Anda di halaman 1dari 27

BAB I

LANDASAN TEORI
1.1 Definisi Ulkus Diabetikum
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit.
Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum
juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan
neuropati perifer (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus
sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes.
Kadar LDL (bahaya >160mg/dl) yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding
pembuluh darah (Zaidah, 2005).
Luka kaki diabetes adalah penyebab hilangnya anggota tubuh pada pasien
diabetes yang disebabkan oleh banyak faktor, termasuk deformitas, neuropati
sensori, kondisi kulit yang tidak sehat dan infeksi (Pei, 2013).
Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau
destruksi ke jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes
Mellitus (DM) akibat abnormalitas saraf dan gangguan pembuluh darah arteri
perifer (Rizky, 2015).
Ulkus merupakan komplikasi dari Diabetes Mellitus (DM) yang diawali
dengan infeksi superficial pada kulit penderita. Kadar glukosa darah yang tinggi
menjadi tempat strategis perkembangan bakteri (Abidah, 2016).
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik Diabetes Melitus
(Sudoyo, 2009). Masalah khusus pada pasien ini adalah berkembangnya ulkus
pada kaki dan tungkai bawah. Ulkus terutama terjadi karena distribusi tekanan
abnormal sekunder karena neuropati diabetik. Kemungkinan lain ulkus diawali
pemakaian sepatu yang tidak pas dan tertusuk benda asing seperti jarum dan paku
pada pasien dengan defisit sensori yang menghalangi pasien mengalami nyeri
(Isselbacher, 2000).
Berdasarkan beberapa definsi diatas, dapat disimpulkan Ulkus Diabetikum
merupakan merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab

Keperawatan Semester 5 Page 1


utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Ulkus
Diabetikum disebabkan oleh banyak faktor, termasuk deformitas, neuropati
sensori, kondisi kulit yang tidak sehat dan infeksi. Ulkus Diabetikum diawali
dengan infeksi superficial pada kulit penderita. Kadar glukosa darah yang tinggi
menjadi tempat strategis perkembangan bakteri. Adanya kuman saprofit tersebut
menyebabkan ulkus berbau.

1.2 Anatomi dan Fisiologi


Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15
cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata
60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia.
Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang
dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan
embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan
epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1) Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2) Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar,
tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari
pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 %
dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan
besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak
adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di
pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.

Keperawatan Semester 5 Page 2


Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
 Sel – sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ;
memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik,
suatu hormon yang mempunyai “anti insulin like activity“
 Sel – sel B (betha), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat
insulin.
 Sel – sel D (delta), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat
somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur
dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini
nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah
kapiler. Pada penderita DM, sel betha sering ada tetapi berbeda
dengan sel betha yang normal dimana sel betha tidak menunjukkan
reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin
manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu
rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan (perangkai),
yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri
dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik
pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein
reseptor yang besar di dalam membran sel.
Insulin di sintesis sel betha pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam
butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin
dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar
glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat
cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan
hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda.
Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport
glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel
lemak.

Keperawatan Semester 5 Page 3


1.3 Prevalensi
Beberapa penelitian di Indonesia melaporkan bahwa angka kematian
ulkus gangren pada penyandang diabetes melitus berkisar 17%-32%, sedangkan
angka laju amputasi berkisar antara 15%-30%. Para ahli diabetes memperkirakan
½ sampai ¾ kejadian amputasi dapat dihindarkan dengan perawatan kaki yang
baik.
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi
Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care,
2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh
bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun
di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan,
DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%
Penderita diabetes mempunyai resiko 15% terjadinya ulkus kaki diabetik
pada masa hidupnya dan resiko terjadi kekambuahan dalam 5 tahun sebesar 70%.
Penderita diabetes meningkat setiap tahunnya. Di Indonesia dilaporkan sebanyak
8,4 juta jiwa pada tahun 2001, meningkat menjadi 14 juta tahun 2006 dan
diperkirakan menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2020. Indonesia menduduki
peringkat ke-4 dengan jumlah diabetes terbanyak setelah India (31,7juta jiwa),
China(20,8juta jiwa), Amerika Serikat (17,7juta jiwa).
Hasil survey Departemen Kesehatan angka kejadian dan komplikasi DM
cukup tersebar sehingga dikatakan sebagai masalah nasional yang harus mendapat
perhatian karena komplikasinya sangat mengganggu kualitas penderita. Angka
kematian ulkus pada penyandang DM berkisar antar 17-32%, sedangkan laju
amputasi berkisar antara 15-30%.
Para ahli DM memperkirakan ½ sampai ¾ kejadian amputasi dapat
dihindarkan dengan perawatan luka yang baik, lebih dari satu juta amputasi
dilakukan pada penyandang luka diabetes khususnya diakibatkan oleh ulkus
gangren diseluruh dunia (Depkes, 2010) (Kristiyaningrum, Indanah, Suwarto
tahun 2012).

Keperawatan Semester 5 Page 4


1.4 Etiologi
Faktor-faktor penyebab yang berpengaruh atas terjadinya ulkus
diabetikum dibagi menjadi faktor endogen dan eksogen :
a. Faktor Endogen : genetik metabolik, angiopati diabetik, neuropati diabetik
b. Faktor Eksogen : traum, infeksi, obat-obatan
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga mengalami trauma
tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik
juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki sehingga merubah titik tumpu
yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Adanya angiopati tersebut akan
menyebabkan terjadinya penurunan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga
menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 2001).

1.5 Faktor Resiko


Faktor resiko terjadi ulkus diabetikum yang menjadi gambaran dari
kaki diabetes pada penderita diabetes mellitus terdiri atas faktor-faktor risiko
yang tidak dapat diubah dan faktor-faktor risiko yang dapat diubah (Tambunan,
2006; Waspadji, 2006).
1.5.1 Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
a. Umur ≥ 60 tahun.
Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses
aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga
kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi
kurang optimal. Proses aging menyebabkan penurunan sekresi atau
resistensi insulin sehingga terjadi makroangiopati, yang akan
mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah
besar atau sedang ditungkai yang lebih mudah terjadi ulkus kaki diabetes.

b. Terjadinya gangguan neurophati perifer Lama DM ≥ 10 tahun.


Ulkus kaki diabetes terutama terjadi pada penderita diabetes
mellitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa

Keperawatan Semester 5 Page 5


darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan
dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati dan mikroangiopati
yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan / luka pada kaki penderita
diabetes mellitus yang sering tidak dirasakan karena terjadinya gangguan
neurophati perifer

1.5.2 Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah, (termasuk kebiasaan dan


gaya hidup):
a. Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi
gangguan mikro sirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut
syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak
dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat
kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi
berkurang, kulit kering dan mudah robek. Neuropati perifer berupa
hilangnya sensasi rasa yang berisiko tinggi menjadi penyebab terjadinya
lesi yang kemudian berkembang menjadi ulkus kaki diabetes.

b. Obesitas.
Pada obesitas dengan index massa tubuh ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan
IMT (index massa tubuh) ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang
berlebih akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin
melebihi 10 μU/ml, keadaan \ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat
menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga
terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang
menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus / ganggren sebagai bentuk
dari kaki diabetes.

Keperawatan Semester 5 Page 6


c. Hipertensi
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita diabetes mellitus
karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya
aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang
tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan
lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap
makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang
berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan
yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus.

d. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) Tidak Terkontrol.


Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk
dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin
dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 %
akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah
yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi
pada dinding sel otot polos sub endotel.

e. Kadar Glukosa Darah Tidak Terkontrol.


Pada penderita diabetes mellitus sering dijumpai adanya
peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan
konsentrasi HDL (highdensity - lipoprotein) sebagai pembersih plak
biasanya rendah ( ≤ 45 mg/dl). Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl, kolesterol
total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya
sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta
cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya
aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan
lumen pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi
jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai
dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis,
tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.

Keperawatan Semester 5 Page 7


Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang
biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.

f. Kebiasaan Merokok.
Pada penderita diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per
hari mempunyai risiko 3x untuk menjadi ulkus kaki diabetes dibandingkan
dengan penderita diabetes mellitus yang tidak merokok. Kebiasaan
merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat
menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan
agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga
lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan
mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat
insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis,
poplitea, dan tibialis juga akan menurun

g. Ketidakpatuhan Diet DM.


Kepatuhan diet diabetes mellitus merupakan upaya yang sangat
penting dalam pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan
trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah komplikasi
kronik, seperti ulkus kaki diabetes. Kepatuhan diet penderita diabetes
mellitus mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan
berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik,
menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid,meningkatkan
sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah

h. Kurangnya Aktivitas Fisik.


Aktivitas fisik (olahraga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan
sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan
kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik
diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30
menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif

Keperawatan Semester 5 Page 8


terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat
badan. Aktivitas fisik yang dilakukan termasuk senam kaki. Senam kaki
dapat membantu memperbaiki sirkualsi darah dan memperkuat otot - otot
kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas),
selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha
(Gastrocnemeus, Hamsring, Quadriceps) dan juga mengatasi keterbatasan
gerak sendi.

i. Pengobatan Tidak Teratur.


Pengobatan rutin dan pengobatan intensif akan dapat mencegah
dan menghambat timbulnya komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika.
Sampai pada saat ini belum ada obat yang dapat dianjurkan secara tepat
untuk memperbaiki vaskularisasi perifer pada penderita Diabetes Mellitus,
namun bila dilihat dari penelitian tentang kelainan akibat arterosklerosis
ditemapt lain seperti jantung dan otak, obat seperti aspirin dan lainnya
yang sejenis dapat digunakan pada pasien Diabetes Mellitus meskipun
belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan penggunaan secara
rutin

j. Perawatan Kaki Tidak Teratur.


Perawatan kaki penderita diabetes mellitus yang teratur akan
mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Acuan
dalam perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus yaitu meliputi
seperti selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, membersihkan dan
mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku dengan memakai
sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati terutama
diantara jari-jari kaki, memakai krem kaki yang baik pada kulit yang
kering atau tumit yang retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan
menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem sorbolene), tidak memakai
bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-retak.
menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki
secara lurus dan kemudian mengikir agar licin.

Keperawatan Semester 5 Page 9


Memotong kuku lebih mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu
kuku lembut, kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya
diobati oleh podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa,
yang bias tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki, jangan
menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati
hanya oleh podiatrist, memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah
terdapat kalus, bula, luka dan lecet dan menghindari penggunaan air panas
atau bantal panas.

k. Penggunaan Alas Kaki Tidak Tepat


Penderita diabetes mellitus tidak boleh berjalan tanpa alas kaki
karena tanpa menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi
trauma yang mengakibatkan ulkus kaki diabetes yang diawali dari
timbulnya lesi pada tungkai kaki, terutama apabila terjadi neuropati yang
mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang. Pencegahan dalam
faktor mekanik dengan memberikan alas kaki yang pas dan nyaman untuk
penderita diabetes mellitus.
Penggunaan alas kaki yang tepat harus memperhatikan hal hal
berupa tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir, memakai
sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman dipakai,
sebelum memakai sepatu, memerika sepatuterlebih dahulu, kalau ada batu
dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka
terhadap kulit, sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk
ibu jari kaki) dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki, sepatu baru harus
dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati, memakai kaus kaki yang
bersih dan mengganti setiap hari, kaus kaki terbuat dari bahan wol atau
katun. Jangan memakai bahan sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki
berkeringat dan memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.

Keperawatan Semester 5 Page 10


1.6 Klasifikasi
Menurut Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan yaitu :
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw, callus”.
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi
dua golongan :
a. Kaki Diabetik akibat Iskemia (KDI)
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI : Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat, pada
perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh darah kurang kuat, dan didapatkan
ulkus sampai gangren.
b. Kaki Diabetik akibat Neuropati (KDN)
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa,
oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

1.7 Manifestasi Klinik


Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu: Pain (nyeri), Paleness (kepucatan),

Keperawatan Semester 5 Page 11


Paresthesia (kesemutan), Pulselessness (denyut nadi hilang) dan Paralysis
(lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari Fontaine, 1992:
 Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
 Stadium II : terjadi klaudikasio (rasa sakit yang disebabkan oleh aliran
darah terlalu sedikit yang bersifat intermiten).
 Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
 Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2001: 1220). Sedangkan tanda dan gejala lainnya
adalah sebagai berikut:
1. Sering kesemutan
2. Nyeri kaki saat istirahat
3. Sensasi rasa berkurang
4. Kerusakan jaringan (nekrosis)
5. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis
6. Tibialis (neuralgia tibialis posterior) adalah nyeri di pergelangan kaki
dan jari kaki yang disebabkan oleh penekanan atau kerusakan pada saraf
yang menuju ke tumit dan telapak kaki.
7. Aneurisma arteri poplitea adalah tonjolan abnormal yang muncul pada
dinding arteri pada daerah dibelakang sendi lutut yang dapat
menimbulkan masalah gumpalan darah dan menutup aliran darah
sepenuhnya.
8. Kaki menjadi atrofi
9. Dingin dan kuku menebal
10. Kulit kering

Keperawatan Semester 5 Page 12


1.8 Patofisiologi

Gambar 1.8
1.9 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi 3
bagian yaitu:
a. Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas
Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa
daerah yang menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area kaput

Keperawatan Semester 5 Page 13


metatarsal di telapak, ujung jari yang menonjol (pada jari pertama dan
kedua).
Ulkus dapat timbul pada malleolus (mata kaki) karena pada daerah
ini sering mendapatkan trauma. Kelainan-kelainan lain yang ditemukan
pada pemeriksaa fisik: Callus hipertropik, Kuku yang rapuh/pecah,
Hammertoes (deformitas kaki di mana tikungan kaki ke bawah pada sendi
tengah, menyebabkan ia menyerupai palu), Fissure.

b. Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler


Pemeriksaan fisik memperlihatkan hilangnya atau menurunnya
nadi perifer dibawah level tertentu. Penemuan lain yang berhubungan
dengan penyakit aterosklerosis meliputi adanya bunyi bising (bruit) pada
arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit, hilangnya rambut pada kaki,
sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemia, kedua kaki pucat pada
saat kaki diangkat setinggi jantung selama 1-2 menit. Pemeriksaan
vaskuler noninvasif meliputi pengukuran oksigen transkutan,
anklebrachial index (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI merupakan
pemeriksaan noninvasif yang dengan mudah dilakukan dengan
menggunakan alat Doppler.
Cuff tekanan dipasang pada lengan atas dan dipompa sampai nadi
pada brachialis tidak dapat dideteksi Doppler. Cuff kemudian dilepaskan
perlahan sampai Doppler dapat mendeteksi kembali nadi brachialis.
Tindakan yang sama dilakukan pada tungkai, dimana cuff dipasang pada
calf distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis pedis atau arteri
tibialis posterior. ABI didapatkan dari tekanan sistolik ankle dibagi
tekanan sistolik brachialis.Normalnya Pada keadaan normal, nilai ABI
berkisar antara 0,9-1,30, sedangkan nilai ABI < 0,9 dapat menegakkan
diagnosis PAD (peripheral artery disease).

c. Kemungkinan neuropati perifer


Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan
posisi, hilangnya reflek tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop

Keperawatan Semester 5 Page 14


(keterbatasan atau ketidakmampuan untuk mengangkat bagian depan kaki
yang mengacu kepada kelemahan otot-otot yang memungkinkan seseorang
untuk melenturkan pergelangan kaki dan jari kaki), atrofi otot, dan
pemembentukan calus hipertropik khususnya pada daerah penekanan
misalnya pada tumit. Status neurologis dapat diperiksa dengan
menggunakan monofilament Semmes Weinsten (salah satu alat berbentuk
benang untuk mengukur ketajaman luka) untuk mengetahui apakah
penderita masih memiliki “sensasi protektif”, Pemeriksaan menunjukkan
hasil abnormal jika penderita tidak dapat merasakan sentuhan
monofilamen ketika ditekankan pada kaki dengan tekanan yang cukup
sampai monofilamen bengkok.

2) Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses
atau infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh
adanya anemia. Adanya insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan
anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.
b. Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin
dan kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi
glukosa dan fungsi ginjal.
c. Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume
Recording (PVR) atau plethymosgrafi.

3) Pemeriksaan Radiologis
a. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan
demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya osteomielitis.
b. Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging
(MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis
abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk
membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.

Keperawatan Semester 5 Page 15


c. Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil
false positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-
IabeIed ciprofolxacin sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis.
d. Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler
atau endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan
makna penyakit atherosklerosis. Resiko yang berkaitan dengan injeksi
kontras pada angiografi konvensional berhubungan dengan suntikan dan
agen kontras.

1.10 Penatalaksanaan Medis


Tujuan utama pengelolaan Ulkus diabetikum (UKD), yaitu untuk
mengakses proses kearah penyembuhan luka secepat mungkin karena perbaikan
dari ulkus kaki dapat menurunkan kemungkinan terjadinya amputasi dan ke-
matian pasien diabetes. Secara umum pengelolaan UKD meliputi penanganan
iskemia, debridemen, penanganan luka, menurunkan tekanan plantar pedis (off-
loading), penanganan bedah, penanganan komorbidi-tas dan menurunkan risiko
kekambuhan serta pengelolaan infeksi
1) Penanganan Iskemia
Perfusi arteri merupakan hal penting dalam proses penyembuhan dan
harus dini-lai awal pada pasien UKD. Penilaian kom-petensi vaskular pedis
pada UKD seringkali memerlukan bantuan pemeriksaan penun-jang seperti
MRI angiogram, doppler maupun angiografi. Pemeriksaan sederhana se-perti
perabaan pulsasi arteri poplitea, tibialis posterior dan dorsalis pedis dapat
dilakukan pada kasus UKD kecil yang ti-dak disertai edema ataupun selulitis
yang luas. Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh bahkan dapat
menyerang tempat lain di kemudian hari bila penyempitan pembuluh darah
kaki tidak diatasi.
Bila pemeriksaan kompetensi vaskular menunjukkan adanya
penyumbatan, bedah vaskular rekonstruktif dapat meningkatkan prognosis dan
selayaknya diperlukan sebelum dilakukan debridemen luas atau amputasi
parsial. Beberapa tindakan bedah vaskular yang dapat dilakukan antara lain

Keperawatan Semester 5 Page 16


angioplasti transluminal perkutaneus (ATP), tromboarterektomi dan bedah
pintas terbuka (by pass).
Berdasarkan penelitian, revaskularisasi agresif pada tungkai yang
mengalami iskemia dapat menghin-darkan amputasi dalam periode tiga tahun
sebesar 98%. Bedah bypass dilaporkan efektif untuk jangka panjang.
Kesintas-an (survival rate) dari ekstremitas bawah dalam 10 tahun pada
mereka yang memakai prosedur bedah bypass lebih dari 90%. Penggunaan
antiplatelet ditujukan terhadap keadaan insufisiensi arteri perifer untuk
memperlambat progresifitas sumbat-an dan kebutuhan rekonstruksi pembuluh
darah.

2) Debridemen
Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan
nekrotik, karena luka tidak akan sembuh bila masih terdapat
jaringan nonviable, debris dan fistula. Tindakan debridemen juga dapat
menghilangkan koloni bakteri pada luka. Saat ini terdapat beberapa jenis
debridemen yaitu autolitik, enzimatik, mekanik, biologik dan tajam.
Debridemen dilakukan terhadap semua jaringan lunak dan tulang
yang nonviable. Tujuan debridemen yaitu untuk mengevakuasi jaringan yang
terkontaminasi bakteri, mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat
mempercepat penyembuhan, menghilangkan jaringan kalus serta mengurangi
risiko infeksi lokal. Debridemen yang teratur dan dilakukan secara terjadwal
akan memelihara ulkus tetap bersih dan merang-sang terbentuknya jaringan
granulasi sehat sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan ulkus.

3) Perawatan luka
Prinsip perawatan luka yaitu mencipta-kan lingkungan moist wound
healing atau menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan lembab. Bila ulkus
memroduksi sekret banyak maka untuk pembalut (dress-ing) digunakan yang
bersifat absorben. Sebaliknya bila ulkus kering maka digunakan pembalut
yang mampu melembabkan ulkus. Bila ulkus cukup lembab, maka dipilih
pembalut ulkus yang dapat mempertahan-kan kelembaban.

Keperawatan Semester 5 Page 17


Disamping bertujuan untuk menjaga kelembaban, penggunaan
pembalut juga se-layaknya mempertimbangkan ukuran, ke-dalaman dan lokasi
ulkus.Untuk pemba-lut ulkus dapat digunakan pembalut kon-vensional yaitu
kasa steril yang dilembab-kan dengan NaCl 0,9% maupun pembalut modern
yang tersedia saat ini. Beberapa jenis pembalut modern yang sering
dipakaidalam perawatan luka, seperti: hydrocol-loid, hydrogel, calcium
alginate, foam dan sebagainya. Pemilihan pembalut yang akan digunakan
hendaknya senantiasa memper-timbangkan cost effective dan kemampuan
ekonomi pasien.

4) Menurunkan tekanan pada plantar pedis (off-loading)


Tindakan off-loading merupakan salah satu prinsip utama dalam
penatalaksanaan ulkus kronik dengan dasar neuropati. Tindakan ini bertujuan
untuk mengurangi tekanan pada telapak kaki. Tindakan off-loading dapat
dilakukan secara parsial maupun total. Mengurangi tekanan pada ulkus
neuropati dapat mengurangi trauma dan mempercepat proses penyembuhan
luka. Kaki yang mengalami ulkus harus sedapat mungkin dibebaskan dari
penekan-an. Sepatu pasien harus dimodifikasi sesuai dengan bentuk kaki dan
lokasi ulkus. Metode yang dipilih untuk off-loading tergantung dari
karakteristik fisik pasien, lokasi luka, derajat keparahan dan ketaatan pasien.

1.11 Proses Penyembuhan


Proses penyembuhan luka. Luka akan sembuh sesuai tahapan spesifik
yang dapat terjadi tumapang tindih.Fase penyembuhan luka dibagi menjadi tiga
fase yaitu :
a. Fase inflamasi
Fase inflamasi penyembuhan luka dimulai segera setelah terjadi kerusakan
jaringan dan fase awal hemostatis.
a) Hari ke 0 sampai 5
b) Respons segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan darah
untukmencegah kehilangan darah
c) Karateristik : tumor, rubor, dolor,color, functio laesa

Keperawatan Semester 5 Page 18


d) Fase awal terjadi hemostatis
e) Fase akhir terjadi fagositosis
f) Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.

b. Fase proliferasi atau epitelisasi


Fase proliferasi penyembuhan luka pada hari ke4 sampai 21 setelah terjadi
kerusakan jaringan/luka. Selama fase ini, jaringan granulasi menutup
permukaan luka dan keratosit bermigrasi untuk membantu penutupan luka
dengan jaringan epitel baru.
a) Hari ke 3 sampai 14
b) Disebut juga fase granulasi karena adanya pembentukan jaringan
granulasi, luka tampak merah segar, mengkilat.
c) Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : fibroblas, sel inflamasi,
pembuluh darah baru, fibronektin dan asam hialuronat.
d) Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan
lapisan epidermis pada tepian luka
e) Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi.

c. Fase maturasi atau remodelling


Fase remodelling penyembuhan luka pada hari ke 21 sampai 1 tahun
setelah terjadi kerusakan jaringan/luka. Fase ini merupakan fase terlama
penyembuhan luka, dimana fibrolas dan jaringan kolagen akan
memperkuat penyembuhan luka.
a) Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun
b) Terbentuk kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
c) Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya dengan
jaringan sebelumnya
d) Pengurangan bertahap aktivitas seluler dan vaskulerisasi jaringan yang
mengalami perbaikan.

Keperawatan Semester 5 Page 19


1.12 Komplikasi
Penelitian Hariani (2006) didapatkan ulkus diabetik memungkinkan
masuknya bakteri serta menimbulkan infeksi luka, apabila ulkus diabetik yang
tidak terawat dan tertangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi lebih
lanjut pada penderita ulkus diabetik, diantaranya amputasi anggota gerak, terjadi
infeksi tulang dan sepsis. Melihat data yang dijumpai pada hasil penelitian maka
resiko pasien yang mengalami ulkus diabetik semakin besar dengan kondisi
pasien. Kondisi banyaknya pasien yang mengalami ulkus diabetik perlu
mendapatkan perhatian perawat agar tidak terjadi komplikasi.

Keperawatan Semester 5 Page 20


BAB II
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
2.1 Standar Operasional Prosedur Perawatan Ulkus Diabetikum

PERAWATAN ULKUS DIABETIKUM

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR
Melakukan tindakan perawatan: mengganti balutan,
PENGERTIAN
membersihkan luka pada luka kotor.
1) Mencegah infeksi.
TUJUAN
2) Membantu Penyembuhan luka.
PETUGAS Perawat
Bak Instrumen yang berisi :
1. Pinset Anatomi
2. Pinset Chirurgis
3. Gunting Debridemand
4. Kasa Steril
5. Kom: 3 buah

Peralatan lain terdiri dari:


PERALATAN 1. Sarung tangan
2. Gunting Plester
3. Plester atau perekat
4. Alkohol 70%/ wash bensin
5. Desinfektant
6. NaCl 0,9%
7. Bengkok: 2 buah,1 buah berisi larutan desinfektan
8. Perban
9. Obat luka sesuai kebutuhan

Keperawatan Semester 5 Page 21


A. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan Verifikasi program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar

B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam dan menyapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga
atau klien
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.

C. Tahap Kerja
1. Menjaga Privasi klien
2. Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas
3. Membuka peralatan
PROSEDUR 4. Memakai sarung tangan
PELAKSANAAN 5. Membasahi plaster dengan alkohol/wash bensin dan buka
dengan menggunakan pinset
6. Membuka balutan lapis terluar
7. Membersihkan sekitar luka dan bekas plester
8. Membuka balutan lapis dalam
9. Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan
pus
10. Melakukan debridement
11. Membersihkan luka dengan menggunakan cairan NaCl
12. Melakukan kompres desinfektant dan tutup dengan kassa
13. Memasang plester atau perban
14. Merapikan pasien

D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
2. Berpamitan dengan klien

Keperawatan Semester 5 Page 22


3. Membereskan alat-alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar/ catatan keperawatan.

Keperawatan Semester 5 Page 23


BAB III
PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK
KETERLAMPILAN
NO ASPEK YANG DINILAI NILAI
0 1 2
A. ALAT
Bak Instrumen yang berisi :
1. Pinset Anatomi
2. Pinset Chirurgis
3. Gunting Debridemand
4. Kasa Steril
5. Kom: 3 buah

Peralatan lain terdiri dari:


1. Sarung tangan
2. Gunting Plester
3. Plester atau perekat
4. Alkohol 70%/ wash bensin
5. Desinfektant
6. NaCl 0,9%
7. Bengkok: 2 buah, 1 buah berisi larutan
desinfektan
8. Perban
9. Obat luka sesuai kebutuhan
B TAHAP PREINTERAKSI
1. Melakukan Verifikasi program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menempatkan alat di dekat pasien
dengan benar
C TAHAP INTERAKSI

Keperawatan Semester 5 Page 24


1. Memberikan salam dan menyapa nama
pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur
tindakan pada keluarga atau klien
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum
kegiatan dilakukan.
D TAHAP KERJA
1. Menjaga Privasi klien
2. Mengatur posisi pasien sehingga luka
dapat terlihat jelas
3. Membuka peralatan
4. Memakai sarung tangan
5. Membasahi plaster dengan alkohol atau
wash bensin dan buka dengan
menggunakan pinset
6. Membuka balutan lapis terluar
7. Membersihkan sekitar luka dan bekas
plester
8. Membuka balutan lapis dalam
9. Menekan tepi luka (sepanjang luka)
untuk mengeluarkan pus
10. Melakukan debridement
11. Membersihkan luka dengan
menggunakan cairan NaCl
12. Melakukan kompres desinfektant dan
tutup dengan kassa
13. Memasang plester atau perban
14. Merapikan pasien
E TAHAP TERMINASI
1. Melakukan evaluasi tindakan yang
dilakukan

Keperawatan Semester 5 Page 25


2. Berpamitan dengan klien
3. Membereskan alat-alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar/
catatan keperawatan.
Total

Keperawatan Semester 5 Page 26


BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Ulkus Diabetikum merupakan merupakan komplikasi kronik dari Diabetes
Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita
Diabetes. Ulkus Diabetikum disebabkan oleh banyak faktor, termasuk deformitas,
neuropati sensori, kondisi kulit yang tidak sehat dan infeksi. Ulkus Diabetikum
diawali dengan infeksi superficial pada kulit penderita. Kadar glukosa darah yang
tinggi menjadi tempat strategis perkembangan bakteri. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga mengalami trauma
tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik
juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki sehingga merubah titik tumpu
yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien.
Menurut Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan yaitu :
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw, callus”.
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Menurut hasil penelitian dari Hariani (2006) didapatkan ulkus diabetik
memungkinkan masuknya bakteri serta menimbulkan infeksi luka, apabila ulkus
diabetik yang tidak terawat dan tertangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi lebih lanjut pada penderita ulkus diabetik, diantaranya amputasi
anggota gerak, terjadi infeksi tulang dan sepsis.

Keperawatan Semester 5 Page 27

Anda mungkin juga menyukai