Anda di halaman 1dari 17

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar, kandungan oksigennya

sangat rendah. Hal itu karena oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh

mikroorganisme untuk memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga

menjadi bahan yang mudah menguap . Selain dari itu, bahan buangan organik

juga dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut di dalam air organik yang ada di

dalam air, makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya (Agnes

Anita, 2005).

Pencemaran laut memberikan dampak yang cukup berpengaruh bagi

lingkungan sekitar apalagi bila disekitarnya merupakan pemukiman penduduk

yang mana penduduk pada umumnya bermata pencaharian sebagai pelaut atau

nelayan. Pencemaran laut disebabkan oleh perbuatan manusia dan bahaya akibat

dari pada pencemaran atas kemantapan ekologis dari laut5. Walaupun demikian

ada yang berpendapat, bahwa kerusakan ekologis akibat tumpahan minyak dapat

diabaikan karena laut mampu mengurai larutan tumpahan minyak bumi melalui

mikrobamikroba yang hidup di laut, sehingga laut dapat melakukan regenerasi

terhadap lingkungan laut yang mengalami kerusakan (Widyastuti 2004).

Beberapa jenis bahan kimia untuk pupuk dan pestisida pada lahan

pertanian akan terbawa air ke daerah sekitarnya sehingga mencemari air pada

permukaan lokasi yang bersangkutan. Pengolahan tanah yang kurang baik akan

dapat menyebabkan erosi sehingga air permukaan tercemar dengan tanah

endapan. Dengan Badan air dicirikan oleh tiga komponen utama, yaitu

komponen hidrologi, komponen fisika-kimia, dan komponen biologi. Penilaian

1
kualitas suatu badan air harus mencakup ketiga komponen tersebut. demikian

banyak sekali penyebab terjadinya pencemaran air ini, yang akhirnya akan

bermuara ke lautan, menyebabkan pencemaran pantai dan laut sekitarnya.

( Efendi 2004).

Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara

berlimpah-limpah. Namun, ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi

kehidupan manusia relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor. Lebih dari

97% air di muka bumi ini merupakan air laut yang tidak dapat digunakan oleh

manusia secara langsung. Dari 3% air yang tersisa, 2% diantaranya tersimpan

sebagai gunung es (glacier) di kutub dan uap air, yang juga tidak dapat

dimanfaatkan secara langsung. Air yang benar-benar tersedia bagi keperluan

manusia hanya 0,62%, meliputi air yang terdapat di danau, sungai dan air tanah

(Effendi, 2004).

Menurut (Fardiaz 2007). Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi

dengan lingkungan daratan, di mana buangan limbah dari daratan akan bermuara

ke laut. Selain itu air laut juga sebagai tempat penerimaan polutan (bahan cemar)

yang jatuh dari atmosfir. Limbah tersebut yang mengandung polutan kemudian

masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air,

sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk

ke dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang,

cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain).


Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi

akibat dimasukkannya oleh manusia secara langsung ataupun tidak langsung

bahanbahan atau energi ke dalam lingkungan laut (termasuk muara sungai) yang

2
menghasilkan akibat yang demikian buruknya sehingga merupakan kerugian

terhadap kekayaan hayati, bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap

kegiatan di laut termasuk perikanan dan lain-lain, penggunaan laut yang wajar,

pemburukan dari pada kwalitas air laut dan menurunnya tempat-tempat

pemukiman dan rekreasi (Fardiaz 2007).

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan seberapa besar tingkat

pencemaran disuatu perairan dengan mengukur kadar oksigen terlarut (DO),

kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan padatan tersuspensi total (TSS). Manfaat

dari praktikum ini adalah sebagai salah satu upaya bagi praktikan untuk

mengetahui lebih jelas mengenai kadar oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen

biologi (BOD) dan padatan tersuspensi total (TSS) suatu perairan, guna

pengelolaan perairan selanjutnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad

hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian

3
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen

juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses

aerobik (Salmin, 2005).

Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter penting dalam

penentuan kualitas air. Oksigen terlarut akan langsung berpengaruh pada

kemampuan organisme untuk bertahan di perairan tercemar. Pada perairan yang

jenuh biasanya mengandung oksigen dalam rentang 8 – 15 mg/l. Tergantung pada

salinitas dan tempertur bagi organisme-organisme akuatik biasanya membutuhkan

dengan konsentrasi 5-8 mg/l untuk dapat hidup normal (Wibowo, 2004).

Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen

terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada

banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan

anorganik Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung

pada jenis, stadium dan aktifitasnya (Ulqodry, dkk., 2010).

Selain itu, oksigen juga menentukan biologis yang dilakukan oleh

organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah

untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah

nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi

anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia

menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi

dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu

mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara

4
perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan

rumah tangga (Simanjuntak, 2007).

B. TSS (Total Suspensed Solid)


Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan

kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton,

sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya

menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan

(Hasriyani dan Herman, 2010).

Total padatan tersuspensi menurut (Marganof, 2007). adalah

bahan-bahan tersuspensi (diameter >1 μm) yang tertahan pada saringan millipore

dengan diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-

jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa

ke dalam badan air

Penentuan total padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan

tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air,

buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan

tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu

pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna

perairan (Rahmawati dan Azizah, 2005).

TSS (Total Suspensed Solid) dapat diukur secara langsung atau tidak

langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan menentukan konsentrasi

TSS umumnya dilakukan menyaring secara cepat sampel air. Air disaring

kemudian dikeringkan dan ditimbang mengikuti dua metode standar umum, yaitu

5
American Public Health Association (1998) dan American Society untuk

Pengujian dan Material (2000). Namun, kedua APHA dan standar ASTM metode

memakan waktu dan memerlukan sebagian besar volume suspensi terutama ketika

konsentrasi padatan tersuspensi rendah

(Ginting dan Mamo, 2006; Daphne, et al., 2011).

C. BOD (Biochemical Oxygen Demand)


BOD merupakan merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada

suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air

tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara

biologi dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik

(Marganof, 2007).
Hal ini disebabkan BOD dapat menggambarkan jumlah bahan organik

yang dapat diuraikan secara biologis, yaitu jumlah oksigen terlarut yang

dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan atau mengoksidasi bahan-

bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Nilai BOD 5 yang tinggi

menunjukkan semakin besarnya bahan organik yang terdekomposisi

menggunakan sejumlah oksigen di perairan (Rahmawati dan Azizah, 2005).

Pengukuran akurat dari BOD5 memerlukan penentuan yang akurat DO.

Permintaan biokimia oksigen mewakili jumlah oksigen dikonsumsi oleh bakteri

dan mikroorganisme lainnya sementara bakteri dan mikroorganisme lainnya

melakukan pembusukan bahan organik di bawah aerobik pada kondisi suhu yang

ditentukan (Delzer and McKenzie, 2005).

6
III . METODE PRAKTEK

A. Waktu dan Tempat

7
Praktikum pencemaran perairan dilaksanakan pada hari Sabtu, 4 Mei 2016

yang bertempat di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Universitas Halu Oleo, Kendari.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pencemaran perairan

dapat di lihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Alat dan Bahan beserta kegunaannya.


No. Alat dan Bahan Satuan Kegunaannya
1. Alat:
- Botol DO ml Tempat sampel air DO
- Botol TSS ml Tempat sampel air TSS
- Botol BOD5 ml Tempat sampel air BOD5
- Erlenmeyer ml Standarisasi Tiosulfat
- Pipet tetes ml Mengambil sampel air
- Gelas ukur ml Menyaring sampel air
- Pipet volume Mengukur volume air
Bahan:
2. - MnSO4 ml Bahan titrasi
- Azida ml Bahan titrasi
- H2SO4 ml Bahan titrasi
- Kanji ml Bahan titrasi
- Kertas saring - Objek pengamatan

C. Prosedur Kerja
a. DO
- Sampel air yang sudah diambil 2 ml MnSO4 dan 1 ml KOH – KI dikocok

didiamkan Sampel dengan Endapan Putih/Coklat

8
- Menambahkan 1 ml larutan alkali-iodida-azida, kemudian mengocok botol

tersebut beberapa kali.


- Menambahkan 1 ml larutan H2SO4 lalu dikocok agar homogen.
- Menuangkan 50 ml larutan tersebut ke dalam labu erlenmeyer.
- Menambahkan 1-3 tetes indikator kanji hingga larutan berwarna biru tua.
- Melakukan titrasi dengan larutan Na2SO3 hingga larutan berwarna bening.
- Mencatat volume larutan Na2SO3 yang digunakan dalam titrasi.
b. TSS(Total Suspended Solid)
- Air sampel diambil sebanyak 100 ml kemudian disaring menggunakan

kertas saring yang berat awalnya sudah diketahui.


- Air yang lolos melewati kertas saring diambil lagi sebanyak 10 ml

disimpan ke dalam cawan petri yang sudah diketahui berat awalnya pula.
- Kemudian kertas saring dan cawan petri diovenkan selama 3 jam untuk

memperoleh berat kering atau berat akhir.


- Menghitung nilai TSS.

c .BOD5 (Biological Oxygen Demand)

- Memasukan sampel air kedalam botol sampel dengan catatan dalam botol tidak

terdapat selama gelembung udara.


- Kemudian sampel dibawa ke laboratorium dan selanjutnya sampel di inkubasi

selama 5 hari
- Setelah diinkubasi maka sampel dianalisis dengan memasukkan 2 ml larutan

mangan sulfat (MnSo4) dan larutan Natruim Asida (NaN 3) ke dalam sampel

yang sudah ada dalam botol dengan menggunakan pipet tetes. Kemudia botol

ditutup sambil dikocok sampai terbentuk endapan berwarna putih keruh.


- Kemudian menambahkan 2 ml larutan Asam Sulfat (H2SO4) pekat.
- Menambahkan larutan kanji 1 tetes kemudian ditambah larutan Natrium

tiosulfat (Na2S2O3) untuk titrasi.


- Mencatat jumlah volume Natrium tiosulfat (Na2S2O3) yang digunakan pada

saat titrasi.
- Kemudian menghitung kandungan kebutuhan Oksigen Biologisnya (BOD5).

9
D. Analisis Data
a. DO
DO = F1 x F2 x 4 x ml titrasi

Ntio C
F1 = F2=
0,025 50

50 x A
C=
A−4

b. TSS

TSS = kertas saring setelah di oven - kertas saring awal


mL sampel

c. BOD5

BOD5 = DOawal - DOakhir

10
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil DO (Oksigen Terlarut), BOD 5, dan TSS dapat dilihat pada tabel 2

berikut:

Table 2. hasil pengamatan pada praktikum pencemaran perairan


No Parameter yang Diukur Satuan Nilai
1 DO mg/L 4,5
2 TSS mg/L 0,32
3 BOD5 mg/L 2,4

B. Pembahasan

1. Oksigen Terlarut (DO)

Pada praktikum ini, diperoleh nilai DO 4,5 mg/l. Hal ini adanya

peningkatan DO diperairan karena disebabkan ada pemicuan Bahan pencemar

11
masuk kedalam perairan sehingga akan mengalami Kondisi perairan cukup buruk

terhadap organisme akuatik/organisme. pernyataan ini sesuai dengan Salmin

(2005) Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air disebabkan

karena adanya zat pencemar yang ada pada perairan. Zat pencemar tersebut

terutama terdiri dari bahan-bahan organik dan non organik yang berasal dari

berbagai sumber, seperti kotoran (hewan dan manusia), sampah organik, bahan-

bahan buangan dari industri dan rumah tangga.

Kita ketahui bahwa Oksigen terlarut DO sangat dibutuhkan oleh semua

jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang

kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping

itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi dan anorganik dalam proses aerobic.

Oksigen juga merupakan salah satu gas terlarut di perairan alami dengan kadar

bervariasi yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan

atmosfir.

2. TSS (Total Suspended Solid)

Berdasarkan hasil pengamatan di atas, di ketahui nilai total padatan

tersuspensi adalah 0,0032 mg/l yang terdapat diperairan. Padatan tersuspensi di

suatu perairan minimal 5 mg/l. apabila padatan tersuspensi lebih dari 5 mg/l maka

perairan tersebut bisa di katakan tercemar karena dapat menghambat penetrasi

matahari kebadan perairan. Pernyataan ini sesuai dengan Monoarva (2008) Materi

yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena

mengurangi penetrasi matahari kedalam badan air, kekeruhan air meningkat yang

menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme perairan.

12
Pada saat praktikum, diketahui bahwa hasil yang diperoleh residu

tersuspensi (TSS) adalah 0,0032 mg/l .Nilai residu tersuspensi ini, merupakan

kondisis dimana bahan – bahan partikel yang masuk perairan sangat Rendah akan

tetapi dalam perairan TSS sangat bnyak manfaaatnya baik untuk perairan itu

sendiri terutama organisme akuatik Oleh sebabnya nilai residu tersuspensi ini

terdapat sangat rendah , namun total padatan tersuspensi sangat berguna dalam

analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi

kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan.

Hal ini dinyatakan dalam Zat pada tersuspensi (total suspended solid)

merupakan zat padat (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partkel yang

tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotic) seperti

fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti

detritus dan partike-partikel anorganik . Nilai tss yang tidak berpengaruh untuk

kepentingan perikanan yaitu < 25 mg/l.

3. BOD5 (Biological Oxygen Demand)

Berdasarkan Hasil pengamatan pada praktikum BOD5 didapatkan nilai hasil

2,4 hal in untuk menentukan adanya bahan atau parameter pencemar pada suatu

peraira perlu adanya Pemeriksaan BOD5 untuk menentukan beban pencemaran

terhadap air buangan domestik atau industri juga untuk mendesain sistem

pengolahan limbah biologis bagi air tercemar. Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005

menyatakan bahwa Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasi air

pada suhu 20 C selama 5 hari, dan nilai BOD yang menunjukkan jumlah oksigen

13
yang dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen

terlarut sebelum dan sesudah inkubasi

Meningkatnya BOD5 didalm suatu perairan dikarenakan adanya bahan /

parameter yang membuat tingginya BOD5 hal ini dinyatakan dalam Marganof,

2007 BOD merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu

perairan. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut

tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologi

dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik .

Akan tetapi nilai hasil yang didapat pada pengamatan BOD 5 tidak

mengalami adanya pencemaran diperairan tersebut hal ini dinyatakan dalam Lee

(1987) dalam Sukardiono (1987) menyajikan tingkat pencemaran pencemaran di

badan perairan berdasarkan nilai BOD. BOD5.Berikut kriteria Derajat Pencemaran

Berdasarkan Nilai BOD5 Kisaran BOD5 (mg/l) 1. ≤2,9 Tidak tercemar , 3,0 – 5,0

Tercemar ringan 5,1 – 14,9 Tercemar sedang dan ≥15,0 Tercemar berat .

14
V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil pengamatan dan analisis laboratorium serta pembahasan,

simpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

- Untuk mengetahui kualitas suatu perairan, parameter oksigen terlarut (DO)

dan kebutuhan oksigen biokimia (BOD) serta residu tersuspensi (TSS)

memegang peranan penting. Prinsip penentuannya bisa dilakukan dengan cara

penitrasian.
- Suatu perairan yang tingkat pencemarannya rendah dan bisa dikatagorikan

sebagai perairan yang baik, maka kadar oksigen terlarutnya (DO) didapat kan

15
nilai 4,511mg/l dan kadar oksigen biokimianya (BOD) berkisar,2,4 dan nila

TSS 0,0032 mg/l.

B. Saran

Untuk mencegah terjadinya pencemaran air , diperlukan suatu hukum atau

aturan dalam mengontrol kualitas air, agar dapat meningkatkan jumlah dan

kualitas sarana penanganan air limbah. Peraturan juga diberlakukan terhadap

industri sehingga dapat mengurangi pembuangan air kotor pada permukaan air .

DAFTAR PUSTAKA

Anita, Agnes. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, dan MPN Coliform Pada
Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan Di Rsud Nganjuk. Jurnal
Kesehatan Lingkungan. 2(1): 97-110.
Effendi, H. 2004. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Fardiaz 2007. Phosphate. Handbook of WaterAnalysis. New York, Marcel
Dekker, Inc: 273-295.
Ginting, D., & Mamo, M. 2006. Measuring Runoff-Suspended Solids using an
Im-proved Turbidometer Method. Journal of Environmental Quality, 35(3),
815.
Hasriyani & Hermana, J. 2010. Studi Kinerja Boezem Morokrembangan pada
Penurunan Kandungan Total Solid dan Zat Organik sebagai
Permanganate Value (PV). Jurusan Teknik Lingkungan, Institut
Teknologi Sepuluh November (ITSN). Surabaya. 18 hal.

16
Rahmawati, A. A. dan Azizah, R. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, Tss, dan
Coliform pada Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan di Mpn
RSUD Nganjuk. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 2, No. 1, Juli 2005:97
– 110.
Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksgen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan.
Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI, Jakarta.
Oseana, Vol. XXX, No. 3, 2005: 21-26.
Simanjuntak, M. 2007. Kandungan Oksigen Terlarut pada Waktu Pasang dan
Surut di Pe rairan Mamberamo, Papua (Dissolved oxygen content during
low tide ang high tide in the Memberamo water, Papua). Pusat Penelitian
Oseanografi – LIPI, Jakarta. Torani, Vol. 17(4) Edisi Desember 2007: 52 –
63.
Ulqodry, T. Z., Yulisman, Syahdan, M., dan Santoso, 2010. Karakteristik dan
Sebaran Nitrat, Fosfat dan Oksigen Terlarut di Perairan Karimunjawa Jawa
Tengah. Jurnal Penelitian Sains, Vol. 13 No. 1(D): 35 – 41.
Marganof, 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau
Sumatera Barat. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hal 39 – 47.
Widyastuti 2004. Effects of Sediment Diageneis and Regeneration of Phosphorus
withSpecial Reference to Lakes Eire and Ontarion. Nutrients in Natural
Waters. New York, JohnWiley & Sons: 281-15.

17

Anda mungkin juga menyukai