Anda di halaman 1dari 5

BENTUK NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN SINGAPURA

1. Sistem Pemerintahan Singapura

Politik di Singapura telah didominasi oleh People’s Action Party (PAP) sejak pemilihan
umum 1959 ketika Lee Kuan Yew menjadi perdana menteri pertama Singapura (ketika
Singapura memiliki pemerintahan sendiri dalam Kerajaan Inggris). PAP telah menguasai
pemerintahan dan memenangkan setiap pemilu sejak itu. Singapura meninggalkan
Persemakmuran Inggris pada tahun 1963 untuk bergabung dengan Federasi Malaysia, namun
diusir dari Federasi pada tahun 1965 setelah Lee Kuan Yew tidak setuju dengan pemerintah
federal di Kuala Lumpur. Analisa dari politik luar negeri dan beberapa partai oposisi termasuk
Workers’ Party of Singapore dan Singapore Democratic Party (SDP) berpendapat bahwa
Singapura secara de facto merupakan negara dengan satu partai.

2. Iklim Politik Singapura

Meski dominan dalam kegiatannya, pemerintahannya bersih dan bebas korupsi. Singapura secara
konsisten telah dinilai sebagai negara yang paling bersih dari korupsi di Asia dan masuk ke
daftar sepuluh negara terbersih dari korupsi di dunia oleh Transparency International. Indikator
pemerintahan Bank Dunia juga menilai baik Singapura dalam aturan hukum, pengendalian
korupsi, dan efektivitas pemerintahan. Namun banyak yang menganggap bahwa Singapura
kurang baik dalam hal proses politik, kebebasan sipil dan politik, serta hak asasi manusia yang
kurang.

3. Ekekutif

3.1. Kabinet Singapura

Kabinet membentuk kekuasaan eksekutif dan bertanggung jawab kepada parlemen. Kabinet
terdiri dari anggota parlemen dan dipimpin oleh seorang perdana menteri. Perdana menteri
merupakan kepala pemerintahan. Perdana menteri dipilih oleh parlemen. Sedangkan anggota
kabinet—yang juga dikenal sebagai menteri—diangkat oleh presiden atas saran dari perdana
menteri. Kabinet di Singapura secara kolektif memutuskan kebijakan pemerintah dan memiliki
pengaruh atas pembuatan hukum dengan mengajukan rancangan.

4. Legislatif

4.1. Parlemen Singapura

Parlemen Singapura adalah penguasa legislatif di Singapura dengan presiden sebagai kepala.
Sebelum merdeka pada tahun 1965 disebut sebagai Majelis Legislatif. Saat ini parlemen terdiri
dari 87 anggota parlemen dengan masa jabatan 5 tahun. Setelah itu pemilihan umum harus
diselenggarakan dalam waktu tiga bulan sebelum pembubaran parlemen.

4.2. Proses Legislatif

Sebelum undang-undang disahkan, pertama kali diperkenalkan di parlemen sebagai draft


(rancangan). Rancangan biasanya diperkenalkan oleh seorang menteri atas nama kabinet, yang
dikenal sebagai rancangan pemerintah. Namun, setiap anggota parlemen dapat memperkenalkan

1
rancangan. Semua rancangan harus melalui tiga bacaan di parlemen dan menerima persetujuan
presiden untuk menjadi Undang-Undang Parlemen.

4.3. Konstitusi Singapura

Konstitusi Singapura adalah hukum tertinggi Singapura. Konstitusi tidak dapat diubah tanpa
dukungan dari lebih dari 2/3 dari anggota parlemen pada pembacaan kedua dan ketiga. Presiden
dapat meminta pendapat tentang isu-isu konstitusional dari pengadilan yang terdiri tidak kurang
dari tiga hakim Pengadilan Agung.

Bagian IV konstitusi menjamin:

1. Kebebasan seseorang (terbatas)


2. Pelarangan perbudakan dan kerja paksa
3. Perlindungan yang sama
4. Larangan pembuangan dan kebebasan bergerak
5. Kebebasan berbicara, berkumpul, dan berserikat (terbatas)
6. Kebebasan beragama (terbatas)
7. Hak atas pendidikan

Bagian XII konstitusi memungkinkan Parlemen Singapura untuk memberlakukan undang-


undang yang dirancang untuk menghentikan atau mencegah subversi. Undang-undang tersebut
berlaku bahkan jika itu tidak sesuai dengan bagian IV konstitusi. Internal Security Act (ISA)
adalah undang-undang di bawah ketentuan tersebut. Pada tahun 1966, Chia Thye Poh ditahan di
bawah ISA dan dipenjara selama 23 tahun tanpa pengadilan. Setelah itu, ia ditempatkan dalam
kondisi tahanan rumah selama sembilan tahun.

4.4. Presiden Singapura

Sebelum tahun 1991, presiden adalah kepala negara yang ditunjuk oleh parlemen. Sebagai hasil
dari perubahan konstitusi pada tahun 1991, presiden sekarang dipilih langsung oleh suara rakyat
dengan masa jabatan 6 tahun. Syarat-syarat untuk menjadi calon Presiden Singapura adalah:

1. Merupakan warga negara Singapura


2. Berusia 45 tahun ke atas pada hari nominasi
3. Terdaftar sebagai pemilih terdaftar saat pemilihan
4. Merupakan penduduk Singapura pada hari nominasi dan telah menjadi penduduk
Singapura selama tidak kurang dari 10 tahun
5. Tidak memenuhi salah satu diskualifikasi dalam pasal 45 Undang-Undang Dasar
Republik Singapura
6. Bukan anggota salah satu partai politik pada tanggal pencalonannya untuk
pemilihan
7. Telah menjabat untuk jangka waktu tidak kurang dari 3 tahun di posisi senioritas
dan tanggung jawab di sektor publik atau swasta seperti: Hakim Agung, Pembicara, Jaksa
Agung, Ketua Komisi Pelayanan Publik, Auditor Umum, Akuntan Jenderal, atau
Sekretaris Tetap;

2
sebagai ketua atau kepala eksekutif dari dewan resmi negara seperti yang tercantum pada pasal
22A Konstitusi Republik Singapura, sebagai ketua dewan direksi atau CEO sebuah perusahaan
yang didirikan atau didaftarkan berdasarkan Companies Act (Pasal 50) dengan modal disetor
minimal $100 juta atau setara dengan uang asing, atau dalam posisi senioritas lainnya yang sama
atau sebanding. Hal tersebut dianggap telah memberi pengalaman dan kemampuan dalam
mengatur dan mengelola urusan keuangan untuk memungkinkan dia untuk melaksanakan secara
efektif fungsi dan tugas dari Presiden.

5. Yudikatif

Kekuasaan Yudikatif di Singapura dipegang oleh Mahkamah Agung serta pengadilan bawahan
Konstitusi Singapura. Mahkamah agung terdiri dari Pengadilan Banding dan Pengadilan Tinggi.
Pengadilan Banding mengurus banding pidana dan perdata, sedangkan Pengadilan Tinggi
mengurus pidana dan yurisdiksi sipil. Ketua hakim, hakim banding, komisaris yudisial, dan
hakim pengadilan tinggi ditunjuk oleh presiden dari calon yang direkomendasikan oleh perdana
menteri. Perdana menteri harus berkonsultasi dengan ketua mahkamah agung sebelum
merekomendasikan hakim.

6. Pemilihan dan Partai Politik di Singapura

Pemilihan umum diwajibkan di Singapura sejak 1959. Usia pemilih yang sah adalah 21 tahun.
Departemen Pemilihan Singapura bertanggung jawab atas perencanaan, persiapan, dan
pelaksanan pemilihan baik pemilihan presiden, parlemen, dan setiap referendum nasional di
Singapura. Departemen ini berada di bawah Perdana Menteri.

BENTUK NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

Pemahaman mengenai pemerintahan khususnya sistem pemerintahan, pada dasarnya yang


diperlu diketahui bahwa sistem pemerintahan hakikatnya membahas mengenai persoalan siapa
yang menjalankan pemerintahan. Secara umum para ahli cenderung menyepakati atau memiliki
keseragaman persepsi tentang sistem pemerintahan tersebut. Berhubungan dengan siapa yang
menjalankan pemerintahan ialah atribut (identitas) yang melekat pada sosok yang diistilahkan.
Dalam menjalankan pemerintahan, bisa saja sosok yang memegang kekuasaan kepala negara
dengan kepala pemerintahan berbeda, begitupula sebaliknya.
Selanjutnya berbicara mengenai sistem tentu saja tidak berhenti hanya pada sosok yang
menjalankan pemerintahan. Sistem juga berbicara tentang proses memperoleh kekuasaan dan
cara yang digunakan seseorang dalam pemerintahan. Menurut Mahfud MD (Saldi Isra, 2010)
sistem pemerintahan dipahami sebagai sebuah sistem hubungan tata kerja antar lembaga-
lembaga negara. Senada dengan pendapat tersebut, Jimly Asshiddiqie (2007) mengemukakan,
sistem pemerintahan berkaitan dengan pengertian regeringsdaad, yaitu penyelenggaraan
pemerintahan oleh eksekutif dalam hubungannya dengan fungsi legislatif.
Berdasarkan uraian tersebut maka hakikatnya sistem pemerintahan adalah sistem yang
dimiliki dan dijalankan oleh suatu negara dalam mengatur dan menjalankan pemerintahannya,
yang disesuaikan dengan kondisi dan kultur negara masing-masing.
Secara umum menurut para ahli, bahwa ada 2 (dua) sistem pemerintahan yang diterapkan
negara-negara di dunia. Kedua sistem pemerintahan tersebut ialah sistem presidensial dan
parlementer. Berikut uraian mengenai kedua sistem pemerintahan tersebut.

3
a. Presidensial
Untuk memberikan uraian mengenai sistem pemerintahan presidensial, sebelumnya coba
kita membahas terlebih dahulu sebuah contoh kasus di Indonesia mengenai pernyataan mantan
kepala negara. Pada suatu kesempatan dalam pidatonya, mengatakan bahwa seseorang Presiden
yang berasal dari partai politik merupakan petugas partai atau perpanjangan tangan partai (Baca:
Antaranews.com, 11 April 2015). Pernyataan tersebut setidaknya menimbulkan kerancuan dalam
pemahaman mengenai sistem presidensial. Sistem presidensial umumnya seperti di Indonesia,
seorang presiden sebagai eksekutif ialah seseorang yang telah dipilih secara langsung oleh
rakyat. Sehingga eksekutif dalam sistem presidensial merupakan milik rakyat, bukan lagi petugas
atau milik partai.
Pada sistem presidensial, eksekutif tidak memiliki keterikatan secara khusus dengan
legislatif. Apalagi dalam sistem perwakilan sebagai wujud demokrasi tidak langsung (inderect
democracy). Sri Soemantri mengatakan bahwa sistem pemerintahan presidensial ialah suatu
sistem pemerintahan dimana pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen/badan
legislatif. Sejalan pernyataan tersebut, seorang kepala eksekutif bukanlah orang yang dipilih
karena partainya memenangi suara terbanyak dalam parlemen. Tetapi presiden yang memiliki
pertalian yang erat dengan bentuk pemerintahan republik ialah dipilih langsung oleh rakyat
melalui pengambilan keputusan secara massif dengan jalan pemilihan umum.
Selanjutnya Jimly Asshiddiqie (2007) mengemukakan bahwa ada 9 (sembilan) karakter
pemerintahan presidensial yakni sebagai berikut:
1) Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif.
2) Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif presiden tidak terbagi dan yang
ada hanya presiden dan wakil presiden saja.
3) Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya kepala negara adalah
sekaligus kepala pemerintahan.
4) Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggung
jawab kepadanya.
5) Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula sebaliknya.
6) Presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa parlemen.
7) Berlaku prinsip supremasi konstitusi, karena itu pemerintah eksekutif bertanggung jawab
kepada konstitusi.
8) Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat.
9) Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat.
Hakikatnya dalam sistem presidensial, eksekutif bertanggung jawab kepada rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi. Dan lazimnya, eksekutif memiliki fungsi ganda yakni sebagai
kepala negara (head of state) sekaligus kepala pemerintahan (head of government). Dalam
menjalankan tugasnya, eksekutif mengangkat para menteri-menteri (menyusun kabinet). Sebagai
catatan, eksekutif mestilah taat pada konstitusi yang berlaku di suatu negara.

b. Parlementer
Sistem parlementer tentunya memiliki perbedaan dengan sistem presidensial. Dalam
sistem parlementer, ditandai dengan keterkaitan dan hubungan yang erat antara eksekutif dan
legislatif. Dimana kabinet bertanggung jawab kepada legislatif yang mencerminkan kekuatan-
kekuatan politik di parlemen (Miriam Budiardjo, 2008). Pada beberapa negara-negara yang
menerapkan sistem parlementer, kepala pemerintahan dijalankan oleh seorang perdana menteri.
Hal tersebut secara historis berdasarkan perkembangan sistem ketatanegaraan Inggris (Saldi Isra,
2010).
Sistem parlementer mempunyai kriteria adanya hubungan antara legislatif dengan
eksekutif, dimana satu dengan yang lain dapat saling mempengaruhi. Pengertian mempengaruhi
di sini adalah bahwa salah satu pihak mempunyai kemampuan kekuasaan (power capacity) untuk
menjatuhkan pihak lain dari jabatannya. Alan R. Ball, menamakan sistem pemerintahan
4
parlementer ini dengan sebutan the parliamentary types of government dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Kepala negara hanya mempunyai kekuasaan nominal. Hal ini berarti bahwa kepala negara
hanya merupakan lambang/simbol yang hanya mempunyai tugas-tugas yang bersifat formal,
sehingga pengaruh politiknya terhadap kehidupan negara sangatlah kecil.
2) Pemegang kekuasaan eksekutif yang sebenarnya/nyata adalah perdana menteri bersama-sama
kabinetnya yang dibentuk melalui lembaga legislatif/parlemen; dengan demikian kabinet sebagai
pemegang kekuasaan eksekutif riil harus bertanggung jawab kepada badan legislatif/parlemen
dan harus meletakkan jabatannya bila parlemen tidak mendukungnya.
3) Badan legislatif dipilih untuk bermacam-macam periode yang saat pemilihannya ditetapkan
oleh kepala negara atas saran dari perdana menteri.
Menurut S. L. Witman seperti dikutip Inu Kencana Syafi’i (2001) terdapat empat ciri yang
membedakan sistem pemerintahan parlementer dan presidensial. Ciri sistem pemerintahan
parlementer yaitu:
1) Didasarkan pada prinsip kekuasaan yang menyebar (diffusion of power).
2) Terdapat saling bertanggung jawab antara eksekutif dengan parlemen atau legislatif, karena itu
eksekutif (perdana menteri) dapat membubarkan parlemen, begitu pula parlemen dapat
memberhentikan kabinet (dewan menteri) ketika kebijakannya tidak diterima oleh mayoritas
anggota parlemen.
3) Juga terdapat saling bertanggung jawab secara terpisah antara eksekutif dengan parlemen dan
antara kabinet dengan parlemen.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, Saldi Isra (2010) menyimpulkan bahwa,
disamping pemisahan jabatan kepala negara dengan kepala pemerintahan, karakter paling
mendasar dalam sistem pemerintahan parlementer adalah tingginya tingkat dependensi atau
ketergantungan eksekutif kepada dukungan parlemen. Apalagi, eksekutif tidak dipilih langsung
oleh pemilih sebagaimana pemilihan untuk anggota legislatif. Oleh karena itu parlemen menjadi
pusat kekuasaan dalam sistem pemerintahan parlementer.

Anda mungkin juga menyukai