yang diikuti oleh penurunan jumlah platelet mendahului kebocoran
10

plasma. Peningkatan hematokrit merupakan tanda awal terjadinya perubahan pada


tekanan darah dan denyut nadi. Terapi cairan digunakan untuk mengatasi plasma
leakage. Efusi pleura dan asites secara klinis dapat dideteksi setelah terapi cairan
intravena.11

Fase terakhir adalah fase penyembuhan. Setelah pasien bertahan selama 24-
48 jam fase kritis, reabsorbsi kompartemen ekstravaskuler bertahap terjadi selama
48-72 jam. Fase ini ditandai dengan keadaan umum membaik, nafsu makan
kembali normal, gejala gastrointestinal membaik dan status hemodinamik stabil.
11

2.7 Diagnosa DBD


WHO membuat kriteria diagnose DBD ditegakkan jika memenuhi 2 kriteria
klinis ditambah dengan 2 kriteria laboratorium dibawah ini: 8
Kriteria Klinik dan Laboratoris
Kriteria Klinik 1 Demam tinggi mendadak, terus-menerus selama 2-7 hari
2 Terdapat manifestasi perdarahan seperti tourniquet
11

positif, petechiae, echimosis, purpura, perdarahan


mukosa, epistaksis, perdarahan gusi dan hematemesis
dan atau melena

3 Pembesaran Hati
4 Syok yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat,
tekanan nadi turun, tekananan darah turun, kulit dingin
dan lembab terutama ujung jari dan ujung hidung,
sianosis sekitar mulut, gelisah.

Kriteria Laboratoris 1. Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)


2. Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit 20% atau lebih

Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Demam Berdarah Dengue

Derajad DBD Gejala Laboratorium


I Demam disertai 2 atau lebih tanda Trombositopenia, bukti ada
sakit kepala, nyeri retro orbital, kebocoran plasma
myalgia, arthralgia ditambah uji
bending positif.
II Gejala diatas ditambah perdarahan Trombositopenia, bukti ada
spontan. kebocoran plasma
III Gejala diatas ditambah kegagalan Trombositopenia, bukti ada
sirkulasi (kulit dingin dan lembab Kebocoran plasma
serta gelisah)
IV Syok berat disertai dengan tekanan Trombositopenia, bukti ada
darah dan nadi tidak terukur. Kebocoran plasma

DBD derajat III dan IV juga bias disebut Dengue Syok Syndrome (DSS). 28,34

2.8 Pemeriksaan laboratorium

Menegakkan diagnosis infeksi dengue dengan menggunakan pemeriksaan


laboratorium sangat berperan penting pada perawatan pasien, surveilans epidemiologi,
pemahaman pathogenesis infeksi dengue dan riset formulasi vaksi. Diagnosis definitif
infeksi virus dengue hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus,
deteksi antigen virus atau RNA dalam serum atau jaringan tubuh (PCR), dan deteksi
spesifik dalam serum pasien. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah
12

pemeriksaan darah rutin untuk menapis dan membantu menegakkan diagnosis pasien
demam berdarah dengue.9

Menurut Kriteria WHO pemeriksaan laboratorium demam berdarah dengue adalah


sebagai berikut:

 Jumlah sel darah putih bisa normal atau didominasi oleh neutrofil pada
fase awal demam. Kemudian, jumlah sel darah putih dan neutrofil akan
turun, hingga mencapai titik terendah di akhir fase demam. Perubahan
pada jumlah total sel darah putih (<5000sel/mm3) dan rasio neutrofil-
limfosit (neutrophil<limposit) berguna untuk memprediksi periode kritis
kebocoran plasma. Hal in mengawali terjadinya trombositopenia atau
naiknya hematokrit. Limfositosis relatif dengan limfosit atipikal
meningkat biasa ditemukan pada akhir fase demam hingga fase
pemulihan. Perubahan ini juga terlihat pada DB.
 Jumlah platelet normal selama fase awal demam. Penurunan ringan
dapat terjadi selanjutnya. Penurunan jumlah platele secara tiba-tiba
hingga di bawah 100.000 terjadi di akhir fase demam sebelum onset
syok ataupun demam surut. Jumlah platelet berkorelasi dengan
keparahan DBD. Selain itu, terdapat kerusakan pada fungsi platelet.
Perubahan ini terjadi secara singkat dan kembali normal selama fase
pemulihan.
 Hematokrit normal pada fase awal demam. Peningkatan kecil dapat
terjadi karena demam tinggi, anoreksi, dan muntah. Peningkatan
hematokrit secara tiba-tiba terlihat setelah jumlah platelet berkurang.
Hemokonsentrasi atau naiknya hematokrit sebesar 20% dari batas
normal, seperti hematokrit 35% ≥ 42% merupakan bukti obyektif adanya
kebocoran plasma.
 Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan penemuan tetap dari
DBD. Berkurangnya jumlah platelet di bawah 100.000 sel/mm3
biasanya terjadi pada hari ketiga-sepuluh. Peningkatan hematokrit
terjadi pada semua kasus DBD, khususnya kasus syok. Hemokonsentrasi
degan peningkatan hematokrit sebesar 20% atau lebih merupakan bukti
13

obyektif adanya kebocoran plasma. Harus dicatat bahwa level


hematokrit mungkin dipengaruhi oleh penggantian volume yang terlalu
dini atau perdarahan.
 Penemuan lain adalah hipoproteinemia/ albuminemia (sebagai
kosekuensi kebocoran plasma), hiponatremia, dan kenaikan ringan AST
serum (<=200 U/L) dengan rasio AST:ALT>2.
 Albuminuria ringan sesaat juga dapat terlihat
 Berak darah
 Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan koagulasi dan faktor fibrinolitik
menunjukkan berkurangnya fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor
XII, dan antitrombin. Pengurangan antiplasmin (penghambat plasmin)
juga terdeteksi pada beberapa kasus. Pada kasus berat dengan disfungsi
hepar, kofaktor protrombin tergantung vitamin K berkurang, seperti
faktor V,VII,IX, dan X.
 Waktu tromboplastin sebagian dan waktu protrombin memanjang pada
sepertiga sampai setengah kasus DBD. Waktu trombin juga memanjang
di kasus yang berat.
 Hiponatremia terjadi beberapa kali pada DBD dan lebih parah pada
syok.
 Hipokalsemia (dikoreksi dengan hipoalbuminemia) terjadi pada seluruh
kasus DBD, levelnya lebih rendah pada derajat 3 dan 4
 Asidosis metabolik juga sering ditemukan di kasus dengan syok
berkepanjangan. Kadar nitrogen urea dalam darah meningkat pada syok
berkepanjangan.8
14

2.9 Diagnosa Banding


Demam pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang luas. Pada
hari – hari pertama DBD sulit dibedakan dari morbili dan Immune Thrombocytopenic
Purpura (ITP) yang disertai demam.4

2.10 Tatalaksana
2.10.1 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok
Anak dirawat di rumah sakit 9
 Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu,
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah/diare.
 Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
 Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
 Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
 Kebutuhan cairan parenteral
Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
 Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap
6 jam
 Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.
Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24–48 jam
sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian
cairan.
 Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan
tatalaksana syok terkompensasi (compensated shock).
15

2.10.2 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok 9


 Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit
secara nasal.
 Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
 Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfuse
darah/komponen.
 Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
 Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit.

2.10.3 Tatalaksana Komplikasi Perdarahan 9


Jika terjadi perdarahan berat segera beri darah bila mungkin. Bila tidak, beri
koloid dan segera rujuk.
Penanganan kelebihan cairan
Kelebihan cairan merupakan komplikasi penting dalam penanganan syok. Hal ini
dapat terjadi karena:
 kelebihan dan/atau pemberian cairan yang terlalu cepat
 penggunaan jenis cairan yang hipotonik
 pemberian cairan intravena yang terlalu lama
 pemberian cairan intravena yang jumlahnya terlalu banyak dengan
kebocoran yang hebat.
16

Tanda awal:
 napas cepat
 tarikan dinding dada ke dalam
 efusi pleura yang luas
 asites
 edema peri-orbital atau jaringan lunak.
Tanda-tanda lanjut kelebihan cairan yang berat
 edema paru
 sianosis
 syok ireversibel.
Tatalaksana penanganan kelebihan cairan berbeda tergantung pada keadaan
apakah klinis masih menunjukkan syok atau tidak:
 anak yang masih syok dan menunjukkan tanda kelebihan cairan yang berat
sangat sulit untuk ditangani dan berada pada risiko kematian yang tinggi.
Rujuk segera.
 Jika syok sudah pulih namun anak masih sukar bernapas atau bernapas
cepat dan mengalami efusi luas, berikan obat minum atau furosemide
intravena 1 mg/kgBB/dosis sekali atau dua kali sehari selama 24 jam dan
terapi oksigen.

 Jika syok sudah pulih dan anak stabil, hentikan pemberian cairan intravena
dan jaga anak agar tetap istirahat di tempat tidur selama 24–48 jam.
Kelebihan cairan akan diserap kembali dan hilang melalui diuresis.

2.11 Komplikasi
2.11.1 Komplikasi DBD

Komplikasi DBD yang terjadi biasanya dikaitkan dengan syok yang


nyata/berlangsung lama sehingga menyebabkan asisdosis metabolik dan
perdarahan hebat sebagai akibat dari koagulasi intravaskular diseminata (KID)
dan kegagalan multiorgan seperti disfungsi hati dan ginjal. Hal yang lebih penting
diperhatikan adalah bahwa pemberian cairan yang berlebihan selama periode
17

kebocoran plasma dapat menyebabkan efusi yang masif dan gangguan pernafasan,
bendungan paru akut dan/atau gagal jantung.

Cairan yang terus diberikan setelah berakhirnya periode kebocoran plasma


dapat berakibat edema paru akut ataupun gagal jantung, khususnya dengan adanya
reabsorbsi cairan yang sebelumnya mengalami ekstravasasi. Selain itu, syok yang
nyata/berlama-lama serta pemberian cairan yang tidak tepat dapat menyebabkan
gangguan metabolik/elektrolit. Gangguan metabolik yang paling sering ditemukan
adalah hipoglikemia, hiponatremia, hipokalemia dan kadang-kadang
hiperglikemia. Hal ini dapat berakibat munculnya berbagai manifestasi yang
jarang, misalnya ensefalopati.

2.12 Prognosis
Prognosis demam dengue berhubungan dengan antibodi yang didapat atau
infeksi awal dengan virus yang menyebabkan terjadinya DBD Keparahan terlihat
dari usia, dan infeksi awal terhadap serotipe dengue virus yang lain sehingga
dapat mengakibatkan komplikasi hemorhagik yang parah. Prognosis di tentukan
juga oleh lamanya penanganan terhadap terjadinya syok pada sindroma syok
dengue (SSD). Prognosis baik jika diatasi maksimal 90 menit. Prognosis akan
terlihat buruk jika melebihi 90 menit.9
18

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili
Flaviviridae, dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat
serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini
secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari
serotipe virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara
Tropis dan Subtropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi
klinik yang berbeda.
Beberapa pasien demam berdarah terus berkembang menjadi demam
berdarah dengue (DBD) yang berat. Biasanya demam mulai mereda pada 3-7 hari
setelah onset gejala. Pada pasien juga bisa didapatkan tanda peringatan (warning
sign) yaitu sakit perut, muntah terus-menerus, perubahan suhu (demam
hipotermia), perdarahan, atau perubahan status mental (mudah marah,bingung).
Menurut WHO kriteria demam berdarah dengue ialah demam yang berlangsung
2-7 hari, terdapat manifestasi perdarahan, trombositopenia (jumlah trombosit <
100.000/mm3), dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Infeksi virus dengue mengakibatkan munculnya respon imun baik humoral
maupun selular, antara lain anti netralisasi, antihemaglutinin, anti komplemen.
Antibodi IgG dan IgM akan mulai terbentuk pada infeksi primer dan akan
meningkat (booster effect) pada infeksi sekunder. Antibodi tersebut dapat
ditemukan dalam darah pada demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama-
ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat pada demam hari ke-14 sedangkan pada infeksi sekunder antibodi IgG
meningkat pada hari ke-2. Hal ini berhubungan dengan cara diagnosis melalui
antibodi yang dimiliki oleh host. Infeksi sekunder apabila terdapat dengue blot
dengan hasil Ig G+ dan Ig M- dan Ig G+ dan Ig M+.
19

DAFTAR PUSTAKA

1 Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Linkungan. Tata


laksana demam berdarah dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia: 2006.p 1-6.
2 Tedy B.S, TH. Analisis Faktor Risiko Perilaku Masyarakat Terhadap
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Helvetia Tengah
Medan Tahun 2005. Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia. Vol. 1, No. 2, Edisi
Desember 2005.
3 Malavige, G.N. & Ogg, G., 2012. Pathogenesis of severe dengue infection. Ceylon
Medical Journal, 57, pp.97-100.
4 IDAI, 2012. Infeksi virus dengue. In S.S. Poorwo Soedarmo, H. Garna, S.R. S.
Hadinegoro & H.I. Satari, eds. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. 2nd ed. Jakarta,
Indonesia: Badan Penerbit IDAI. pp.155 - 180.
5 CDC. 2009. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. U.S. Department of
Health and Human Service Centers for Disease Control and Prevention.
Diaksespadatanggal 21 Januari 2015 pada jam 9.00 WIB dari URL
http://www.cdc.gov/Dengue/resources/Dengue&DHF%20Information%20for
%20Health%20Care%20Practitioners_2009.pdf
6 Who. Dengue and severe dengue. Diakses tanggal 01 November 2018 pada
jam 9.00 WIB dari URL http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs97/en/
7 Rezeki, Sri H et al. 2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat jendral
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Edisi ke-3.
Jakarta:
8 Departemen Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil
Kesehatan Indonesia 2010 [internet]. 209 [cited 209 Oct 21]. Available from :
http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_KESEHATAN_INDONESIA_
2010.pdf
9 Citraresmi, E., Hadinegoro, S.R. & Akib, A.A., 2007. Diagnosis dan Tata
Laksana Demam Berdarah Dengue. Sari Pediatri, 8(No.3), pp.8-14.
20

10 WHO, 1997. Dengue haemorrhagic fever : diagnosis, treatment, prevention,


control. 2nd ed. Geneva, Switzerland: WHO Geneva Publication.
11 WHO, 2009. Dengue Guideline For Diagnosis, Treatment, Prevention And Control.
Geneva, Switzerland: WHO Geneva Publication. Available online at :
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf.
12 Candra. A. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor
Risiko Penularan, Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 –119

Anda mungkin juga menyukai