B. Indikator
Setelah mempelajari modul ini peserta pelatihan diharapkan mampu
1. Mendeskripsikan kedudukan penilaian hasil belajar dalam proses pembelajaran.
2. Membedakan berbagai istilah dalam penilaian hasil belajar.
3. Mengenali ciri dan prinsip penilaian hasil belajar.
4. Mengkasifikasi teknik dan alat penilaian hasil belajar
5. Mebuat contoh alat penilaian hasil belajar.
6. Membuat kisi-kisi soal ulangan.
C. Materi Pelatihan
KONSEP DASAR PENILAIAN HASIL BELAJAR
1. Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan
Dalam kegiatan pembelajaran istilah evaluasi, penilaian dan pengukuran banyak
dijumpai dan dibicarakan. Bahkan kadang-kadang istilah tersebut dicampur-adukkan
penggunaannya sehingga menimbulkan makna yang rancu. Secara harfiah kata evaluasi
berasal dari Bahasa Inggris evaluation, yang dalam Bahasa Indonesia berarti penilaian.
Dengan demikian secara harfiah penilaian pendidikan (educational evaluation) dapat
diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
Dari segi istilah, menurut Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977)
mengemukakan bahwa: "Evaluation refers to the act or process to determining value of
something". Menurut istilah, evaluasi mengacu kepada atau mengandung pengertian
suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Jadi evaluasi
pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat
diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
1
2
Evaluasi, dalam konteks kegiatan pembelajaran, dapat diartikan "suatu proses sistematis
pengumpulan, analisis dan pemaknaan informasi untuk menetapkan sejauh mana anak
didik atau suatu kegiatan mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan"
(Sukamto: 2). Evaluasi keberhasilan anak didik terkait dengan "hasil pembelajaran",
sedang evaluasi tentang kegiatannya terkait dengan "proses pembelajaran". Baik proses
maupun hasil sangat penting untuk diketahui oleh guru, oleh siswa, maupun oleh orang
tua dan masyarakat luas. Dalam melaksanakan evaluasi dapat ditempuh dua cara, yaitu
yang melibatkan pengukuran (deskripsi kuantitatif) dan yang tidak melibatkan
pengukuran (deskripsi kualitatif).
Pengukuran, yang dalam bahasa Inggris measurement dapat diartikan sebagai
kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu. Mengukur (to measure) pada
hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu.
Dalam pembelajaran pengukuran diartikan sebagai proses memperoleh deskripsi
numerik/kuantitatif yang menunjukkan sejauh mana seseorang memiliki sifat tertentu atau
menunjukkan karakteristik tertentu. Pengukuran selalu mempunyai konotasi kuantitatif,
dan untuk mendapatkan deskripsi kuantitatif ini digunakan berbagai alat ukur, misalnya
timbangan untuk mengukur berat, tes kecerdasan untuk mengukur IQ seseorang,
meteran dan stopwatch untuk mengukur kecepatan berlari.
Evaluasi yang tidak memerlukan atau tidak memanfaatkan pengukuran tetap
dapat dilakukan, misalnya seorang guru dapat menyatakan bahwa: Andi hari ini kelihatan
sangat murung, kelas yang diberi pelajaran terlalu gaduh, pekerjaan rumah siswa selesai
dengan rapi. Secara umum evaluasi yang menggunakan pengukuran akan lebih akurat
deskripsinya dan lebih mudah dipertanggungjawabkan, apabila pengukuran itu dilakukan
dengan menggunakan alat ukur yang memenuhi syarat.
Pengukuran yang bersifat kuantitatif itu dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu: (1) Pengukuran yang dilakukan bukan untuk menguji sesuatu, misalnya
pengukuran yang dilakukan oleh penjahit, (2) Pengukuran yang dilakukan untuk menguji
sesuatu, misalnya pengukuran untuk menguji daya tahan lampu pijar, dan (3)
Pengukuran untuk menilai yang dilakukan dengan jalan menguji sesuatu, misalnya
mengukur kemajuan belajar siswa dalam rangka mengisi rapor yang dilakukan dengan
jalan menguji mereka dengan tes hasil belajar. Pengukuran jenis ketiga inilah yang
diterapkan dalam dunia pendidikan.
Di atas telah dijelaskan pengertian evaluasi dan pengukuran. Sebetulnya dua
kegiatan tersebut belum dapat secara spesifik mendeskripsikan sesuatu sebelum
melibatkan suatu penilaian. Penilaian berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai
mengandung arti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau
berpegang pada ukuran baik buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh, dsbnya. Secara
3
tersirat, setiap evaluasi selalu berusaha memberikan suatu nilai atau kualitas dari
sasaran yang diukur dalam evaluasi tersebut. Jadi penilaian adalah bersifat kualitatif.
Proses penilaian ini kecuali melibatkan kegiatan pengukuran juga ditindaklanjuti dengan
menerapkan kriteria tertentu atau membandingkankannya dengan aturan tertentu (value
judgement) sehingga diperoleh hasil akhir berupa nilai, kedudukan atau predikat tertentu.
Gronlund menggambarkan hubungan antara evaluasi, pengukuran dan penilaian
sebagai suatu keterkaitan yang utuh dan fungsional dalam kegiatan pembelajaran.
EVALUASI
PENILAIAN
(VALUE JUDGEMENT)
KEPUTUSA
N
EVALUASI
Menurut Masroen, istilah penilaian mempunyai arti yang lebih luas daripada
pengukuran, sebab pengukuran sebenarnya hanyalah merupakan suatu langkah atau
tindakan dalam pelaksanaan evaluasi. Namun demikian diakui bahwa penilaian hasil
belajar sebagian besar bersumber dari hasil pengukuran. Itulah sebabnya pengukuran
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam evaluasi. Baik buruknya penilaian
akan banyak bergantung pada hasil-hasil pengukuran yang mendahuluinya. Hasil
pengukuran yang kurang cermat akan memberikan hasil evaluasi yang kurang cermat
pula; sebaliknya teknik pengukuran yang tepat dapat diharapkan akan memberikan
landasan yang kokoh untuk mengadakan evaluasi yang tepat.
Lebih mempertegas perbedaan antara pengukuran (measurement) dengan
penilaian (evaluation) Wandt and Brown (1977) mengatakan, bahwa: "measurement
means the act or process of accestaining the extent or quantity of something”.
Pengukuran adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan luas atau kuantitas
sesuatu. Ia memberikan jawaban atas pertanyaan How much? Adapun penilaian atau
4
evaluasi adalah tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu, yang memberikan
jawab atas pertanyaan What value? Selanjutnya tulisan ini tidak membedakan pengertian
evaluasi dan penilaian pencapaian hasil belajar.
2. Fungsi Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar memiliki tiga fungsi pokok, yaitu: (1) mengukur kemajuan,
(2) menunjang penyusunan rencana, dan (3) memperbaiki atau melakukan
penyempurnaan kembali. Secara singkat ketiga fungsi tersebut diuraikan sebagai berikut.
Dengan penilaian terbuka kemungkinan bagi pendidik untuk mengukur seberapa
jauh kemajuan atau perkembangan program yang dilaksanakan dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Ada dua kemungkinan hasil yang diperoleh
dari kegiatan penilaian, yaitu: (1) hasil penilaian ternyata menggembirakan, ini
menunjukkan bahwa tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai sesuai dengan yang
direncanakan; (2) hasil penilaian ternyata tidak menggembirakan, di sini pendidik perlu
melakukan pengkajian ulang terhadap rencana yang telah disusun, atau mengubah dan
memperbaiki cara pelaksanaannya. Kemudian dicari metode lain yang dipandang lebih
tepat dan lebih sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. Tentunya perubahan itu
membawa konsekuensi berupa perencanaan ulang. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa penilaian memiliki fungsi menunjang penyusunan rencana.
Penilaian yang dilaksanakan secara berkesinambungan, akan membuka peluang
bagi pendidik untuk membuat perkiraan apakah tujuan yang telah dirumuskan akan dapat
dicapai pada waktu yang telah ditentukan atau tidak. Apabila berdasar hasil penilaian itu
diperkirakan bahwa tujuan tidak akan dapat dicapai sesuai rencana, maka pendidik akan
mencari faktor-faktor penyebabnya, dan mencari jalan keluar untuk memecahkannya.
Jadi kegiatan penilaian juga dimaksudkan untuk melakukan perbaikan atau
penyempurnaan usaha.
Secara khusus, fungsi evaluasi dalam dunia pendidikan dapat ditilik dari tiga
segi, yaitu: (1) segi psikologis, (2) segi didaktik, dan (3) segi administratif.
Secara psikologis, evaluasi pendidikan di sekolah dapat disoroti dari dua sisi, yaitu dari
peserta didik dan pendidik.
Bagi peserta didik, secara psikologis evaluasi pendidikan akan memberikan
pedoman kepada mereka untuk mengenal kapasitas dan status dirinya di tengah-tengah
kelompoknya. Sedangkan bagi pendidik, penilaian hasil belajar akan memberikan
kepastian sejauhmana usaha yang telah dilakukannya telah membawa hasil, sehingga ia
mempunyai pedoman guna menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan
selanjutnya.
5
Bagi peserta didik, secara didaktik penilaian hasil belajar akan memberikan
dorongan untuk memperbaiki, meningkatkan dan mempertahankan prestasinya. Bagi
pendidik, secara didaktik evaluasi pendidikan setidak-tidaknya memiliki lima fungsi, yaitu:
(1) Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai
oleh peserta didiknya. Di sini evaluasi memiliki fungsi diagnostik, yaitu
mendiagnosis pada bagian-bagian manakah para peserta didik pada umumnya
mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran. Untuk selanjutnya
dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara pemecahannya.
(2) Memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi masing-
masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
Dalam hal ini evaluasi pendidikan berfungsi menempatkan peserta didik
menurut kelompoknya masing-masing, kelompok atas (cerdas), tengah
(rata-rata), dan bawah (lemah). Evaluasi berfungsi placement.
(3) Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan
status peserta didik. Di sini evaluasi pendidikan memiliki fungsi selektif, yaitu
untuk menetapkan apakah seorang peserta didik dapat dinyatakan lulus atau
gagal, naik kelas atau tinggal kelas, dapat diterima di jurusan tertentu atau tidak,
dapat diberika beasiswa atau tidak.
(4) Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta
didik yang memerlukannya. Di sini evaluasi dikatakan memiliki fungsi bimbingan,
karena berlandaskan pada hasil evaluasi pendidik dimungkinkan untuk dapat
memberikan petunjuk dan bimbingan kepada peserta didik.
(5) Memberikan petunjuk tentang sejauh mana program pengajaran yang telah
ditentukan telah dapat dicapai. Di sini evaluasi memiliki fungsi instruksional, yaitu
melakukan perbandingan antara tujuan instruksional khusus yang telah
ditentukan untuk masing-masing pelajaran dengan hasil-hasil belajar yang
dicapai oleh pseserta didik bagi masing-masing pelajaran dalam jangka waktu
yang telah ditentukan.
Ditinjau secara administratif, evaluasi pendidikan memiliki tiga fungsi, yaitu:
1. Memberikan laporan.
Dengan melakukan evaluasi akan dapat disusun dan disajikan laporan mengenai
kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mereka mengikuti proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Laporan mengenai kemajuan dan
perkembangan belajar ini umumnya dituangkan dalam bentuk Buku Laporan
Kemajuan Belajar Siswa, yang lazim disebut raport (untuk Sekolah Dasar dan
Menengah) dan Kartu Hasil Studi (KHS untuk perguruan tinggi).
2. Memberikan bahan keterangan (data).
6
Kekeliruan yang terjadi dalam pengukuran hasil belajar itu bersumber pada empat
factor, yaitu: (1) faktor alat pengukur, dimana alat pengukur yang dipergunakan dalam tes
atau ujian tidak dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, (2) faktor evaluator, yang
telah melakukan kekeliruan dalam memberikan skor dan menentukan ranking, (3) faktor
peserta didik (testee) yang dengan spekulasi dan tebakannya telah menyebabkan
terjadinya kekeliruan dalam pengukuran hasil belajar, dan (4) factor situasi, yaitu situasi
pada saat pengukuran hasil belajar itu berlangsung.
Saat ini dikenal adanya tiga jenis penilaian hasil belajar, yaitu penilaian hasil belajar
oleh pendidik, oleh satuan pendidikan, dan oleh pemerintah. Tulisan ini membahas
penilaian hasil belajar administrasi perkantoran oleh pendidik (guru), yang meliputi
ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ulangan untuk
kenaikan kelas. Penilaian hasil belajar peserta didik didasarkan pada data valid dan
reliable dengan prinsip-prinsip sebagai berikut (Depdiknas, 2007):
(1) valid (sahih), berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur,
(2) objektid, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan criteria yang
jelas tidak dipengaruhi subyektivitas penilai,
(3) adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik
karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya, adapt istiadat, status social ekonomi, dan jender,
(4) terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen
yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran,
(5) terbuka, berarti prosedur penilaian, criteria penilaian, dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan,
(6) menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik
mencakup semua aspek kompetensi (kognitif, afektif, dan psikomotor) dengan
menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau
perkembangan kemampuan peserta didik,
(7) sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap
dengan mengikuti langkah-langkah baku,
(8) beracuan criteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan,
(9) akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi
teknik, prosedur, maupun hasilnya.
5. Objek, Subyek, dan Etika Penilaian Hasil Belajar AP
Objek atau sasaran penilaian hasil belajar AP adalah sesuatu yang akan dinilai,
dalam hal ini berkaitan dengan proses dan hasil pembelajaran yang dijadikan fokus
8
perhatian yaitu bidang administrasi perkantoran (AP). Objek penilaian bukanlah peserta
didik, melainkan “atribut”, yaitu apa yang diketahui dan dapat dilakukan peserta didik
setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Untuk mengenali atau
mengetahui objek penilaian hasil belajar dapat dilakukan dengan pendekatan sistem,
yaitu dari segi input, transformasi dan output, dimana input dianggap sebagai bahan
mentah yang akan diolah, tranformasi dianggap sebgai tempat mengolah bahan mentah,
dan output dianggap sebagai hasil pengolahan.
Selanjutnya yang dimaksud dengan subyek penilaian adalah guru AP yang
melakukan penilaian. Saat melakukan penilaian, guru perlu mengingat etika penilaian,
baik pada saat merencanakan penilaian, melaksanakan penilaian, maupun pada saat
melaporkan hasil penilaian. Etika penilaian adalah pedoman tentang penilaian yang baik
dan penilaian yang buruk dan tentang hak dan kewajiban, serta akhlak dalam penilaian.
Dalam perencanaan alat atau instrumen penilaian, antara lain guru wajib
memberitahu bentuk soal yang akan diujikan, menjelaskan cara menjawab, tidak
membuat peserta didik menjadi bingung dan cemas. Dalam pelaksanaan, guru wajib
membuat suasana ujian tenang dan ujian berjalan tertib dan aman. Dalam pelaporan
hasil penilaian, guru wajib merahasiakan hasil penilaian, hasil penilaian wajib
diinterpretasikan dengan benar, dan wajib digunakan dengan benar.
a. Fungsinya sebagai alat ukur kemajuan belajar; tes dibedakan dalam enam
golongan, yaitu tes: 1) seleksi, 2) awal (pretest), 3) akhir (post-test), 4)
diagnostic, 5) formatif, dan 6) sumatif.
b. Aspek psikis yang akan diungkap; tes dibedakan menjadi lima, yaitu: 1) tes
intelegensi (intellegency test), 2) tes kemampuan (aptitude test), 3) tes sikap
(attitude test), 4) tes kepribadian (personality test), dan 5) tes hasil belajar atau
tes pencapaian (achievement test).
c. Jumlah peserta tes; tes dibedakan menjadi: 1) tes individual (individual test) dan
2) tes kelompok (group test).
d. Waktu penyelesaian tes; tes dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Power test,
dan 2) Speed test.
e. Bentuk respon; tes dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: 1) Tes verbal (verbal
test) dan 2) Tes perbuatan (non verbal test).
f. Cara mengajukan pertanyaan dan memberikan jawaban; tes digolongkan
menjadi: 1) tes tertulis (pencil and paper test) dan 2) tes lisan (nonpencil and
paper test).
g. Penyusunnya; tes dibedakan atas tes buatan guru dan tes terstandar.
h. Bentuknya, tes dibedakan atas tes uraian dan tes objektif.
B. Teknik Non Tes
Selain teknik tes, untuk menilai hasil belajar dapat dilakukan dengan teknik nontes.
Dengan teknik nontes maka evaluasi hasil belajar dilakukan dengan tanpa “menguji”
peserta didik, melainkan dilaksanakan dengan melakukan pengamatan, wawancara,
angket, dan memeriksa atau meneliti dokumen (documentary analysis). Teknik nontes
berperan penting dalam mengevaluasi hasil belajar peserta didik pada ranah afektif dan
psikomotor, sedangkan teknik tes untuk mengevaluasi ranah kognitif.
1. Pengamatan (observasi)
Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan
dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang sedang
dijadikan sasaran pengamatan. Observasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku
individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi
yang sebenarnya maupun buatan. Pencatatan terhadap segala sesuatu yang disaksikan
dalam observasi adalah sangat penting karena hasilnya akan dijadikan landasan untuk
menilai makna yang terkandung di balik tingkah laku peserta didik tersebut.
Observasi sebagai alat penilaian hasil belajar selain memiliki kebaikan, juga
memiliki kekurangan. Kebaikan yang dimiliki observasi adalah; (1) data observasi
diperoleh secara langsung di lapangan dengan mengamati kegiatan dan ekspresi peserta
didik dalam melakukan sesuatu, sehingga data lebih objektif dalam melukiskan aspek-
10
aspek kepribadian peserta didik menurut keadaan senyatanya, dan (2) data observasi
mencakup berbagai aspek kepribadian masing-masing individu peserta didik, sehingga
pengolahannya tidak hanya menekankan pada aspres prestasi belajar saja. Sedangkan
kelemahannya adalah: (1) apabila observer kurang cakap dan trampil dalam melakukan
observasi, maka hasilnya kurang dapat diyakini kebenarannya. Untuk menghasilkan data
yang baik observer harus dapat membedakan antara yang tersurat dengan yang tersirat,
(2) kepribadian observer sering mewarnai dalam penilaian yang dilakukan dengan cara
observasi, dan (3) data hasil observasi umumnya baru mengungkap kulit luarnya saja.
Apa yang sesungguhnya terjadi di balik pengamatan belum dapat diungkap secara
tuntas. Instrumen atau alat penilaian yang dipakai dalam observasi dapat berupa
pedoman observasi, daftar cek, atau skala bertingkat (rating scale).
2. Wawancara (interview)
Wawancara adalah cara menghimpun bahan keterangan yang dilaksanakan
dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, bertatap muka, dengan arah dan
tujuan yang telah ditentukan. Ada dua jenis wawancara yang dapat digunakan sebagai
alat evaluasi, yaitu: (1) wawancara terpimpin (guided interview) atau wawancara
berstruktur (structured interview) atau wawancara sistematis (systematic interview), dan
(2) wawancara tidak terpimpin (un-guided interview) atau wawancara sederhana (simple
interview) atau wawancara tidak sistematis (non-systematic interview), atau wawancara
bebas.
Dalam wawancara terpimpin, evaluator melakukan tanya jawab dengan pihak-
pihak yang diperlukan. Wawancara ini sudah dipersiapkan dengan matang yaitu dengan
berpegang pada pedoman wawancara (interview guide) yang butir-butirnya terdiri atas
hal-hal yang dipandang perlu untuk mengungkap kebiasaan hidup sehari-hari peserta
didik, hal yang disukai dan tidak, keinginan atau cita-citanya, cara belajarnya, cara
menggunakan waktu luangnya, dsb.
Kelebihan wawancara adalah terjadinya kontak langsung antara pewawancara
dengan yang diwawancarai menghasilkan penilaian yang lebih lengkap dan mendalam.
Wawancara juga dapat dilengkapi dengan alat perekam suara (tape recorder) sehingga
jawaban atas pertanyaan yang diajukan dapat dicatat secara lengkap.
Dalam wawancara bebas, pewawancara selaku evaluator mengajukan pertanyaan-
pertanyaan kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa dikendalikan oleh pedoman
tertentu. Mereka bebas mengemukakan jawabannya, akibatnya pada saat mengalisis
dan menarik kesimpulan pewawancara mengalami kesulitan karena jawabannya
beraneka ragam. Instrumen atau alat yang digunakan dalam wawancara disebut
pedoman wawancara.
11
3. Angket (Questionnaire)
Angket atau kuesioner sebagai alat evaluasi hasil belajar berbeda dengan
wawancara dimana penilai bertatap muka (face to face) dengan peserta didik atau pihak
lainnya. Dengan menggunakan angket, pengumpulan data sebagai bahan penilaian hasil
belajar jauh lebih praktis, menghemat waktu dan tenaga. Namun demikian jawaban yang
diberikan seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, bahkan sangat
mungkin terjadi responden memberikan jawaban yang diperkirakan menyenangkan
penilai.
Angket dapat diberikan langsung kepada peserta didik dan dapat diberikan kepada
orang lain. Penggunaan angket dalam proses pembelajaran bertujuan untuk memeroleh
data tentang latar belakang pseserta didi, data sebagai bahan dalam menyusun
kurikulum dan program pembelajaran. Kuesioner digunakan untuk menilai hasil belajar
ranah afektif. Ia dapat berupa daftar pertanyaan dengan pilihan ganda (multiple choice)
dan dapat berbentuk skala bertingkat. Skala untuk mengukur sikap yang sangat terkenal
adalah skala Likert.
4. Pemeriksaan Dokumen
Pemeriksaan dokumen memberikan banyak informasi baik mengenai peserta didik,
orang tua maupun lingkungannya. Informasi tersebut bukan tidak mungkin pada saat
tertentu sangat diperlukan sebagai bahan pelengkap bagi pendidik dalam melakukan
evaluasi hasil belajar. Informasi tersebut dapat direkam melalui dokumen berbentuk
formulir atau blanko isian yang diisi pada saat peserta didik untuk pertama kali diterima di
lembaga pendidikan yang bersangkutan.
C. Instrumen Penilaian Alternatif
Beberapa instrumen penilaian alternative yang dapat digunakan dalam penilaian
hasil belajar:
a. penugasan kepada peserta didik mengumpulkan hasil karya (Penilaian
Portofolio)
b. penugasan kepada peserta didik membuat suatu produk (Penilaian Hasil)
c. penugasan kepada peserta didik melaksanakan suatu proyek (Penilaian
Penugasan atau Proyek)
d. penugasan kepada peserta didik melaksanakan suatu proyek (Penilaian
Penugasan atau Proyek)
e. penugasan kepada peserta didik melakukan suatu unjuk kerj (Penilaian Kinerja
atau Performance).
Penilaian alternatif disebut juga penilaian otentik. Instrumen penilaian untuk
penilaian portofolio, hasil kerja, dan penugasan dapat menggunakan penilaian kinerja.
Instrumen penilaian ini berupa tugas yang diberikan oleh guru. Untuk memeriksa hasil
12
penugasan disusun suatu kriteria yang sering disebut rubrik, berupa table terdiri atas
dimensi (baris) dan skala skor (kolom). Rubrik atau criteria adalah pedoman penilaian
kinerja atau hasil kerja peserta didik, mirip untuk penilaian soal uraian. Rubrik merupakan
daftar kinerja yang diwujudkan dengan dimensi-dimensi kinerja, aspek-aspek, atau
konsep-konsep yang akan dinilai, dan gradasi mutu mulai dari yang paling baik sampai
dengan yang paling buruk.
Contoh tugas : Susunlah makalah tentang Peran Sistem Informasi Manajemen
(SIM) dalam Pengambilan Keputusan Manajerial
Dimensi atau objek yang diskor: mutu, sofistifikasi, dan kemutakhiran
Skala skor : 5, 4, 3, 2, 1
Berikut diberikan rubric penilaian untuk contoh tugas tersebut. Bila peserta didik
menjawab mutu dengan skor 5, sofistikasi dengan skor 3, dan
kemutakhiran dengan skor 4, maka skor yang diperoleh peserta didik =
1/3 (5+3+4) = 4.
Contoh Rubrik Penilaian (diadaptasi dari tulisan Prof. Dr. Sukardjo)
Rubrik
Skala Skor Mutu Sofistikasi Kemutakhiran
5 a. keilmuan, ilmiah a.kedalaman, dalam Relevan dengan:
b. keaslian, asli b.keluasan, luas a.Ipteks, relevan
c. kebahasaan, c.kecermatan, cermat b.Inovasi.relevan
baik c.Kebutuhan, relevan
Untuk mata pelajaran social dan bahasa cocok digunakan soal uraian bebas sebab
untuk ilmu jenis itu jawaban bisa lebih dari satu macam. Dengan uraian bebas peserta
didik dapat mengeluarkan seluruh kemampuannya, menyajikan jawaban sebebas
mungkin. Tes hasil belajar bentuk uraian tepat dipergunakan apabila pembuat soal
(dosen, guru, panitia ujian dsb.) disamping ingin mengungkap daya ingat dan
pemahaman testee terhadap materi pelajaran yang ditanyakan juga dikehendaki untuk
mengungkap kemampuan testee dalam memahami berbagai konsep berikut aplikasinya.
Tes uraian lebih tepat digunakan apabila jumlah testee terbatas.
Kebaikan dan Kelemahan Tes Uraian
Selain kelebihan yang dimiliki, tes uraian tidak terlepas dari kekurangan-
kekurangan. Di antara kelebihan tes uraian adalah bahwa:
1. Pembuatan tes uraian adalah mudah dan cepat dilakukan.
2. Dengan tes uraian dapat dicegah kemungkinan timbulnya spekulasi di kalangan
tesee.
3. Melalui butir-butir soal tes uraian, penyusun soal akan dapat mengetahui
seberapa jauh tingkat kedalaman dan tingkat penguasaan testee dalam
memahami materi yang ditanyakan dalam tes.
4. Testee akan terdorong dan terbiasa untuk berani mengemukakan pendapatnya
dengan menggunakan susunan kalimat dan gaya bahasanya sendiri.
Sedangkan kelemahan yang disandang tes uraian adalah:
1. Tes uraian tidak dapat mencakup dan mewakili isi dan luasnya materi pelajaran
yang telah diberikan kepada testee yang seharusnya diujikan dalam tes hasil
belajar.
2. Cara mengoreksi jawaban soal tes uraian sulit, karena sekalipun butir soalnya
sangat terbatas, namun jawabannya bias panjang lebar dan sangat bervariasi
sehingga pekerjaan koreksi akan menyita waktu, tenaga dan pikiran.
3. Dalam pemberian skor hasil tes uraian terdapat kecenderungan bahwa penilai
lebih banyak bersifat subyektif.
4. Pekerjaan koreksi terhadap lembar-lembar jawaban soal tes uraian sulit untuk
diserahkan kepada orang lain, sebab pada tes jenis ini orang yang paling tahu
mengenai jawaban yang sempurna adalah penyusun tes.
Penulisan Tes Bentuk Uraian
Tes bentuk uraian sangat berguna dalam penilaian kompetensi pembelajaran.
Banyak jenis kemampuan yang sulit diukur dengan tes bentuk yang lain, tetapi dapat
diukur dengan baik melalui tes uraian. Rambu-rambu untuk penulisan soal bentuk uraian
adalah (Hopkins, 1981):
a. Soal ditulis secara spesifik dan dapat ditangkap jelas oleh peserta ujian.
15
Soal seperti, “Apa yang kau ketahui tentang bacaan di atas” adalah tidak spesifik.
Soal tersebut sangat terbuka dan akan menghasilkan jawaban yang sangat
bermacam-macam, sehingga menyulitkan penyekoran.
b. Awali pertanyaan dengan kata: bandingkan, berikan alasan, jelaskan, uraikan,
mengapa, tafsirkan, hitunglah, simpulkan, buktikan.
c. Hindari kata-kata seperti: siapa, apa, kapan bila, sebab kata-kata tersebut hanya
akan memancing jawaban yang berupa reproduksi informasi belaka.
d. Beberapa butir soal dengan jawaban pendek-pendek lebih baik daripada satu soal
tetapi memerlukan jawaban panjang.
e. Disarankan untuk tidak mmemberi kesempatan kepada peserta tes untuk memilih
beberapa butir soal dari soal yang diberikan.
f. Soal disusun secara berseri dari yang sederhana sampai ke yang kompleks,
misalnya soal berawal dari: buatlah daftar, buatlah kerangka, deskripsikan,
bandingkan, jelaskan, diskusikan, kembangkan, ringkaslah, kemudian buatlah
evaluasi.
g. Hindari penggunaan kata-kata yang dapat ditafsirkan ganda.
h. Gunakan bahasa Indonesia baku.
Selain hal-hal di atas, terkait dengan penulisan soal bentuk uraian adalah:
1) Buatlah petunjuk mengerjakan soal.
2) Berikan kunci jawaban
3) Siapkan pedoman penyekoran.
Selanjutnya setelah soal ditulis, perlu dilihat dan dibaca kembali. Jika ternyata ada
yang tidak sesuai, selaras, dan tepat soal perlu diperbaiki. Semua itu dilakukan untuk
melihat apakah: pertanyaan mudah dimengerti, pertanyaan dapat ditafsirkan ganda,
rumusan soal komunikatif, data yang digunakan benar, tata letak keseluruhan baik, kunci
jawaban sudah benar, dan apakah waktu untuk mengerjakan cukup. Tes uraian bebas
cocok diberikan untuk materi yang menuntut penalaran tinggi, seperti: analisis, sintesis,
atau evaluasi. Penalaran rendah seperti ingatan juga diperlukan tetapi bukan focus
utamanya. Terkait dengan hal itu, soal uraian bebas biasa digunakan untuk mengukur
kemampuan berfikir kritis atau ketrampilan pemecahan masalah.
Dalam pemberian skor soal uraian bebas, sering dilakukan pembobotan, yaitu
pemberian bobot kepada soal dengan cara membandingkan satu buti dengan butir yang
lain dalam suatu perangkat tes yang sama. Bobot tersebut ditentukan dengan
memertimbangkan factor-faktor yang terkait dengan materi dan karakteristik soal, seperti
luas lingkup materi, esensialitas, dan tingkat kompleksitas materi, dan tingkat kesukaran
soal. Skor jadi yang diperoleh peserta didik yang menjawab suatu butir soal uraian
ditetapkan dengan cara membagi skor mentah yang diperoleh dengan skor mentah
16
maksimum, kemudian dikalikan dengan bobot soal tersebut. Setelah skor butir uraian
ditemukan, maka dapat dihitung skor total peserta didik.
Tes Bentuk Objektif
Tes objektif adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri atas butir-butir soal
(items) yang dapat dijawab oleh peserta didik dengan jalan memilih salah satu (lebih) di
antara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing-masing
items; atau dengan jalan menuliskan (mengisikan) jawabannya berupa kata-kata atau
simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan untuk masing-
masing butir item yang bersangkutan.
Tes objektif dibedakan atas beberapa tipe. Secara singkat keempat tipe tersebut
dijelaskan sebagai berikut.
a. Butir Soal Tipe Benar-Salah
Butir soal tipe benar-salah (True-false item) adalah butir soal yang terdiri atas
pernyataan, yang disertai dengan alternatif jawaban yaitu menyatakan pernyataan
tersebut benar atau salah, atau keharusan memilih satu dari dua alternatif jawaban
lainnya. Alternatif jawaban itu dapat saja berbentuk benar-salah atau setuju-tidak setuju,
baik-tidak baik, atau cara lain asalkan alternatif itu mutual eksklusif.
Beberapa kelebihan tes tipe benar salah:
1. Mudah dikonstruksi.
2. Perangkat soal dapat mewakili seluruh pokok bahasan.
3. Mudah penyekorannya.
4. Alat yang baik untuk mengukur fakta dan hasil belajar langsung terutama yang
berkenaan dengan ingatan.
5. Keterbatasan butir soal tipe benar salah
Butir soal tipe benar-salah juga mempunyai keterbatasan, seperti:
1. Mendorong peserta tes untuk menebak jawaban.
2. Terlalu menekankan kepada ingatan.
3. Dapat terjadi bahwa butir-butir soal tes objektif tipe ini tidak dapat dijawab
dengan satu kemungkinan saja, yaitu betul atau salah.
4. Pada umumnya tes tipe ini reliabilitasnya rendah, kecuali apabila butir-butir
soalnya dibuat dalam jumlah yang banyak sekali.
Untuk meningkatkan mutu soal tipe benar salah, beberapa pertimbangan berikut
sebaiknya digunakan:
1. Jumlah butir soal yang kuncinya S (salah) sebaiknya lebih banyak dari butir soal
yang kunci jawabannya B (benar).
2. Susunlah kalimat soal sedemikian rupa sehingga logika sederhana akan
cenderung mengarah ke jawaban yang salah.
17
3. Susunlah jawaban salah sesuai dengan anggapan umum yang salah tentang
suatu kenyataan.
4. Dalam butir soal tipe benar-salah pernyataan yang menggunakan kata semua,
selalu, tidak pernah, cenderung untuk mempunyai kunci jawaban S (salah).
Sedangkan kata kadang-kadang, acapkali, pada umumnya cenderung untuk
mempunyai kunci B (benar). Untuk meningkatkan daya beda soal, maka
pergunakan kata-kata itu dalam kecenderungan yang terbalik.
5. Pergunakanlah rujukan untuk beberapa buah soal, misalnya dengan
menggunakan teks atau gambar sebagai rujukan.
b. Butir soal tipe menjodohkan
Butir soal tipe menjodohkan ditulis dalam dua kolom. Kolom pertama adalah pokok
soal atau stem atau biasa disebut premis.Kolom kedua adalah kolom jawaban. Tugas
peserta tes adalah menjodohkan pernyataan-pernyataan di bawah kolom premis dengan
penyataan-pernyataan yang ada di bawah kolom jawaban.
Kelebihan butir soal tipe menjodohkan antara lain:
1. Baik untuk menguji hasil belajar yang berhubungan dengan pengetahuan tentang
istilah, definisi, peristiwa atau penanggalan.
2. Dapat menguji kemampuan menghubungkan dua hal baik yang berhubungan
langsung maupun secara tidak langsung.
3. Mudah dikonstruksi sehingga pendidik dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat
mengkonstruksi sejumlah butir soal yang cukup untuk menmguji satu pokok
bahasan tertentu.
4. Dapat meliputi seluruh bidang studi yang diuji.
5. Mudah diskor.
Keterbatasan butir soal tipe ini ialah terlalu mengandalkan pada pengujian aspek ingatan.
Untuk dapat menghindari kelemahan ini maka konstruksi butir soal tipe ini harus
dipersiapkan secara hati-hati.
Prinsip Penulisan Butir Soal Menjodohkan
a) Pernyataan di bawah kolom pertama dan di bawah kolom kedua masing-masing
haruslah terdiri dari kelompok yang homogen.
b) Pernyataan di bawah kolom kedua harus lebih banyak daripada pernyataan di
bawah kolom pertama.
c. Tes objektif tipe melengkapi
Tes objektif tipe melengkapi (completion) yaitu salah satu jenis tes objektif yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) tes tersebut terdiri atas susunan kalimat yang bagian-
bagiannya sudah dihilangkan (dihapuskan), (2) bagian-bagian yang hilang itu diganti
18
dengan titik-titik (…), (3) titik-titik itu harus diisi atau dilengkapi atau disempurnakan oleh
peserta tes, dengan jawaban – (yang oleh penguji) – telah dihilangkan.
Pada tes tipe melengkapi ini, butir-butir soal tes dapat saja dibuat berlainan antara
yang satu dengan yang lain. Tes objektif tipe melengkapi dapat dituangkan dalam bentuk
gambar-gambar atau peta.
Kebaikan yang dimiliki oleh tes objektif tipe melengkapi adalah, bahwa:
1. Mudah dalam penyusunannya.
2. Lebih menghemat tempat.
3. Karena bahan yang disajikan dalam tes ini cukup banyak dan beragam, maka
persyaratan komprehensif dapat dipenuhi oleh tes tipe ini.
4. Dapat digunakan untuk mengukur berbagai taraf kompetensi dan tidak sekedar
mengungkap taraf hafalan saja.
Tes objektif tipe melengkapi ini juga tidak terlepas dari kekurangan, yaitu:
1. Tes tipe ini cenderung digunakan untuk mengungkap daya ingat atau aspek
hafalan.
2. Dapat terjadi butir-butir tes tipe ini kurang relevan untuk diujikan.
3. Karena pembuatannya mudah, penguji sering menjadi kurang berhati-hati dalam
menyusun kalimat soalnya.
d. Tes Objektif Tipe Pilihan Ganda (multiple choice)
Tes objektif tipe pilihan ganda adalah suatu butir soal yang alternatif jawabannya
lebih dari dua. Biasanya jumlah alternatif jawaban berkisar 4 (empat) atau 5 (lima).
Sebutir tes tipe pilihan ganda terdiri atas dua bagian, yaitu (1) pernyataan atau
pertanyaan yang disebut stem, dan (2) alternatif jawaban atau disebut option. Sedangkan
option terdiri dari beberapa pilihan, salah satu alternatif pilihan itu adalah jawaban yang
benar (kunci jawaban) dan pilihan yang bukan kunci yang disebut pengecoh atau
distractors.
Kelebihan butir soal pilihan ganda
1. Butir soal tipe pilihan ganda dapat dikonstruksi dan digunakan untuk mengukur
segala level tujuan instruksional, mulai dari yang paling sederhana sampai
dengan yang kompleks, kecuali tujuan yang berupa kemampuan
mendemonstrasikan ketrampilan menyatakan sesuatu yang ekspresif.
2. Butir soal pilihan ganda hanya menuntut waktu kerja peserta tes sangat minimal,
maka setiap perangkat tes yang menggunakan butir soal pilihan ganda sebagai
alat ukur dapat menggunakan jumlah butir soal yang relatif banyak dan
karenanya maka penarikan sampel pokok bahasan yang akan diujikan dapat
lebih luas.
19
3. Penskoran hasil kerja peserta dapat dikerjakan secara objektif bahkan dapat
dilakukan dengan mesin sehingga dapat dikerjakan dalam waktu singkat.
4. Tipe butir soal dapat dikonstruksi sehingga menuntut kemampuan peserta tes
untuk membedakan berbagai tingkatan kebenaran sekaligus. Misalnya suatu
butir dikonstruksi dengan option yang seluruhnya benar dalam tingkat kebenaran
yang berbeda. Peserta tes diminta untuk menyatakan butir jawaban yang paling
benar. Hal ini merupakan keunggulan yang sukar diperoleh dari soal tipe lain.
5. Jumlah option yang dapat disediakan melebihi dua, karenanya dapat mengurangi
keinginan peserta tes untuk menebak.
6. Dapat dilakukan analisis butir soal secara baik.
7. Tingkat kesukaran butir dapat dikendalikan dengan mengubah tingkat
homogenitas alternatif jawaban.
8. Informasi yang diberikan lebih kaya. Dengan demikian maka tipe soal ini baik
digunakan untuk mengukur daya serap peserta didik dan mendiagnosis
kelemahan peserta didik
Keterbatasan butir soal pilihan ganda
Keterbatasan pokok soal tipe pilihan ganda antara lain:
1. Sukar dikonstruksi.
2. Ada kecenderungan penulis soal mengkonstruksi butir soal tipe ini dengan hanya
mengukur aspek ingatan.
3. Testwise mempunyai pengaruh yang berarti terhadap hasil tes peserta. Makin
terbiasa seseorang dengan bentuk tes tipe pilihan ganda, makin besar
kemungkinan ia akan memeroleh skor yang lebih baik.
Prinsip Penulisan butir soal tipe pilihan ganda
Beberapa prinsip dalam mengkonstruksi butir soal tipe pilihan ganda:
1. Inti permasalahan harus ditempatkan pada pokok soal (stem).
2. Hindari kata-kata yang sama dalam pilihan.
3. Hindari rumusan kata yang berlebihan.
4. Kalau pokok soal merupakan pernyataan yang belum lengkap, maka kata atau
kata-kata yang melengkapi harus diletakkan pada ujung pernyataan, bukan di
tengah-tengah kalimat.
5. Susunan alternatif jawaban dibuat teratur dan sederhana.
6. Hindari penggunaan kata-kata teknis atau ilmiah yang aneh atau mentereng.
7. Semua pilihan jawaban harus homogen dan dimungkinkan sebagai jawaban
yang benar.
8. Hindari keadaan dimana jawaban yang benar selalu ditulis lebih panjang
daripada jawaban yang salah.
20
dengan objek penilaian dan teknik penilaian. Objek penilaian adalah indicator pencapaian
setiap kompetensi dasar (KD).
Langkah-langkah kegiatan perencanaan penilaian:
a.pengembangan indicator pencapaian KD sebagai dasar penilaian
b.penentuan teknik dan bentuk instrument penilaian sesuai indicator
c. penulisan indicator pencapaian KD serta teknik dan instrument yang akan
dituliskan dalam matriks silabus pembelajaran
d.pembuatan contoh instrument serta pedoman penyekoran sesuai dengan teknik
penilaian yang akan digunakan dan dituliskan dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
e.Pemberian informasi seawall mungkin kepada peserta didik tentang aspek yang
akan dinilai dan criteria pencapaiannya.
f. Penulisan kriteria ketuntasan minimal setiap indicator sesuai dengan kriteria
ketuntasan minimal yanmg ditetapkan satuan pendidikan.
Contoh:
Format Silabus Pembelajaran
1. Sekolah : ………………………………………..
2. Mata Diklat : …………………………………………
3. Kelas/Semester : …………………………………………
4. Standar Kompetensi : …………………………………………
Kompe- Materi Kegiatan Indikator Penilaian Alokasi Sumber
tensi Pokok/ Pembe- Pembe- Teknik Bentuk Waktu Belajar
Dasar Pembe- lajaran lajaran Penilaian Instrumen
lajaran
dipahami, dan 3) dapat dilaksanakan atau disusun soalnya. Kriteria pertama harus
dilaksanakan karena tes menguji penguasaan materi yang sudah diajarkan sesuai
dengan kurikulum, sedang kriteria kedua dan ketiga perlu diperhatikan karena membantu
penyusun tes dalam menulis soal. Contoh format kisi-kisi (Dikdasmen, 2003):
Kisi-Kisi Ujian
No. Standar Kompetensi Materi Indikator Bentuk Nomor
Kompetensi Dasar Pokok Pencapaian Soal Soal
Setelah kisi-kisi siap, maka soal ditulis dengan mengacu pada indicator yang ada
pada kisi-kisi. Komponen yang diperlukan dalam sebuah kisi-kisi sangat ditentukan oleh
tujuan tes yang hendak disusun. Untuk penyusunan kisi-kisi ujian akhir hendaknya
dilaksanakan secara berkesinambungan agar mutu kisi-kisi maupun pelaksanaan
kegiatan penyusunan dapat dievaluasi dan ditingkatkan kualitasnya dari tahun ke tahun.
Dalam menyusun kisi-kisi ujian akhir perlu diadakan seleksi dengan kriteria sebagai
berikut: (1) tenaga edukatif yang masih aktif, (2) berpengalaman mengajar, (3) mewakili
daerah/wilayah, (4) menguasai materi, (5) menguasai kurikulum, dan (6) pernah ditatar
tentang pengujian.
Pengembangan Instrumen Penilaian Hasil Belajar
Kegiatan pengembangan instrumen penilaian hasil belajar termasuk bagian dari
kegiatan perencanaan penilaian. Instrumen yang baik harus memenuhi syarat kesahihan
(validitas) dan keandalan (reliabilita). Instrumen penilaian hasil belajar yang disusun
melalui kisi-kisi, sudah valid secara teori (validitas teoritik). Instrumen yang sudah valid
cenderung reliable, namun tidak sebaliknya. Oleh karena itu, instrumen yang valid secara
teori juga reliable secara teori (reliabilitas reoritik). Pengembangan intrumen penilaian
hasil belajar perlu mengikuti langkah-langkah berikut:
1.penyusunan kisi-kisi instrumen penilaian
2.penulisan butir instrument
3.telaah oleh teman sejawat yang satu bidang
4.revisi butir soal
5.uji coba instrument
6.analisis empiris kualitas instrumen.
Pengembangan butir instrumen harus mengacu kepada kisi-kisi yang telah
ditetapkan agar dihasilkan butir yang sahih. Pengembangan instrumen disesuaikan
dengan karakteristik teknik dan bentuk instrument penilaian.
LATIHAN
Setiap peserta diberi tugas latihan yang berbeda dan dilakukan diskusi proses dan hasil
latihan.
1. Jabarkan salah satu kompetensi dasar pembelajaran mata diklat yang Bapak/Ibu
ampu dalam standar isi menjadi 2 -3 indikator pencapaian.
2. Buatlah contoh:
a. Masing-masing satu butir soal bentuk uraian dan objektif pilihan ganda
dengan lima pilihan, sebutkan dimensi proses kognitifnya.
b. Satu butir instrumen non tes, bentuk skala bertingkat.
c. Satu instrumen alternatif disertai rubrik, dua dimensi, dan skala 1-4.
3. Membuat kisi-kisi soal ulangan harian untuk mengukur satu kompetensi dasar
tertentu.
4. Membuat kisi-kis: ulangan tengah semester, akhir semester, ulangan kenaikan,
dan menulis soalnya.
RANGKUMAN
1. Beberapa istilah yang sering overlapping dalam penggunaannya, yaitu tes,
pengukuran, penilaian, dan evaluasi.
2. Pengukuran dan penilaian hasil belajar sebagai suatu keterkaitan yang utuh dan
fungsional merupakan bagian integral dalam kegiatan pembelajaran.
3. Perbedaan antara pengukuran (measurement) dengan penilaian (evaluation).
Pengukuran adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan luas atau
kuantitas sesuatu. Ia memberikan jawaban atas pertanyaan How much? Adapun
penilaian atau evaluasi adalah tindakan atau proses untuk menentukan nilai
sesuatu, yang memberikan jawab atas pertanyaan What value?
4. Penilaian hasil belajar memiliki tiga fungsi pokok, yaitu: (1) mengukur kemajuan,
(2) menunjang penyusunan rencana, dan (3) memperbaiki atau melakukan
penyempurnaan kembali. Secara khusus, fungsi evaluasi dalam dunia
pendidikan dapat ditilik dari tiga segi, yaitu: (1) segi psikologis, (2) segi didaktik,
dan (3) segi administratif. Ketiganya dapat disoroti dari dua sisi, yaitu dari peserta
didik dan pendidik.
5. Secara umum, tujuan penilaian hasil belajar meliputi dua hal, yaitu untuk: (a)
menghimpun bahan keterangan yang akan dijadikan bukti mengenai taraf
perkembangan atau kemajuan yang dialami peserta didik setelah mengikuti
proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu dan (b) mengetahui tingkat
efektivitas metode-metode pengajaran yang telah digunakan dalam proses
pembelajaran selama jangka waktu tertentu.
25
6. Sedangkan tujuan khusus, tujuan penilaian hasil belajar untuk: (a) merangsang
kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan dan (b) mencari
dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan
peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari jalan
keluar atau cara-cara perbaikannya.
7. Ciri-ciri Penilaian hasil belajar:
a. Evaluasi dilakukan secara tidak langsung
b. Menggunakan ukuran kuantitatif
c. Menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap
d. Prestasi belajar yang dicapai peserta didik bersifat relatif
e. Kemungkinan terjadi kekeliruan pengukuran.
8. Sumber kekeliruan pengukuran, yaitu: (1) kekeliruan pengambilan sample
(sampling error), (2) kekeliruan penyekoran (scoring error), (3) kekeliruan ranking
(ranking error), dan (4) kekeliruan guessing (guessing error).
9. Factor penyebab terjadinya kekeliruan pengukuran hasil belajar itu bersumber
pada empat factor, yaitu: (1) faktor alat pengukur, dimana alat pengukur yang
dipergunakan dalam tes atau ujian tidak dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur, (2) faktor evaluator, yang telah melakukan kekeliruan dalam memberikan
skor dan menentukan ranking, (3) faktor peserta didik (testee) yang dengan
spekulasi dan tebakannya telah menyebabkan terjadinya kekeliruan dalam
pengukuran hasil belajar, dan (4) factor situasi, yaitu situasi pada saat
pengukuran hasil belajar itu berlangsung.
10. Prinsip-prinsip penilaian hasil belajar: valid (sahih), objektif, adil, terpadu,
terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan criteria, dan
akuntabel.
11. Objek penilaian hasil belajar AP adalah sesuatu yang akan dinilai, dalam hal ini
berkaitan dengan proses dan hasil pembelajaran yang dijadikan fokus perhatian
yaitu bidang administrasi perkantoran (AP).
12. Subyek penilaian adalah guru AP yang melakukan penilaian.
13. Etika penilaian adalah pedoman tentang penilaian yang baik dan penilaian yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban, serta akhlak dalam penilaian.
14. Teknik penilaian hasil belajar AP adalah cara melaksanakan penilaian hasil
belajar AP, sedangkan alat penilaian hasil belajar AP adalah alat yang digunakan
untuk merekam data hasil belajar AP. Teknik dan alat penilaian hasil belajar
digolongkan menjadi dua macam, yaitu teknik tes dan non tes.
15. Tes hasil belajar didefinisikan sebagai cara atau prosedur dalam rangka
pengukuran dan penilaian hasil belajar yang berbentuk tugas dan serangkaian
26
tugas yang harus dijawab, atau perintah-perintah yang harus dikerjakan peserta
tes (testee) sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku
atau prestasi belajar testee.
16. Langkah-langkah kegiatan perencanaan penilaian: (a) pengembangan indicator
pencapaian KD sebagai dasar penilaian, (b) penentuan teknik dan bentuk
instrument penilaian sesuai indicator, (c) penulisan indicator pencapaian KD serta
teknik dan instrument yang akan dituliskan dalam matriks silabus pembelajaran,
(d) pembuatan contoh instrumen serta pedoman penyekoran sesuai dengan
teknik penilaian yang akan digunakan dan dituliskan dalam Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (e) pemberian informasi seawall mungkin
kepada peserta didik tentang aspek yang akan dinilai dan criteria pencapaiannya,
(f) penulisan kriteria ketuntasan minimal setiap indicator sesuai dengan kriteria
ketuntasan minimal yanmg ditetapkan satuan pendidikan.
17. Perumusan indikator pencapaian sebagai pertanda penguasaan KD dengan
criteria: (a) sesuai tingkat perkembangan berfikir anak, (b) berkaitan dengan SK
dan KD, (3) memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari (life
skills), (d) harus dapat menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik
secara utuh (aspek kognitif, afektif, dam psikomotor), (e) memeprhatikan sumber-
sumber belajar yang relevan, (f) dapat diukur, dapat dikuantifikasikan, atau dapat
diamati, (g) menggunakan kata kerja operasional.
18. Kisi-kisi tes adalah suatu format yang berisi kriteria tentang soal-soal yang
diperlukan oleh suatu tes. Kisi-kisi harus memenuhi kriteria diantaranya: 1) dapat
mewakili isi kurikulum secara tepat, 2) komponen-komponennya jelas dan mudah
dipahami, dan 3) dapat dilaksanakan atau disusun soalnya. Kriteria pertama
harus dilaksanakan karena tes menguji penguasaan materi yang sudah diajarkan
sesuai dengan kurikulum, sedang kriteria kedua dan ketiga perlu diperhatikan
karena membantu penyusun tes dalam menulis soal.
19. Langkah-langkah pengembangan intrumen penilaian hasil belajar perlu
mengikuti langkah-langkah berikut:penyusunan kisi-kisi instrumen
penilaian,penulisan butir instrument,telaah oleh teman sejawat yang satu
bidang,revisi butir soal,uji coba instrument,analisis empiris kualitas instrumen.
20. Pengembangan butir instrumen harus mengacu kepada kisi-kisi yang telah
ditetapkan agar dihasilkan butir yang sahih. Pengembangan instrumen
disesuaikan dengan karakteristik teknik dan bentuk instrument penilaian.
DAFTAR PUSTAKA
27
Asmawi Zainul dan Noehi Nasution. 2001. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti –
PAU.
Conny Semiawan. 1986. Prinsip dan Teknik Pengukuran dan Penilaian di dalam
Dunia Pendidikan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Darmo Mulyoatmojo dan Mappasoro S. 1980. Analisa Soal Tes. Jakarta: P3G
Depdikbud.
Ebel, Robert L.: 1972. Essentials of Educational Measurement, New Jersey: Prentice
Hill, Inc.
Masrun. 1979. Analisa Item untuk Tes Obyektif, Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM.
Sukardjo. 2007. Penilaian Hasil Belajar IPA. (Bahan Diklat Profesi Guru). Yogyakarta:
UNY.
Sumadi Suryabrata, 1987. Pengembangan Tes Hasil Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.