LANDASAN TEORI
1.1 Definisi Ulkus Diabetikum
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit.
Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum
juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan
neuropati perifer (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus
sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes.
Kadar LDL (bahaya >160mg/dl) yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding
pembuluh darah (Zaidah, 2005).
Luka kaki diabetes adalah penyebab hilangnya anggota tubuh pada pasien
diabetes yang disebabkan oleh banyak faktor, termasuk deformitas, neuropati
sensori, kondisi kulit yang tidak sehat dan infeksi (Pei, 2013).
Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau
destruksi ke jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes
Mellitus (DM) akibat abnormalitas saraf dan gangguan pembuluh darah arteri
perifer (Rizky, 2015).
Ulkus merupakan komplikasi dari Diabetes Mellitus (DM) yang diawali
dengan infeksi superficial pada kulit penderita. Kadar glukosa darah yang tinggi
menjadi tempat strategis perkembangan bakteri (Abidah, 2016).
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik Diabetes Melitus
(Sudoyo, 2009). Masalah khusus pada pasien ini adalah berkembangnya ulkus
pada kaki dan tungkai bawah. Ulkus terutama terjadi karena distribusi tekanan
abnormal sekunder karena neuropati diabetik. Kemungkinan lain ulkus diawali
pemakaian sepatu yang tidak pas dan tertusuk benda asing seperti jarum dan paku
pada pasien dengan defisit sensori yang menghalangi pasien mengalami nyeri
(Isselbacher, 2000).
Berdasarkan beberapa definsi diatas, dapat disimpulkan Ulkus Diabetikum
merupakan merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin
manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu
rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan (perangkai),
yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri
dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik
pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein
reseptor yang besar di dalam membran sel.
Insulin di sintesis sel betha pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam
butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin
dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar
glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat
cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan
hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda.
Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport
glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel
lemak.
b. Obesitas.
Pada obesitas dengan index massa tubuh ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan
IMT (index massa tubuh) ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang
berlebih akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin
melebihi 10 μU/ml, keadaan \ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat
menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga
terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang
menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus / ganggren sebagai bentuk
dari kaki diabetes.
f. Kebiasaan Merokok.
Pada penderita diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per
hari mempunyai risiko 3x untuk menjadi ulkus kaki diabetes dibandingkan
dengan penderita diabetes mellitus yang tidak merokok. Kebiasaan
merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat
menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan
agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga
lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan
mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat
insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis,
poplitea, dan tibialis juga akan menurun
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi
dua golongan :
a. Kaki Diabetik akibat Iskemia (KDI)
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI : Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat, pada
perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh darah kurang kuat, dan didapatkan
ulkus sampai gangren.
b. Kaki Diabetik akibat Neuropati (KDN)
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa,
oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
Gambar 1.8
1.9 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi 3
bagian yaitu:
a. Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas
Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa
daerah yang menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area kaput
2) Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses
atau infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh
adanya anemia. Adanya insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan
anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.
b. Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin
dan kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi
glukosa dan fungsi ginjal.
c. Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume
Recording (PVR) atau plethymosgrafi.
3) Pemeriksaan Radiologis
a. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan
demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya osteomielitis.
b. Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging
(MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis
abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk
membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.
2) Debridemen
Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan
nekrotik, karena luka tidak akan sembuh bila masih terdapat
jaringan nonviable, debris dan fistula. Tindakan debridemen juga dapat
menghilangkan koloni bakteri pada luka. Saat ini terdapat beberapa jenis
debridemen yaitu autolitik, enzimatik, mekanik, biologik dan tajam.
Debridemen dilakukan terhadap semua jaringan lunak dan tulang
yang nonviable. Tujuan debridemen yaitu untuk mengevakuasi jaringan yang
terkontaminasi bakteri, mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat
mempercepat penyembuhan, menghilangkan jaringan kalus serta mengurangi
risiko infeksi lokal. Debridemen yang teratur dan dilakukan secara terjadwal
akan memelihara ulkus tetap bersih dan merang-sang terbentuknya jaringan
granulasi sehat sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan ulkus.
3) Perawatan luka
Prinsip perawatan luka yaitu mencipta-kan lingkungan moist wound
healing atau menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan lembab. Bila ulkus
memroduksi sekret banyak maka untuk pembalut (dress-ing) digunakan yang
bersifat absorben. Sebaliknya bila ulkus kering maka digunakan pembalut
yang mampu melembabkan ulkus. Bila ulkus cukup lembab, maka dipilih
pembalut ulkus yang dapat mempertahan-kan kelembaban.
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR
Melakukan tindakan perawatan: mengganti balutan,
PENGERTIAN
membersihkan luka pada luka kotor.
1) Mencegah infeksi.
TUJUAN
2) Membantu Penyembuhan luka.
PETUGAS Perawat
Bak Instrumen yang berisi :
1. Pinset Anatomi
2. Pinset Chirurgis
3. Gunting Debridemand
4. Kasa Steril
5. Kom: 3 buah
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam dan menyapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga
atau klien
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.
C. Tahap Kerja
1. Menjaga Privasi klien
2. Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas
3. Membuka peralatan
PROSEDUR 4. Memakai sarung tangan
PELAKSANAAN 5. Membasahi plaster dengan alkohol/wash bensin dan buka
dengan menggunakan pinset
6. Membuka balutan lapis terluar
7. Membersihkan sekitar luka dan bekas plester
8. Membuka balutan lapis dalam
9. Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan
pus
10. Melakukan debridement
11. Membersihkan luka dengan menggunakan cairan NaCl
12. Melakukan kompres desinfektant dan tutup dengan kassa
13. Memasang plester atau perban
14. Merapikan pasien
D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
2. Berpamitan dengan klien