Oleh
NIM 162310101280
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
A. LAPORAN PENDAHULUAN KASUS CHRONIC KIDNEY DISEASE
(CKD) PADA POLI PENYAKIT DALAM III RUMAH SAKIT BINA
SEHAT JEMBER
1. Anatomi Ginjal
Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang
dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal
mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari
glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa-massa
triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian
apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan
1
hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis
ginjal (Tortora, 2011).
2. Fisiologi Ginjal
2
Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian
akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil dari
darah pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke
ureter. Setelah ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila
orang tersebut merasakan keinginan berkemih dan keadaan memungkinkan, maka
urin yang ditampung di kandung kemih akan dikeluarkan melalui uretra
(Sherwood, 2011).
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu
filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi
sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke
Kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, difiltrasi secara
bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman
hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh
kapiler glomerulus tetapi tidak difiltrasi, kemudian di reabsorbsi lengkap dan
kemudian akan diekskresi (Sherwood, 2011).
1.2 Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau
fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai penurunan
glomerular filtration rate (GFR). Selain itu, CKD dapat pula didefinisikan sebagai
suatu keadaan dimana GFR < 60 mL/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau
tanpa disertai kerusakan ginjal (National Kidney Foundation, 2002).
3
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
1.3 Epidemiologi
1.4 Etiologi
4
penyakit peradangan seperti glomerulonefritis, peyakit ginjal polokistik,
malformasi saat perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus, obstruksi akibat batu
ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat, dan infeksi saluran kemih yang
berulang (Wilson, 2005).
5
genetik yang ditandai dengan adanya kelainan dalam proses metabolisme
dalam tubuh akibat defisiensi hormon dan enzim.
f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.
Penyebab penyakit yang dapat dicegah bersifat refersibel, sehingga
penggunaan berbagai prosedur diagnostik.
g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis. Merupakan
penyebab gagal ginjal dimana benda padat yang dibentuk oleh presipitasi
berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih.
1.5 Klasifikasi
6
3b Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
4 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29
5 Gagal ginjal <15
Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang dimiliki oleh
pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi oleh dokter. Semakin parah CKD
yang dialami, maka nilai GFR nya akan semakin kecil (National Kidney
Foundation, 2010).
7
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Pada berat jenis yang tetap
sebesar 1,010, urin menjadi isoosmotis dengan plasma. Pasien biasanya
mengalami oliguria (pengeluaran urin < 500 mL/hari). Sindrom uremk yang
terjadi akan mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh dan dapat menyebabkan
kematian bila tidak dilakukan RRT (Wilson, 2005).
1.6 Patofisiologi
8
Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam
berbagai bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua lesi
yang terjadi di ginjal pada DM (Wilson, 2005). Mekanisme peningkatan GFR
yang terjadi pada keadaan ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan
disebabkan oleh dilatasi arteriol aferon oleh efek yang tergantung glukosa, yang
diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth Factor (IGF) – 1, nitric
oxide, prostaglandin dan glukagon. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan
terjadinya glikkasi nonenzimatik asam amino dan protein. Proses ini terus
berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodiul serta
fibrosis tubulointerstisialis (Hendromartono, 2009).
Hipertensi juga memiliki kaitan erat dengan gagal ginjal. Hipertensi yang
berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada
arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis)
dinding pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini adalah ginjal
(Wilsom, 2005). Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi,
pembuluh darah akan melebar. Namun disisi lain, pelebaran ini juga
menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja
dengan baik untuk membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam tubuh.
Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh kemudian dapat menyebabkan
tekanan darah menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan ini membentuk suatu
siklus yang berbahaya (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Disease, 2014).
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak akibat perikarditis, efusi perikardiak dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan
edema.
9
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak
kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas).
e. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasidan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan
metabolik lemak dan vitamin D.
g. Gangguancairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipo kalsemia.
h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopenia.
1.8 Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
serta Suwitra (2006) antara lain sebagai berikut :
10
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diit berlebih
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin
5. Penyakit ttulang serta klasifikasi metabolik akibat retnsi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar aluminium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik
6. Uremia akibat peningkatan ladar ureum dalam tubuh
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan
8. Malnutrisis karena anoreksia, mual, dan muntah
9. Hiperparatiroid, hiperkalemia, dan hiperfosfatemia
Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan CKD antara lain sebagai berikut :
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
b. Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal
d. EKG mengkin abdormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa
2. Foto polos abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain
3. Pielografi intavena
11
4. Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat
5. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal perenkin ginjal, anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan perenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
6. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, perenkim)
serta sisa fungsi ginjal
7. Pemeriksaan radiologi jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
8. Pemeriksaan radiologi tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks atau jari) kalsifikasi
metatastik
9. Pemeriksaan radiologi paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan
10. Pemeriksaan pielografi retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
11. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
12. Biopsi ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya
13. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
Volume : biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria))
12
Warna : secara normal peruahan urin mungkin disebabkan oleh pus atau
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porifirin.
Berat jenis : kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat)
c. Ureum dan kreatinin
1) Ureum
2) Kreatinin
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
h. Gula darah tinggi
i. Hipertrigliserida
j. Asidosis metabolik
1.10 Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya odema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan
serum
K+ (hiperkalemia ) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
13
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama
dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini
diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-
HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia.Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal
dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran
cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti
hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif,
namun harus diberikan secara hati-hati. Indikasi tranfusi PRC pada
klien gagal ginjal :
a) HCT < atau sama dengan 20 %
b) Hb < atau sama dengan 7 mg5
c) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia
dan high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a) Hemosiderosis
b) Supresi sumsum tulang
c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia d). Bahaya
infeksi hepatitis virus dan CMV
d) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk
rencana transplantasi ginjal.
14
c. Kelainan Kulit
1) Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,
insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a) Bersifat subyektif
b) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic
papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme b).
Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
b) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg,
terapi inibisa diulang apabila diperlukan
c) Pemberian obat
Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O
2) Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa
berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi
trombosit.Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1) HD reguler.
2) Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3) Operasi sub total paratiroidektomi.
4) Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen
hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program
terapinya meliputi :
a) Restriksi garam dapur.
b) Diuresis dan Ultrafiltrasi.
15
c) Obat-obat antihipertensi.
3. Dialysis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
b. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena degan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodialisis dilakukan melaui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung)
Tujuannya yaitu untuk menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh fungsi
eskresi yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti
ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
4. Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal
1.11 Pathway
16
Infeksi vaskuler Zat toksik Obstruksi Saluran Kencing
Suplai Refluks
Hidronefrosis
GFR turun Vaskuler ginjal
Peningkatan
CKD Iskemia
tekanan
18
2. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penanganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
a. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
b. Pemeriksaan seluruh tubuh head to toe
c. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
1) Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-
kadang disertai odem ekstremitas, napas terengah-engah
2) Riwayat Kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit,
infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik,
riwayat keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis
herediter)
3) Anamnesa
a) Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit,
WBC, RBC)
b) Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia,
peningkatan kalium
c) Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
d) Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
e) Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan
menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena,
gadtritis, haus.
f) Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
g) Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
h) Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
i) Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
19
j) Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
k) Lain-lain : Penurunan berat badan
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
3. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
5. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
6. Gangguan mobilitas fisik b.d edema
7. Gangguan integritas kulit b.d sindrom uremia
8. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan kadar hemoglobin
9. Hambatan rasa nyaman b.d nyeri sendi
10. Nyeri kronis b.d agen pencedera
11. Risiko ketidakefektifan elektrolit b.d mual muntah
12. Risiko ketidakefektifan volume cairan b.d mual muntah
20
2.3 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Paraf
1. Gangguan pertukaran gas b.d NOC NIC
kongesti paru, hipertensi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Nafas
pulmonal, penurunan perifer keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
yang mengakibatkan asidosis diharapkan pernafasan klien dapat chin lift atau jaw thrust bila perlu.
laktat dan penurunan curah berfungsi secara normal dengan 2. Posisikan pasien untuk
jantung. Kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
1. Frekuensi pernafasan dari rentang 3. Identifikasi pasien perlunya
cukup berat ke kisaran normal pemasangan alat jalan nafas buatan
2. Irama pernafasan dari rentang 4. Pasang mayo bila perlu
cukup berat ke kisaran normal 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Kedalaman inspirasi dari rentang 6. Keluarkan secret dengan batuk atau
cukup berat ke kisaran normal suction.
4. Suara auskultasi nafas dari rentang 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
cukup berat ke kisaran normal suara tambahan.
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara
21
11. Atur intake untuk mengoptimalkan
keseimbangan
12. Monitor respirasi dan status O2.
Monitoring Pernafasan
1. Monitor rata-rata, kedalaman, irama
dan usaha respirasi.
2. Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal.
3. Monitor suara nafas seperti dengkur
4. Monitor pola nafas: bradipneu,
takipneu, kusmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot.
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diafragma
(gerakan paradoksis)
7. Aukultasi suara nafas, catat ara
penurunan/ tidak adanya ventilasi
22
dan suara tambahan.
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasikan crakles dan
ronkhi pada jalan nafas utama.
9. Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
Manajemen Asam Basa
1. Monitor IV line
2. Pertahankan jalan nafas paten
3. Monitor AGD, tingkat elektrolit
4. Monitor status hemodinamik (CVP,
MAP, PAP
5. Monitor adanya tanda-tanda gagal
nafas
6. Monitor pola respirasi
7. Lakukan terapi oksigen
8. Monitor status neurologi.
23
2. Ketidakefektifan pola nafas NOC NIC
b.d edema paru, asidosis Setelah dilakukan intervensi Terapi oksigen
metabolic, pneumonitis, keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Bersihkan mulut, hidung dan
pericarditis. diharapkan pola nafas klien dapat sekresi trakea dengan tepat
kembali stabil dengan 2. pertahankan kepatenan jalan nafas
Kriteria Hasil 3. Siapkan peralatan oksigen dan
1. Frekuensi pernafasan dari rentang berikan melalui system humidivier
cukup berat ke kisaran normal 4. Berikan oksigen tambhan seperti
2. Suara nafas tambahan dari rentang yang diperintahkan
cukup berat ke kisaran normal 5. Periksa perangkat pemberian untuk
3. Batuk dari rentang cukup berat ke memastikan bahwa konsentrasi
kisaran normal yang telah ditentukan sedang
4. Sianosis dari rentang cukup berat diberikan.
ke kisaran normal 6. Monitor efektifitas terapi oksigen
dengan tepat
7. Pastikan pergantian masker
oksigen/nasal kanul setiap kali
perangkat diganti
8. Amati tanda-tanda hipoventalasi
24
induksi oksigen
9. Pantau adanya tanda-tanda
keracunan oksigen dan kejadian
atelectasis.
10. Monitor kecemasan pasien yang
berkaitan dengan kebutuhan
mendapatkan terapi oksigen.
11. Monitor adanya kerusakan kulit
akibat dari gesekan perangkat
oksigen
Pengaturan Posisi
1. Tempatkan pasien diatas matras
2. Berikan matras yang lembut
3. Jelaskan pada pasien bahwa badan
pasien akan dibalik
4. Dorong pasien agar terlibat dalam
keadaan posisi
5. Monitor keadaan status oksigenasi
sebelum dan sesudah perubahan
25
posisi.
6. Tempatkan pasien dalam keadaan
therapeutic yang telah dirancang
7. Posisikan sesuai kesejajaran tubuh.
8. Tinggikan bagian tubuh yang
terkena dampak
Relaksasi otot progresif
1. Pilih setting lingkungan yang aman
dan tenang
2. Redupkan cahaya
3. Intruksikan pasien memakai
pakaian yang nyaman dan tidak
ketat
4. Skrining adanya cedera ortopedik
leher atau punggung dimana
hiperektensi dari tulang punggung
bagian atas akan menambahkan
rasa tidak nyaman.
5. Renggangkan otot kaki tidak lebih
26
dari 5 detik.
6. Intruksikan pasien untuk berfokus
pada saat tegan
7. Intruksikan pasien berfokus pada
saat rileks
8. Monitor indicator akan tidak
adanya kondisi rileks, misalnya
pergerakan, pernafasan yang sulit,
nafas sulit bicara dan batuk
27
3. Kelebihan volume cairan b.d NOC NIC
berkurangnya curah jantung, Setelah dilakukan intervensi Manajemen Ciran
retensi cairan dan natrium oleh keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Timbang popok/pembalut jika
ginjal, hipoperfusi kejaringan diharapkan masalah kelebihan volume diperlukan
perifer dan hipertensi cairan tubuh klien dapat terkontrol 2. Pertahankan catatn intake dan
pulmonal dengan output yang akurat
Kriteria hasil : 3. Pasang urine kateter jika diperlukan
1. Terbebas dari edema, efusi, 4. Monitor hasil lab yang sesuai
anaskara dengan retensi cairan (bun, hmt,
2. Suara nafas tambahan dari rentang osmolalitas urine)
cukup berat ke kisaran normal 5. Monitor status hemodinamik
3. Terbebas dari distensi vena termasuk cvp, map, pap dan pcwp
jugularis, reflek hepatojugular (+) 6. Monitor vital sign
4. Memelihara tekanan vena sentral, 7. Monitor indikasi retensi/kelebihan
tekanan kapiler paru, output cairan(cracles, CVP, edema, distensi
jantung dan vital sign dalam batas vena leher, asites)
normal 8. Kaji lokasi dan luas edema
5. Terbebas dari kelelahan, 9. Monitor masukan makanan/cairan
kecemasan dan kebingungan dan hitunng intake kalori harian
28
10. Monitor status nutrisi
11. Berikan duretik sesuai interuksi
12. Batasi masukan cairan pada keadaan
hiponatremi dilusi dengan serum
Na<130 mEq/1
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk
Monitoring cairan
1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe
intake cairan dan eliminasi
2. Tentukan kemungkinan factor
resiko dari ketidak seimbangan
cairan (hipertermia, terapi diuretic,
kelainan renal, gagal jantung,
diaporesisi, disfungsi hati dll)
3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan elektrolit
5. Monitor serum dan osmilalitas urine
6. Monitor BP, HR dan RR
29
7. Monitor tekanan darah orthostatic
dan perubahan irama jantung
8. Monitor parameter hemodinamik
infasif
9. Catat secara akurat intake dan
output
10. Monitor adanya distensi leher,
rinchi, eodhem perifer dan
penambahan BB
11. Monitor tanda dan gejala dari
odema
30
1.4 Discharge Planning
1. Dorong pasien untuk memiliki waktu istirahat yang cukup dan tidur untuk pemulihan yang cepat.
2. Dorong klien untuk melakukan latihan pernafasan dalam untuk meningkatkan sirkulasi darah dan relaksasi
3. Anjurkan klien untuk latihan sehari-hari seperti berjalan
4. Hindari mengangkat beban berat
5. Sarankan klien dan keluarga untuk mencoba atau memiliki dan mempertahankan lingkungan yang aman, bersih, nyaman dan
tenang
6. Anjurkan keluarga untuk memberikan asupan cairan yang cukup untuk klien
7. Anjurkan klien untuk makan buah-buahan dan sayuran
8. Anjurkan klien untuk makan tepat waktu dengan diet yang tepat
9. Dorong keluarga agar memberikan dukungan moral positif pada klien
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Suwitra. K. 2006. Penyakit Ginjal kronik. Dalam Sudoyo, A.W., dkk, Editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Suwitra, Ketut. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo AW (Ed), Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
Tortora GJ, Derrickson B. 2011. Principles of Anatomy and Physiology
Maintanance and Continuity of the Human Body 13th Edition. Amerika
Serikat: John Wiley & Sons, inc.
Wilson, L. M. 2005. Gagal Ginjal Kronik. Dalam Wilson, L. M, Price, S.A,
penyunting: Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-
6. Jakarta: EGC
Wilson, L. M. 2005. Pengobatan Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Wilson, L.M,
Price, S.A., Penyunting. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi ke-6. Jakara: EGC
33