Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan
suatu negara di dalam perdagangan internasional. Dalam era perdagangan bebas
saat ini, daya saing sebuah produk menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi
agar produk tersebut dapat bertahan di pasar internasional. Secara teoritik,
masalah mengenai daya saing dijelaskan oleh berbagai teori, salah satunya ialah
oleh Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing merupakan kemampuan suatu
komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan di
dalam pasar tersebut. Pengertian daya saing juga mengacu pada kemampuan suatu
negara untuk memasarkan produk yang dihasilkan negara relatif terhadap
kemampuan negara lain.
Dalam perdagangan internasional, daya saing suatu komoditi dapat
dilihat dari keunggulan komparatifnya. Keunggulan komparatif suatu produk
dapat dilihat dari nilai RCA (Revealed Comparative Advantage). Konsep RCA
pertama kali diperkenalkan oleh Bela Balassa pada tahun 1965. Sejak itu banyak
laporan penelitian dan studi empiris menggunakan RCA sebagai indikator
keunggulan komparatif suatu produk dan dipergunakan sebagai acuan spesialisasi
perdagangan internasional. Konsep RCA yang dipelopori oleh Balassa memang
ditujukan untuk mengukur keunggulan relatif suatu produk (Balassa, 1965).
Namun, Gonarsyah (1995) menyatakan bahwa daya saing berarti
mengenai keunggulan kompetitif (competitive advantage). Suatu produk yang
mempunyai keunggulan komparatif, belum tentu memiliki keunggulan kompetitif.
Keunggulan kompetitif selain ditentukan oleh keunggulan komparatif, juga
ditentukan oleh biaya pemasaran dan biaya-biaya lainnya. Suatu produk yang
memiliki keunggulan kompetitif tapi terjadi kegagalan pasar, baik karena
kebijakan regulasi pemerintah maupun struktur pasar, maka produk tersebut bisa
saja tidak memiliki keunggulan komparatif.
Sehingga keunggulan daya saing dapat dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu keunggulan komparatif (comparative advantage) dan keunggulan
2

kompetitif (competitive advantage). Di mana David Ricardo dalam Salvatore


(1997) mengatakan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara
mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih
murah daripada negara lainnya. Dengan kata lain negara tersebut melakukan
spesialisasi produksi barang atau jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi
yang tinggi. Berbeda dengan konsep keunggulan komparatif, konsep keunggulan
kompetitif adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa kondisi alami tidaklah
perlu untuk dijadikan penghambat karena keunggulan pada dasarnya dapat
diperjuangkan dan dikompetisikan dengan berbagai perjuangan atau usaha.
Keunggulan suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan-perusahaan di
dalam negara tersebut untuk berkompetisi dalam menghasilkan produk yang dapat
bersaing di pasar (Porter, 1990).
Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan dengan jumlah
pulau mencapai 17.504 buah dan panjang pantai yang mencapai 81.000 km.
Dengan kondisinya tersebut, Indonesia memiliki peluang dan potensi budidaya
komoditi laut yang sangat besar untuk dikembangkan, mengingat luas wilayah
perairaannya adalah dua pertiga dari total wilayah Indonesia. Kekayaan produk
hasil laut Indonesia menyimpan potensi devisa yang sangat besar bila
dikembangkan dengan baik. Tidak hanya ikan, rumput laut dan mutiara pun
memiliki nilai jual yang tinggi.
Mutiara merupakan salah satu komoditi dari sektor kelautan yang bernilai
ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa datang. Hal
ini dapat dilihat dari semakin banyaknya peminat perhiasan mutiara dan harganya
yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jenis mutiara yang paling
mahal dan terkenal dari Indonesia adalah South Sea Pearl (mutiara laut selatan),
yang berasal dari kerang "Pinctada maxima" dengan sentra pengembangan di
berbagai daerah. Mutiara ini sudah cukup lama dikenal oleh pasaran dunia. Saat
ini Indonesia baru memberikan porsi 26 persen dari kebutuhan di pasar dunia, dan
angka ini masih dapat ditingkatkan sampai 50 persen. Sumber daya kelautan
Indonesia masih memungkinkan untuk dikembangkan, baik dilihat dari
ketersediaan areal budidaya, tenaga kerja yang dibutuhkan, maupun kebutuhan
3

akan peralatan pendukung budidaya mutiara (Kementerian Kelautan dan


Perikanan, 2011)
Tabel 1.1 Nilai Perdagangan Mutiara Dunia Tahun 2009-2011
2009 2010 2011
No
Negara Nilai (US$) Negara Nilai (US$) Negara Nilai (US$)
1 Hongkong 389.996.346 Hongkong 413.488.897 Hongkong 442.444.600
2 Australia 257.590.635 China 257.602.251 China 293.352.530
3 China 219.931.911 Australia 208.552.046 Australia 242.712.987
4 Jepang 191.196.790 Japan 187.292.550 Jepang 211.106.850
5 Tahiti 90.957.110 Tahiti 83.084.375 Tahiti 76.237.254
6 Swiss 4.574.756 USA 44.645.199 USA 53.740.113
7 USA 39.292.130 Swiss 43.867.309 Swiss 45.329.402
8 Indonesia 22.331.646 Jerman 31.438.669 Indonesia 31.790.403
9 Jerman 20.697.000 Indonesia 31.421.090 Inggris 27.198.372
10 Inggris 20.047.661 Inggris 26.062.036 Italia 20.833.172
Lain-lain 82.192.017 Lain-lain 76.997.240 Lain-Lain 77.137.216
TOTAL 1.375.808.002 TOTAL 1.404.451.743 TOTAL 1.521.882.899
Sumber: UN Comtrade, 2011 (diolah)
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa nilai ekspor mutiara Indonesia
mengalami peningkatan dari periode 2009 sampai 2011, meskipun nilai ekspor
mutiara Indonesia belum dapat menempati peringkat pertama. Empat posisi
teratas secara berturut-turut ditempati oleh negara Hongkong, China, Australia,
dan Jepang. Meski demikian, negara-negara tersebut selain merupakan eksportir
mutiara dunia, juga merupakan importir utama mutiara Indonesia. Hal ini
dikarenakan, mutiara Indonesia yang diekspor ke pasar internasional masih berupa
bahan mentah, sehingga belum memiliki nilai tambah bila dibandingkan dengan
negara eksportir mutiara lainnya. Saat ini harga mutiara Indonesia masih jauh
lebih rendah dari mutiara sejenis negara lain. Harga mutiara South Sea Pearl
Australia saat ini dikisaran US$ 25 per gram. Australia merupakan salah satu
negara kompetitor terkuat penghasil mutiara, selain sebagai negara importir
mutiara Indonesia. Namun, belakangan ini Australia mulai mengurangi produksi
mutiara hingga 20 persen. Dengan demikian, mutiara dari Indonesia diharapkan
akan semakin mendominasi pasar ekspor. Kurangnya pasokan mutiara dari
Australia ini akan menjadi peluang emas bagi pembudidaya mutiara Indonesia.
Seiring dengan peningkatan permintaan dunia yang semakin besar
tersebut, sebelumnya pada tahun 2011 pemerintah menargetkan produksi mutiara
sebesar 7 ton. Kemudian pemerintah menargetkan pencapaian 10 ton ekspor
mutiara pada tahun 2012 yang akan ditempuh dengan pola pengembangan
4

sejumlah kawasan produsen mutiara seperti Maluku Utara, Papua Barat, Sulawesi
Utara, NTB, dan NTT. Target ini didasarkan pada potensi produksi mutiara
Indonesia yang mencapai 20 ton per tahun dengan sasaran sentra penghasil
mutiara di kawasan timur Indonesia.
Perdagangan internasional mengharuskan setiap negara memiliki
spesialisasi dan juga kemampuan untuk dapat bersaing memperebutkan pasar
yang ada. Penguasaan pasar oleh suatu negara dapat menjadi ukuran kemampuan
bersaing suatu negara untuk komoditi tertentu. Berdasarkan data-data dan
informasi yang telah dipaparkan, sangatlah diperlukan sebuah penelitian
mengenai besar penguasaan pasar yang dimiliki oleh Indonesia di negara tujuan
ekspor. Penguasaan pasar akan menentukan posisi daya saing ekspor mutiara
Indonesia di pasar internasional. Oleh karena itu, suatu negara akan sangat
memerlukan suatu informasi yang dapat menunjukkan posisi daya saing suatu
komoditi ekspor tertentu, dan juga dapat mengetahui faktor-faktor apa yang
mungkin memengaruhinya. Untuk itulah penelitian ini disusun agar dapat
memberikan informasi dalam membuat kebijakan mengenai mutiara Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah


Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar
luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan dalam pasar tersebut. Untuk
dapat bersaing dengan mutiara asal negara lain, tentunya Indonesia harus
mempunyai kualitas mutiara yang baik dan terjaga kualitasnya. Dengan demikian,
permintaan ekspor mutiara Indonesia akan meningkat.
Indonesia menargetkan untuk meningkatkan ekspor mutiara setiap
tahunnya. Hal ini didukung dengan penerbitan SNI 4989:2011. Penerbitan SNI ini
menunjukkan bahwa pemerintah mulai memberi perhatian terhadap komoditi
mutiara Indonesia. SNI ini diterapkan secara sukarela kepada perusahaan mutiara
di Indonesia. Adapun SNI ini bertujuan agar kualitas mutiara Indonesia yang
dihasilkan memenuhi persyaratan untuk dapat diekspor. Selain itu, KKP dibawah
Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tengah mengatur zonasi mutiara
laut. Zonasi khusus ini penting karena budidaya mutiara butuh kondisi alam
tertentu yang tidak bisa digabungkan dengan kegiatan laut lainnya.
5

Hal ini merupakan sebuah tujuan yang logis mengingat Indonesia memiliki
keunggulan wilayah dengan dua pertiga dari wilayahnya adalah laut. Apabila
dimanfaatkan dengan baik, dan dengan dukungan pemerintah yang semakin
membangun, mutiara dapat menjadi salah satu alternatif pemasukan pendapatan
yang sangat besar bagi negara dikarenakan memiliki nilai ekspor yang tinggi.
Akan tetapi, upaya tersebut masih terkendala daya saing yang rendah
dibandingkan negara produsen lain, mengingat mutiara yang diekspor oleh
Indonesia masih berupa bahan mentah atau dikatakan belum memiliki nilai
tambah. Mutiara yang diekspor oleh Indonesia sebagian besar berupa loose
(butiran). Berdasarkan data dari KKP, Indonesia berada pada posisi kedelapan
pada tahun 2011 sebagai eksportir mutiara dunia apabila diurutkan berdasarkan
nilai ekspornya, meskipun posisi ini meningkat dari tahun sebelumnya dengan
menempati posisi kesembilan. Ini merupakan indikasi bahwa daya saing ekspor
mutiara Indonesia dalam perdagangan internasional masih lemah.
Tabel 1.2 Distribusi Perdagangan Mutiara Indonesia (Ekspor) Tahun 2011
No Negara Nilai (US$)
1 Hongkong 13.668.049
2 Jepang 12.847.193
3 Australia 4.941.953
4 Korea Selatan 271.226
5 India 61.102
6 Jerman 880
TOTAL 31.790.403
Sumber: UN Comtrade, 2011 (diolah)
Data pada Tabel 1.2 menunjukkan bahwa rata-rata 98,95 persen ekspor
mutiara Indonesia ditujukan ke negara Hongkong, Jepang, dan Australia. Artinya
negara-negara tersebut menjadi konsumen yang sangat penting bagi industri dan
ekspor mutiara Indonesia. Data tersebut juga menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki prioritas negara tujuan ekspor mutiara ke negara-negara eksportir
mutiara dunia. Hal ini menjadi sebuah indikator bahwa pangsa pasar mutiara
Indonesia di pasar internasional masih relatif rendah yang berdampak pada daya
saing yang lemah. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih jauh mengenai pangsa pasar
mutiara Indonesia di pasar internasional, khususnya di negara tujuan ekspor
6

mutiara Indonesia. Namun, penerimaan Indonesia melalui nilai ekspor mutiara ke


negara tujuan menunjukkan trend yang positif. Hal ini sekaligus menjadi indikator
yang menunjukkan peluang peningkatan penerimaan yang semakin besar.
Pemahaman pertama yang perlu ditelaah yaitu bagaimana daya saing
komoditi mutiara Indonesia di negara importir apakah semakin rendah atau tinggi.
Apabila daya saingnya masih rendah, maka pemerintah harus membuat kebijakan
untuk meningkatkanya. Sehingga langkah pertama yang perlu dilakukan adalah
mengidentifikasi negara-negara tujuan ekspor mutiara Indonesia yaitu Hongkong,
Jepang, dan Australia apakah komoditi mutiara Indonesia di negara tersebut
memiliki daya saing, baik dari keunggulan komparatif maupun keunggulan
kompetitif. Setelah diketahui bagaimana daya saingnya, dilakukakan analisis
faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia di pasar
Internasional. Hal ini perlu dilakukan melihat beragamnya karakteristik dari
masing-masing negara sehingga dapat berpengaruh pada perdagangan
internasional.
Beragam permasalahan masih meliputi kemampuan Indonesia dalam
mengekspor dan bersaing dalam perebutan pangsa pasar dunia untuk pemenuhan
komoditi mutiara, baik dari segi kualitas dan faktor lainnya. Untuk mengetahui
posisi pangsa pasar mutiara Indonesia, maka perlu dilakukan suatu analisis serta
daya saing dari mutiara tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan
masalah yang akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana daya saing komoditi mutiara Indonesia di Australia,
Hongkong, dan Jepang?
2. Apa saja faktor-faktor yang signifikan memengaruhi permintaan ekspor
mutiara Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan, maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Menganalisis daya saing komoditi mutiara Indonesia di Australia,
Hongkong, dan Jepang.
2. Mengestimasi faktor-faktor signifikan yang memengaruhi permintaan
ekspor mutiara Indonesia.
7

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi pelaku bisnis, eksportir mutiara Indonesia, ataupun pemerintah
diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dan
menentukan kebijakan guna mendukung kegiatan ekspor mutiara.
2. Masyarakat akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan
untuk meneliti lebih lanjut mengenai kondisi perdagangan mutiara
Indonesia.
3. Penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan
berdasarkan fakta dan data yang ada dengan mengimplementasikan ilmu-
ilmu yang diperoleh selama kuliah.

1.5 Ruang Lingkup


Penelitian ini membahas mengenai analisis daya saing dan faktor-faktor
yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia. Dalam penelitian ini,
data cross section yang digunakan hanya dibatasi ke tiga negara yang menjadi
tujuan ekspor mutiara Indonesia yaitu Australia, Hongkong, dan Jepang. Negara-
negara tersebut merupakan negara importir utama mutiara Indonesia sekaligus
negara eksportir mutiara dunia. Periode (time series) yang dianalisis dalam
penelitian ini dari tahun 1999 sampai dengan 2011, hal ini dikarenakan
keterbatasan data yang tersedia pada sumber yang digunakan penulis. HS
(Harmonized System) yang digunakan dalam penelitian ini sampai level 6 digit
yaitu gabungan antara HS 710110 dengan produk natural pearls dan HS 710121
dengan produk cultured pearls, unworked.

Anda mungkin juga menyukai

  • Surat Izin BEM
    Surat Izin BEM
    Dokumen1 halaman
    Surat Izin BEM
    Syarifah nurul afifah
    Belum ada peringkat
  • LPJ
    LPJ
    Dokumen2 halaman
    LPJ
    Syarifah nurul afifah
    Belum ada peringkat
  • NO
    NO
    Dokumen4 halaman
    NO
    Syarifah nurul afifah
    Belum ada peringkat
  • Surat Izin BEM
    Surat Izin BEM
    Dokumen1 halaman
    Surat Izin BEM
    Syarifah nurul afifah
    Belum ada peringkat