Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Konflik

2.1.1 Pengertian Konflik

Marquis & Huston (2010), mengemukakan bahwa konflik merupakan sebagai

masalah internal dan eksternal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan

pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. Littlefield (1995)

dalam Nursalam (2003), mengutarakan bahwa konflik dapat dikategorikan sebagai

suatu kejadian atau proses. Konflik dikatakan sebagai suatu kejadian, dimana

konflik terjadi dari suatu ketidaksetujuan antara dua orang atau organisasi dimana

seseorang tersebut menerima sesuatu yang akan mengancam kepentingannya.

Sedangkan konflik dikatakan sebagai sebagai proses, merupakan suatu rangkaian

tindakan yang dilakukan oleh dua orang atau kelompok berusaha menghalangi

atau mencegah kepuasan dari seseorang.

Wiramihardja (2007), mengemukakan bahwa konflik merupakan suatu kondisi

dengan kebutuhan atau motif yang tidak compatible (sesuai) secara bersama-sama

dengan kekuatan yang sama, dalam kondisi ini individu membuat keputusan

berupa pilihan yang mana yang akan dilakukan dan mana yang tidak, jika pilihan

sudah dijatuhkan, maka konflik dengan sendirinya selesai. Konflik bisa terus

terjadi seandainya kekuatan tersebut berada dalam kondisi yang seimbang.

Arwani & Supriyatno (2005), mengemukakan bahwa konflik itu terjadi akibat

adanya pertentangan pada situasi keseimbangan yang terjadi pada diri individu

ataupun pada tatanan yang lebih luas, seperti antar-individu, antar-kelompok, atau

Universitas Sumatera Utara


antar-masyarakat. Konflik juga dianggap sebagai salah satu bentuk perjuangan,

maka dalam menyelesaikan konflik seharusnya diperlukan usaha-usaha yang

konstruktif untuk menghasilkan pertumbuhan positif individu atau kelompok,

peningkatan kesadaran, pemahaman diri dan orang lain,dan perasaan positif ke

arah hasil interaksi atau hubungan dengan orang lain.

2.1.2 Kategori Konflik

Marquis & Huston (2010), mengemukakan bahwa konflik dapat dibedakan

menjadi tiga jenis, yaitu: konflik intrapersonal, konflik interpersonal, dan konflik

interkelompok. Konflik intrapersonal terjadi didalam diri orang tersebut. Konflik

intrapersonal meliputi upaya internal untuk mengklarifikasi nilai atau keinginan

yang berlawanan. Bagi manajer, konflik intrapersonal dapat disebabkan oleh

berbagai area tanggung jawab yang terkait dengan peran manajemen. Tanggung

jawab manajer terhadap organisasi, pegawai, konsumen, profesi, serta diri sendiri

kadang kala menimbulkan konflik dan konflik tersebut diinternalisasi. Timbulnya

kesadaran diri dan secara sadar bekerja untuk menyelesaikan konflik segera

setelah pertama kali dirasakan adalah hal yang sangat penting bagi kesehatan

mental dan fisik pemimpin tersebut.

Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih dengan nilai, tujuan,

dan keyakinan yang berbeda. Orang yang mengalami konflik ini dapat mengalami

pertentangan dalam komunikasi ke atas, ke bawah, horizontal, dan diagonal.

Konflik interkelompok terjadi antara dua orang atau lebih kelompok orang,

departemen, atau organisasi. Contoh konflik interkelompok adalah penggabungan

dua partisipan dengan perbedaan keyakinan yang sangat besar.

Universitas Sumatera Utara


Di dalam organisasi, konflik dipandang sebagai konflik secara vertikal dan

horizontal. Konflik vertikal terjadi antara atasan dan bawahan. Konflik horizontal

terjadi antara staf dengan posisi dan kedudukan yang sama. Misalnya konflik

horizontal ini meliputi wewenang, keahlian dan praktik (Marquis & Huston,

2010).

2.1.3 Penyebab Konflik

Banyak faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya konflik, terutama

dalam suatu organisasi. Arwani & Supriyatno (2005) mengemukakan bahwa ada

beberapa faktor-faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya konflik, yaitu:

perilaku menentang, stres, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, nilai

atau keyakinan, eksklusifisme, peran ganda, kekurangan sumber daya manusia,

proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.

Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog yang

rasional, dapat menimbulkan gangguan penerimaan dan interaksi dengan orang

lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam

perilaku menentang, yaitu competitive bomber yang bercirikan dengan perilaku

yang mudah menolak, menggerutu dan menggumam, mudah untuk tidak masuk

kerja, dan merusak secara agresif yang disengaja. Martyred accommodation

merupakan suatu kepatuhan terhadap kerja sama dengan orang lain, tapi

kepatuhannya itu palsu atau semu, sambil menghina dan mengejek. Avoider

merupakan suatu penginderaan kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk

berpartisipasi.

Universitas Sumatera Utara


Stres juga dapat mengakibatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi.

Stres juga dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam

lingkungan kerja seseorang. Contohnya, terlalu banyak atau terlalu sedikit beban

yang menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain

yang ada dalam organisasi, misalnya di ruangan bangsal keperawatan.

Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan

kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang dapat

memperburuk keadaan dalam ruangan tersebut dapat berupa adanya hubungan

yang monoton atau konstan dalam di antara satu individu dengan individu yang

lainnya, dan dapat juga terjadi jika terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam

satu ruangan atau bangsal, dan dapat juga berupa aktivitas dokter dan tenaga

kesehatan lainnya yang banyak didalam satu ruangan. Hal ini dapat memperparah

kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.

Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan

usulan-usulan diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik.

Dokter yang tidak mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang

merasa tidak acuh dengan saran-saran dari dokter untuk kesembuhan pasien yang

dirawatnya, dapat memperkeruh suasana. Kondisi ini kan semakin runyam jika

diantara pihak yang terlibat dalam pengelolaan pasien merasa direndahkan harga

dirinya akibat sesuatu hal.

Nilai atau keyakinan, adanya perbedaan nilai dan keyakinan antara satu orang

dengan orang lain dapat menimbulkan terjadinya konflik. Misalnya, perawat

begitu percaya dengan persepsinya sendiri tentang pendapat pasiennya, dan tidak

Universitas Sumatera Utara


yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Jika

hal ini terjadi, secara tidak sederhana konflik muncul karena telah

mengikutsertakan banyak variabel di dalamnya.

Eksklusifisme merupakan adanya suatu pemikiran bahwa kelompok tertentu

memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini

tidak jarang mengakibatkan terjadinya konflik antar-kelompok dalam suatu

tatanan organisasi. Misalnya, pada sebuah kelompok didalam tatanan organisasi

seperti bangsal keperawatan bahwa kelompok diberikan tanggung jawab oleh

manajer untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu, lantas kelompok

tersebut memisahkan diri dari system atau kelompok lain yang ada di bangsal

tersebut, karena merasa bahwa kelompoknyalebih mampu dibandingkan dengan

kelompok lainnya.

Peran ganda merupakan dimana seorang perawat yang menjalankan perannya

lebih dari satu peran pada waktu yang bersamaan. Fenomena ini sering terjadi

didalam tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit ataupun dikomunitas.

Contoh peran ganda antara lain, satu sisi perawat sebagai pemberi pelayanan

keperawatan kepada pasien, namun pada saat yang bersamaan juga harus berperan

sebagai pembimbing mahasiswa atau manajer diruangan yang bersangkutan.

Dalam kondisi ini perawat bingung menetukan mana yang harus dikerjakan

terlebih dahulu dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya

sering terjadi kegagalan dalam melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat

untuk suatu tugas yang diberikan oleh setiap individu ataupun kelompok.

Universitas Sumatera Utara


Kekurangan sumber daya manusia merupakan suatu tatanan dalam organisasi

yang dapat dianggap sebagai sumber absolute terjadinya konflik. Sedikit tidaknya

sumber daya insani atau manusia sering memicu terjadinya persaingan yang tidak

sehat dalam suatu tatanan organisasi. Contohnya, persaingan untuk memperoleh

uang melalui pemikiran bahwa segala sesuatunya pasti dihubungkan dengan uang,

persaingan untuk memperebutkan menangani pasien, dan sangat tidak jarang juga

terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan atau kedudukan.

Perubahan dianggap sebagai proses yang alamiah. Tetapi terkadang perubahan

justru akan mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang

sering dilkukan tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang dilkukan terlalu

lambat, dapat menimbulkan konflik. Individu yang tidak siap mnerima perubahan

yang cepat, memandang bahwa perubahan tersebut merupakan suatu ancaman.

Sedangkan individu yang selalu menginginkan perubahan akan menjadi tidak

nyaman bila terjadi perubahan, atau perubahan dilkukan terlalu lambat dalam

tatanan organisasinya.

Imbalan ini terkadang tidak cukup berpengaruh dengan motivasi seseorang.

Namun, jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata antara satu

orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Pemberian imbalan

yang tidak didasarkan atas pertimbangan professional, maka ini akan dapat

menimbulkan konflik juga.

Masalah komunikasi juga dapat menimbulkan konflik. Contohnya,

penyampaian informasi yang tidak seimbang, hanya orang-orang tertentu yang

Universitas Sumatera Utara


diajak berbicara oleh atasan, penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga

penggunaan media yang sering tidak tepat.

2.1.4 Proses Konflik

Marquis & Huston (2010), mengemukakan bahwa ada lima tahapan pada

proses konflik, yaitu sebagai berikut: tahap pertama, dimana pada tahap ini

terdapat kondisi-kondisi yang bersifat laten, yang menjadi pencetus terjadinya

konflik, misalnya kurangnya tenaga perawat dan perubahan yang cepat. Dalam

tahap ini, kondisi tersebut siap berkembang menjadi konflik, walaupun belum ada

konflik yang benar-benar telah terjadi dan mungkin tidak akan pernah terjadi.

Misalnya, perubahan Pemotongan anggaran selalu menciptakan konflik. Oleh

karena itu, kejadian seperti itu harus benar-benar dipikirkan sehingga intervensi

dapat dilakukan sebelum konflik yang disebabkan kondisi tersebut menjadi lebih

serius.

Tahap kedua adalah konflik yang dipersepsikan. Konflik yang dipersepsikan

atau substantive adalah konflik intelektual dan sering melibatkan isu serta peran.

Konflik ini dikenali secara logis dan tidak melibatkan perasaan orang yang terlibat

konflik. Kadang konflik pada tahap ini dapat diatasi sebelum diinternalisasi atau

dirasakan. Tahap ketiga adalah konflik yang dirasakan, dimana konflik yang

dirasakan pada individu atau kelompok dan dengan cepat memberikan tanggapan

yang emosional pada pihak lain. Jika konflik sudah dirasakan akan dapat

menghambat kegiatan. Bila konflik tidak diselesaikan akan dapat berkembang

lebih besar.

Universitas Sumatera Utara


Tahap keempat adalah konflik yang dimanifestasikan, juga disebut konflik

yang jelas, dan diperlukan adanya tindakan. Tindakannya dapat berupa

persaingan, debat, saling mengalahkan, atau penyelesaian konflik. Jika konflik

mencapai tahap ini, akan sulit mencari penyelesaian konflik tanpa menggunakan

sumber lain. Tahap kelima adalah akibat konflik. Akibat yang ditimbulkan konflik

mungkin lebih terlihat daripada konflik ittu sendiri jika konflik itu tidak ditangani

secara konstruktif. Konflik akan selalu menimbulkan dampak positif dan dampak

negatif. Jika konflik dapat diatasi secara baik, maka hasil konflik akan

meningkatkan hubungan kerja secara adil. Tetapi bila tidak diatasi secara baik,

akan memperburuk hubungan kerja dan dapat menyebabkan lebih banyak konflik

lagi.

2.1.5 Proses Penyelesaian Konflik

Vestal (1994) dalam Nursalam (2002), mengemukakan bahwa langkah-

langkah menyelesaikan suatu konflik meliputi: pengkajian, identifikasi, dan

intervensi. Pengkajian meliputi : analisa situasi, dimana identifikasi dari jenis

konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan. Setelah fakta dan memvalidasi

semua perkiraan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang

terlibat dan peran masing-masing. Dan tentukan jika situasinya dapat dirubah.

Analisa dan mematikan isu yang berkembang, dimana disini dijelaskan tentang

masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Menetukan masalah yang

memerlukan suatu penyelesaian dimulai dari masalah tersebut. Hindari

penyelesaian semua masalah dalam satu waktu. Menyusun tujuan, dimana dalam

menyusun tujuan harus dijelaskan tujuan yang spesifik yang akan dicapai.

Universitas Sumatera Utara


Identifikasi meliputi mengelola perasaan, dimana dalam mengelola perasaan

harus menghindari suatu respon yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi, dan

tindakan. Intervensi meliputi, masuknya konflik yang diyakini dapat diselesaikan

dengan baik. Dalam proses identifikasi ini, hasil yang positif akan terjadi. Pada

waktu menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik, penyelesaian strateginya

berbeda-beda. Seleksi metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik

yang terjadi.

2.1.6 Strategi Penyelesaian Konflik

Marquis & Huston (2010), mengemukakan bahwa tujuan terbaik dalam

menyelesaikan konflik adalah untuk menciptakan penyelesaian menang-menang

(win-win solution) untuk semua pihak yang terkait. Tujuan itu tidak akan selalu

tercapai dalam setiap situasi, dan sering kali tujuan manajer adalah mengelola

konflik dengan cara mengurangi perbedaan persepsi antara kedua belah pihak

yang terlibat. Seorang pemimpin bertugas untuk mengenali manajemen konflik

atau strategi penyelesaian masalah yang paling tepat untuk setiap situasi. Strategi

penyelesaian konflik yang digunakan adalah sebagai berikut: berkompromi,

kompetisi, bekerja sama, smoothing, menghindari dan berkolaborasi.

Dalam berkompromi, setiap pihak melepaskan salah satu tuntutannya.

Walaupun banyak orang yang melihat kompromi sebagai strategi penyelesaian

masalah yang terbaik, pihak yang menentang akan merasakan itu sebagai situasi

yang kalah karena pihak tersebut atau kedua pihak tersebut merasa bahwa mereka

telah melepaskan tuntutan lebih dari orangt lain, oleh karena itu mereka merasa

Universitas Sumatera Utara


dikalahkan. Agar kompromi tidak menghasilkan situasi kalah, kedua pihak harus

mau melepaskan sesuatu yang sama berharganya.

Kompetisi digunakan ketika satu pihak memaksakn kehendaknya walaupun

mengorbankan orang lain. Karena hanya ada satu pihak yang menang, pihak yang

ak Manajer dapat menggunakan kompetisi jika keputusan yang cepat dan tidak

disukai perlu dibuat. Cara ini juga dapat digunakan jika salah satu pihak memiliki

lebih banyak informasi atau pengetahuan tentang situasi daripada pihak lain.

Bekerja sama adalah lawan kata dari berkompetisi. Pada pendekatan kerja

sama, satu pihak mengorbankan keyakina dan keinginannya sehingga pihak lain

dapat menang. Bekerjasama dan mengakomodasi adalah strategi politik yang tepat

jika konflik tidak terlalu bernilai tinggi bagi orang yang mengakomodasi.

Smoothing, digunakan untuk mengatur situasi konflik. Smoothing sering

digunakan oleh manajer agar seseorang mengakomodasi atau bekerja sama

dengan pihak lain. Smoothing terjadi ketika salah satu pihak dalam konflik

berupaya untuk memuji pihak lain atau berfokus pada hal yang disetujui bersama,

bukan pada pebedaan. Walaupun pendekatan ini tepat digunakan pada

perselisihan kecil, smoothing jarang menghasilkan penyelesaian masalah pada

konflik yang sebenarnya.

Pada pendekatan menghindari, pihak yang terlibat menyadari adanya konflik,

tetapi memilih untuk tidak mengakuinya atau berupaya menyelesaikannya.

Penghindaran ini diindikasikan untuk perselisihan ketika kerugian yang

ditimbulkan dari menyelesaikan konflik melebihi manfaatnya, ketika masalah

sebaiknya diselesaikan oleh orang selain anda, ketika satu pihak lebih berkuasa

Universitas Sumatera Utara


daripada pihak lain, dan ketika masalah akan selesai sendirinya. Masalah terbesar

dalam menggunakan pendekatan ini adalah konflik tetap ada, sering kali muncul

kembali di lain waktu denga cara yang lebih banyak lagi

Berkolaborasi adalah cara penyelesaian masalah yang asertif dan kooperatif

yang menghasilkan penyelesaian win-win. Dalam kolaborasi, semua pihak

mengesampingkan tujuan awalnya dan bekerja sama untuk menentukan tujuan

umum. Untuk mencapai hal itu, semua pihak menerima tanggung jawab untuk

mencapai tujuan yang utama. Walaupun sangat sulit bagi semua pihak untuk

mengesampingkan tujuan awalnya, kolaborasi tidak dpat terjadi jika hal itu tidak

dapat dilakukan. Jika tujuan yang baru adalah tujuan yang ditetapkan bersama,

setiap pihak akan mempersepsikan bahwa mereka telah mencapai tujuan umum

dan penting. Dan untuk mencapai itu semua, maka harus tetap fokus dalam

menyelesaikan masalah dan bukan mengalahkan pihak lain.

2.2 Mekanisme Koping

2.2.1 Pengertian Koping

Koping adalah suatu proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan

situasi yang menimbulkan stres. Dimana, koping tersebut merupakan respon dari

individu itu sendiri terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun

psikologik. Koping juga diartikan sebagai suatu usaha perubahan kognitif dan

prilaku secara konstan untuk menyelesaikan stres yang dihadapi, koping juga

merupakan salah satu mekanisme yang digunakan untuk mengatasi tuntutan

internal dan eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi dari sumber individu

(Lazarus, 1980 dalam Muhit & Nasir, 2011 ; Rasmun, 2004).

Universitas Sumatera Utara


2.2.2 Pengertian Mekanisme Koping

Mekanisme koping merupakan cara yang dilakukan dalam menyelesaikan

suatu masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi

yang mengancam diri, upaya individu dapat berupa perubahan lingkungan yang

bertujuan untuk menghilangkan stres yang dihadapi (Keliat, 1999 dalam Muhit &

Nasir, 2011).

Suliswati (2005), mengemukakan bahwa mekanisme koping merupakan suatu

cara pemecahan masalah dimana bila didalam tubuh mengalami ketegangan dalam

kehidupan, mengakibatkan mekanisme koping dalam tubuh berfungsi untuk

meeredakan ketegangan tersebut.

2.2.3 Pembagian Mekanisme Koping

Stuart & Sundeen (1995) dalam Muhit dan Nasir (2011) mengemukakan ada

dua penggolongan mekanisme koping, yaitu: mekanisme koping adaptif,

merupakan mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,

belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara pada orang lain,

memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan yang seimbang dan

aktivitas konstruktif. Mekanisme koping maladaptif, merupakan mekanisme

koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan

otonomi, dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan

berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar.

Koping dapat diidentifikasi melalui respon, manifestasi (tanda dan gejala).

Koping juga dapat dikaji melalui beberapa aspek yaitu fisiologis dan psikologis

Universitas Sumatera Utara


(Keliat, 1998). Koping yang efektif akan menghasilkan adaptif, sedangkan koping

yang tidak efektif akan berakhir dengan maladaptif.

Mekanisme seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor diantaranya

adalah lingkungan, konsep diri, rasa aman dan nyaman, pengalaman masa lalu dan

tingkat pengetahuan sesseorang (Keliat, 1998). Jadi, karakteristik mekanisme

koping adalah: adaptif, jika memenuhi kriteria sebagai berikut: masih mengontrol

emosi pada dirinya, memiliki kewaspadaan yang tinggi dan lebih perhatian pada

masalah, memilki persepsi yang luas, dan dapat menerima dukungan dari orang

lain. Maladaptif, jika memenuhi kriteria sebagai berikut: tidak mampu berpikir

apa-apa atau disorientasi, tidak mampu menyelesaikan masalah, dan perilakunya

cenderung merusak lingkungan.

Kozier (2004) menyatakan ada beberapa tipe mekanisme koping. Mekanisme

koping dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: mekanisme koping yang

berfokus pada masalah, yang meliputi tindakan dan usaha segera untuk mengatasi

semua ancaman yang ada pada diri setiap individu. Contoh: negosiasi,

konfrontasi, dan meminta nasehat. Mekanisme koping yang berfokus pada emosi,

meliputi ide dan gagasan untuk mengurangi distress emosional. Contohnya:

penggunaan mekanisme pertahanan ego seperti denial, supresi atau proyeksi

mekanisme koping yang berfokus pada emosi yang tidak memperbaiki situasi

tetapi seseorang sering merasa lebih baik. Kebanyakan individu menggunakan

kedua koping tersebut pada waktu yang beragam, walaupun demikian ada keadaan

dimana salah satu tipe disukai.

Universitas Sumatera Utara


2.2.4 Macam-Macam Koping

Macam-macam koping menurut Rasmun (2004), yaitu: koping psikologis, dan

koping psiko-sosial. Koping psikologis ini pada umumnya menimbulkan gejala

akibat stres psikologis yang tergantung pada dua faktor, yaitu : yang pertama

adalah bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stressor, yang

artinya seberapa berat ancaman yang dirasakan oleh individu tersebut terhadap

stressor yang diterimanya. Dan yang kedua adalah keefektifan strategi koping

yang digunakan oleh individu, bahwa dalam menghadapi stressor, jika strategi

yang digunakan efektif maka akan menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi

suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya akan dapat

mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.

Koping psikososial merupakan suatu reaksi psiko-sosial terhadap adanya

stimulus yang diterima ataupun dihadapi oleh klien itu sendiri. Stuart & Sundeen

(1991) dalam Rasmun (2004) mengemukakan bahwa terdapat dua kategori koping

yang biasa dilakukan untuk mengatasi stres dan kecemasan, yaitu : reaksi yang

berorientasi pada tugas (task-oriented reaction), cara ini digunakan untuk

menyelesaikan masalah, konflik dan dapat memenuhi kebutuhan dasar. Reaksi

yang berorientasi pada ego. Reaksi ini sering digunakan oleh individu dalam

menghadapi stres, kecemasan, jika individu melakukannya dalam waktu sesaat

maka akan dapat mengurangi kecemasan, akan tetapi jika digunakan dalam waktu

yang lama akan dapat mengakibatkan gangguan orientasi realita, memburuknya

hubungan interpersonal dan menurunnya produktifitas kerja. Terdapat juga tiga

Universitas Sumatera Utara


macam reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu: perilaku menyerang (Fight),

perilaku menarik diri (Withdrawl), kompromi.

Dimana perilaku menyerang merupakan suatu perlawanan dengan

menggunakan energi dari individu itu sendiri untuk mempertahankan integritas

pribadinya. Perilaku yang ditampilkan dapat merupakan tindakan yang konstruktif

dan destruktif, dimana tindakan konstruktif ini dilakukan dengan mengungkapkan

kata-kata terhadap rasa ketidaksenangannya , sedangkan tindakan destruktif

dilakukan dengan menyerang sasaran atau objek berupa benda, barang ataupun

orang atau bahkan dirinya sendiri dengan bersikap dendam, rasa marah dan rasa

benci yang memanjang. Perilaku menarik diri merupakan prilaku yang

menunjukkan adanya pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain. Sedangkan

kompromi merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan oleh individu untuk

menyelesaikan masalah, kompromi ini dilakukan dengan cara bermusyawarah

atau negoisasi untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, secara umum

kompromi dapat mengurangi ketegangan dan dapat menyelesaikan masalah

(Rasmun, 2004).

2.2.5 Metode Koping

Ada dua metode koping yang digunakan oleh setiap individu dalam mengatasi

masalah psikologis seperti yang dikemukakan oleh Bell (1977) dalam Rasmun

(2004), dua metode tersebut antara lain adalah: metode koping jangka panjang,

metode koping jangka pendek. Metode koping jangka panjang merupakan cara

konstruktif yang paling efektif dan realistis dalam menangani masalah psikologis

untuk kurun waktu yang lama. Sedangkan yang dimaksud dengan metode koping

Universitas Sumatera Utara


jangka pendek merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengurangi stes

atau ketegangan psikologis dan cukup efektif untuk waktu yang sementara, tetapi

cara ini tidak efektif jika digunakan dalam jangka waktu yang panjang.

2.2.6 Gaya Koping

Muhith & Nasir (2011), mengemukakan bahwa gaya koping merupakan

penentuan dari gaya seseorang atau ciri-ciri tertentu dari seseorang dalam

memecahkan suatu masalah berdasarkan tuntutan yang dihdapi. Gaya koping

dicirikan sebagai berikut: gaya koping positif, dan gaya koping negatif.

Gaya koping positif merupakan gaya koping yang mampu mendukung

integritas ego. Adapun macam-macam gaya koping positif, yaitu : Problem

solving, Utilizing social support, Looking for silver lining. Problem solving

merupakan usaha untuk memecahkan suatu masalah, masalah yang harus

dipecahkan dan bukan dihindari atau ditekan dialam bawah sadar, seakan-akan

masalah itu tidak berarti. Pemecahan masalah ini digunakan sebagai cara untuk

menghindari tekanan atau beban psikologis akibat adanya stressor yang masuk

dalam diri seseorang. Utilizing social support merupakan tindak lanjut dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi ketika masalah itu belu terselesaikan. Hal

ini tidak terlepas dari keterbatasan manusia dalam menyelesaikan masalah yang

dihadapi, karena tidak semua orang dapat menyelesaikan masalahnya sendiri.

Untuk itu sebagai makhluk social, bila seseorang memiliki masalah yang tidak

mampu menyelesaikannya sendiri, seharusnya berbagi dengan orang lain yang

dapat dipercaya dan mampu memberikan bantuan dalam bentuk masukan dan

saran dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi tersebut. Karena, semakin

Universitas Sumatera Utara


banyak dukungan, maka semakin efektif pula upaya penyelesaian masalahnya.

Looking for silver lining merupakan kepelikan masalah yang dihadapi terkadang

akan membawa kebuntuan dalam upaya menyelesaikan masalah. Walaupun sudah

ada upaya yang maksimal, terkadang masalah tersebut belum didapatkan titik

temunya. Sesulit apapun masalah yang dihadapi, setidaknya manusia tetap

berpikir positif dan diambil hikmahnya. Tidak ada seorang pun yang terbebas dari

masalah karena dengan masalah itu manusia berpikir, bertindak, dan berperilaku.

Gaya koping negatif merupakan gaya koping yang akan menurunkan integritas

ego, dimana penentuan gaya koping akan merusak dan merugikan dirinya sendiri,

yang terdiri atas hal-hal sebagai berikut: avoidens masace, self-blame, wishful

thinking. Avoidence merupakan bentuk dari proses internalisasi terhadap suatu

pemecahan masalah kedalam alam bawah sadar dengan menghilangkan atau

membebaskan diri dari suatu tekanan mental akibat masalah-masalah yang

dihadapi. Cara ini merupakan usaha untuk mengatasi situasi tertekan dengan lari

dari situasi tersebut atau menghindari diri dari banyaknya masalah di kemudian

hari. Bentuk pelariannya adalah dengan beralih pada hal-hal seperti: makan,

minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan terlarang sebagai upaya untuk

menghilangkan masalah sesaat saja.

Self-blame merupakan bentuk dari ketidakberdayaan atas masalah yang

dihadapi dengan menyalahkan diri sendiri tanpa adanya evaluasi yang optimal.

Kegagalan orang lain dialihkan dengan menyalahkan dirinya sendiri sehingga

menekan kreativitas dan ide yang berdampak pada penarikan diri dalam struktur

sosial. Wishfull thinking merupakan suatu kegagalan dalam mencapai tujuan yang

Universitas Sumatera Utara


diinginkan seharusnya tidak menjadikan seseorang itu berada pada kesedihan

yang mendalam. Hal ini terjadi karena dalam penetuan standar diri, dikondisikan

terlalu tinggi sehingga sulit untuk dicapai, sehingga menjadikan seseorang

tersebut terbuai dalam khayalan dan impian tanpa kenyataan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai