Anda di halaman 1dari 3

Skenario 1

Dr. S adalah dokter yang praktek pribadi setiap hari di rumahnya. Suatu hari ia kedatangan
pasien seorang ibu. Dari anamnesis awal diketahui bahwa si ibu tidak berniat untuk periksa
hanya ingin memintakan surat sakit untuk anaknya yang sekolah di SMA. Dr. S menanyakan
mengapa anaknya tidak dibawa untuk diperiksa sekalian. Si ibu menjawab bahwa anaknya
sedang sekolah dan surat sakit itu untuk keterangan tidak masuk satu minggu yang lalu.

1. Bagaimanakah sikap dr. S seharusnya?


Jawab : Menolak secara halus dan sopan permintaan Ibu tersebut.
2. Apa dasar hukum sikap dr. S tersebut?
Jawab : KODEKI pasal 7 yang menyatakan bahwa “Seorang dokter wajib hanya
memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.”
3. Bagaimana menjelaskan kepada si ibu tentang sikap dr. S tersebut?
Jawab : Menjelaskan bahwa membuat surat sakit tanpa melakukan pemeriksaan
sendiri oleh dokter yang bersangkutan merupakan pelanggaran KODEKI (Kode
Etik Kedokteran Indonesia). Dan jika hal itu dilanggar maka baik dokter dan ibu
tersebut akan mendapatkan hukuman berdasarkan KUHP pasal 267 (1): Seorang
dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu tentang ada atau
tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun. Dan KUHP Pasal 267 (3): dipidana dengan pidana yang sama,
barang siapa yang dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah –
olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Skenario 2
Dr.X adalah dokter yang baru lulus pendidikan profesi. Saat ini dia sedang menunggu hasil
pengumuman Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI). Kakaknya, dr.Y telah lulus 5 tahun
yang lalu dan saat ini sedang membuka usaha praktek bersama beberapa orang temannya. Dr.Y
mengajak dr.X untuk mengisi praktek beberapa jam dalam seminggu.

a. Bagaimana pendapat anda sikap dr.X sebaiknya? Sebutkan dasar etika dan hukumnya.
Jawab :
 Menolak permintaan sang Kakak karena masih menunggu pengumuman
UKDI yang artinya belum mendapatkan STR (Surat Tanda Registrasi) dan
SIP (Surat Ijin Praktek). Jika seorang dokter belum mendapatkan STR dan
SIP maka dokter tersebut belum boleh untuk melakukan praktek
kedokteran berdasarkan UU Praktek Kedokteran yang berlaku.
 Dasar Etika dan Hukum :
o UU Praktek Kedokteran Pasal 29 (1) dan (2) yang menyatakan bahwa
“Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di
Indonesia wajib memiliki STR dokter dan STR dokter gigi” .
o UU Praktek Kedokteran Pasal 36 yang menyatakan bahwa “Setiap dr
dan drg yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki SIP” .
 Hukuman jika melanggar :
o Dengan sengaja melakukan pradok atau kedokteran gigi tanpa
memilki STR sebagaimana dimaksud di dalam pasal 29 ayat (1) dan
(2), pasal 31 ayat (1) dan pasal 32 ayat (1) UUPK dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) yang diatur di dalam pasal 75
ayat (1), (2) dan ayat (3) UUPK.
o Dengan sengaja melakukan pradok atau kedokteran gigi tanpa
memilki SIP sebagaimana ketentuan pasal 36, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah), tercantum di dalam pasal 76
UUPK.

b. Bagaimana pendapat anda terhadap sikap dr.Y? sebutkan dasar etika dan hukumnya.
Jawab :
 Menunda untuk mengajak sang adik untuk melakukan praktek dokter
bersama sampai sang adik dinyatakan lulus UKDI dan mendapatkan STR –
SIP.
 Dasar Etika dan Hukum :
o Kewajiban yang harus dilakukan oleh sarana yankes : Pimpinan
sarana yankes wajib membuat daftar dr/drg yang melakukan pra-dok
di sarana yankes yang bersangkutan (pasal 41 ayat 2)
o Larangan bagi sarana yankes : Pimpinan sarana yankes dilarang
mengizinkan dr/drg yang tidak memiliki SIP untuk melakukan pra-
dok di sarana yankes tsb (pasal 42).
 Hukuman jika melanggar :
o Perorangan yg memiliki sarana yankes yg mempekerjakan dr/drg
tanpa SIP à pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau
denda paling banyak Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah)
berdasar pasal 80 ayat (1) UUPK.
o Korporasi yang memiliki sarana yankes yg mempekerjakan dr/drg
tanpa SIP à diancam dua bentuk pidana:
 Denda Rp.400.000.000,- (empat ratus juta rupiah)
 Denda Rp.400.000.000,- (empat ratus juta rupiah) ditambah
dengan pencabutan izin.

Anda mungkin juga menyukai