PREEKLAMSIA
OLEH
DEVILIANI
I4052181031
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Preeklamsia merupakan gejala timbulnya hipertensi disertai proteinuria
akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit
trofoblastik (Amiruddin, 2007). Preeklampsia terjadi karena adanya
mekanisme imunolog yang kompleks, aliran darah ke plasenta berkurang,
akibatnya suplai zat makanan yang dibutuhkan janin berkurang.
Penyebabnya karena penyempitan pembuluh darah yang unik, yang tidak
terjadi pada setiap orang selama kehamilan (Cuningham, 2005). Perdarahan,
infeksi, dan eklampsia, merupakan komplikasi yang tidak selalu dapat
diramalkan sebelumnya dan mungkin saja terjadi pada ibu hamil yang telah
diidentifikasikan normal (Tamba, 2013).
Preeklamsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
maternal dan perinatal di seluruh dunia. Menurut WHO, UNFPA dan
UNICEF, preeklampsia-eklampsia merupakan penyebab utama masalah di
Indonesia, preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian
ibu yang berkisar 1,5% sampai 25%, sedangkan kematian bayi antara 45%
sampai 50%. Sedangkan eklampsia menyebabkan 50.000 kematian/tahun di
seluruh dunia, 10% dari total kematian maternal. Banyak faktor yang
menyebabkan meningkatnya insiden preeklampsia pada ibu hamil seperti
pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, kekurangan
nutrisi, mengandung janin lebih dari satu. (Djannah dan Arianti, 2010).
Indonesia berada di peringkat 11 (dari 18 negara ASEAN) untuk angka
kematian ibu yaitu 240 per 100.000 kelahiran hidup, berdasarkan data SDKI
2007, angka nasional untuk angka kematian ibu di Indonesia adalah 228 per
100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2015). Salah satu faktor penting
dalam tingginya angka kejadian infeksi nifas adalah kurangnya pengetahuan
ibu tentang perawatan masa nifas, dan salah satu perawatan masa nifas yang
sering diabaikan oleh ibu nifas yaitu pentingnya vulva hygiene, terutama
pada luka jahitan episiotomi, karena itu biasanya takut menyentuh luka yang
ada di perineum sehingga memilih untuk tidak membersihkannya.
Komplikasi yang timbul pada persalinan dan masa nifas merupakan
penyebab langsung kematian maternal. Komplikasi yang terjadi menjelang
persalinan, saat dan setelah persalinan terutama adalah perdarahan, partus
macet atau partus lama dan infeksi akibat trauma pada persalinan
(Kartiningrum, 2014).
Data profil kesehatan Provinsi Kalimantan Barat menunjukkan pada
tahun 2013 di Provinsi Kalimantan Barat, tercatat sebanyak 96 kasus
kematian ibu, dengan rincian 3 kasus kematian ibu hamil, 90 kasus kematian
ibu pada saat persalinan serta sebanyak 3 kasus kematian ibu nifas.
Sehingga jika dihitung angka kematian ibu dengan jumlah kelahiran hidup
sebanyak 90.117, maka kematian ibu maternal di Provinsi Kalimantan Barat
pada tahun 2013 adalah sebesar 107 per 100.000 kelahiran hidup. Dengan
Kota Pontianak memiliki angka kematian ibu berjumlah 7 dari 11.316
kelahiran hidup pada tahun 2013 (Dinkes Kalbar, 2013). Di RSUD
Dr.Soedarso terjadi peningkatan angka kejadian preeklampsia/eklampsia
dari 219 kasus pada tahun 2011 menjadi 343 kasus pada tahun 2012 (Wati,
2013)
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diketahui bahwa preeclampsia
menjadi salah satu penyebab peningkatan angka kematian ibu. Gejala yang
ditimbulkan dari preeklamsia dapat berdampak ke semua organ hingga
menimbulkan berbagai komplikasi yang mengancam jiwa. Oleh karena itu
penting untuk mengetahui bagaimana konsep teori preeklamsia agar dapat
menerapkan asuhan keperawatan yang sesuai.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya maka
dapat ditetapkan sebuah rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimana
konsep teori serta asuhan keperawatan pada pasien dengan preeklampsia?”
1.3. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui konsep teori tentang preeklamsia
b. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan preeklamsia
1.4. Manfaat Penulisan
a. Bagi Penulis
Diharapkan dapat meningkatkan pemahaman penulis mengenai
konsep teori preeklamsia serta bagaimana asuhan keperawatan pada
pasien dengan preeklamsia
b. Bagi Praktek Keperawatan
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan acuan dalam
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan preeklamsia
c. Bagi Puskesmas
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi tambahan dalam
memberikan pelayanan terutama pada pasien dengan preeklamsia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Preeklamsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah
satu dari tiga tanda penting dari preeklamsia (Cunningham, 2005).
Menurut Amelia (2016) preeklamsia adalah suatu keadaan hipertensi
(tekanan darahnya ≥140/90 mmHg) yang terjadi pada usia kehamilan 20
minggu atau lebih yang disertai dengan proteinuria. Menurut Keman
(2014) preeklamsia didefinisikan sebagai suatu sindroma spesifik pada
kehamilan berupa berkurangnya perfusi plasenta akibat vasospasme dan
aktivasi endotel yang akhirnya dapat mempengaruhi seluruh sistem organ
ditandai dengan hipertensi dan proteinuria pada pertengahan akhir
kehamilan atau diatas 20 minggu kehamilan.
Berdasarkan referensi diatas dapat disimpulkan bahwa preeklamsia
adalah sindrom kehamilan dimana terjadi hipertensi (tekanan darah
≥140/90 mmHg) disertai proteinuria pada kehamilan 20 minggu atau
lebih yang dapat menyebabkan berkurangnya perfusi plasenta akibat
vasopasme dan aktivasi endotel serta berdampak pada seluruh sistem
organ tubuh.
2.2. Etiologi dan Faktor Resiko
Menurut Mochtar (2007) ada beberapa teori yang mencoba
menjelaskan perkiraan etiologi dari preeklamsia yaitu
a. Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada pre-eklamsia didapatkan kerusakan endotel vaskular,
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI2) yang pada
kehamilan normal meningkat, aktivasi pengumpalan dan fibrinolisis,
yang kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin
akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin.
Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboxan (TxA2) dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel
b. Peran faktor imunologis
Menurut Rukiyah (2010), Preeklamsia sering terjadi pada
kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya.
Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita
preeklamsia, beberapa wanita dengan preeklamsia mempunyai
komplek imun dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan adanya
aktifasi sistem komplemen pada preeklamsia diikuti proteinuria.
c. Peran faktor genetik
Kecenderungan herediter ini merupakan interaksi ratusan gen yang
diwariskan, baik ibu maupun ayah, yang mengontol fungsi metabolik
dan enzimatik di setiap organ. Dengan demikian manifestasi klinis
setiap perempuan penderita preeklamsia akan menempati spektrum
yang dibahas pada konsep gangguan dua tahap. Dalam hal ini ekspresi
fenotipik akan berbeda meskipun genotip sama karena dipengaruhi
interaksi dengan faktor lingkungan.
Menurut Lombo (2017) faktor resiko terjadinya preeklamsia yaitu:
a. Usia
Usia merupakan bagian dari status reproduksi yang penting. Umur
berkaitan dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh sehingga
mempengaruhi status kesehatan seseorang. Salah satu penelitian
menyatakan bahwa wanita usia remaja yang hamil untuk pertama kali
dan wanita yang hamil pada usia 30 – 35 tahun mempunyai resiko yang
sangat tinggi untuk mengalami preeklampsia. Pada usia 30 – 35 tahun
atau lebih akan terjadi perubahan pada jaringan dan alat reproduksi serta
jalan lahir tidak lentur lagi. Pada usia tersebut cenderung didapatkan
penyakit lain dalam tubuh ibu, salah satunya hipertensi. Usia ibu yang
terlalu tua saat hamil mengakibatkan gangguan fungsi organ karena
proses degenerasi. Proses degenerasi organ reproduksi akan berdampak
langsung pada kondisi ibu saat menjalani proses kehamilan dan
persalinan yang salah satunya adalah preeklampsia.
b. Pekerjaan
Pekerjaan dikaitkan dengan adanya aktifitas fisik dan stress yang
merupakan faktor resiko terjadinya preeklampsia.
c. Jumlah Paritas
Jumlah paritas memiliki pengaruh terhadap persalinan dikarenakan
ibu hamil memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan selama
masa kehamilannya terlebih pada ibu yang pertama kali mengalami masa
kehamilan. Kehamilan dengan preeklamsia lebih sering terjadi pada
primigravida, keadaan ini disebabkan secara imunologi pada kehamilan
pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta
tidak sempurna sehingga timbul respon imun yang tidak menguntungkan
terhadap histoicompability placenta
d. Jarak Antar Kehamilan
Jarak antar kehamilan yang terlalu dekat (< 2 tahun) dapat
meningkatkan resiko untuk terjadinya kematian maternal. Jarak antar
kehamilan yang disarankan pada umumnya adalah paling sedikit 2 tahun.
Hal ini agar wanita dapat pulih setelah masa kehamilan dan laktasi. Ibu
yang hamil lagi sebelum 2 tahun sejak kelahiran anak terakhir seringkali
mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan. Wanita dengan jarak
kelahiran <2 tahun mempunyai resiko dua kali lebih besar mengalami
kematian dibandingkan dengan jarak kelahiran yang lebih lama
e. Indeks Massa Tubuh
Resiko preeklampsia terjadi 3 kali lipat lebih besar pada wanita
dengan obesitas. Salah satu penelitian menyatakan kegemukan disamping
menyebabkan kolestrol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja
jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada dalam tubuh
sekitar 15% dari berat badan, semakin gemuk seseorang makin banyak
pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat
pula fungsi pemompaan jantung sehingga hal ini dapat memicu terjadinya
preeklamsia
2.3. Klasifikasi
Menurut Mochtar (2007) preeklamsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Preeklamsia ringan
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang; atau kenaikan tekanan diastolik 15 mmHg atau
lebih; atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara
pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan
jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam. Edema umum, kaki, jari tangan
dan muka, atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu.
Proteinuria kuantitatif 0,3 gram atau lebih per liter; kualitatif +1 atau
+2 pada urin kateter atau midstream.
b. Preeklamsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih. Proteinuria 5 gram atau
lebih per liter. Oligouria yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium
terdapat edema paru dan sianosis
2.4. Patofisiologi
Terjadinya preeklamsia dari berbagai teori tersebut diatas, secara garis
besar ditemukan berbagai kondisi yang sama yakni terjadi gangguan
aliran darah maternal ke plasenta, akibat perkembangan arteri spiralis.
Pada kehamilan normal, lapisan muskuloelastis arteri spiralis secara
perlahan digantikan oleh fibrosa sehingga dapat berdilatasi menjadi
sinusoid vaskuler yang lebar. Gangguan pada perubahan lapisan tersebut
terjadi pada preeklamsia dan eklamsia, sehingga lumen menjadi sempit.
Hal tersebut mengakibatkan terjadinya hipoperfusi plasenta. Kondisi ini
mengakibatkan terjadinya hipoksia dan pada plasenta. Penyempitan
tersebut juga menyebabkan terjadinya tekanan pembuluh darah mikro
uteroplasenta yang mengakibatkan kerusakan endotel. Kerusakan endotel
memicu pelepasan mediator-mediator yang bersifat vasokonstriktor
seperti prostasiklin, prostaglandin E2 dan NO ke sirkulasi sistemik,
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. (Prawihardjo, 2008)
2.5. Pathway
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Preeklamsia sindrom kehamilan dimana terjadi hipertensi (tekanan darah
≥140/90 mmHg) disertai proteinuria pada kehamilan 20 minggu atau lebih
yang dapat menyebabkan berkurangnya perfusi plasenta akibat vasopasme
dan aktivasi endotel serta berdampak pada seluruh sistem organ tubuh.
Preeklamsia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, jumlah
paritas, jarak antar kehamilan, dan IMT. Preeklamsia dapat menimbulkan
beberapa gejala seperti nyeri kepala, nyeri epigastrium, edema, tekanan
darah meningkat. Pemeriksaan laboratorium urin digunakan untuk
mengetahui adanya protein didalam urine. Prinsip penanganan preeklamsia
yaitu terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan
janinnya. Komplikasi yang dapat timbul pada preeklamsia adalah sindrom
HELLP, kelainan ginjal dan komplikasi organ lainnya.
Asuhan keperawatan pada pasien dengan preeklamsia menunjukkan
gejala seperti adanya edema tungkai bawah, peningkatan tekanan darah, dan
hasil pemeriksaan urine ditemukan protein +2. Diagnosa yang dapat
ditegakkan yaitu nyeri, kelebihan volume cairan, ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer serta resiko ketidakefektifan perfusi ginjal. Pemberian
intervensi disesuaikan masing-masing diagnosa dengan prinsip mengurangi
gejala agar meningkatkan status kesehatan ibu dengan preeklamsia.
4.2. Saran
a. Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah informasi dari berbagai sumber terkait
konsep teori serta asuhan keperawatan pada pasien dengan preeklamsia.
b. Bagi Praktek Keperawatan
Diharapkan dapat memberikan intervensi yang sesuai dengan konsep
teori serta kondisi pasien terutama pasien dengan preeklamsia
c. Bagi Puskesmas
Diharapkan dapat meningkatkan pelayanan yang berkualitas terutama
bagi pasien dengan preeklamsia.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, R., Ariadi., Azmi, S. (2016). Perbedaan Berat Lahir Bayi Pasien
Preeklampsia Berat / Eklampsia Early dan Late Onset di RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(1), 135-138. Diunduh 28 Oktober 2018,
dari http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/457,
Djannah Nur, S & Arianti Sukma, I. (2010). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan.
Gambaran Epidemiologi Kejadian Preeklampsia/Eklampsia di RSKU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2007-2009. 13(4). Diunduh 09 November
2018, dari https://www.neliti.com/journals.
Lombo, G.E., Wagey, F.W., Mamengko, L.S. (2017). Karakteristik Ibu Hamil
Dengan Preeklampsia Di Rsup Prof Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal
Kedokteran Klinik, 1(3), 9-15. Diunduh 28 Oktober 2018, dari
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkk/article/view/15844.