Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Perdarahan Postpartum

a. Pengertian

1) Perdarahan Postpartum

Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi

setelah persalinan (Manuaba, 2010). Perdarahan postpartum

adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III

selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000).

Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan

perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu

singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan

perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus

dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan

menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan

juga jatuh dalam syok (Mochtar, 1998).

Prawirohardjo (2006) mendefinisikan perdarahan post

partum sebagai perdarahan yang melebihi 500 cc, atau

perdarahan yang lebih dari normal.

2) Perdarahan Post Partum Dini

Prawirohardjo (2006) mendefinisikan perdarahan post

partum primer sebagai perdarahan yang terjadi setelah bayi

lahir dalam 24 jam pertama persalinan.


Sependapat dengan Prawirohardjo (2006), Manuaba

(2010) mendefinisikan perdarahan post partum primer sebagai

perdarahan post partum yang terjadi dalam 24 jam pertama

setelah persalinan.

b. Penyebab Perdarahan Postpartum

Manuaba (2010) mengemukakan bahwa penyebab utama

perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio

plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri

Demikian juga Mochtar(2006) memberikan perincian penyebab

perdarahan post partum sebagai berikut :

1) Atonia uteri 50% - 60%

2) Retensio plasenta 16% - 17%

3) Sisa plasenta 23% - 24%

4) Laserasi jalan lahir 4% - 5%

5) Kelainan darah 0,5% - 0,8% (Mochtar, 1998).

Manuaba (2010) mengungkapkan bahwa perdarahan post

partum merupakan penyebab penting kematian maternal,

khususnya di negara berkembang, yang kemudian diketahui bahwa

ada beberapa faktor yang meningkatkan resiko terjadinya

perdarahan post partum yaitu seperti :


1) Grandemultipara

2) Jarak persalinan pendek yang kurang dari 2 tahun

3) Persalinan dengan tindakan, termasuk didalamya persalinan

dengan narkosa,pertolongan kala uri sebelum waktunya,

persalinan dengan tindakan paksa dan persalinan oleh dukun.

c. Gejala Klinik Perdarahan Postpartum

Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah

sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala

klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah sebanyak

20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-

menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut

menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan

darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan

lain-lain (Wiknjosastro, 2008).

Prawirohardjo (2006) mengemukakan bahwa perdarahan

post partum dapat dideteksi dari munculnya tanda dan gejala

sebagai berikut :

a) Pasien mengeluh lemah/ limbung

b) Berkeringat dingin

c) Menggigil

d) Hiperpnea

e) Tekanan Darah sistolik < 90 nnHg


f) Nadi > 100 x/menit

g) Hb < 8 gr%

d. Diagnosis Perdarahan Postpartum

Diagnosis perdarahan postpartum dapat digolongkan berdasarkan

tabel berikut ini :

Diagnosis Gejala dan tanda Gejala dan tanda Diagnosis


Perdarahan yang selalu ada yang kadang- kemungkinan
Postpartum kadang ada
1.  Uterus tidak  Syok  Atonia uteri
berkontraksi dan
lembek
 Perdarahan segera
setelah anak lahir
(Perdarahan
Pascapersalinan
Primer atau P3)
2.  Perdarahan segera  Pucat  Robekan
(P3)  Lemah jalan lahir
 Darah segar yang  Menggigil
mengalir segera
setelah bayi lahir
(P3)
 Uterus kontraksi
baik
 Plasenta lengkap

3.  Plasenta belum  Tali pusat  Retensio


lahir setelah 30 putus akibat Plasenta
menit traksi
 Perdarahan segera berlebihan
(P3)  Inversio uteri
 Uterus kontraksi akibat tarikan
baik  Perdarahan
lanjutan

4.  Plasenta atau  Uterus  Tertinggalnya


sebagian selaput berkontraksi sebagian
(mengandung tetapi tinggi plasenta
pembuluh darah) fundus tidak
tidak lengkap berkurang
 Perdarahan segera
(P3)
5.  Uterus tidak teraba  Syok  Inversio uteri
 Lumen vagina terisi neurogenik
massa  Pucat dan
 Tampak tali pusat limbung
(jika plasenta
belum lahir)
 Perdarahan segera
(P3)
 Nyeri sedikit atau
berat

a. Penyebab Perdarahan Postpartum Primer

1) Atonia Uteri

Atonia uteri merupakan suatu kondisi terjadinya kegagalan

konraksi otot rahim yang menyebabkan pembuluh darah pada

bekas implantasi plasenta terbuka, sehingga menimbulkan

perdarahan (Manuaba, 2010).

Prawirohardjo (2006) berpendapat bahwa atonia uteri adalah

keadaan dimana uterus tidak berkontraksi dan lembek yang

mengakibatkan perdarahan setelah anak lahir.

Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat :

a) Partus lama

b) Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil

c) Multiparitas

d) Solusio Plasenta
Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul

karena salah penanganan kala III persalinan, yaitu memijat

uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan

plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari

dinding uterus (Wiknjosastro, 2005).

Penegakan diagnosa atonia uteri sangat penting agar

penatalaksanaan yang diberikan menjadi tepat sasaran,

Prawirohardjo (2006) mengemukakan langkah-langkah

penanganannya sebagai berikut :

a) Kenali dan tegakkan diagnosa atonia uteri.

b) Lakukan pemasangan infus dan uterotonika, lakukan

kompresi bimanual.

c) Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi

tertinggalnya sebagian plasenta, maka lakukan evakuasi

sisa plasenta) dan tak ada laserasi jalan lahir.

d) Berikan transfusi darah bila sangat diperlukan.

e) Lakukan uji baku darah.

f) Bila perdarahan masih berlangsung maka tindakan yang

harus diberikan sesuai tingkat fasilitas kesehatan adalah :

Pada fasilitas keehatan dasar :

 Kompressi bimanual eksterna

 Kompressi bimanual interna

 Kompressi aorta abdominalis

Pada Rumah Sakit rujukan :


 Ligasi arteri uterina dan ovarika

 Histerektomi

Manuaba (2010) menjabarkan penatalaksanaan atonia

dalam bagan berikut :

PERDARAHAN KARENA ATONIA UTERI

Tindakan persalinan Predisposisi


 KU lemah
 Partus lama/ persalinan  Grandemultpara
terlantar  Jarak hamil < 2th
 Trauma persalinan  Overdistensi rahim

Penanganan Umum
Infus
Uterotonika IM/IV drip
Tindakan Mekanis (massase fundus)
Rujukan
Tamponade Uterovaginal

Tak ada reaksi Reaksi ada tetapi Reaksi baik,


Perdarahan berlangsung Perdarahan berkurang,
dan kontraksi baik

Kemungkina sisa
plasenta atau tampon
basah

Tak ada reaksi

Perdarahan terus Perdarahan berhent

Histerektomi Konservatif
Usia >35 tahun Antbiotk
Grandemultpara Uterotonika
Paritas kecil Suportf (preparat zat besi,
Ligasi arteri hipogastria vitamin)
Perawatan post operatf
Bidan dapat mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
a) Meningkatkan upaya preventif :

 Meningkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana


sehingga memperkecil jumlah grandemultipara dan
memperpanjang jarak hamil.

 Melakukan konsultasi atau merujuk kehamilan dengan


overdistensi uterus, hidramnion dan kehamilan kembar.

 Mengurangi peranan pertolongan persalinan oleh dukun.

b) Bidan dapat segera melakukan rujukan ibu dengan didahului


tindakan ringan :

 Memasang infus-memberikan cairan pengganti.

 Memberikan uterotonika intramuskular, intravena atau


dengan drip.

 Melakukan massase uterus sehingga kontraksi rahim


makin cepat dan makin kuat.

 Ibu sebaiknya diantar.

2) Retensio Plasenta
Prawirohardjo (2006) mendefinisikanretensio plasenta
sebagai kondisi tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau melebihi 30 menit setelah bayi lahir, hal ini
berkaitan dengan lokasi implantasi jonjot korion plasenta, yang
kemudian dibagi menjadi beberapa definisi yang berbeda antara
lain :
a) Plasenta Adhesiva
Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.
b) Plasenta Akreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
c) Plasenta Inkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/
memasuki miometrium.
d) Plasenta Perkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan otot sehingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus.
e) Plasenta Inkarserata
Adalah tertahannya plasenta di dalam cavum uteri, yang
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

Penatalaksanaan retensio plasenta tergantung dari jenis

retensio plasentanya, yang dijabarkan sebagai berikut :

Penanganan retensio plasenta dengan separasi parsial :

 Pastikan terjadinya separasi parsial

 Regangkan tali pusat dan minta pasien mengejan, bila tak

lahir, coba traksi terkontrol tali pusat.

 Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 cc NS/ RL 40 tpm,

bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400 mg

perrektal.

 Bila belum lahir, lakukan manual plasenta secara hati-hati.

 Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.


 Transfusi darah bila perlu

 Antibiotik profilaksis (ampisillin 2 g/ IV + metronidazole 1 g

supp)

 Observasi kemungkinan syok, infeksi dan perdarahan

lanjut.

Penanganan plasenta Inkarserata :

 Pastikan diagnosis

 Siapkan peralatan untuk menghilangkan konstriksi servik

pilih eter atau fluothane.

 Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 cc NS/ RL 40 tpm.

 Manuver sekrup

 Perawatan lanjutan

Penanganan plasenta akreta :

 Pastikan diagnosa plasenta akreta

 Eksporasi untuk melihat seberapa bagian plasenta yang

tertanam, jika tertanam sebagian maka lakukan manual

plasenta, jika sebagian tetap tak dapat dikeluarkan dan tak

ada perdarahan maka berikan uterotonika dan

pengawasan lanjut.
 Bila sebagian plasenta tertanam dalam atau tertanam

seluruhnya tanpa ada perdarahan, maka tindakannya

adalah histerektomi.

3) Sisa Plasenta
Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus

tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat

menimbulkan perdarahan. Perdarahan postpartum yang terjadi

segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil

plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi

harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang

hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta

dikeluarkan.

Penanganannya adalah :

 Pastikan diagnosa

 Berikan antibiotika ampisillin 1 gr IV dosis awal, kemudian

dilanjutkan dengan 3 x 1 gram peroral, dikombinasikan

dengan metronidazol 1 gr supp dan dilanjutkan dengan 3 x

500 mg peroral

 Dilatasi dan kuretage atau AVM

 Bila kadar Hb < 8 gr% maka lakukan transfusi darah, bila

kadar Hb > 8 gr% maka berikan Sf 600 mg/ hari selama 10

hari
4) Robekan Jalan Lahir

Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam

jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal

dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah

perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat

berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus

(ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan

robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau

pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan

sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan

dalam dan pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan

diketahui dengan pasti, perdarahan dihentikan dengan

melakukan ligasi (Manuaba, 2010).

Penanganangan Ruptur Perineum dan Robekan dinding

vagina :

1. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi

dan sumber perdarahan.

2. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan

antiseptic.

3. Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian

ikat dengan benang yang dapat diserap.

4. Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling

distal terhadap operator.


5. Khusus pada rupture perineum komplit (hingga anus dan

sebagian rectum) dilakukan penjahitan lapis demi lapis

dengan bantuan busi pada rectum, sebagai berikut :

 Setelah prosedur aseptic-antiseptic pasang busi

rectum hingga ujung robekan.

 Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan

jahitan dan simpul submukosa, menggunakan

benang poliglikolik no.2/0 (Dexon/Vicryl) hingga ke

sfingter ani. Jepit kedua sfingter ani dengan klem

dan jahit dengan benang no. 2/0.

 Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan

submukosa dengan benang yang sama (atau

chromic 2/0) secara jelujur.

 Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara

submukosa dan sub kutikuler.

 Berikan antibiotic profilaksis (ampicillin 2gr dan

metronidazol 1gr per oral). Terapi penuh antibiotika

hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau

dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-

tanda infeksi yang jelas (Sarwono, 2006).

Penanganan Robekan Servik


 Robekan servik sering terjadi pada sisi lateral karena

servik yang terjulur, akan mengalami robekan pada

posisi spina isciadika tertekan oleh kepala bayi.

 Bila kontraksi uterus baik, placenta lahir lengkap, tapi

terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian

lateral bawah kiri dan kanan dari porsio.

 Jepitkan klem ovum pada kedua sisi portio yang

robek sehingga perdarahan dapat segera dihentikan.

Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai

robekan lain, lakukan penjahitan. Jahitan dimulai dari

ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga

semua robekan dapat dijahit.

 Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien, kontraksi

uterus, tinggi fundus uteri, dan perdarahan pasca

tindakan.

 Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui

tanda-tanda infeksi.

 Bila terjadi defisit cairan, lakukan restorasi dan bila

kadar hb dibawah 8gr%, berikan tranfusi darah

(Sarwono, 2006).
5) Inversio Uteri

Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri

masuk ke dalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau

terjadi perlahan (Manuaba, 1998).

Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum

uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam

kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-

tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Sebab

inversio uteri yang tersering adalah kesalahan dalam memimpin

kala III, yaitu menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali

pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya.

Menurut perkembangannya inversio uteri dibagi dalam

beberapa tingkat (Wiknjosastro, 2005) :

1. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum

keluar dari ruang tersebut

2. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina

3. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian

besar terletak di luar vagina.

Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu

jelas. Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak awal tumbuh

dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa

menyebabkan syok.
b. Pencegahan Perdarahan Postpartum Primer

Penanganan terbaik perdarahan postpartum adalah

pencegahan. Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga

pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah

penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu

bersalin, namun sudah dimulai sejak wanita hamil dengan

antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal memberikan

manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini,

sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah

dalam pertolongan persalinannya

a. Manajemen Aktif Kala III

Manajemen aktif persalinan kala III terdiri atas intervensi

yang direncanakan untuk mempercepat pelepasan plasenta

dengan meningkatkan kontraksi rahim dan untuk mencegah

perdarahan pasca persalinan dengan menghindari atonia uteri,

komponennya adalah (Shane, 2002) :

1) Memberikan obat uterotonika (untuk kontraksi rahim) dalam

waktu dua menit setelah kelahiran bayi

Penyuntikan obat uterotonika segera setelah melahirkan

bayi adalah salah satu intervensi paling penting yang digunakan

untuk mencegah perdarahan pasca persalinan.

2) Menjepit dan memotong tali pusat segera setelah

melahirkan
Pada manajemen aktif persalinan kala III, tali pusat segera

dijepit dan dipotong setelah persalinan, untuk memungkinkan

intervensi manajemen aktif lain. Penjepitan segera dapat

mengurangi jumlah darah plasenta yang dialirkan pada bayi

yang baru lahir. Diperkirakan penjepitan tali pusat secara dini

dapat mencegah 20% sampai 50% darah janin mengalir dari

plasenta ke bayi. Berkurangnya aliran darah mengakibatkan

tingkat hematokrit dan hemoglobin yang lebih rendah pada bayi

baru lahir, dan dapat mempunyai pengaruh anemia zat besi

pada pertumbuhan bayi. Satu kemungkinan manfaat bagi bayi

pada penjepitan dini adalah potensi berkurangnya penularan

penyakit dari darah pada kelahiran seperti HIV.

3) Melakukan penegangan tali pusat terkendali sambil secara

bersamaan melakukan tekanan terhadap rahim melalui

perut

Penegangan tali pusat terkendali mencakup menarik tali

pusat ke bawah dengan sangat hati-hati begitu rahim telah

berkontraksi, sambil secara bersamaan memberikan tekanan ke

atas pada rahim dengan mendorong perut sedikit di atas tulang

pinggang. Dengan melakukannya hanya selama kontraksi

rahim, maka mendorong tali pusat secara hati-hati ini membantu

plasenta untuk keluar. Tegangan pada tali pusat harus

dihentikan setelah 30 atau 40 detik bila plasenta tidak turun,


tetapi tegangan dapat diusahakan lagi pada kontraksi rahim

yang berikut.

c. Beberapa Faktor yang Memengaruhi Perdarahan Postpartum

Primer

a. Umur

Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman

untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian

maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20

tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal

yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat

kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2008)

b. Paritas

Paritas merupakan faktor risiko yang memengaruhi

perdarahan postpartum primer. Pada paritas yang rendah (paritas

1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi

persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani

komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas.

Sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan dan

melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah

sehingga besar risiko komplikasi kehamilan (Manuaba, 2010).

c. Jarak Antar Kelahiran


Bila jarak kehamilan dan persalinan ibu kurang dari 2 tahun maka

kondisi rahim belum pulih secara sempurna, yang dapat

meningkatkan resiko perdarahan peda persalinan berikutnya.

d. Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya

Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan

dengan hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat

persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap

terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung.

Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin,

eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit atau

lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan

antepartum dan postpartum.

e. Anemia

Anemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu dan

meninggikan frekuensi komplikasi kehamilan serta persalinan.

Anemia juga menyebabkan peningkatan risiko perdarahan pasca

persalinan. Rasa cepat lelah pada penderita anemia disebabkan

metabolisme energi oleh otot tidak berjalan secara sempurna

karena kekurangan oksigen. Selama hamil diperlukan lebih banyak

zat besi untuk menghasilkan sel darah merah karena ibu harus

memenuhi kebutuhan janin dan dirinya sendiri dan saat bersalin ibu

membutuhkan hemoglobin untuk memberikan energi agar otot-otot

uterus dapat berkontraksi dengan baik (Manuaba, 2010) .


DAFTAR PUSTAKA
 Williams Obstretics 21 st Ed: F.Gary Cunningham (April 27,2001)
 Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB : Ida Bagus Gde
Manuaba dkk, 2010
 Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal : Sarwono Prawirohardjo, 2006
 Ilmu Kebidanan : Sarwono Prawirohardjo, 2008
 Israr, Yayan A dkk. 2008. Perdarahan Postpartum (Postpartum
Haemorrhagic). Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. http://belibis-
a17.com/2008/09/29/perdarahan-postpartum-post-partum-
hemorrhagic/
 ________ . 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

PERDARAHAN POSTPARTUM DINI


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok
mata kuliah askeb lanjut I
Dosen Pengampu: Dwiana Estiwidani. SST, MPH
Kelompok 7 :

1. Dessy Nur Septiani (P07123411005)


2. Farida Nur Aini (P07123411007)
3. Rizki Amalia (P07123411028)

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN KLINIK


KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
2012

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kematian dan kesakitan akibat komplikasi kehamilan, persalinan,

dan masa nifas saat ini didunia masih sangat tinggi. Tahun 2007 setiap

1 menit di dunia seorang ibu meninggal dunia. Dengan demikian dalam

1 tahun ada sekitar 600.000 orang ibu meninggal saat melahirkan.

Sedangkan di Indonesia dalam 1 jam terdapat 2 orang ibu meningal

karena komplikasi kehamilan, persalinan dan massa nifas.

Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia yaitu akibat

perdarahan 28%, eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Adapun

penyebab tidak langsung kesakitan dan kematian ibu adalah kejadian

anemia pada ibu hamil sekitar 50% dan ibu nifas 49% serta karena

kurang protein.

Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic

(PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat

implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya,

atau keduanya.

Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap

tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai

meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4

jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil

akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.

Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah

sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi

perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang


keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya

mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002)

adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka

tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.

Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus

dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk

plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus

genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post

partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia

uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang

keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi (Israr,

2008).

2. Identifikasi Masalah

Kematian dan kesakitan akibat komplikasi kehamilan, persalinan,

dan masa nifas saat ini didunia masih sangat tinggi, setiap 1 menit di

dunia seorang ibu meninggal yang berarti dalam 1 tahun ada sekitar

600.000 orang ibu meninggal saat melahirkan. Sedangkan di

Indonesia dalam 1 jam terdapat 2 orang ibu meningal karena

komplikasi kehamilan, persalinan dan massa nifas sebagi akibat

perdarahan 28%, eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Adapun

penyebab tidak langsung kesakitan dan kematian ibu adalah kejadian


anemia pada ibu hamil sekitar 50% dan ibu nifas 49% serta karena

kurang protein.

3. Tujuan
Memberikan gambaran tentang perdarahan pot partum primer dan

penatalaksanaannya agar dapat digunakan sebagai referensi dalam

pelaksanaan tindakan kebidanan di lapangan.

4. Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah dengan diberikannya informasi
tentang perdarahan postpartum dini dari penyebab sampai cara
penangannya sehingga bisa dilakukan antisipasi atau pencegahannya
oleh tenaga kesehatan (bidan).

Anda mungkin juga menyukai