Anda di halaman 1dari 19

DIARE

1. Berdasarkan lama/waktu: Akut Diare dapat disebabkan oleh satu atau ebih patofisiologi sebagai berikut : 1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi disebut diare osmotic. Diare tipe ini disebabkan menngkatnya tekanan osmotic intralumen dari usus halus yan disebabkan oleh obat-obatan atau zat kimia yang hiperosmotik 2) Sekresi cairan dan elektrolit yang meninggi, disebut diare sekretori. Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus. Yang khas pada diare ni yaitu ditemukan diare dengan volume tija yang banyak sekali. Diare ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efe enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherchia Coli. 3) Malabsorbsi asam empedu,malasorbsi lemak. Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empdu dan penyakit saluran bilier dan hati. 4) Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit. Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA+ K+ ATP ase di enterost dan absorbsi NA+ dan air yang abnormal. 5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal. Diare tipe ini diseabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usu sehingga menyebabkan absorbsi yang abnormal di usus halus. 6) Gangguan permeabilitas usus. Diare tipe ini desibabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan karea adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus 7) Diare inflamatorik. Diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mucus yang berlebihan dan eksudasi air ke dalam lumen, gangguan absorbsi air-elektrolit. 8) Infeksi dinding usus disebut diare infeksi.

Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare . dari sudutkelainan usus, diare oleh bakteri dibagi menjadi diare invasive (merusak mukosa) dan non-invasif (tidak merusak mukosa).

Kronis Adalah diare yang lebih dari 14 hari

DIARE BERDASARKAN ETIOLOGI

Infeksi: Bakteri Invasive Non invasive : : Shigella, salmonella, yersinia, campylobacter, E.coli Escherichia coli, Vibrio cholera, streptococcus aureus, staphylococcus, klebsiella, Clostridium perfringens, Bacillus aureus

Infeksi bakteri secara umum: 1) Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui rute gastrointestinal. 2) Sesampainya di lambung, bakteri akan dibunuh oleh asam lambung, tetapi apabila jumlah bakteri cukup banyak, ada bakteri yang dapat lolos sampai ke dalam duodenum. 3) Di dalam duodenum,bakteri akan berkembang biak sehingga jumlahnya mencapai 100 juta koloni atau lebih per mililiter cairan usus halus. 4) Dengan memproduksi enzim mucinase, bakteri akan mencairkan lapisan lendir dengan menutupi permukaan sel epitel mukosa usus sehingga bakteri dapat masuk ke dalam membran sel epitel mukosa.

Infeksi bakteri bila ditinjau secara khusus: Tiga cara umum penginfeksian bakteri: 1) Kemampuan untuk menempel pada dinding mukosa usus. Untuk dapat menyebabkan penyakit, suatu bakteri harus mempunyai kemampuan untuk melekat pada dinding mukosa usus. Sebab, jika tidak, bakteri akan terbawa bersama aliran darah. Perlekatan ini dibantu oleh adhesins(protein yang diekspresikan pada permukaan organisme). 2) Kemampuan untuk mensekresikan enterotoksin. Organisme yang bersifat

enterotoksigenik memproduksi polipeptida yang menyebabkan diare. Polipeptida itu sendiri telah memiliki sifat sekresi sehingga memicu tubuh untuk menyeksresinya. Toksin akan disekresikan tanpa menyerang sel mukosa usus.

Misal:Enterotoxigenic

Escherichia

coli

menyebabkan

travelers

diarrhea,Enterohemorrhagic Escherichia coli yang menyekresikan Shiga toxin. Shiga toxin dalam bentuk sitotoksin menyebabkan nekrosis sel epitel. 3) Kemampuan untuk menginvasi. Contohnya Shigella dysentry yang menyebabkan kerusakan yang fatal pada sel epitel.

Jenis Bakteri a. Shigella spp. Spesies yang sering menyerang manusia: Shigella dysentriae, Shigella sonnei, Shigella flexneri. Patogenesis: Menghasilkan toksin LT. Bakteri ini mampu menginvasi ke epitel sel mukosa usus halus, berkembang biak di daerah invasi tersebut. Lalu, mengeluarkan toksin yang merangsang terjadinya perubahan system enzim di dalam sel mukosa usus halus(adenil siklase). Akibat invasi bakteri ini, terjadi infiltrasi sel-sel polimorfonuklear dan menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut, sehingga terjadi tukak-tukak kecil di daerah invasi. Akibatnya, sel-sel darah merah dan plasma protein keluar dari sel dan masuk ke lumen usus dan akhirnya keluar bersama tinja tinja bercampur lendir dan darah.

b. Salmonella spp. Morfologi: berbentuk batang, gram negatif, ukuran 1-3,5 m x 0,5-0,8 m,

tidak berspora, motil dengan flagel peritrik. Spesies yang menyebabkan diare pada manusia: Salmonella enteritis. Patogenesis: Menghasilkan toksin LT. Invasi ke sel mukosa usus halus. Tanpa berproliferasi dan tidak menghancurkan sel epitel.

Bakteri ini langsung masuk ke lamina propria yang kemudian menyebabka infiltrasi sel-sel radang.

c. Campylobacter jejuni Morfologi: berbentuk koma, gram negatif, motil dengan flagel lofotrik, nonspora. Patogenesis: Menghasilkan toksin ST Bakteri ini menginvasi dinding usus halus dan bisa masuk ke dalam aliran darah usus halus. Menyebabkan inflamasi pada mukosa. Jonjot usus halus memendek dan melebar. Toksin akan menyebabkan nekrosis hemorhagik.

d. Yersinia enterocolitica Morfologi: berbentuk batang pendek, gram negative Patogenesis: Menghasilkan toksin ST. Invasi ke dalam mukosa usus, membentuk plasmid perantara, dan menyekresikan toksin ST dan mengaktifkan kerja enzim adenilat siklase. Sering menimbulkan gejala sistemik.

e. Staphylococcus aureus Morfologi: berbentuk coccus, gram positif, diameter berkisar 0,8-1 m, tidak

berspora, non motil. Patogenesis: Menghasilkan 4 macam toksin ST(toksin A/B/C/D) Toksin dapat merusak mukosa usus dan menimbulkan diare. Toksin B juga dapat menyebabkan sekresi air dan elektrolit pada usus halus. Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara pengawetannya. Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas.

Gejala terjadi dalam waktu 1 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi. Sekitar 75 % pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian diikuti diare sebanyak 68 %. Demam sangat jarang terjadi. Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah putih tidak terdapat pada pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Diagnosis ditegakkan dengan biakan S. aureus dari makanan yang

terkontaminasi, atau dari kotoran dan muntahan pasien. Terapi dengan hidrasi oral dan antiemetik. Tidak ada peranan antibiotik dalam mengeradikasi stafilokokus dari makanan yang ditelan.

f. Clostridium perfringens Morfologi: berbentuk batang, gram positif. Spesies penyebab diare: Clostridium botulinum, Clostridium perfrigens. Patogenesis: Menghasilkan toksin LT Toksin merangsang enzim adenilat siklase pada dinding usus yangmengakibatkan bertambahnya konsentrasi cAMP sehingga hipersekresi air dan klorida dalam usus. Hal ini mengakibatkan reabsorpsi Na terhambat. C perfringens adalah bakteri batang gram positip, anaerob, membentuk spora. Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan biasanya sembuh sendiri . Gejala berlangsung setelah 8 24 jam setelah asupan produk-produk daging yang terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan mual, dan muntah. Demam jarang terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam. Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari 105 organisma per gram makanan, menegakkan diagnosa keracunan makanan C perfringens . Pulasan cairan fekal menunjukkan tidak adanya sel polimorfonuklear, pemeriksaan laboratorium lainnya tidak diperlukan. Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

g. Vibrio cholerae

Morfologi:

Bentuk batang, gram negatif berbentuk koma dengan panjang 2-4 m,

membentuk koloni konveks, halus, dan bundar. Patogenesis: Bakteri tertelan dan masuk ke usus halus Multipikasi dalam usus halus Menghasilkan enterotoksin kolera yang mempengaruhi ATP cAMP peningkatan sekresi ion Cl ke lumen usus. Hipersekresi akibat toksin. Feses seperti air cucian beras. V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma dan menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3 4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan air yang terkontaminasi. Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi. Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera digantikan yang sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang signifikan, dan penggantian yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses dapat ditemukan V.cholerae.

h. Escherichia coli patogen Morfologi: berbentuk batang pendek(kokobasil), gram negatif, ukuran 0,4-0,7 m x 1,4 m, sebagian motil dan berkapsul. Cara penyerangan: endotoksin yang dibentuk(toksin LT, termolabil dan toksin ST, termostabil) dan kemampuan melekat pada usus halus. Perlekatan denganperantara plasmid yang merupkan ciri khasnya. Ada 5 strain penyebab diare: 1. Enteropathogenic E.coli(EPEC) Terutama menyerang bayi dan anak-anak. Pada usus halus, bakteri ini membentuk koloni dan akan menyerang vilisehingga penyerapan terganggu.

2. Enterotoxigenic E.coli(ETEC) Patogenesis hampir sama dengan kolera. Penyerangan dengan menghasilkan toksin, ada yang memiliki toksin LT saja,ST saja ataupun keduanya. Bakteri ini melekat pada sel mukosa usus halus dan menyeksresikan toksin. 3. Enteroinvasive E.coli(EIEC) Patogenesis hampir sama dengan Shigella spp. Bakteri ini menembus sel mukosa usus besar dan menimbulkan kerusakanjaringan mukosa sehingga lapisan mukosa terlepas. 4. Enterohaemmoragic E.coli(EHEC) Memproduksi toksin Shiga, sehingga disebut juga Shiga-toxin producingstrain(STEC). Toksin merusak sel endotel pembuluh darah, terjadi pendarahan yangkemudian masuk ke dalam usus. 5. Enteroaggregative E.coli(EAEC) Bakteri ini melekat pada sel mukosa usus halus dan menghasilkan enterotoksindan sitotoksin sehingga mukosa rusak dan mukus keluar bersamadiare.

E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu : 1 Enterotoxigenic E. coli (ETEC). 2 Enterophatogenic E. coli (EPEC). 3 Enteroadherent E. coli (EAEC). 4 Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) 5 Enteroinvasive E. Coli (EIEC)

Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala ringan yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare

berat jarang terjadi, dimana pasien melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini rata-rata 5 hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat jarang terdapat sel darah merah atau sel darah putih. Lekositosis sangat jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan penyakit self limited, dengan tidak ada gejala sisa. Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk E coli, lekosit feses jarang ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada lekositosis. EPEC dan EHEC dapat diisolasi dari kultur, dan pemeriksaan aglutinasi latex khusus untuk EHEC tipe O157. Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare dihindari pada penyakit yang parah. ETEC berespon baik terhadap trimetoprim-sulfametoksazole atau kuinolon yang diberikan selama 3 hari. Pemberian antimikroba belum diketahui akan mempersingkat penyakit pada diare EPEC dan diare EAEC. Antibiotik harus dihindari pada diare yang berhubungan dengan EHEC.

i. Bacillus cereus B. cereus adalah bakteri batang gram positip, aerobik, membentuk spora. Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala muntah lebih dominan. Gejala dapat ditemukan pada 1 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Gejala akut mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang seringkali berakhir setelah 10 jam. Gejala diare terjadi pada 8 16 jam setelah asupan makanan terkontaminasi dengan gejala diare cair dan kejang abdomen. Mual dan muntah jarang terjadi. Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

Virus Invasive :CMV, adenovirus, HIV, polio

Non invasive :rotavirus

Virus yang menjadi etiologi diare akut antara lain Rotavirus, Adenovirus, cytomegalovirus (CMV), virus HIV, polio virus.

a. Rotavirus Rotavirus adalah family dari reovirus yang punya ciri-ciri penting: Virion: Ikosahedral, diameternya 60-80 nm, kulit kapsid ganda Komposisi: RNA (15%), protein (85%) Genom: RNA untai ganda, linier, bersegmen (10-12 segmen), bobot molekul keseluruhan 12-15 juta. Protein: Sembilan protein struktur, inti mengandung beberapa enzim. Selubung: tak ada. (selubung semu sementara terdapat selama morfogenesis partikel rotavirus) Replikasi: sitoplasma; virion tidak seluruhnya tak berselubung Karakteristik yang menonjol: penyusunan ulang genetik terjadi dengan mudah. Rotavirus adalah penyebab utama diare anak-anak; model baik untuk penelitian molekuler pathogenesis virus. Patogenesis Rotavirus menginfeksi sel-sel dalam villi usus kecil/ halus (ditambah mukosa lambung dan usus besar). Mereka berkembang biak dalam sitoplasma sel-sel usus (sitoplasma eritrosit) dan merusak mekanisme transportnya. Salah satu protein yang dikode rotavirus yaitu NSP4, adalah suatu enterotoksin virus dan merangsang sekresi dengan memicu suatu sinyal jalan pintas transduksi. Sel-sel yang rusak terkelupas masuk ke dalam lumen usus dan

melepaskan virus dalam jumlah yang besar yang dapat tampak di feses (lebih dari 10 partikel/gram feses). Ekskresi virus biasanya berakhir 2-12 hari dengan kata lain pasien sehat, tetapi bisa berkepanjangan pada pasien dengan nutrisi buruk. Diare yang disebabkan oleh rotavirus bisa terjadi karena kelemahan absorpsi natrium dan glukosa karena kerusakan sel-sel pada vili yang digantikan oleh sel-sel yang tersembunyi yang immature (sel kriptus yang tidak menyerap dan belum matang) dan tidak dapat mengabsorpsi. Bisa memakan waktu 3-8 minggu untuk kembali ke fungsi normal. Rotavirus adalah penyebab sebagian besar diare pada bayi dan anakanak, tetapi tidak pada orang dewasa. Masa inkubasinya 1-4 hari. Gejala yang khas antara lain diare, demam, nyeri perut, dan muntah-muntah diikuti dehidrasi. Pada bayi dan anak-anak, kehilangan banyak elektrolit dan cairan bisa fatal jika tidak diobati. Pasien dengan kasus yang lebih ringan mempunyai gejala selama 3-8 minggu dan kemudian sembuh sempurna. Bisa terjadi infeksi asimptomatik dengan serokonversi. Infeksi saluran pencernaan yang disebabkan suatu virus yang disebut rotavirusakan menyebabkan diare yang encer. Diagnosis laboratorium berdasar pada adanya virus dalam feses yang dikumpulkan pada awal penyakit dan pada saat kenaikan titer antibodi. Virus dalam feses ditunjukkan melalui IEM, imunodifusi, atau ELISA. Tes serologi dapat digunakan untuk mendeteksi suatu kenaikan titer antibodi, terutama ELISA. Imunitas Infeksi rotavirus biasanya dominan selama musim dingin. Infeksi bergejala paling sering terjadi pada anak-anak antara umur 6 bulan sampai 2 tahun, dan penularan tampaknya terjadi melalui jalan fekal-oral. Faktor imun setempat, seperti IgA sekresi atau interferon, penting dalam perlindungan terhadap infeksi rotavirus. Dengan kata lain, infeksi ulang pada saat terdapat antibodi sirkulasi dapat mencerminkan adanya serotipe

virus yang banyak. Infeksi asimtomatis sering pada bayi kurang dari 6 bulan, waktu dimana selama itu antibodi maternal yang didapat secara pasif oleh bayi baru lahir seharusnya ada. Infeksi neonatal demikian tidak mencegah infeksi ulang, tetapi dapat melindungi dari bertambah beratnya penyakit selama infeksi ulang. Tata laksana Penatalaksanaan terdiri dari penggantian cairan dan pengembalian keseimbangan elektrolit secara intravena atau peroral, sebagaimana yang bisa dilakukan. Dipandang dari segi penularan melalui jalan fekal-oral, penatalaksanaan air buangan dan sanitasi merupakan ukuran pengendalian yang berarti.

b. Adenovirus Adalah virus yang dapat bereplikasi dan menyebabkan penyakit pada mata, respiratory tract, GIT, dan saluran kemih. Infeksi adenovirus umumnya bersifat subklinis, dan virus dapat menetap pada inang selama berbulanbulan. Sekitar sepertiga dari 47 serotipe adenovirus yang terdapat pada manusia diketahui dapat menyebabkan penyakit. Sifat-sifat penting adenovirus, antara lain: Virion: Ikosahedral, berdiameter 80-110 nm, 252 kapsomer, serabut mencuat dari tiap puncak segitiga Komposisi: DNA (13%), protein (87%) Genom: DNA untai ganda, linier, BM 20-30 juta, protein terikat pada ujung, infeksius Protein: Antigen penting (heksona, dasar pentona, serabut) berhubungan dengan proteinprotein kapsid terluar Selubung: tidak ada Replikasi: Inti (nukleus)

Karakter menonjol: model yang baik untuk mempelajari proses molekuler sel eukariota Patogenesis Banyak adenovirus yang bereplikasi di dalam sel usus dan dapat ditemukan dalam tinja, tetapi adanya jenis yang biasa ini tidak berhubungan dengan penyakit saluran pencernaan. Walaupun demikian, serotype 40 dan 41 secara etiologi berhubungan dengan gastroenteritis pada anak-anak. Adenovirus enteric ini ditemukan pada tinja, namun sulit dibiakkandan dapat dideteksi dengan mikroskopelektron intususepsi pada atau asai yang berdasarkan berasal dari

antigen.Beberapa

anak-anak

dianggap

adenovirus kelompok C. Sekitar sepertiga dari serotipe manusia yang diketahui umumnya menyebabkan penyakit pada manusia. Serotipe tunggal dapat menyebabkan penyakit yang berbeda, dan sebaliknya, penyakit yang sama dapat disebabkan oleh lebih dari satu tipe. Adenovirus 1-7 adalah tipe yang paling sering di seluruh dunia dan menimbulkan keadaan yang mendesak pada penyakitpenyakit yang disebabkan oleh adenovirus. Adenovirus menyebabkan sekitar 5% penyakit pernapasan akut pada anak-anak, tetapi sangat sedikit pada orang dewasa. Kadang-kadang adenovirus menyebabkan penyakit pada organ lain, khususnya mata dan saluran pencernaan. Imunitas Adenovirus merangsang imunitas secara efektif dan jangka panjang dalam melawan infeksi ulang. Ini bisa mencerminkan fakta bahwa adenovirus juga menginfeksi limfonodi regional dalam sel-sel limfonodi dalam saluran pencernaan. Resistensi pada penyakit klinis tampaknya langsung berkaitan dengan adanya antibodi penetralisir yang bersirkulasi, yang mungkin menetap seumur hidup. Antibodi maternal biasanya melindungi bayi terhadap infeksi berat pada pernapasan aleh adenovirus. Antibodi penetralisir melawan satu atau lebih tipe, telah terdeteksi pada lebih dari 50% bayi berusia 6-11 bulan.

Diagnosis laboratorium a. Isolasi dan Identifikasi virus

Sempel-sempel seharusnya dikumpulkan dari tempat yang terjangkit pada awal penyakit untuk mendapatkan isolasi virus yang optimal. Tergantung penyakit klinisnya, virus dapat diambil dari feses, urine, tenggorokan, konjungtiva, atau rectal swab. b. Serologi Infeksi manusia dengan tipe adenovirus apa saja merangsang peningkatan antibodi yang terikat komplemen pada antigen grup adenovirus semua tipe. Tes CF adalah suatu metode yang mudah untuk mendeteksi infeksi oleh semua grup adenovirus. Jika dibutuhkan identifikasi spesifik dari respon serologi pasien, maka dapat dipakai tes Nt dan HI. Pada kebanyakan kasus, titer antibodi penetralisir pada orang yang terinfeksi menunjukkan peningkatan empat kali lipat atau lebih terhadap tipe adenovirus yang ditemukan pada pasien. Pencegahan dan pengendalian Sebagai permulaan, dipakai vaksin yang telah diberi formalin dan dipreparasi dalam sel-sel ginjal monyet. Ini digantikan oleh virus yang dilemahkan, yang tumbuh dalam sel diploid manusia, dibungkus dalam kapsul yang berselubung gelatin dan diberikan secara oral. Selain vaksinasi, juga tersedia metode lain untuk pencegahan dan pengendalian. Resiko wabah konjungtivitis melalui air dapat dikurangi dengan khlorinasi kolam renang dan air buangan. Tindakan aseptik yang ketat selama pemeriksaan mata, disertai dengan sterilisasi alat yang adekuat, merupakan hal yang esensial dalam pengendalian keratokunjungtivitis epidemika.

c. HIV Patogenesis Tahap perjalanan infeksi HIV meliputi infeksi primer, penyebaran virus ke organ limfoid, latensi klinis, peningkatan ekspresi HIV, penyakit klinis, dan kematian. Durasi antara infeksi primer dan progresi menjadi penyakit klinis rata-rata sekitar 10 tahun. Pada kasus yang tidak diobati, kematian biasanya terjadi dalam 2 tahun setelahonset gejala klinis.

Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan viremia permulaan; viremia dapat terdeteksi selama sekitar 8-12 minggu. Virus tersebar luas ke seluruh tubuh selama masa ini, dan menjangkiti organ limfoid. Masa laten klinis ini bisa berlangsung selama 10 tahun. Selama masa ini, terjadi banyak replikasi virus. Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan setiap harinya. Gambaran klinis Gejala-gejala dari infeksi akut HIV tidak spesifik dan meliputi kelelahan, ruam kulit, nyeri kepala, mual dan berkeringat di malam hari. AIDS ditandai oleh supresi yang nyata pada sistem imun dan perkembangan infeksi oportunistik berat yang sangat bevariasi, atau neoplasma yang tidak umum (terutama sarkoma Kaposi). Gejala yang lebih serius pada orang dwasa seringkali didahului oleh gejala prodromal (diare dan pengurusan) yang dapat meliputi kelelahan, malaise, berkurangnya berat badan, demam, napas pendek, diare kronis, bercak putih pada lidah, dan limfadenopati. Imunitas Orang yang terinfeksi HIV membentuk respon humoral maupun cellmediated terhadap antigen yang berkaitan dengan HIV. Antibodi terhadap sejumlah antigen virus terbentuk segera setelah infeksi, tetapi pola respon terhadap perubahan antigen virus spesifik melampaui waktu karena pasien berlanjut menjadi AIDS. Kebanyakan individu yang terinfeksi membuat antibodi penetralisir terhadap HIV. Antibodi penetralisir dapat diukur secara in vitro dengan menghambat infeksi HIV dari lini sel limfosit yang rentan. Diagnosis laboratorium Infeksi HIV dapat terdeteksi melalui 3 cara: Isolasi virus Penentuan serologis antibodi antivirus Pengukuran asam nukleat atau antigen virus Pencegahan, Penatalaksanaan, dan Pengendalian Obat-obatan antivirus

Vaksin terhadap HIV Tindakan pengendalian Edukasi kesehatan

d. Polio virus Masa inkubasi 6-20 hari, berkembang biak di dalam jaringan mukosa, jaringan limfoid (tonsil dan peyers patches) dan usus, tersebar melalui jalan fekal-oral, kemudian terjadi viremis sehingga dapat ditemukan virusnya dalam aliran darah untuk beberapa hari (6-9 hari setelah infeksi), dalam waktu ini terajdi gejala klinik non-spesifik yang pertama: demam, malaise, serak, kadangkadang sakit kepala dan muntah.

Pengobatan Diare A. Kemoterapeutika untuk terapi kausal yaitu memberantas bakteri penyebab diare seperti antibiotika, sulfonamide, kinolon dan furazolidon. 1. Racecordil

Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak kalah penting, tidak menyebabkan ketergantungan. Racecordil yang pertama kali dipasarkan di Perancis pada 1993 memenuhi semua syarat ideal tersebut. 2. Loperamide

Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Obat diare ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Efek samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen (luka di bagian perut), sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi. 3. Nifuroxazide

Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran pencernaan. Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut, diare yang disebabkan oleh E. coli & Staphylococcus, kolopatis spesifik dan non spesifik, baik digunakan untuk anak-anak maupun dewasa. 4. Dioctahedral smectite

Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik, secara in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus. Smectite mengubah sifat fisik mukus lambung dan melawan mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga dapat memulihkan integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari normalisasi rasio laktulose-manitol urin pada anak dengan diare akut. B. Obstipansia untuk terapi simtomatis (menghilangkan gejala) yang dapat menghentikan diare dengan beberapa cara: 1. Zat penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus seperti derivat petidin (difenoksilatdan loperamida), antokolinergik (atropine, ekstrak belladonna). 2. Adstringensia yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tannin) dan tannalbumin, garam-garam bismuth dan alumunium.

3. Adsorbensia, misalnya karbo adsorben yanga pada permukaannya dapat menyerap (adsorpsi) zatzat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau yang adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk di sini adalah juga musilago zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan lukalukanya dengan suatu lapisan pelindung seperti kaolin, pektin (suatu karbohidrat yang terdapat antara lain sdalam buah apel) dan garam-garam bismuth serta alumunium. C. Spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang seringkali mengakibatkan nyeri perut pada diare antara lain papaverin dan oksifenonium. 2.5 Loperamid Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang dua sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik, sifat-sifat ini menunjang selektifitas kerjanya. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 4 jam sesudah minum obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat mengalami sirkulasi enterohepatik. Loperamid memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Waktu paruh 7-14 jam. Kurang dari 2% dieliminasi renal tanpa diubah, 30% dieliminasi fekal tanpa diubah dan sisanya dieliminasi setelah mengalami metabolisme dalam hati sebagai glukoroid ke dalam empedu. 2.6 Oleum Ricini Oleum ricini (minyak jarak) merupakan trigliserida yang berkhasiat sebagai laksansia. Di dalam usus halus, minyak ini mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam risinoleat yang merangsang mukosa usus, sehingga mempercepat gerak peristaltiknya dan mengakibatkan pengeluaran isi usus dengan cepat. Dosis oleum ricini adalah 2 sampai 3 sendok makan (15 sampai 30 ml), diberikan sewaktu perut kosong. Efeknya timbul 1 sampai 6 jam setelah pemberian, berupa pengeluaran buang air besar berbentuk encer. 2.7 Norit Norit adalah karbon berasal dari tumbuhan tumbuhan yang diaktifkan dengan kuat. Oleh karena itu pengobatan dengan memakai Norit walaupun dalam jumlah banyak tidak berbahaya terhadap anakanak maupun orang dewasa. Obat ini berwarna hitam, isinya adalah karbon (bahasa awamnya arang). Sifat dari arang ini adalah mengabsorbsi atau menyerap apapun disekitarnya, sehingga jika dimasukan kedalam pencernaan akan menyerap segala yang ada di situ seperti racun, cairan-cairan, gas-gas, sampe sari-sari makanan. Meminum norit harus diimbangi dengan minum air putih yang banyak, tujuannya agar sari-sari makanan yang tadi diserap dapat tergantikan dengan cepat.

Norit digunakan untuk memberantas penyakit-penyakit seperti diare, dan alergi yang dikarenakan keracunan makanan. Norit hanya bekerja di saluran pencernaan saja, tidak ada efek samping karena Norit tidak diserap kedalam darah. Tidak ada yang tersisa dan tidak ada yang mengendap didalam tubuh sehingga aman jika diminum banyak. Norit hanya efektif bekerja dalam kurun waktu paling lama 3 jam setelah makanan yang membuat tubuh keracunan masuk ke pencernaan.

Anda mungkin juga menyukai