Anda di halaman 1dari 10

Asuhan Keperawatan Anak Dengan Penyakit Kolera

 
A. Definisi
Kolera adalah penyakit infeksi yang terjadi di saluran pencernaan yang disebabkan
oleh bakteri gram negative Vibrio cholerae (Dipiro,2012).
Kolera adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Vibrio cholerae dengan manifestasi
diare disertai muntah yang akut dan hebat akibat enterotoksin yang dihasilkan bakteri
tersebut. Bentuk manifestasi klinisnya yang khas adalah dehidrasi, berlanjut dengan
renjatan hipovolemik dan asidosis metabolik yang terjadi dalam waktu yang sangat
singkat akibat diare sekretorik dan dapat berakhir dengan kematian bila tak ditanggulangi
dengan adekuat. Kolera dapat menyebar sebagai penyakit endemik atau pandemik
(Soemarsono, 2012).
Dari pengertian diatas penulis mengambil kesimpulan kolera adalah suatu penyakit
akut yang menyerang saluran pencernaan yang disebabkan oleh suatu enterotoksin yang
dihasilkan oleh vibrio cholerae, ditandai dengan diare cair ringan sampai diare cair berat
dengan muntah yang dengan cepat menimbulkan syok hipololemik, asidosis metabolik
dan tidak jarang menimbulkan kematian.
B. Etiologi
Vibrio cholerae adalah kuman aerob, gram negatif berukuran 0,2-0,4 mm x 1,5-4,0
mm, mudah dikenal dalam sediaan tinja kolera dengan pewarnaan gram sebagai batang-
batang pendek sedikit bengkok, tersusun berkelompok seperti kawanan ikan yang
berenang. Vibrio cholerae dibagi menjadi 2 biotipe, klasik dan El Tor, yang dibagi
berdasarkan struktur biokimianya dan parameter laboratorium lainnya. Tiap biotipe
dibagi lagi menjadi 2 serotipe, Inaba dan Ogawa.
Vibrio cholerae dapat tumbuh cepat dalam berbagai dari media selektif seperti agar
garam empedu, agar-gliserin-telurit-taurokolat, atau agar thiosulfate-citrate-bile salt-
sucrose ( TCBS ). Kelebihan medium TCBS ialah pemakaiannya tidak memerlukan
sterilisasi sebelumnya. Dalam medium ini koloni vibrio tampak berwarna kuning-suram.
Sifat-sifat penting yang membedakan biotipe kolera klasik dan El Tor adalah resistensi
terhadap polimiksin B, resistensi terhadap kolerafaga tipe IV.
C. Patofisiologi
V.cholera adalah bakteri gram negative berbentuk basil yang karakteristiknya sama
dengan family enterobakteriaceae. Patologi kolera dihasilkan dari entero toksin (toksin
kolera) yang diproduksi oleh bakteri. Kondisi mengurangi keasaman lambung seperti
penggunaan antacid ,pemblok reseptor histamine atau penghambat pompa proton atau
infeksi Helicobacter pylory, meningkatkan resiko terkena penyakit ini. Toksin cholera
mernagsang adenilat siklae yang akan meningkatkan Camp intrasel dan menghasilkan
penghambatan absorpsi natrium dan klorida oleh mikrovili dan menyebabkan
pengeluaran klorida dan air oleh sel crypt. Aksi toksin seperti terjadi di sepanjang saluran
pencernaan, tetapi kehilangan cairan banyak terjadi di duodenum. Efek dari toksin
cholera adalah pengeluaran cairan isotonis (terutama di usus ) yang melebihi batas
kapasitas saluran intestinal (terutama di kolon). Akan menyebabkan diare yang berair
dengan konsentrasi elektrolit sama dengan plasma. Periode inkubasi rata – rata untuk
infeksi V. Cholerae adalah 1 – 3 hari. Presentasi klinik dapat bertukar dari asimptomatik
menjadi dehidrasi life – threatening ( dapat sembuh dengan sendirinya ) untuk diare yang
encer. Onset dari diare tiba – tiba dan ditunjukkan dengan cepat atau kadang didahului
dengan mual. Tanda umumnya tidak mempunyai “ rice water “ adalah tanda klasik yang
ditandai dengan cholera. Demam terjadi pada kurang dari 5% pasien dan pemeriksaan
fisik berkotelasi baik dengan dehidrasi yang berat. Pada sebagian kasus yang berat,
penyakit ini dapat berprogres pada kematian pada 2 – 4 jam jika tidak ditangani. Pada
beberapa kasus, akumulasi cairan di dalam lumen intestinal menyebabkan distensi
( penggelembungan ) abdomen dan ileus dan menyebabkan deplesi (intravaskular tanpa
diare. Pasien dapat kehilangan sampai 1 liter cairan isotonis setiap jam ( Dipiro, 2012 ).

Vibrio cholera termakan dengan jumlah yang banyak



Sensitifitas asam lambung menurun,karena pasien menggunakan
obat penurun asam lambung.

Kolonisasi di usus halus tergantung motilitas (flagella
polar),produksi musin untuk reseptor spesifik.

Produksi toxin

Kehilangan banyak cairan dan elektrolit dalam jumlah besar(tidak
ada darah,sel darah putih pada feses)

D. Manifestasi Klinis
1. Kolera dimulai dengan awitan diare berair tanpa rasa nyeri (tenesmus) dengan
tiba-tiba yang mungkin cepat menjadi sangat banyak dan disertai muntah. Feses
memiliki penampakan yang khas yaitu cairan agak keruh dengan lendir, tidak ada
darah dan berbau agak amis. Kolera dijuluki air cucian beras (rise water stool).
2. nyeri abdominal di daerah umbilikal sering terjadi, pada kasus-kasus berat sering
dijumpai muntah-muntah.
3. Hipotensi postural, kelemahan, takikardia dan penurunan turgor kulit, dimana
terdapat dehidrasi berat dan kolaps peredaran darah,
4. Tekanan darah menurun (hipotensi) dan nadi lemah dan sering tak terukur,
pernafasan cepat dan dalam, oliguria, mata cekung. Pada bayi ubun-ubun cekung,
kulit terasa dingin dan lembab disertai turgor yang buruk, kulit menjadi keriput,
terjadi sianosis dan nyeri, kejang pada otot-otot anggota gerak, terutama pada
bagian betis.
5. Penderita tampak gelisah, disertai letargi, somnolent dan koma.
6. Pengeluaran tinja dapat berlangsung hingga 7 hari.

E. Pemeriksanpenunjang
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare kronik adalah
sebagai berikut :
1. Leukosit Feses (Stool Leukocytes) : Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare
kronik. Leukosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur
Bakteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi.
Jika pasien dalam keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur
organisme yang tidak biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium
Intracellulare. Pada pasien yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle
harus diperiksan
2. Volume Feses : Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi
enteric atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24
jam harus dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat
(>250 ml/day), kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau
diare tanpa malabsorbsi lemak.
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam : Jika berat feses >
300g/ 24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr
mengesankan proses sektori.
4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu
steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange
per ½ lapang pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat
terjadi jika pasien diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses
selama 72 jam biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari
lemak dapat disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi
pancreas.
5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic
atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa.
Osmolalitas feses normal adalah –290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290
mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai
normalnya <50 mosm. Anion organic yang tidak dapat diukur, metabolit
karbohidrat primer (asetat,propionat dan butirat) yang bernilai untuk anion gap,
terjadi dari degradasi bakteri terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak
rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam
suatu tempat. Jika feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa,
osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah
biasanya menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi
menunjukkan suatu diare osmotik.
6. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang
meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan
mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining
awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas
absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK).
Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium
luminal, apakah pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa.
Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin
mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika
malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.
F. Akibat terjadinya kolera
Akibat dari kolera akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input),
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. Gangguan keseimbangan asam
basa (metabik asidosis). Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama
tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam
tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk
metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal
(terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler
kedalam cairan intraseluler.
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan
absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun
hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
3. Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
a.       Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah hebat.
b.      Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang
encer ini diberikan terlalu lama.
c.       Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
4. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi
klien akan meninggal.
G. Pencegahan
Cara pencegahan dan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah dengan prinsip
sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran (feaces) pada
tempatnya yang memenuhi standar lingkungan. Lainnya ialah meminum air yang sudah
dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih sebelum makan memakai
sabun/antiseptik, cuci sayuran dangan air bersih terutama sayuran yang dimakan mentah
(lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang dimasak setengah matang.
Bila dalam anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan secepatnya
mendapatkan pengobatan. Benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus di
sterilisasi, searangga lalat (vektor) penular lainnya segera diberantas. Pemberian
vaksinasi kolera dapat melindungi orang yang kontak langsung dengan penderita.

H. Penatalaksanaan
a.       Medis
Untuk pemberian cairan dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
1. Rehidrasi oral untuk derajat dehidrasi ringan dengan jumlah pemberian 50
ml/kgBB yg diberikan dalam jangka waktu 3-4 jam.
2. Rehidrasi oral untuk derajat dehidrasi sedang dengan jumla pemberian
100ml/kgBB (max 750ml/jam) yang diberikan dalam jangka waktu 3 jam.
3. Intravena ringer laktat untuk dehidrasi berat dengan jumlah pemberian
110ml/kgBB yang diberikan 3 jam pertama guyur sampai nadi teraba kuat, sisanya
dibagi dalam 2 jam berikutnya.
Untuk terapi farmakologi dapat diberikan Loperamid, Dhypenoxylat,
klonidin,Octreotide, dll
b.      Non medis
Dasarnya mengganti cairan dan elektrolit
Keadaan ringan dan sedang cukup minum oralit, aqua atau air kelapa.
ASUHAN KEPERAWATAN

A.      Pengkajian


1.      Aktivitas / istirahat
2.      Sirkulasi
3.      Integritas ego
4.      Eliminasi
5.      Makanan / cairan
6.      Hygiene
7.      Neurosensory
8.      Nyeri / kenyamanan

B.      Diagnosa dan intervensi keparawatan


1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d kehilangan cairan sekunder terhadap
diare
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan cairan dan
elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
1) Tanda vital dalam batas normal
2) Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
3) Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj
urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki
deficit
2) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat
untuk membersihkan sisa metabolisme.
3) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5) Kolaborasi :
a. Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
b. Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
c. Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d tidak adekuatnya intake dan output
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Nafsu makan meningkat
2) BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak
dan air terlalu panas atau dingin).
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi
lambung dan sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat.
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan.
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam.
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a.       terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu.
b.      obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder
daridiare
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh
Kriteria hasil :
1) Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
2) Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

4. Resiko gangguan intregitas kuliat perineal b/d dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)
gan dengan peningkatan frekwensi
Tujuan
Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu.
Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
2) Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan
mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan
keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi
iskemi dan iritasi
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn, dkk. 2012, Rencana asuhan keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Noer Sjai[foella. 2012, Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3. Jakarta : balai penerbit FKUI

Poppy kumala,dkk.2012. kamus saku kedokterandarland,edisi 25.Jakarta.EGC.

Guyton dan hall.2012. fisiologi kedokteran edisi 9.jakarta.EGC.


Dorlan. 2012. kamus saku kedokteran edisi 25. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai