Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS November - 2017

DIARE TANPA DEHIDRASI

Disusun Oleh :
Raisha Triasari
N 111 17 136

Pembimbing :
dr. Sumarni, M. Kes, Sp. GK
dr. Nur Indriyani

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dari biasanya (>3kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair) dengan/tanpa darah dan/atau lendir. Salah satu masalah
kesehatan yang sering terjadi pada masyarakat adalah diare atau sering disebut
juga gastroenteritis, terutama pada bayi dan anak di Indonesia. Diare adalah
penyakit gangguan pencernaan yang disebabkan oleh infeksi beberapa kuman.1
Diare pada anak masih merupakan masalah kesehatan utama pada
masyarakat Indonesia dengan angka kesakitan adalah sekitar 200–400 kejadian
per 1000 penduduk tiap tahun dan sebagian besar dari penderita ini berusia
kurang dari 5 tahun.2
Penyakit diare merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang
masih tinggi. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,
setiap tahunnya ada sekitar 1,7 miliar kasus diare dengan angka kematian 760.000
anak dibawah 5 tahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun
rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. 3
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) menunjukkan insidens diare
pada kelompok umur balita adalah paling tinggi yaitu 6,7%. Lima provinsi
dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta
(8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%). Karakteristik diare balita
tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%).4
Mikroorganisme masuk lewat makanan yang biasanya disebabkan oleh
kebersihan dan kehigienisan yang tidak terjaga. Menurut Nelsondiare menjadi
masalah serius diberbagai tempat diseluruh dunia dan sering bertumpangtindih

2
dengan malnutrisi. Diare menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak-anak diberbagai Negara berkembang. Diperkirakan lebih dari 1
milyar kasus diare di dunia dengan 4-5 juta kasus kematian. Dampak yang
ditimbulkan oleh diare adalah dehidrasi, hipokalemi, hipokalsem, hiponatremi,
syok hipovolemik, asidosis bahkan kematian. Terjadinya kehilangan cairan
tubuh atau dehidrasi dalam jumlah besar dapat mengganggu proses
metabolisme. Dehidrasi merupakan masalah gawat dalam diare, pemberian
cairan paling penting bila terjadi kasus dehidrasi, keterlambatan dalam
pemberian pertolongan dapat mengakibatkan 50 – 60 % klien meninggal.4.1
Kondisi lingkungan yang buruk adalah salah satu faktor meningkatnya
kejadian diare karena status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, dan penyediaan air bersih. Hal ini dapat
menyebabkan masalah kesehatan lingkungan yang besar karena dapat
menyebabkan mewabahnya penyakit diare dan mempengaruhi kondisi
kesehatan masyarakat.4.2
Penyebab diare bersifat multifaktorial, disamping adanya agen penyebab,
unsur kerentanan dan perilaku hospes serta faktor lingkungan berpengaruh, oleh
karenanya program pencegahan dan pemberantasan diare diarahkan untuk
memperkuat daya tahan tubuh hospes, mengubah lingkungan dan perilaku ke
arah yang kondusif untuk kesehatan. 5
Kebersihan anak maupun kebersihan lingkungan memegang peranan
penting pada tumbuh kembang anak baik fisik maupun psikisnya. Kebersihan
anak yang kurang, akan memudahkan terjadinya penyakit cacingan dan diare
pada anak. Oleh karena itu pendidikan yang cukup harus ditunjukan untuk
bagaimana cara membuat lingkungan yang baik dan layak untuk tumbuh
kembang anak, sehingga meningkatkan rasa aman bagi anak untuk bagaimana
cara mengeksplorasi lingkungan.6

3
Diare melanjut dapat menyebabkan malnutrisi, defisiensi mikronutrien,
meningkatkan risiko morbiditas, dan mortalitas penyakit lain terkait diare serta
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan.7
Dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat diare, upaya
rehidrasi oral telah digunakan secara luas di Indonesia. Disamping upaya
tersebut, terdapat strategi lain yang digunakan untuk menurunkan morbiditas
dan mortalitas yaitu suplementasi mikronutrien, menurunkan kerentanan
pejamu terhadap infeksi, dan meningkatkan kemampuan regenerasi usus.8
Menurut data UPTD Puskesmas Wani angka kejadian diarepada tahun
2016 sebanyak 274 kasus atau 34,9%. Penyakit Diare merupakan salah satu
penyakit yang berpotensi untuk terjadinya kejadiaan luar biasa (KLB) dan
kasus ini masih menduduki urutan ke-5 dari 10 pola terbesar penyakit di UPTD
Puskesmas Wani.9

Sepuluh Penyakit Terbesar Puskesmas Wani tahun 2016


No Nama Penyakit Jumlah
1 ISPA 1610
2 GASTRITIS. 695
3 RADANG SENDI 393
4 HIPERTENSI 326
5 DIARE 274
6 HIPOTENSI 248
7 P.KULIT 239
8 P.RONGGA MULUT 217
9 VULNUS 108
10 ASMA 95

4
Karena itu, penanganan awal sangat penting pada anak dengan diare
adalah mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti
(cairan rehidrasi) baik yang diberikan secara oral (diminumkan) maupun
parenteral (melalui infus) telah berhasil menurunkan angka kematian akibat
dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare dan berbagai upaya telah
dilakukan untuk menurunkan angka kejadian diare, seperti penyuluhan tentang
diare dan PHBS. Upaya ini dapat menurunkan kejadian diare disetiap tahunnya,
namun belum dapat menekan kejadian diare secara optimal.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan laporan kasus ini meliputi :
1. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir dibagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat.
2. Sebagai gambaran penyebaran penyakit diare dan beberapa resiko
penyebarannya di wilayah kerja Puskesmas Wani.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Kasus
A. Identitas Pasien
Nama : An. M
Umur : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : -
Agama : Islam
Alamat : Desa Wombo Kalonggo
Tanggal Pemeriksaan 14 November 2017

B. Identitas Orang Tua


Nama : Tn. P
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Desa Wombo Kalonggo

Nama : Ny. I
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Desa Wombo Kalonggo

6
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
BAB cair sebanyak 5 kali

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke puskesmas Wani dibawa oleh ibunya dengan keluhan BAB
cair sejak 1 hari yang lalu. Dalam sehari frekuensi BAB cair 5 kali. BAB yang
disertai lendir berwana kuning, berbau busuk yang menyengat dan tidak ada
darah. Selain itu pasien juga disertai muntah sebanyak 1 kali. Nafsu makan
menurun. Demam (+) 1 hari timbul sebelum mengalami BAB cair. Mata cowong
(-), Rewel (+), Turgor < 2 detik, BAK lancar.
Sebelumnya pasien mengonsumsi jajanan kue yang dibeli pada saat penjual
kue lewat di depan rumah pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Tidak pernah mengalami ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien
saat ini.

Riwayat kehamilan:
 Antenatal : Ibu pasien sering memeriksakan kehamilannya pada pelayanan
kesehatan (bidan).
 Natal : Pasien lahir normal dan dibantu oleh bidan. Usia kehamilan
cukup bulan.
 Postnatal : Tidak ada kelainan.

7
Riwayat Imunisasi :
Jenis Vaksin Keterangan
HB O ( 0-7 hari) Diberikan
BCG (0-1 bulan) Diberikan
Polio (0, 2, 4, 6 bulan) Diberikan
DPT/HB (2, 4, 6 bulan) Diberikan
Campak (9 bulan) Diberikan
.
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan :
 Ibu pasien tidak mengetahui apakah anak-anak tetangga ada yang
mengalami buang air besar cair atau tidak. Pasien sering bermain di luar
rumah bersama anak-anak tetangga.
 Pasien makan 3 kali sehari dengan sayur atau lauk yang beraneka ragam
namun juga suka diberikan jajanan sekitar.
 Pasien belum mampu mencuci tangan sendiri.
 Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan kakaknya.
 Untuk air minum, air untuk mandi, dan air untuk mencuci pakaian, pasien
mendapatkan dari air PDAM. Ibu pasien mengaku ia memasak air untuk
keperluan konsumsi rumah tangga menggunakan tungku kayu.
 Rumah pasien berada di dalam lorong, terdiri dari 3 kamar tidur, ruang
tamu, ruang keluarga, dapur, kamar mandi, dan teras. Ruang tamu, ruang
keluarga, kamar tidur, dan dapur memiliki pencahayaan dan ventilasi udara
yang cukup. Bagian teras, kamar mandi dan dinding bagian depan rumah
berlantai tehel. Sedangkan bagian ruang tamu, ruang keluarga, kamar dan
dapur masih berlantai semen Kamar mandi terletak berdekatan dengan
dapur. Ventilasi udara rumah pasien cukup.
 Didalam rumah tidak terdapat hewan peliharaan .

8
 Tempat pembuangan sampah terdapat di depan halaman rumah pasien dan
tidak memiliki tempat sampah yang khusus. Kemudian sampah yang
terkumpul di bakar.
 Di depan rumah pasien terdapat tempat mengalir mata air yang digunakan
warga sekitar untuk seperti mencuci baju, dll dan kadang terdapat hewan
ternak seperti sapi dan kambing yang berkeliaran di sekitar rumah. Dan
juga kotoran sapi dan kambing tersebar disekitar lingkungan rumah.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Kondisi Umum : Sakit ringan Berat Badan : 19 kg


Tingkat Kesadaran : Compos Mentis Tinggi Badan : 95 cm
Status Gizi : Gizi Baik

Tanda Vital

Nadi : 104 kali/menit (kuat angkat, reguler)


Suhu : 37.70C
Pernapasan : 24 kali/menit
Kulit : Warna sawo matang, lapisan lemak di bawah kulit
cukup.
Kepala : Normosefal, rambut berwarna hitam, tipis dan tidak
mengkilap, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterus, pupil bulat isokor (diameter 3 mm). Tidak
terdapat sekret pada hidung, tidak terdapat pernapasan
cuping hidung. Tidak ada sekret pada telinga, bibir
tidak sianosis.
Tenggorokan- : Tonsil dan faring tidak tampak kelainan.
Leher Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.

9
Thoraks
Paru : Inspeksi : permukaan dada simetris, penggunaan
otot-otot bantu pernapasan (-).
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-) taktil
fremitus kiri = kanan.
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : bronkovesikuler +/+,
wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tampak
Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V linea
midclavicula sinistra
Perkusi : pekak
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni, reguler,
bising jantung (-).
Abdomen : Inspeksi : permukaan datar, seirama gerak napas
Auskultasi : peristaltik kesan meningkat
Perkusi : tympani
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba.
Turgor : Turgor kembali segera
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, edema (-)
Bawah : Akral hangat, edema (-)

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

Diagnosis Kerja
Diare akut tanpa dehidrasi

Diagnosis Banding
Diare akut et causa Rotavirus
Diare akut et causa salmonella

10
Anjuran Pemeriksaan
1) Pemeriksaan darah rutin
2) Pemeriksaan feses

Terapi
 Medikamentosa :
 Zink 20 mg (1 tablet) per hari
 Oralit diberi 200 ml setiap kali BAB Cair
 Paracetamol syrup 3x1

 Non medikamentosa :
 Menganjurkan ibu melakukan kompres hangat bila anak demam.
 Menganjurkan ibu utuk memberi minum air matang atau susu yang biasa di
minum atau makanan yang mengandung air seperti kuah sayur.
 Mengedukasi ibu tata cara pemberian oralit dan zink serta mengingatkan
kembali untuk menghabiskan konsumsi zink selama 10 hari walaupun BAB
sudah tidak cair.
 Memberi makanan bergizi pada anak secara teratur untuk membantu
meningkatkan daya tahan tubuh anak.
 Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan
selama 2 minggu.
 Nasihati ibu untuk membawa anak di Puskesmas Wani kembali apabila tidak
membaik dalam 3 hari.
 Istirahat yang cukup.

11
2.4 Analisis Kasus
Pasien merupakan anak yang aktif, sering bermain di lingkungan luar rumah,
pasien sering bermain dan kontak dengan tanah dan setelahnya jarang mencuci
tangan. Pasien juga belum pernah di ajari cara mencuci tangan yang baik.

2.5 Identifikasi Masalah Pada Pasien


1. Bagaimana masalah Diare di Wilayah kerja Puskesmas Wani?
2. Faktor resiko apa saja yang mempengaruhi masalah Diare di Wilayah kerja
Puskesmas Wani?
3. Bagaimana pelaksanaan program puskesmas terkait Diare di Wilayah kerja
Puskesmas Wani?

12
BAB III

PEMBAHASAN

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena ketidakseimbangan faktor-faktor


utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup
sehat yang diperkenalkan oleh H.L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor
genetik/biologis, faktor perilaku individu atau masyarakat, faktor lingkungan dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Berdasarkan kasus di
atas, jika dilihat dari segi konsep kesehatan masyarakat, maka ada beberapa yang
menjadi faktor risiko yang mempengaruhi derajat kesehatan Diare, yaitu:
1. Faktor Genetik
Berdasarkan teori diare bukanlah penyakit keturunan.
2. Faktor Perilaku
 Mencuci tangan tidak menggunakan sabun.
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perseorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Keefektifan
mencuci tangan pada saat sebelum makan, sebelum mengolah dan
menghidangkan makanan, serta setelah buang air besar dan kecil yang kurang
dapat memudahkan penyebaran penyakit. Hal ini dibutuhkan untuk memutus
rute transmisi penyakit. Pasien yang belum mampu untuk mencuci tangan
dengan sabun secara sendiri disertai orang tua yang jarang mencuci tangan
dengan sabun secara efektif bisa menjadi salah satu penyebab.
 Mengolah makanan dengan tidak higienis.
Pengolahan makanan yang tidak higienis bisa menjadi salah satu
penyebab, misalnya makanan yang tercemar debu, sampah, dihinggapi lalat
dan air yang kurang masak. Pengelolaan makanan sesuai WHO yakni 1) jaga

13
kebersihan, 2) pisahkan bahan makanan matang dan mentah, 3) masak
makanan hingga matang, 4) simpan makanan pada suhu aman, 5) gunakan air
bersih dan bahan makanan yang baik.
Faktor perilaku yang mempengaruhi pada kasus ini yaitu pasien habis
mengonsumsi makanan jajanan dan kebiasaan main di lingkungan luar rumah
dan tidak mencuci tangan setelahnya.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pasien dengan Diare yaitu kadang
terdapat hewan ternak seperti sapi dan kambing yang berkeliaran di sekitar
rumah. Dan juga kotoran sapi dan kambing tersebar disekitar lingkungan rumah
dan kondisi rumah yang tidak sehat dimana pembuangan sampah terdapat di
depan rumah pasien dan tidak mempunyai tempat yang khusus, serta biasanya
pasien masih mandi di kuala apabila air dari PDAM tidak mengalir.

Menurut Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal menurut Keputusan Menteri


Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999: 9.1
1. Bahan bangunan,
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain sebagai berikut :
 Debu Total tidak lebih dari 150 µg m3
 Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4jam
 Timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
 Rumah pasien merupakan rumah permanen yang dindingnya terbuat
dari batako.
2. Komponen dan penataan ruang rumah. Komponen rumah harus memenuhi
persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut:
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan

14
b. Dinding
 Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi
untuk pengaturan sirkulasi udara
 Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah
dibersihkan
c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan
d. Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus
dilengkapi dengan penangkal petir
e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu,
ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi dan
ruang bermain anak
f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.
 Rumah pasien memiliki sirkulasi yang kurang, beberapa ruangan
tidak tertata rapi, dapur tidak dilengkapi saran pembuangan asap.
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat menerangi
seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.
 Rumah pasien sudah memiliki akses untuk pencahayaan alam yang
cukup, dimana terdapat beberapa jendela yang selalu dibuka sehingga
pencahayaan ke dalam rumah cukup.
4. Kualitas Udara
Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut :
a. Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C
b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%
c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam
d. Pertukaran udara
e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam
f. Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m3

15
 Kualitas udara dirumah pasien dapat dikatakan cukup dinilai dari
pertukaran udara yang sudah baik karena ruangan tidak pengap, dan
langsung terpapar sinar cahaya matahari.
5. Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari
luas lantai
 Dirumah pasien dapat dikatakan cukup dimana terdapat jendela di
tiap sudut ruangan.
6. Binatang penular penyakit
Tidak ada tikus bersarang dalam rumah
 Rumah pasien tidak terdapat hewan ternak.
7. Air
a. Tersedia air bersih dengan kapasitas minimal 60 lt/hari/orang
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air
minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Dirumah pasien menggunakan air PDAM dan menggunakan air
masak untuk kebutuhan air minum sehari-hari.
8. Tersediannya sarana penyimpanan makanan yang aman dan hygiene
 Penyimpanan makanan pasien di atas meja makanan, dengan
menggunakan penutup makanan yang terbuat dari plastik.
9. Limbah
a. Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, tidak
menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah dan air tanah.
 Jarak antara rumah pasien dan tempat sampah umum ±10 meter, dan
keluarga pasien selalu membuang limbah di lokasi pembuangan
sampah yang kemudian di bakar.

16
10. Kepadatan hunian ruang tidur
Luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua
orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.
 Ruang tidur dirumah pasien berjumlah 3 kamar dengan masing-
masing ukuran 4x4 m2, berisi 1 tempat tidur. Kebersihan kamar tidur
dirumah pasien dapat dikatakan kurang karena pakaian tidak tertata
rapi.

Menurut Penilaian Rumah Tangga Sehat yang terdiri dari 7 indikator PHBS dan 3
indikator GHS keluarga pasien tidak memenuhi rumah tangga sehat. 10
 Adapun 7 indikator PHBS yang dinilai adalah:
1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
2. Bayi diberi asi eksklusif
3. Mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan
4. Ketersediaan air bersih
5. Ketersediaan Jamban Sehat
6. Kesesuaian Luas lantai dengan jumlah penghuni
7. Lantai Rumah bukan tanah

 3 Indikator Gaya hidup Sehat (GHS)

1. Tidak merokok dalam rumah


2. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
3. Makan buah dan sayur setiap hari

4. Faktor Pelayanan Kesehatan


Pelayanan kesehatan masyarakat terkait kinerja puskesmas untuk
menanggulangi Diare mulai dari pelayanan UKP berbasis pelayanan di poli
MTBS, melakukan pengukuran TB, BB, menilai status gizi serta penyuluhan

17
terkait diagnosa penyakit pasien, melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
diagnosa, apotik sebagai penyedia obat yang sesuai dengan diagnosa, juga
pelayanan UGD jika ditemukan kondisi buruk terkait komplikasi diare seperti
dehidrasi dan lain sebagainya, perlunya juga ditingkatan mengenai pelayanan
kesehatan lingkungan yang sangat berperan penting dalam mengendalikan
masalah diare di lingkungan kerja Puskesmas Wani.
Pada pelayanan kesehatan yakni Puskesmas Wani, terdapat 1 orang
pemegang program diare dan berkoordinasi dengan pemegang program
kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan. Selain itu, tersedianya sarana
rehidrasi yang juga dikenal sebagai pojok oralit dan terdapat media untuk
penyuluhan tentang penyakit diare. Adapun kendala dalam penanganan diare di
puskesmas ini yaitu tidak ada fasilitas pemeriksaan feses untuk mengetahui
penyebab diare.
Data yang diperoleh dari kasus diare dari tahun 2014 terdapat 254 kasus
dan mengalami peningkatan ke tahun 2015 sebanyak 266 kasus. dari tahun 2015
ke tahun 2016 juga mengalami peningkatan yaitu sebanyak 274 kasus. Hal ini
mencerminkan bahwa masih kurang kebersihan lingkungan, kebersihan diri dan
makanan serta mengkonsumsi makanan dan minuman bergizi tinggi, juga upaya-
upaya preventif lainnya berpengaruh besar terhadap terjadinya kasus Diare.
Peningkatan pada kasus diare dikarenakan faktor perilaku dari setiap masyarakat
yang belum menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Contohnya sampah
yang tidak dibuang pada tempatnya sehingga menumpuk dan membusuk salah
satu faktor yang mempengaruhi pada kasus diare. Selain itu terdapat curah hujan
yang mengakibatkan air menjadi tergenang dan terdapat banyak sampah yang
tidak dibersihkan. Ditambah lagi halaman disekitar rumah kurang dibersihkan.
Untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas Wani untuk mencegah terjadinya
diare pada anak cukup baik. Petugas puskesmas sering mengadakan penyuluhan
mengenai PHBS dan juga diare. Namun insidensi yang masih terbilang cukup
banyak dengan masuknya diare ke dalam urutan ke 5 dari 10 penyakit terbanyak

18
di Puskesmas Wani masih perlu perhatian khusus. Perlunya ditingkatkan
mengenai pelayanan kesehatan lingkungan yang sangat berperan penting dalam
mengendalikan masalah diare di wilayah kerja Puskesmas Wani. Upaya yang
diperlukan bisa dengan melakukan pelayanan konseling, inspeksi faktor risiko
lingkungan serta intervensi lingkungan baik secara pembinaan maupun secara
pemenuhan kebutuhan dasar lingkungan fisik pasien yang bersangkutan

Pasien Poli MTBS/Anak (ukur


TB,BB,Tanda Vital,
anamnesis-penatalaksanaan)
sekalian dijeaskan mengenai
penggunaan oralit dan zink

Apotik

Memberikan obat sesuai resep


dokter

Alur Pelayanan UPTD Puskesmas Wani

Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO


Penilaian A B C
Lihat :
Keadaan umum Baik, sadar gelisah, rewel lesu, lunglai atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Rasa haus Minum biasa haus, ingin minum malas minum atau
tidak haus banyak tidak bisa minum

19
Periksa : turgor Kembali cepat kembali lambat kembali sangat
kulit lambat
Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
pemeriksaan ringan/sedang bila
ada 2 tanda atau Bila ada 2 tanda
lebih tanda lain atau lebih tanda
lain
Terapi : Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

Terdapat kebijakan dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia


mengenai penetapan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang
diderita anak balita, baik dirawat dirumah maupun sedang dirawat dirumah sakit,
yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit,
2. Zink diberikan selama 10 hari berturut-turut,
3. ASI dan makanan tetap diteruskan,
4. Antibiotik selektif, dan
5. Nasihat kepada orang tua.

Dari hasil pemeriksaan dapat ditegakan diagnosis diare tanpa dehidrasi. Untuk
penatalaksanaan diare tanpa dehidrasi pada anak ini, diberikan terapi A menurut
WHO dan Departemen Kesehatan RI, yaitu :

Rencana Terapi A, untuk Anak Diare tanpa Dehidrasi (Perawatan di Rumah)


1. Beri cairaan tambahan
 Sampai umur 1 tahun : 50 sampai 100 ml setiap kali berak.
 Umur 1 sampai 5 tahun : 100 sampai 200 ml setiap kali berak.
Katakan kepada ibu :
 Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/cangkir/gelas.

20
 Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih
lambat.
 Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
2. Beri tablet Zink selama 10 hari
3. Lanjutkan pemberian makan
4. Beritahu ibu kapan kembali

Rencana Terapi B, untuk Anak Diare dengan Dehidrasi Ringan-Sedang


1. Jumlah oralit atau cairan parenteral (jika diperkirakan kebutuhan cairan untuk
pasien melalui oral tidak tercukupi karena pasien muntah) yang dibutuhkan 3
jam pertama : 75 ml/kgBB
2. Berikan tablet zink selama 10 hari
 <6 bulan = 10 mg/hari (1/2 tablet)
 >6 bulan = 20 mg/hari (1 tablet)
3. Setelah 3 jam :
 Ulangi penilaian derajat dehidrasi
 Pilih rencana terapi yang sesuai
4. Berikan oralit setiap kali berak
 < 2 tahun = 50-100 mlsetiap kali berak
 > 2 tahun = 100-200 mlsetiap kali berak
 Atau 10 ml/kgBB/BAB
 Minumkan sedikit-sedikit tapi sering

Rencana Terapi C, untuk Anak Diare dengan Dehidrasi Berat

1. Beri cairan interavena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui
mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan Ringer Laktat (atau
jika tak tersedia, gunakan cairan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :

21
Umur Pemberian Pertama Pemberian selanjutnya
70 ml/kgBB selama : 70 ml/kgBB selama :
Bayi 1 jam 5 jam
(di bawah 12 bulan)
Anak 30 menit 2 ½ jam
(1 sampai 5 tahun)

2. Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika nadi belum teraba, beri tetesan
lebih cepat.
3. Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum: biasanya
sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga tablet Zinc.
4. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan
Dehidrasi dan pilih Rencana Terapi yang sesuai untuk melanjutkan
pengobatan.
Pada kasus ini, faktor yang berperan dalam penularan diare ialah faktor perilaku,
lingkungan dan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk
waspada dengan menjaga perilaku hidup bersih dan sehat untuk meminimalisir resiko
tertular diare serta untuk pelayanan kesehatan agar lebih meningkatkan koordinasi
antara bagian konseling dengan bagian pelayanan kesehatan terutama dalam
melakukan sosialisasi berupa penyuluhan yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan
dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

22
BAB V

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan refleksi kasus ini adalah diare masih menempati
posisi ke lima dari 10 Penyakit Terbanyak di Puskesmas Wani. Diare merupakan
penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian ASI ekslusif, imunisasi lengkap,
penerapan gaya hidup sehat, mengaplikasikan perilaku hidup bersih dan sehat,
serta menjaga kebersihan rumah agar tetap sehat. Kejadian penyakit diare pada
kasus ini di pengaruhi faktor perilaku dan faktor lingkungan.

4.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.
1. Promosi kesehatan (health promotion)
 Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas)
 Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air
bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.
 Edukasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, salah satunya
pentingnya mencuci tangan dengan sabun.
 Pendidikan kesehatan. Dalam hal ini perlu untuk memberikan promosi
kesehatan tentang makanan sehat dan cukup, bagaimana menjaga higinitas
dan sanitasi lingkungan serta penyuluhan kesehatan tentang diare di
tingkat masyarakat dan sekolah-sekolah di wilayah Puskesmas Wani.

23
2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu
(general and specific protection)
 Pembuangan tinja di tempat yang aman, terutama yang berasal dari
penderita diare, baik penderita bayi, anak ataupun dewasa.
 Cuci tangan setelah buang air besar, setelah membersihkan kotoran
bayi dan anak, sebelum makan, menyuapi atau menyiapkan makanan.
 Menjaga agar air minum terbebas dari pencemaran, baik di rumah
maupun di sumbernya.
 Memastikan kebersihan tempat penyimpanan makanan sehingga tidak
dihinggapi serangga ataupun tercemari oleh debu.

3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan


tepat(early diagnosis and prompt treatment)
Jika ada didapatkan penderita diare segera dilakukan penegakkan diagnosa
dan pengobatan yang cepat dan tepat.

4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)


Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak
terjadi komplikasi, sehingga apabila telah ditegakkan diagnosa diare
diberikan pengobatan sesuai dengan gejala dan dianjurkan untuk ke faskes
terdekat untuk mendapatkan penanganan awal apabila didapatkan diare
dengan dehidrasi.

5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)


Pada tingkat ini, pasien diberikan konseling tentang jika munculnya gejala
baru atau bertambah parah agar segera dibawa ke puskesmas, misalnya
BAB cair lebih banyak, lebih sering, disertai darah, muntah, anak
rewel/gelisah, tidak mau minum, dan sebagainya.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad, Y. Citra, W, M, S,. Sheizi, P, S,.Upaya Ibu Memiliki Balita Dalam


Pencegahan Dan Penanggulangan Diare DI Daerah Kerja Puskesmas Cililin Desa
Cililin Kabupaten Bandung Barat. Vol. 10, No. XVIII. 2008
2. Putri, M. Perbedaan Lama Diare Pada Penderita Diare Akut yang Diterapi
dengan Zink dan Probiotik Dibanding Probiotik di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi. Jurnal
Kedokteran Indonesia. Vol.1/No.1. Surakarta. 2009.
3. Hasan R. dkk. 2005.Buku Kuliah 1, Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan Dasar.
Kementerian Kesehatan RI : Jakarta.
5. Christy, M.Y. 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dehidrasi Diare
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kalijudan. Jurnal Berkala
Epidemiologi, Vol.2, No.3, 297-308. [Cited : 31 Juli 2017]. Diakses pada :
<http://e-journal.unair.ac.id/index.php/JBE/article/download/1232/1005>.
6. Marlia, D.L., Dwipoerwantoro, P.G & Adwani N. 2015. Defisiensi Zinc sebagai
Salah Satu Faktor Risiko Diare Akut menjadi Diare Melanjut. Sari Pediatri,
Vol.16, No.5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia/RS Dr. Cipto Mangunkusumo : Jakarta.
7. S. Fiesta O., Dharma S & Marsaulina, I. 2012. Hubungan Kondisi Lingkungan
Perumahan Dengan Kejadian Diare Di Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk
Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012. [Cited 3 Agustus 2017].
Diakses dari <http//jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk/article/download/3282/1609>

25
8. Pramitasari, A.I., Bakri, A & Pardede, N. 2012. Pengaruh Pemberian Vitamin A
terhadap Kadar Vitamin A dalam Darah dan Lama Diare pada Pasien Diare Akut
di Bagian Anak RS Muh. Hoesein Palembang. Sari Pediatri, Vol 3, No.2. Bagian
IKA FK-UNSRI/RS Moh. Hoesein : Palembang.
9. Anonim, 2016. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaen Donggala UPT
Puskesmas Wani Tahun 2016.
10. Seksi Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan, 2015. Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat di Rumah Tangga, Bakti Husada, Jakarta.

26
LAMPIRAN

Dokumentasi Foto

Gambar 1. Foto bersama pasien dan ibunya serta pemeggang program promosi
kesehatan.

Gambar 2. Ruang keluarga dan kamar pasien

27
Gambar 3. Dapur, Kamar mandi, dan tempat mencuci piring dan baju.

Gambar 4. Tempat pembuangan sampah yang berada di depan rumah dan tampakan
depan rumah pasien.

28

Anda mungkin juga menyukai