Anda di halaman 1dari 3

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pre-eklampsia merupakan gangguan dengan etiologi yang tidak diketahui
secara khusus pada perempuan hamil. Bentuk sindrom ini ditandai oleh hipertensi,
dan proteinuria yang terjadi setelah minggu ke-20 kehamilan. Eklampsia adalah
pre-eklampsia yang ditandai dengan adanya kejang. Eklampsia yang tidak
dikendalikan dengan baik akan dapat mengakibatkan kecacatan menetap atau
bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayi (Benson, 2009). Kejadian pre-
eklampsia dan eklampsia berkisar 5 – 10% dari seluruh kehamilan. Faktor risiko
untuk terjadinya pre-eklampsia adalah usia ibu (kurang dari 16 tahun atau lebih
dari 45 tahun) primigravida, adanya hipertensi sebelum kehamilan, kehamilan
ganda, kehamilan mola, obesitas, riwayat pre-eklampsia pada kehamilan
sebelumnya. Di antara faktor-faktor yang ditemukan, sulit ditentukan faktor yang
menjadi penyebab utama dari pre-eklampsia-eklampsia (Ahishali, 2012).
Penanda keparahan pre-eklampsia ditandai dengan tekanan darah 160/110
mmHg atau lebih, proteiunuria 2+, terjadinya kejang (eklampsia), gangguan
penglihatan, nyeri abdomen atas, terjadi trombositopenia, hemolisis, pertumbuhan
janin terhambat, edema paru, dan oliguria (Cuningham, 2012). Proteinuria dan
hipertensi adalah manifestasi klinis yang dominan pada pre-eklampsia karena
ginjal menjadi target penyakit pada beberapa organ seperti kegagalan ginjal,
kerusakan pada organ hati, dan terjadinya perdarahan intracranial (Minnire, 2013).
Sedangkan kejang pada pasien pre-eklampsia meningkatkan angka kematian ibu
dan kematian janin dikarenakan terjadinya kolaps sirkulasi (Benson, 2009).
Keterlibatan hepar pada pre-eklampsia-eklampsia adalah hal yang serius dan
disertai dengan keterlibatan organ lain terutama ginjal dan otak, bersama dengan
hemolisis dan trombositopenia.
Salah satu penanganan pada wanita hamil dengan indikasi preeklampsia
berat adalah dengan tindakan Sectio Caesaria. Sectio Caesarea biasanya dilakukan
karena beberapa indikasi diantaranya komplikasi kehamilan (preeklampsia),
disproporsisefalo pelvic, partus lama, rupture uteri, cairan ketuban yang tidak
normal, kepala panggul (Pratiwi, 2008). Menurut WHO, tindakan persalinan
Sectio Caesarea sekitar 10-15% dari semua proses persalinan di negara
berkembang. Sejak tahun 1986 di Amerika, satu dari empat persalinan diakhiri
dengan Sectio Caesarea. Di Inggris angka Sectio Caesarea di Rumah Sakit
Pendidikan relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada tahun 1980 sebesar
3,2% -14,5%, pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%. Dari tahun 1965
sampai 1988, angka persalinan Sectio Caesarea di Amerika Serikat meningkat
progresif dari hanya 4,5% menjadi 25%. Sebagian besar peningkatan ini terjadi
sekitar tahun 1970-an dan tahun 1980-an di seluruh negara barat. Pada tahun 2002
mencapai 26,1%, angka tertinggi yang pernah tercatat di Amerika Serikat (Gondo,
2006). Angka kejadian Sectio Caesarea di Indonesia menurut data survey nasional
pada tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan (22,8%) dari seluruh
persalinan. Angka persalinan dengan Sectio Caesarea di 12 Rumah Sakit
Pendidikan berkisar antara 2,1% - 11,8%. Berdasarkan penelitian mahasiswa
selama praktik di ruang Teratai RSUD dr. Haryoto Lumajang, paisen dengan post
operasi sectio caesaria banyak ditemukan di ruang Teratai RSUD dr. Haryoto
Lumajang yaitu sekitar 40% pasien.
Tindakan Sectio Caesarea saat ini semakin baik dengan adanya antibiotik,
transfusi darah yang memadai, teknik operasi yang lebih sempurna dan anastesi
yang lebih baik. Walau demikian, morbiditas maternal setelah menjalani tindakan
Sectio Caesarea masih 4-6 kali lebih tinggi daripada persalinan pervaginam,
karena ada peningkatan resiko yang berhubungan dengan proses persalinan
sampai proses perawatan setelah pembedahan (Benson, 2005). Selain itu, dampak
nyeri post sectio caesarea juga sering terjadi pada ibu.
Nyeri pasca operasi sectio caesarea pada ibu dapat membuat rasa tidak
nyaman dan mengganggu aktivitas sehari-hari terutama hubungan ibu denga bayi.
Asuhan keperawatan manajemen nyeri diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan ibu pasca operasi untuk mengoptimalkan hubungan ibu dan bayi.
Salah satu asuhan keperawatan manajemen nyeri adalah menggunakan fingerhold
relaxation (terknik relaksasi jari tangan). Sehingga, penulis mengaplikasikan
teknik relaksasi jari tangan ini sebagai asuhan keperawatan pada pasien dengan
nyeri post operasi sectio caesarea indikasi PEB di ruang Teratai RSUD dr.
Haryoto Lumajang.
Benson R, Pernoll’s. Obstetri ginekologi. Jakarta: EGC; 2009.

Ahishali E.Liver Diseases Associated with Pregnancy. Marmara Medical


Journal[serial on the internet]. 2012 [cited 2014Dec 18]: 25: [about 5p]. Available
from: http://www.marmaramedicaljournal.org/pdf/npdf_MMJ_628.pdf.

Cunningham FG, Lenovo KJ, Bloon SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Obstetric Williams. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2012.

Minire A, Mirton M, Imri V, Lauren M, Aferdita M. Maternal complications of


preeclampsia. Medical Archives [serial on the internet]. 2013 [cited 2015 Feb 02]:
67 (5): [about 3 p]. Available from:
http://www.scopemed.org/fulltextpdf.php?mno=46169

Anda mungkin juga menyukai