Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan
jaringan istimewa, karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat
lintang, tetapi cara kerjanya menyerupai otot polos, yaitu diluar kemauan kita (dipengaruhi
oleh susunan saraf otonom). Pekerjaan jantung adalah memompa darah keseluruh tubuh
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh setiap saat, baik saat istirahat maupun saat
bekerja atau menghadapi beban.

Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai dengan kegagalan
perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Dalam
keadaan berat terjadi kerusakan sel yang tak dapat dipulihkan kembali (syok ireversibel), oleh
karena itu penting untuk mengenali keadaan-keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan
syok, gejala dini yang berguna untuk penegakan diagnosis yang cepat dan tepat untuk
selanjutnya dilakukan suatu penatalaksanaan yang sesuai.

Satu bentuk syok yang amat berbahaya dan mengancam jiwa penderitanya adalah
syok kardiogenik. Pada syok kardiogenik ini terjadi suatu keadaan yang diakibatkan oleh
karena tidak cukupnya curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh
akibat disfungsi otot jantung. Hal ini merupakan suatu keadaan gawat yang membutuhkan
penanganan yang cepat dan tepat, bahkan dengan penanganan yang agresif pun angka
kematiannya tetap tinggi yaitu antara 80-90%. Penanganan yang cepat dan tepat pada
penderita syokkardiogenik ini mengambil peranan penting di dalam
pengelolaan/penatalaksanaan pasien guna menyelamatkan jiwanya dari ancaman kematian.

Syok kardiogenik ini paling sering disebabkan oleh karena infark jantung akut dan
kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok merupakan komplikasi infark yang
paling ditakuti karena mempunyai mortalitas yang sangat tinggi. Walaupun akhir-akhir ini
angka kematian dapat diturunkan sampai 56% (GUSTO), syok kardiogenik masih merupakan
penyebab kematian yang terpenting pada pasien infark yang dirawat di rumah sakit.

1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan keperawatan gawat darurat dengan shock kardiogenik ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan keperawatan gawat darurat dengan shock kardiogenik.

1.3.2 Tujuan Khusus


Mahasiswa mampu memahami tentang :

1.3.2.1 Dapat memahami definisi dari shock kardiogenik.


1.3.2.2 Dapat memahami patofisiologi dari shock kardiogenik.
1.3.2.3 Dapat memahami etiologi dari shock kardiogenik.
1.3.2.4 Dapat memahami tentang komplikasi dari shock kardiogenik
1.3.2.5 Dapat memahami tentang pemeriksaan penunjang dari shock
kardiogenik
1.3.2.6 Dapat memahami manifestasi klinis dari shock kardiogenik.
1.3.2.7 Dapat memahami penatalaksanaan dari shock kardiogenik.

1.4 Manfaat Penulisan


Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang Asuhan keperawatan gawat
darurat dengan shock kardiogenik, selain itu juga sebagai bahan referensi tambahan guna
meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang post shock kardiogenik.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi

Syok Kardiogenik adalah suatu sindrom klinis dimana jantung tidak mampu
memompakan darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhaan metabolisme tubuh akibat
disfungsi otot jantung. (Long C. Barbara, 1996)

Shock kardiogenik merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang


berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh
perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan
perfusi jaringan yang tidak adekuat (Carpenito, 1998)

Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang


diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari
parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan
tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata
lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam)
dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak
ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
(www.fkuii.org)

Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung
kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi
jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok sebanding
dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai
komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati
dan disritmia. (Smeltzer C. Suzanne, 2001)

Syok kardiogenik adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak
adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung, manifestasinya meliputi

3
hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.
(Kamus Kedokteran Dorland, 1998)

2.2 Etiologi

2.2.1 Hipovolemik shock

- perdarahan

- kehilangan volume cairan

- perpindahan cairan dari vaskuler ke sel interstisial

2.2.2 Cardiogenik shock

Gangguan kemampuan pompa jantung (cardiac arrest, aritmia, kelainan katup,


degenerasi miokard, infeksi sistemik obat – obatan.

2.2.3 Vasogenic shock

Penurunan tonus simpatic, vasodilatasi, peningkatan permiabilitas kapiler


neurogenic, atau kimia (anaphylactic), nyeri berat, stress psikologis, kerusakan
neurologis, obat kolinergik, agent alpha adrenergic blocker.

2.2.4 Septic shock

Organisme penyebab gram negatif (P. aerogenosa, Escherichia coli, Klebseilla


pneomoni, Staphylococcus, Streptococcus).

Predisiposisi : malnutrisi, luka besar terbuka, iskemia saluran pencernaan (GI), imunosupresi.

Interaksi host – toxin merangsang aktivitas komplemen systemic – perubahan organ


mikrosirkulaisi, permiabilitas kapiler meningkat, injury sel, peningkatan metabolisme sel
(Carpenito, 1998)

4
2.3 Patofisiologi

Syok kardiogenik merupakan kondisi yang terjadi sebagai serangan jantung pada fase
termimal dari berbagai penyakit jantung. Berkurangnya ke aliran darah koroner berdampak
pada supply O2 kejaringan khususnya pada otot jantung yang semakin berkurang, hal ini
akan menyababkan iscemik miokard pada fase awal, namun bila berkelanjutan akan
menimbulkan injuri sampai infark miokard. Bila kondisi tersebut tidak tertangani dengan baik
akan menyebabkan kondisi yang dinamakan syok kardiogenik. Pada kondisi syok,
metabolisme yang pada fase awal sudah mengalami perubahan pada kondisi anaerob akan
semakin memburuk sehingga produksi asam laktat terus meningkat dan memicu timbulnya
nyeri hebat seperti terbakar maupun tertekan yang menjalar sampai leher dan lengan kiri,
kelemahan fisik juga terjadi sebagai akibat dari penimbunan asam laktat yang tinggi pada
darah. Semakin Menurunnya kondisi pada fase syok otot jantung semakin kehilangan
kemampuan untuk berkontraksi utuk memompa darah.

Penurunan jumlah strok volume mengakibatkan berkurangnnya cardiac output atau


berhenti sama sekali. Hal tersebut menyebakkan suplay darah maupun O2 sangatlah
menurun kejaringan, sehingga menimbulkan kondisi penurunan kesadaran dengan akral
dinging pada ektrimitas, Kompensasi dari otot jantung dengan meningkatkan denyut nadi
yang berdampak pada penurunan tekanan darah Juga tidak memperbaiki kondisi penurunan
kesadaran. Aktifitas ginjal juga terganggu pada penurunan cardiac output,yang berdampak
pada penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR ). Pada kondisi ini pengaktifan system rennin,
angiotensin dan aldostreron akan , menambah retensi air dan natrium menyebabkan produksi
urine berkurang( Oliguri < 30ml/ jam) . Penurunan kontraktilitas miokard pada fase syok
yang menyebabkan adanya peningkatan residu darah di ventrikel, yang mana kondisi ini
akan semakin memburuk pada keadaan regurgitasi maupun stenosis valvular .Hal tersebut
dapat mennyebabkan bendungan vena pulmonalis oleh akumulasi cairan maupun refluk aliran
darah dan akhirnya memperberat kondisi edema paru. (Smeltzer C. Suzanne, 2001)

5
2.4 Manifestasi Klinis

1. Keadaan umum lemah.

2. Perfusi : kulit pucat, dingin, basah

3. Takikardi

4. Vena perifer tidak tampak

5. Tekanan darah menurun, sistolik kurang dari 90 mmHg atau turun lebih dari 50
mmHg dari tekanan semula.

6. Hiperventilasi.

7. Sianosis perifer.

8. Gelisah, kesadaran menurun

9. Produksi urine menurun

2.5 Komplikasi

1. Cardiopulmonary arrest

2. Disritmia

3. Gagal multisistem organ

4. Stroke

5. Tromboemboli

2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola.

2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel


hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
6
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau
peningkatan tekanan pulmonal.

4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.

5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu


membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi
serta mengkaji potensi arteri koroner.

6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi


ginjal, terapi diuretic.

7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF


memperburuk PPOM.

8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
dengan peningkatan tekanan karbondioksida.

9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan


jantung,misalnya infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan
Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :

1. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.

2. Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk


mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg

3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus
diatasi dengan pemberian morfin.

4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.

5. Bila mungkin pasang CVP.

7
6. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.

Medikamentosa :

1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri

2. ansietas, bila cemas

3. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi

4. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit

5. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak
adekuat Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.

6. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.

7. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m

8. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.


Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.

8
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.Pengkajian

1.Primary survey

a. Airway

Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)

– Periksa cedera tulang belakang leher dan menentukan apakah jalan nafas
dilindungi dan diposisikan secara memadai setelah trauma.

– Amati untuk tingkat kesadaran, air liur dan sekresi, benda asing, luka bakar
wajah, karbon di dahak.

– Palpasi untuk setiap deformitas wajah atau leher dan memeriksa refleks
muntah

– Mendengarkan untuk suara serak atau stridor.

b. Breathing
- Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan perubahan pada pola napas,
kedalaman, frekuensi, irama, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung
terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
- Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / gangguan
depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal.
- Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan efek
anathesi yang berlebihan, obstruksi. diafragma, retraksi sterna.

Untuk menilai kecukupan alat pernapasan, amati :

- Amati tanda-tanda deviasi trakea, distensi vena jugularis (JVD), tanda Kussmaul's
(meningkat JVD dengan inspirasi),
- Palpasi untuk Krepitus tulang, udara subkutan atau lunak

9
- Auscultates untuk menilai masuknya udara, simetri, suara adventitial (crackles,
mengeluarkan bunyi dan menggosok), dan
- Perkusi, jika perlu, untuk hyperresonance atau kusam di setiap sisi.

c. Sirkulasi
- Palpasi denyut nadi untuk tingkat, kontur keteraturan, dan kekuatan
- Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
- Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan

d. Disability

- Tingakt kesadaran : GCS,dan reaksi pupil


e. Eksposur
- Paparkan tubuh pasien secara luas
- Memeriksa dan meraba bagian belakang untuk kelainan, menggunakan tindakan
pencegahan tulang belakang leher untuk menggulingkan pasien jika ada
kemungkinan trauma. Juga, periksa kulit untuk ruam, lesi jelas lainnya dan tanda-
tanda trauma
- Perhatikan setiap bau tertentu tentang pasien,
- Mengukur suhu rektal

2. Sekundery Survey

a . Aktivitas

- Gejala : kelemahan, kelelahan


- Tanda : takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan

warna kulit kelembaban, kelemahan umum

b . Sirkulasi

- Gejala : riwayat AMI sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK,

10
masalah TD, diabetes mellitus

- Tanda : tekanan darah turun <90 mmhg atau dibawah, perubahan

postural dicatat dari tidur sampai duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah,
tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung atau
penurun an kontraktilitas ventrikel, Gejala hipoperfusi jaringan kulit ; dioforesis (
Kulit Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis, vena – vena pada punggung tangan
dan kaki kolaps

c. Eliminasi

- Gejala : Produksi urine < 30 ml/ jam

- Tanda : oliguri

d. Nyeri atau ketidaknyamanan

- Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak dan sangat hebat, tidak

hilang dengan istirahat atau nitrogliserin, lokasi tipikal pada dada anterio
substernal, prekordial, dapat menyebar ketangan, rahang, wajah, Tidak tentu
lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,abdomen,punggung, leher, dengan
kualitas chorusing, menyempit, berat,tertekan , dengan skala biasanya 10 pada
skala 1- 10, mungkin dirasakan pengalaman nyeri paling buruk yang pernah
dialami.

- Tanda : wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang

mengeliat, menarik diri, kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau


irama jantung, TD,pernafasan, warna kulit/ kelembaban ,bahkan penurunan
kesadaran.

e. Pernafasan

- Gejala : dyspnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk

dengan atau tanpa produksi sputum,penggunaan bantuan pernafasan oksigen atau


medikasi,riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis

11
- Tanda : takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan otot

aksesori pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk


terus – menerus,dengan / tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah,
merah muda/ berbuih ( edema pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak
terdengar dengan crakles dari basilar dan mengi peningkatan frekuensi nafas,
nafas sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral dingin.

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai dengan
sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah


sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun,
sianosis, edema (vena).

c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme reflek
otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea,
gelisah, meringis.

d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen dan


kebutuhan (penurunan / terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat.

3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN

a. pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas ditandai dengan sesak
nafas, gangguan frekwensi pernafasan, batuk-batuk

- Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x 24 jam diharapkan pola nafas efektif

- Kriteria hasil :

1. Klien tidak sesak nafas

12
2. Frekwensi pernafasan normal

3. Tidak ada batuk-batuk

- Intervensi :

1) Evaluasi frekwensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan, contoh


adannya dispnea, penggunaan obat bantu nafas, pelebaran nasal

R/ Respon pasien berfariasi. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri,
takut, demam, penurunan volume sikulasi (kehilangan darah atau cairan),
akumulasi secret, hipoksia atau distensi gaster. Penekanan pernapasan (penurunan
kecepatan) dapat terjadi dari pengunaan analgesik berlebihan. Pengenalan disini
dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi

2) Auskultasi bunyi nafas. Catat area yang menurun atau tidak adannya bunyi nafas
dan adannya bunyi nafas tambahan, contoh krekels atau ronki

R/ Auskultasi bunyi napas ditujukan untuk mengetahui adanya bunyi napas tambahan

3) Kolaborasi dengan beriakan tambahan oksigen dengan kanula atau masker sesuai
indikasi

R/ Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru-paru untuk kebutuhan sirkulasi,


khususnya adanya penurunan/ gangguan ventilasi

b. Ketidakefektifan ferfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah


sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun,
sianosis, edema (vena)

- Tujuan : Setelah diberikan askep 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan perifer efektif

- Kriteria hasil :

1. Klien tidak nyeri

2. Cardiac out put normal

3. Tidak terdapat sianosi

13
4. Tidak ada edema (vena)

- Intervensi :

1) Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin, atau lembab. Catat kekuatan nadi perifer.

R/ Vasokontriksi sistemik diakibatkan karena penurunan curah jantung mungkin


dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.

2) Dorong latihan kaki aktif atau pasif, hindari latihan isometrik

R/ Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko
tromboflebis.

3) Kalaborasi

· Pantau data laboratorium,contoh : GBA, BUN, creatinin, dan elektrolit

R/ Indikator perfusi atau fungsi organ

· 4) Beri obat sesuai indikasi: heparin atau natrium warfarin (coumadin)

R/ Dosis rendah heparin mungkin diberika secara profilaksis pada pasien resiko tinggi
dapat untuk menurunkan resiko trombofleblitis atau pembentukan trombusmural.
Coumadin obat pilihan untuk terapi anti koangulan jangka panjang/pasca pulang

c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme refleks
otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea,
gelisah, meringis

-Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien merasa nyaman

-kriteria hasil :

1. Tidak ada nyeri

2. Tidak ada dispnea

3. Klien tidak gelisah

4. Klien tidak meringis

14
-Intervensi :

1) Pantau atau catat karekteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk non verbal dan
repon hemodinamik ( contoh: meringis, menangis, gelisah, berkeringat,
mengcengkram dada, napas cepat, TD/frekwensi jantung berubah)

R/ Mengetahui tingkat nyeri agar dapat mengetahui perencanaan selanjutnya

2) Bantu melakukan teknik relaksasi, misalnya napas dalam perlahan, perilaku


diskraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi

R/ Membantu dalam menurunan persepsi atau respon nyeri. Memberikan kontrol


situasi, meningkatkan perilaku positif.

3) Kolaborasi

· Berikan obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, misalnya morfin, meperidin


(demerol)

R/ meskipun morfin IV adalah pilihan, suntikan narkotik lain dapat dipakai fase akut
atau nyeri dada beulang yang tidak hilang dengan nitrogliserin untuk menurunkan
nyeri hebat, memberikan sedasi, dan mengurangi kerja miokard. Hindari suntikan
IM dapat menganggu indikator diagnostik dan tidak diabsorsi baik oleh jaringan
kurang perfusi

d.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplay oksigen dengan


kebutuhan (penurunan atau terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat)

-Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien dapat melakukan
aktifitas dengan mandiri

- kriteria hasil :

1. Klien tidak mudah lelah

2. Klien tidak lemas

3. Klien tidak pucat

15
-Intervensi :

1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat beta

R/ Hipertensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi),
perpindahan cairan, (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung

2) Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat

R/ Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume


sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekwensi
jantung dan kebutuhan oksigen, juga meningkatkan kelelahan dan kelemahan

3) Kaji presipitator atau penyebab kelemahan, contoh pengobatan, nyeri, obat

R/ Kelemahan adalah efek samping dari beberapah obat (beta bloker, Trakuiliser dan
sedatif). Nyeri dan program penuh stress juga memerlukan energi dan
menyebabkan kelemahan

4) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas

R/ Dapat menunjukkan meningkatan dekompensasi jantung dari pada kelebihan


aktivitas

5) Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode
aktivitas dengan periode istirahat

R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard


atau kebutuhan oksigen berlebihan

6) Kalaborasi

· Impelementasikan program rehabilitasi jantung atau aktivitas

R/ Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung atau komsumsi


oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila
disfusi jantung tidak dapat membaik kembali

16
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C, Long. 1996. Perawatan medikal bedah. Bandung : Pajajaran

Carpenito J. L. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, Jakarta : EGC

Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3.

Jakarta : EGC

Arif Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta :

Media Aesculapius FKUI

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

17

Anda mungkin juga menyukai