Disusun Oleh:
dr. M. Hidayat
Pendamping:
Narasumber:
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
0
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
2018/2019
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Tn. N
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 21 tahun
Suku bangsa/Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Langkahan
Tanggal masuk RS : 21 Januari 2019
Tanggal keluar RS : 24 Januari 2019
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama :
Demam tinggi sejak 5 hari SMRS
1
Satu hari SMRS, Os merasakan demamnya semakin tinggi, disertai
sakit kepala yang mulai dirasakan menyeluruh. Os juga
mengeluhkan mimisan sebanyak 4 kali. Kemudian Os dibawa ke
IGD RSU Cut Meutia pada malam harinya.
Status Generalis :
Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Kulit : Sawo matang, pucat pada ujung-ujung ekstremitas
Mata : Palpebra kanan dan kiri tidak cekung dan tidak
edema, konjungtiva kanan dan kiri pucat, sklera
kanan dan kiri tidak ikterik, pupil isokor diameter
3 mm.
Telinga : Bentuk daun telinga kanan dan kiri normal, liang
telinga kanan dan kiri tidak terdapat serumen dan
tidak terdapat cairan, membrane timpani intak.
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada,
sekret tidak ada, epistaksis tidak ada.
2
Mulut : Merah, mukosa bibir basah, sianosis tidak ada,
ginggivitis tidak ada
Tenggorokan : T1 – T1, faring tidak hiperemis.
Leher : Bentuk simetris, trakea ditengah, kelenjar tiroid
tidak teraba
Thoraks : Bentuk normal, gerak simetris saat statis dan
dinamis, retraksi tidak ada.
Paru
Inspeksi : Gerak simetris saat statis dan dinamis, retraksi
suprasternal dan subcosta tidak ada.
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing tidak ada, rhonki
tidak ada.
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula
kiri, tidak ada thrill
Perkusi : Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
Abdomen
Inspeksi : Datar, massa (-), venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Cembung, nyeri tekan di epigastrium (+), hepar
tidak teraba, Lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen
Ektremitas : Tidak ada edema, akral dingin, pucat (+),
purpura (+) pada ekstremitas inferior
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
3
Anus : tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan Neurologis
Brudzinki I : Negatif
Brudzinki II : Negatif
Kernig : Negatif
Darah Rutin
Imunologi/Serologi Widal
S. TYPHI H Negatif
4
Hematologi Nilai Nilai Rujukan
Darah Rutin
Darah Rutin
Hematokrit 51 42-52 %
V. RESUME
Pada anamnesis ditemukan :
5
Pasien laki-laki, 21 tahun , BB 70 kg, datang ke IGD RSU Cut Meutia dengan
keluhan utama panas tinggi mendadak 5 hari SMRS. Demam tinggi mendadak
disertai sakit kepala berat, lemas, mual, nyeri sendi dan mimisan.
Tanda-tanda vital :
- Nadi = 72 x/menit teraba kuat
angkat
- Pernapasan = 22 x/menit
- Suhu = 38,5°C
Status Generalis :
Kulit : Sawo matang, pucat pada ujung-ujung ekstremitas
Mata : Konjungtiva kanan dan kiri pucat
Abdomen : Cembung, nyeri tekan di epigastrium.
Ektremitas : Akral dingin, pucat, ptechie dan purpura pada
ekstremitas inferior
VII. TATALAKSANA
Medikamentosa
IVFD RL 20 gtt/i
Injeksi Anbacim 1gr/12 jam
Injeksi Santagesic 500mg/8 jam
Injeksi ondansetron /8 jam
Injeksi Ranitidin /12 jam
Injeksi Kalnex /8 jam
Non Medikamentosa :
• Periksa darah rutin per 12 jam
• Tirah baring
6
• Edukasi untuk banyak minum
• Pesan untuk orang tua/penunggu pasien jika pasien tampak gelisah,
lemah, kaki/tangan dingin, sakit perut, dan BAB hitam (tanda syok)
segera lapor ke dokter atau perawat
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
IX. FOLLOW UP
Tanggal FOLLOW UP
21 S = Nyeri kepala, nyeri sendi-sendi kaki, demam (+) mual (+) muntah
Januari (-) mimisan (+) BAB cair (-)
O = KU/KS = Tampak sakit sedang/compos mentis
2019
Nadi = 80 x/menit Nafas = 24 x/mnt
Suhu = 38,5 °C (aksila)
Kepala = Normocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata = Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT = Discharge (-), epistaksis (+), PCH (-), sekret (-), T1 – T1
tenang, faring hiperemis (-)
Mulut = Sianosis (-), gingivitis (-)
Jantung = BJ I – II murni regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen = BU (+) N, soepel, Nyeri tekan Epigastrium (+)
Ekstremitas = Akral dingin, ptechie (+) purpura (+)
A = DHF Grade II
P = Transfusi Trombosit
IVFD RL 20 gtt/i
Injeksi Anbacim 1gr/12 jam
Injeksi Santagesic 500mg/8 jam
Injeksi ondansetron /8 jam
Injeksi Ranitidin /12 jam
Injeksi Kalnex /8 jam
22 S = Nyeri kepala, nyeri sendi-sendi kaki, demam (+) mual (+) muntah
Januari
(-) mimisan (+) BAB cair (-)
2019 O = KU/KS = Tampak sakit ringan/compos mentis
7
Nadi = 80x/menit Nafas = 22x/mnt
Suhu = 37,6°C (aksila)
Kepala = Normocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata = Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT = Discharge (-), epistaksis (+), PCH tidak ada, sekret tidak
ada,
T1 – T1 tenang, faring hiperemis (-/-)
Mulut = Sianosis (-), gingivitis (-/-)
Jantung = BJ I – II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-)
Abdomen = BU (+) N, soepel, Nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas = Akral dingin, ptechie (+), purpura (+)
A = DHF Grade II
P = Transfusi Trombosit
IVFD RL 20 gtt/i
Injeksi Anbacim 1gr/12 jam
Injeksi Santagesic 500mg/8 jam
Injeksi ondansetron /8 jam
Injeksi Ranitidin /12 jam
Injeksi Kalnex /8 jam
23 S = Nyeri Kepala, demam (-), mual (-), mimisan (-), ptechie (↓),
Januari
purpura (↓)
2019 O = KU/KS = Tampak sakit ringan/compos mentis
N = 90x/menit RR = 24x/menit
S = 36,8°C (aksila)
Kepala = Normocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata = Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT = Discharge (-), epistaksis (-), PCH (-/-), secret (-/-), T1 –
T1 tenang, faring hiperemis (-)
Mulut = Sianosis (-), gingivitis (-)
Jantung = BJ I – II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-)
Abdomen = BU (+) N, supel
Ekstremitas = Akral hangat, ptechie (↓), purpura (↓)
A = DHF grade II
P = IVFD RL 20 gtt/i
Injeksi Anbacim 1gr/12 jam
Injeksi Santagesic 500mg/8 jam
Injeksi ondansetron /8 jam
Injeksi Ranitidin /12 jam
Injeksi Kalnex /8 jam
24 S = Keluhan (-), ptechie (↓), purpura (↓)
O = KU/KS = Baik/compos mentis
8
Januari N = 90x/menit RR = 24x/menit
S = 36,8°C (aksila)
2018
Kepala = Normocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata = Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT = Discharge (-), epistaksis (-), PCH (-/-), secret (-/-), T1 –
T1 tenang, faring hiperemis (-)
Mulut = Sianosis (-), gingivitis (-)
Jantung = BJ I – II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-)
Abdomen = BU (+) N, supel
Ekstremitas = Akral hangat, ptechie (↓), purpura (↓)
A = DHF grade II
P = IVFD RL 20 gtt/i
Injeksi Anbacim 1gr/12 jam
Injeksi Santagesic 500mg/8 jam
Injeksi ondansetron /8 jam
Injeksi Kalnex /8 jam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia, yakni dua hari sebelum panas hingga 5 hari setelah demam
timbul. Virus yang terdapat pada kelenjar liur kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10
haridan selanjutnya dapat ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan. Sekali virus masuk
dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus
(infektif) sepanjang hidupnya.2,8
2.2 Patogenesis
Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis
infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune
enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi sekunder oleh tipe virus
dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu dan menyebabkan
kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi virus dengue mengakibatkan terbentuknya
kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a
dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit (Ht),
penurunan natrium (Na) dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa. Pada pasien dengan
syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24-48 jam dan bila tidak ditangani secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia
yang dapat berakibat fatal.1,2
10
2.3 Perjalanan Penyakit
Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris, kritis, dan recovery
(penyembuhan) (gambar-1).5
a. Fase Febris
Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu tubuh
sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas. Fase ini biasanya
akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka kemerahan, eritema, nyeri seluruh
tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala. Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri
tenggorokan atau mata merah (injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan
penyakit lainnya secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini
meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat dijadikan
parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan tidak gawat. Oleh karena
itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning signs) dan parameter lain sangat penting
untuk mengenali progresi ke arah fase kritis.2,5,10Warning signs meliputi:5
11
walau lebih jarang.2,5,10Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif,
menandakan adanya peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2%
kasus DBD mempunyai hasil positif.2
Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam. Pembesaran
hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar
dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae. Pada sebagian kecil dapat ditemukan
ikterus. Penemuan laboratorium yang paling awal ditemui adalah penurunan progresif
leukosit, yang dapat meningkatkan kecurigaan ke arah dengue.2,5
b. Fase Kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam mulai
cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini harus diwaspadai
sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga dibawah 37,5-38oC yang
biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan
ini berbanding lurus dengan peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang
signifikan secara klinis biasanya terjadi selama 24-48 jam.2,5
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat merupakan tanda
kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi. Temuan efusi pleura dan asites
secara klinis bergantung pada derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Derajat
peningkatan hematokrit sebanding dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.2,5
Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis akibat
kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat tanda kegagalan
sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar
mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok
berkepanjangan, organ yang mengalami hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi
(impairment), asidosis metabolik, dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini
menyebabkan perdarahan hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan
syok hebat. 1,2,5
Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat dikatakan
menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang menjadi fase kritis
kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada pasien perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya kebocoran plasma.5
12
demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian cairan pada fase ini
perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan edema paru atau gagal jantung
kongestif.5
1. Penilaian:
Riwayat penyakit sekarang, riwayat pengobatan lalu, dan riwayat keluarga
Pemeriksaan fisik, termasuk fisik umum dan mental
Investigasi, termasuk laboratorium rutin dan spesifik-dengue
2. Diagnosis, penilaian fase penyakit, dan keparahan
3. Manajemen: menetapkan tatalaksana berdasarkan manifestasi klinis dan hal-hal
terkait lainnya:
Rawat jalan (kelompok A)
Rawat inap (kelompok B)
Membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi (kelompok C)
Anamnesis harus meliputi:5 (1) Onset demam/penyakit, (2) Jumlah intake oral, (3)
Warning signs, (4) Diare, (5) Perubahan status mental/kejang/ketidaksadaran, (6) Urin output
(frekuensi, volume, dan waktu terakhir kencing), (7) Riwayat keluarga atau tetangga yang
mengalami DBD, riwayat bepergian ke daerah endemis, kondisi penyerta (bayi, kehamilan,
obesitas, diabetes mellitus, hipertensi), bepergian ke hutan dan berenang di air terjun
(mengarahkan leptospirosis, tipus, malaria), riwayat penggunaan narkoba dan seks bebas
(HIV serokonversi akut).
Sedangkan pemeriksaan fisik harus meliputi:5 (1) Status mental, (2) Status hidrasi, (3)
Status hemodinamik, (4) Takipnoe/pernapasan asidosis/efusi pleura, (5) Nyeri abdomen/
hepatomegali/asites, (6) Ruam dan manifestasi perdarahan, (7) Uji torniquet.
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Pada
akhir demam, jumlah leukosit, dan sel neutrofil bersama-sama menurun sehingga jumlah sel
limfosit secara relatif meningkat.1,2,10
13
Peningkatan kadar hematokrit (>20%) yang menggambarkan hemokonsentrasi selalu
dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Nilai hematokrit juga
dipengaruhi oleh penggantian cairan dan perdarahan.1,2
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan
koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/
kreatinin.1,2,5
Pada foto toraks (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II) didapatkan efusi
pleura, terutama di hemitoraks sebelah kanan. Pemeriksaan foto toraks sebaiknya dilakukan
dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.1
Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima setelah onset
penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM meningkat dengan
cepat dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun hingga tak terdeteksi lagi
setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul beberapa hari setelah IgM dan pada infeksi primer,
produksi IgG lebih rendah dibandingkan IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam
sirkulasi, bahkan seumur hidup.11 Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat
lebih banyak dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG
merupakan antibodi predominan pada infeksi sekunder.11
Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen spesifik virus
dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan metode ELISA, antigen NS1
dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi
primer dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga
dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena
itu, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk
pelayanan primer.
2.9 Diagnosis
14
Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Berdasarkan kriteria
WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan bila semua hal di bawah ini
terpenuhi:1,9
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie,
ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Hepatomegali (pembesaran Hati)
5. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah, serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,
kaki tdan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
6. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, dan
hiponatremia.
• Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji torniquet.
• Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.
• Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin
dan lembab, tampak gelisah.
• Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Sedangkan menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik
dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD ditegakkan dengan melihat fase
penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan), menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan
status hemodinamik pasien, serta apakah pasien memerlukan rawat.5
WHO pada tahun 2009 mengeluarkan klasifikasi dan derajat keparahan dari infeksi
virus dengue, yaitu probable dengue, warning sign dan kriteria severe dengue, seperti pada
gambar berikut ini :
15
Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien tinggal atau
baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam lebih dari tiga hari,
jumlah leukosit rendah atau menurun, dan/atau trombositopenia ± uji torniquet positif.
2.10 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah terapi suportif.
Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam penanganan kasus DBD.
Asupan cairan, terutama melalui oral, harus dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan
suplemen cairan melalui jalur intravena.1,4 Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi
klinis dan kondisi lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A),
membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan membutuhkan
penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).5
Kelompok-A5
Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk minum
secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan tidak mempunyai
warning signs, khususnya saat demam mereda.
Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi hingga
melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah dirawat dan
diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning signs muncul.
Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah:
16
Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain yang
mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam.
Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam. Interval
pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.
Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan keluaran
cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda perembesan plasma
atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit (kelompok-B).
Kelompok-B5
Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis. Kriteria
rawat pasien DBD adalah:5
17
fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan setelah pemberian cairan,
selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ sesuai indikasi.
Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:
Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau RL
dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien obese atau
overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk
memelihara perfusi dan urine output selama 24-48 jam.
Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume
dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan
laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.
Kelompok-C5
Klinis:
o Bebas demam selama minimal 48 jam
o Terdapat perbaikan status klinis (keadaan umum baik, nafsu makan makan
membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak ada gangguan
pernapasan)
Laboratoris:
o Peningkatan jumlah trombosit
o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena
18
Gambar-2. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi
19
Terapi pada Syok Hipotensi
20
DAFTAR PUSTAKA
21