Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian akibat syok tiap tahun,
meskipun penyebabnya berbeda tiap – tiap negara. Diagnosa adanya syok harus
didasarkan pada data – data baik klinis maupun laboratorium yang jelas, yang
merupakan akibat dari kurangnya perfusi jaringan. Syok bersifat progresif dan
terus memburuk jika tidak segera ditangani. Syok bersifat progresif dan terus
memburuk, Syok mempengaruhi kerja organ – organ vital dan penanganannya
memerlukan pemahaman tentang patofisiologi syok.
Syok adalah suatu sindroma klinis dimana terdapat kegagalan dalam hal
mengatur peredaran darah dengan akibat terjadinya kegagalan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan oleh
kehilangan cairan (hipovolemik), karena kegagalan pompa atau karena perubahan
resistensi vaskuler perifer. Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis, syok
merupakan sindrom klinis yang kompleks yang mencakup sekelompok keadaan
dengan manifestasi hemodinamik yang bervariasi tetapi petunjuk yang umum
adalah tidak memadainya perfusi jaringan.
Setiap keadaan yang mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan oksigen
jaringan, baik karena suplainya berkurang atau kebutuhannya yang meningkat,
menimbulkan tanda – tanda syok. Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada
data – data baik klinis maupun laboratorium yang jelas yang merupakan akibat
dari berkurangnya perfusi jaringan. Syok mempengaruhi kerja organ – organ vital
dan penanganannya memerlukan pemahaman tentang patofisiologi syok.
Dalam menanggulangi syok hal yang harus diketahui yaitu kemungkinan
penyebab syok tersebut. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan
langsung dengan mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi
pada pasien trauma dan yang tersering adalah syok hipovolemik karena
perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi pada pasien – pasien yang
mengalami trauma di atas diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan oleh
trauma pada sistem saraf pusat serta medula spinalis. Syok septik juga harus
dipertimbangkan pada pasien – pasien trauma yang datang terlambat untuk
mendapatkan pertolongan.
Syok juga dapat di akibatkan karena hilangnya cairan dalam jumlah yang
banyak. Kehilangan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload ventrikel
sehingga terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi
penurunan hantaran oksigen kejaringan tubuh. Pada renjatan karena perdarahan,
selain terjadi penurunan cardiac output juga terjadi pengurangan haemoglobin,
sehingga transport dari oksigen ke jaringan makin berkurang.
Penatalaksanaan syok dilakukan seperti pada penderita trauma umumnya
yaitu primary survey ABCDE. Tatalaksana syok bertujuan memperbaiki gangguan
fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab.

1.2 Rumusan Masalah


a) Apa yang dimaksud syok?
b) Apa saja klasifikasi syok?
c) Bagaimana derajat syok?
d) Apa etiologi syok?
e) Bagaimana patofisiologi syok?
f) Bagaimana manifestasi syok?
g) Apa saja pemeriksaan penunjang pada syok?
h) Apa penatalaksanaan syok?

1.3 Tujuan Penulisan


a) Untuk mengetahui definisi syok.
b) Untuk mengetahui klasifikasi syok.
c) Untuk mengetahui derajat syok.
d) Untuk mengetahui etiologi syok.
e) Untuk mengetahui patofisiologi syok.
f) Umtuk mengetahui manifestasi klinis syok.
g) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang syok.
h) Untuk mengetahui penatalaksanaan syok.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defisini Syok


Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen
dan zat gizi ke sel – sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi menyebabkan
kematian sel yang progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya kematian
penderita (Boswick John. A, 1997, hal 44).
Syok sulit didefinisikan, hal ini berhubungan dengan sindrom klinik yang
dinamis yang ditandai dengan perubahan sirkulasi volume darah yang
menyebabkan ketidaksadaran dan memyebabkan kematian (Skeet, Muriel, 1995,
hal 203).
Syok atau renjatan dapat diartikan sebagai keadaan terdapatnya
pengurangan yang sangat besar dan tersebar luas pada kemampuan pengangkutan
oksigen serta unsur – unsur gizi lainnya secara efektif ke berbagai jaringan
sehingga timbul cidera seluler yang mula – mula reversible dan kemudian bila
keadaan syok berlangsung lama menjadi irreversible. (Isselbacher, dkk, 1999, hal
218)
Syok merupakan kondisi manifestasi perubahan hemodinamik (contoh
hipotensi, takikardia, rendahnya curah jantung cardiac output, dan oliguria)
disebabkan oleh defisit volume intravaskular, gagal pompa miokardial (syok
kardiogenik), atau vasodilatasi periferal (septik, anafilaktik, atau syok
neurogenik). Berdasarkan masalah pada situasi ini perfusi jaringan tidak cukup
sebagai hasil dari kegagalan sirkulatori.

2.2 Klasifikasi Syok


Klasifikasi syok yang dibuat berdasarkan penyebabnya menurut
Isselbacher, dkk, (1999, hal 219) :
a. Syok Hipovolemik atau oligemik
Perdarahan dan kehilangan cairan yang banyak akibat sekunder dari
muntah, diare, luka bakar, atau dehidrasi menyebabkan pengisian ventrikel
tidak adekuat, seperti penurunan preload berat, direfleksikan pada penurunan
volume, dan tekanan end diastolic ventrikel kanan dan kiri. Perubahan ini
yang menyebabkan syok dengan menimbulkan isi sekuncup (stroke volume)
dan curah jantung yang tidak adekuat.
b. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ini akibat depresi berat kerja jantung sistolik. Tekanan
arteri sistolik < 80 mmHg, indeks jantung berkurang di bawah 1,8 L/menit/
m2, dan tekanan pengisian ventrikel kiri meningkat. Pasien sering tampak
tidak berdaya, pengeluaran urin kurang dari 20 ml/ jam, ekstremitas dingin
dan sianotik.
Penyebab paling sering adalah 40% lebih karena miokard infark ventrikel
kiri, yang menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri yang berat,
dan kegagalan pompa ventrikel kiri. Penyebab lainnya miokarditis akut dan
depresi kontraktilitas miokard setelah henti jantung dan pembedahan jantung
yang lama.
Bentuk lain bisa karena gangguan mekanis ventrikel. Regurgitasi aorta
atau mitral akut, biasanya disebabkan oleh infark miokard akut, dapat
menyebabkan penurunan yang berat pada curah jantung forward (aliran darah
keluar melalui katub aorta ke dalam sirkulasi arteri sistemik) dan karenanya
menyebabkan syok kardiogenik.
c. Syok Obstruktif Ekstra Kardiak
Syok ini merupakan ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama
diastole, sehingga secara nyata menurunkan volume sekuncup (Stroke
Volume) dan berakhirnya curah jantung. Penyebab lain bisa karena emboli
paru masif.
d. Syok Distributif
Bentuk syok septic, syok neurogenik, syok anafilaktik yang menyebabkan
penurunan tajam pada resistensi vaskuler perifer.
- Syok Septik
Syok yang terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya
didalam tubuh yang berakibat vasodilatasi.
- Syok Anafilaktif
Gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang
mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas membran
kapiler dan terjadi dilatasi arteriola sehingga venous return menurun.
Misalnya : reaksi tranfusi, sengatan serangga, gigitan ular berbisa
- Syok Neurogenik
Pada syok neurogenik terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkan
karena disfungsi sistim saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi.
Misalnya : trauma pada tulang belakang, spinal syok.

2.3 Derajat Syok


Berat dan ringannya syok menurut Tambunan Karmel, dkk, (1990, hal 2).
a. Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non – vital
seperti kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relative dapat hidup
lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang
menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal
atau anya sedikit menurun, asidosis metabolic tidak ada atau ringan.
b. Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus,
ginjal, dan lainnya). Organ – organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi
lebih lama seperti lemak, kulit, dan otot. Oligouria bisa terjadi dan asidosis
metabolic. Akan tetapi kesadaran relative masih baik.
c. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat, mekanisme kompensasi
syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok
lanjut terjadi vasokonstriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oligouria
dan asidosis berat, ganguan kesadaran dan tanda – tanda hipoksia jantung
(EKG Abnormal, curah jantung menurun).
2.4 Etiologi Syok
a. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik berarti syok yang di sebabkan oleh
berkurangnya volume intravaskuler. Di Indonesia shock pada anak paling
sering disebabkan oleh gastroenteritis dan dehidrasi, dan shock perdarahan
paling jarang, begitupun shock karena kehilangan plasma pada luka bakar
dan shock karena translokasi cairan. Adapun penyebabnya adalah :
1. Perdarahan
2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi usus dan
lain-lain
b. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Adapun penyebabnya adalah :
1. Aritmia
2. Bradikardi / takikardi
3. Gangguan fungsi miokard
4. Infark miokard akut, terutama infark ventrikelkanan
5. Penyakit jantung arteriosklerotik
c. Syok Distributif
-Syok Septic
Merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Syok ini
terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya di dalam tubuh
yang berakibat vasodilatasi. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak
disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena
ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman.
Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir
normal, mempunyai gejala takikaridia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir
normal, dan tekanan nadi yang melebar.
Syok septik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
(Pseudomonas auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. choli, Proteus). Infeksi
bakteri gram positif 20-40% (Stafilokokus aureus, Stretokokus,
Pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3% (Dengue Hemorrhagic Fever,
Herpes viruses), protozoa (Malaria falciparum).

-Syok Neurogenik
Syok neurogenik adalah syok yang terjadi karena hilangnya tonus
pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.Syok neurogenik juga
dikenal sebagai syok spinal. Adapun penyebabnya antara lain :
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok
spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat
pada fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

-Syok Anafilaksis
Adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan
insufisiensi sirkulasi. Anafilaksis merupakan kondisi alergi di mana curah
jantung dan tekanan arteri seringkali menurun dengan hebat. Adapun
penyebabnya adalah :
1. Makanan : kacang, telur, susu, ikan laut, buah.
2. Allergen immunotherapy
3. Gigitan atau sengatan serangga
4. Obat-obat : penicillin, sulpha, immunoglobin (IVIG),
serum, NSAID
5. Latex
6. Vaksin
7. Exercise induce

Anafilaksis idiopatik : anafilaksis yang terjadi berulang tapa


diketahui penyebabnya meskipun sudah dilakukan evaluasi/observasi dan
challenge test, diduga karena kelainan pada sel mast yang menyebabkan
pengeluaran histamine.

2.5 Patofisiologi Syok


Syok merupakan kondisi terganggunya perfusi jaringan. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi perfusi jaringan, yaitu:
a. Cardial : Cardiac Output, volume darah yang dipompakan oleh jantung
baik ventrikel kiri maupun ventrikel kanan dalam interval 1 menit. Perfusi
jaringan dipengaruhi oleh cardiac output, sebagai contoh apabila Cardiac
output menurun yang disebabkan oleh aritmia, atau AMI (Acute Myocard
Infact) maka volume darah yang dipompa menuju seluruh tubuh pun akan
menurun sehingga jaringan di seluruh tubuh pun mengalami hipoperfusi.
b. Vascular : Perubahan Resistensi Vaskular. Tonus vaskular diregulasi oleh :
1. Aktivitas tonus simpatis
2. Kotekolamin sistemik berperan dalam sistem saraf simpatis
3. Myogenic faktor berperan dalam menjaga aliran darah agar tetap
konstan ketika terjadi berbagai macam faktor yang mempengaruhi
perfusi
4. Substansi yang berperan sebagai vasodilator
5. Endothelial NO
c. Humoral : renin, vasopressin, prostaglandin, kinin, atrial natriuretic factor.
Faktor – faktor yang mempengaruhi dalam mikrosirkulasi yaitu:
1. Adanya adhesi platelet dan leukosit pada lesi intravaskuler.
2. Koagulasi intravaskuler
3. Adanya konstriksi pada pembuluh darah prekapiler dan post
kapiler
4. Hipoksia  vasodilatasi artriola  venokonstriksi  Kehilangan
cairan intravaskuler
5. meingkatnya permeabilitas intrakapiler  edema jaringan
Patogenesis dari syok => biasanya terjadi akibat penurunan Cardiac
Output / Cardic Output yang tidak adekuat. Penurunan cardiac output disebabkan
oleh adanya anormalitas pada jantung sendiri maupun akibat menurunnya venous
return. Abnormalitas yang terjadi pada jantung akan menyebabkan menurunnya
kemampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat. Beberapa
abnormalitas jantung diantaranya MI, aritmia, dll. Sedangkan beberapa penyebab
menurunnya venous return diantaranya, menurunya volume darah, menurunnya
tonus vasomotor, terjadi obstruksi pada beberapa tempat pada sirkulasi.
Tahapan Patofisiologi terdapat 4 stage perkembangan shock yang
berlangsung secara progresif dan berkelanjutan, yaitu
1. inisial
2. kompensatori
3. progresif
4. refraktori
a. Inisial: Selama tahap ini, terjadi keadaan hipoperfusi yang menyebabkan
kurangnya atau tidak cukupnya oksigen untuk memberikan suplai terhadap
kebutuhan metabolisme seluler. Keadaan hipoksia ini menyebabkan,
terjadinya fermentasi asam laktat pada sel. Hal ini terjadi karena ketika
tidak adanya oksigen, maka proses masuknya piruvat pada siklus kreb
menjadi menurun, sehingga terjadi penimbunan piruvat. Piruvat tersebut
akan diubah menjadi laktat oleh laktat dehidrogenase sehingga terjadi
penimbunan laktat yang menyebabkan keadaan asidosis laktat.
b. Kompensatori: Pada tahap ini tubuh menjalani mekanisme fisiologis untuk
mengembalikan kepada kondisi normal, meliputi neural, humoral, dan bio
kimia. Asidosis yang terjadi dalam tubuh dikompensasi dengan keadaan
hiperventilasi dengan tujuan untuk mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh,
karena secara tidak langsung CO2 berperan dalam keseimbangan asam
basa dengan cara mengasamkan atau menurunkan pH dalam darah.
Dengan demikian ketika CO2 dikeluarkan melalui hiperventilasi dapat
menaikkan pH darah didalam tubuh sehingga mengkompensasi asidosis
yang terjadi.
Pada syok juga terjadi hipotensi yang kemudian pada ambang batas
tertentu dideteksi oleh barosreseptor yang kemudian tubuh merespon dengan
menghasilkan norepinefrin dan epnefrin. Norepinefrin berperan dalam
vasokonstriksi pembuluh darah namun memberikan efek yang ringan pada
peningkatan denyut jantung. Sedangkan epinefrin memberikan efek secara
dominan pada peningkatan denyut jantung dan memberikan efek yang ringan
terhadap asokonstriksi pembuluh darah. Dengan demikian kombinasi efek
keduanya dapat berdampak terhadap peningkatan tekanan darah. Selain
dilepaskan norepinefrin dan epinefrin, RAA (renin angiotensi aldosteron) juga
teraktivasi dan terjadi juga pelepasan hormon vasopressor atau ADH (anti diuretic
hormon) yang berperan untuk meningkatkan tekanan darah dan mempertahankan
cairan didalam tubuh dengan cara menurunkan urine output
c. Progresif: Ketika shock tidak berhasil ditangani dengan baik, maka syok
akan mengalami tahap progresif dan mekanisme kompensasi mulai
mengalami kegagalan. Pada stadium ini, Asidosis metabolik semakin
parah, otot polos pada pembuluh darah mengalami relaksasi sehingga
terjadi penimbunan darah dalam pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan
peningkatan tekanan hidrostatik dikombinasikan dengan lepas nya
histamin yang mengakibatkan bocornya cairan ke dalam jaringan sekitar.
Hal ini mengakibatkan konsentrasi dan viscositas darah menjadi
meningkat dan dapat terjadi penyumbatan aliran darah sehingga berakibat
terjadinya kematian banyak jaringan. Jika organ pencernaan juga
mengalami nekrosis, dapat menyebabkan masuknya bakteri kedalam aliran
darah yang kemudian dapat memperparah komplikasi yaitu syok
endotoxic.
d. Refraktori: Pada stadium ini terjadi kegagalan organ untuk berfungsi dan
shock menjadi ireversibel. Kematian otak dan seluler pun berlangsung.
Syok menjadi irevesibel karena ATP sudah banyak didegradasi menjadi
adenosin ketika terjadi kekurangan oksigen dalam sel. Adenosin yang
terbentuk mudah keluar dari sel dan menyebabkan vasodilatasi kapiler.
Adenosin selanjutnya di transformasi menjadi asam urat yang kemudian di
eksresi ginjal. Pada tahap ini, pemberian oksigen menjadi sia – sia karena
sudah tidak ada adenosin yang dapat difosforilasi menjadi ATP.
2.6 Manifestasi Klinis Syok
a. Syok Hipovolemik
Manifestasi klinik dari syok adalah hipotensi, pucat, berkeringat
dingin, sianosis, kencing berkurang, oligouria, gangguan kesadaran, sesak
nafas. (Tambunan Karmel, dkk, 1990, hal 6).
b. Syok Kardiogenik
1. Pasien tidak sadar atau hilangnya kesadaran secara tiba – tiba.
2. Sianosis akibat dari aliran perifer berhenti
3. Dingin. (Skeet Muriel.,1995, 70)
c. Syok Distributif
- Septik/ Syok Bakteremik
Fase Hiperdinamik/ Syok panas (warm shock):
Gejala dini:
1. Hiperventilasi
2. Tekanan vena sentral meninggi
3. Indeks jantung naik
4. Alkalosis
5. Oligouria
6. Hipotensi
7. Daerah akral hangat
8. Tekanan perifer rendah
9. Laktikasidosis
Fase Hipodinamik :
1. Tekanan vena sentral menurun
2. Hipotensi
3. Curah jantung berkurang
4. Vasokonstriksi perifer
5. Daerah akral dingin
6. Asam laktat meninggi
7. Keluaran urin berkurang
- Syok Neurogenik
Tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bradikardi,
sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat.
Pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler, dan vena, maka kulit terasa
agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.

2.7 Pemeriksaan Penunjang Syok


a. Syok Hipovolemik
- Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain :
1. Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan
hematokrit masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun
sesudah perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal
ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok
karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada dengue fever
atau diare dengan dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi.
2. Urin
Produksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin
menigkat >1,020. Sering didapat adanya proteinuria
3. Pemeriksaan analisa gas darah
pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses
berlangsung terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan
mulai tampak tanda-tanda kegagalan dengan makin menurunnya pH dan
PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang
jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena.
4. Pemeriksaan elektrolit serum
Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan
elektrolit seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama
pada penderita dengan asidosis
5. Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN (Blood urea nitrogen) dan
serum kreatinin penting pada renjatan terutama bila ada tanda-tanda
gagal ginjal
6. Pemeriksaan faal hemostasis
7. Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer

- Pemeriksaan Radiologi
Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama
kali diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada
pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa pasien
cepat ke ruang operasi.
Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala
hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber
perdarahan. Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan
pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi
aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan
gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage
harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus
perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya
setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.7
Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto
polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography,
aortografi, atau CT-scan dada.
Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan
pemeriksaan FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa
dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya
dilakukan pada pasien yang stabil. Jika dicurigai fraktur tulang panjang,
harus dilakukan pemeriksaan radiologi.8
Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan
usia subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi
bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan
kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat
kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan
ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun
pernah dilaporkan.
b. Syok Kardiogenik
Pemeriksaan yang segera dilakukan :
1. Serum elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi hepar.
2. Jumlah sel darah merah, leukosit (infeksi), trombosit (koagulopati)
3. Enzim Jantung (Creatinine Kinase, troponin, myoglobin, LDH)
4. Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan asam-
basa dan kadar oksigen. Defisit basa penting, menggambarkan kejadian
dan derajat renjatan, harus dipantau terus selama resusitasi.
5. Pemeriksaan serial kadar laktat, menggambarkan hipoperfusi dan
prognosis.
Pemeriksaan yang harus direncanakan adalah EKG,
ekokardiografi. foto polos dada.

c. Syok Distributive
1) Syok sepsis
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang
banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika
terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea
nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan
adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG
jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan
suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat
untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.
2) Syok neurogenik
a) Darah (Hb, Ht, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar
ureum, kreatinin, glukosa darah.
b) Analisa gas darah
c) EKG
3) Syok anafilaktik
a) Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Pemeriksaan darah
menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan
jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal,
kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah
akan meningkat. Hitung sel meningkat hemokonsentrasi,
trombositopenia eosinofilia naik/ normal / turun. Biakan darah dibuat
untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.
b) Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya
konsentrasi oksigen.
c) X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus
plug,
d) EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia atau
menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai
darah yang tidak memadai ke otot jantung.

2.8 Penatalaksanaan Syok


Langkah pertolongan pertama dalam menangani syok menurut Alexander
R H, Proctor H J. Shock., (1993 ; 75 – 94)
a. Posisi Tubuh
1) Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum
posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan
aliran darah ke organ-organ vital.
2) Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita
jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk
menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan
pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan
napas.
3) Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau
penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh
(berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut
dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah.
Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran
nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
4) Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar
atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih
rendah dari bagian tubuh lainnya.
5) Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita
dibaringkan dengan posisi telentang datar.
6) Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita
telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke
jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila
penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan
segera turunkan kakinya kembali.
b. Pertahankan Respirasi
1) Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau
muntah.
2) Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
3) Berikan oksigen 6 liter/menit d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat,
berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
c. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau
nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).

PENATALAKSANAAN SYOK BERDASARKAN JENISNYA


1. Penatalaksanaan Syok Anafilaktik
Penatalaksanaan syok anafilaktik menurut Haupt MT and Carlson RW (1989,
hal 993-1002) adalah Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan
obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu
dilakukan, adalah:
a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi
dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
b.Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
1) Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas,
tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi
kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan
napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke
depan, dan buka mulut.
2) Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak
ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke
hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial.
Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong
dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen.
Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong
dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau
trakeotomi.
3) Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup
dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
Thijs L G. (1996 ; 1 – 4)
a. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa
atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat
diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis
menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4 ug/menit.
b. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang
memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis
awal yang diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
c. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi
efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
d. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai
tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat.
Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan
perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya
peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila
memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan
kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan
terdapat kehilangan cairan 20– 40% dari volume plasma. Sedangkan bila
diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan
perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa
larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
e. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau
terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus
semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi
penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam
posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
f. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi
harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan
penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan,
harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.

2. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik


a. Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dipertahankan dengan
memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan
mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh
penderita karena akan sangat berbahaya.
b. Pemberian Cairan
1) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-
mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke
dalam paru.
2) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau
dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
3) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada
indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita
menjadi mual atau muntah.
4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan
pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan
volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma
atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.
5) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang
dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis
cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan,
plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan
hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti
dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan
cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan yang
hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah
yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui
bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan
ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
6) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian
cairan yang berlebihan.
7) Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan
berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan
oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
8) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,
mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ
majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat
canggih berupa pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan
pemeriksaan analisa gas darah.
3. Penatalaksanaan Syok Neurogenik
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar
darah yang berkumpul ditempat tersebut. Penatalaksanaannya menurut Wilson
R F, ed.. (1981; c:1-42) adalah
a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
b. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi
yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang
darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga
dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan
penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
c. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang
cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk
menilai respon terhadap terapi.
d. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan
seperti ruptur lien) :
1) Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10
mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi
takikardi.
2) Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan
tekanan darah. Epinefrin. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini
harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok
hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi
perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
3) Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan
darah melalui vasodilatasi perifer.

Anda mungkin juga menyukai