Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menjadi masalah

besar disetiap negara didunia ini, baik karena meningkatnya angka mortalitas maupun

angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

dipecahkan dan hal tersebut masih belum sesuai dengan harapan.

Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah bagian dari PJK dan merupakan

sindroma klinis yang terdiri dari infark miokard akut (IMA) dengan segmen ST

elevasi (IMA STE) atau IMA tanpa segmen ST elevasi (IMA non STE) serta angina

pektoris tidak stabil (APTS) (Tunstall dkk,1994; Antman dkk,2008; PERKI, 2012).

Sindrom ini menurut defenisi WHO terdiri atas gejala dan kelainsan pemeriksaan

penunjang berupa ; nyeri dada, kelainan EKG dan kelainan enzim CK (creatine

kinase), CKMB (CK-Muscle-Brain) serta peninggian nilai troponin. SKA merupakan

kejadian rupture atau fisur dari plak disertai dengan terbentuknya thrombus yang

terdapat dipembuluh darah koroner penderita PJK dan mengakibatkan berbagai

tingkatan baik thrombosis maupun penyumbatan distal dari tempat plak tersebut.

Di USA SKA didapatkan 37,3% dari 2.440.000 semua kematian pada tahun

2003 atau 1 dari setiap 2,7 kematian yang terjadi. Hipertensi, Kebiasaan Merokok,

dislipidemia, obesitas dan diabetes mellitus merupakan factor risiko yang sering

terjadi pada PJK. ( Ika prasetya wijaya, at.all, 2013). Di Amerika Serikat setiap tahun

Universitas Sumatera Utara


1 juta pasien dirawat dirumah sakit karena APTS dimana 6 sampai 8 persen kemudian

mendapat serangan jantung yang tak fatal atau meninggal dalam 1 tahun setelah

diagnosis ditegakkan. Perkiraan pasti menunjukkan bahwa 1,7 juta pasien dengan

SKA datang ke rumah sakit di Amerika Serikat. Dari data ini, hanya 1/4 yang masuk

dengan IMA STE pada gambaran elektrokardiografi (EKG), dan 3/4 lainnya atau

kira-kira 1.4 juta pasien masuk dengan APTS atau IMA non STE. IMA STE

disebabkan oleh karena oklusi trombosis total secara akut pada arteri koroner dan

reperfusi segera merupakan terapi utama, sedangkan IMA non STE/APTS

biasanya berhubungan dengan obstruksi koroner yang berat namun tidak terjadi

oklusi total pada arteri koroner yang terlibat (Libby,1995)

APTS adalah: pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana

angina cukup berat dan frekwensi cukup sering, lebih dari 3 kali perhari, pasien

dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan

angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan factor presipitasi

makin sering, pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat. (Aru W. Sudoyo,

dkk, 2006)

Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh karena

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung (Fenton,

2009). Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh

pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark bergantung

pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral (Irmalita, 1996).

Universitas Sumatera Utara


Infark miocard biasanya disebabkan oleh trombus arteri koroner. Terjadinya

trombus disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan

trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miocard infark tergantung pada arteri

yang oklusi dan aliran darah kolateral. (Lili Ismudiati Rilantono,dkk 1999)

Infark Miokard Akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap

tersering dinegara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan

lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun

laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam dua dekade terakhir, sekitar satu diantara

dua puluh lima pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun

pertama setelah IMA. (Aru W. Sudoyo, dkk, 2006)

Dewasa ini penyakit Jantung Koroner (PJK) telah menjadi masalah global dan

telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2020 PJK akan menjadi

penyebab kematian utama di dunia sedangkan pada tahun 1999 PJK hanya

menempati penyebab kematian ke 6. Menurut laporan dari The global Burden of

disease study, dan laporan WHO tahun 1999, penyakit tidak menular (non

comunicable disease) termasuk penyakit kardiovaskular memberikan konstribusi

sebesar 59% terhadap angka kematian global (31,7 juta kematian) dan merupakan 43

% dari seluruh masalah kesehatan global. Sekitar 85% penyakit kardiovaskular

terdapat dinegara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah termasuk

Indonesia. (Ika prasetya. At.all,2013)

Universitas Sumatera Utara


Di Indonesia PJK merupakan penyebab kematian tertinggi kedua setelah

penyakit infeksi. Suatu study tentang profil faktor risiko penyakit kardiovaskular di

Jakarta terhadap orang dewasa yang berumur diatas 25 tahun menunjukkan prevalensi

yang cukup tinggi yakni hiperlipedimia (12,2% pada laki-laki dan 3,9% pada wanita),

obesitas/overweight dan hipertensi (32,6% dan 48,8%). (Ika prasetia,at.all, 2013)

Akhir-akhir ini kasus kematian akibat serangan jatung semakin banyak

ditemukan dan penyempitan pada pembuluh darah koroner jantung memiliki peranan

utama penyebab kematian mendadak akibat serangan jatung. Penyempitan pembuluh

darah tidak memandang usia seseorang. Kini ada sebanyak 20% kasus serangan

jantung dibawah usia 40 tahun, 40% diantara usia 40 – 45 tahun dan 40% diatas usia

50 tahun. (www. Readers Digest.co.id). Oleh sebab itu meskipun masih berusia muda

penyempitan pembuluh darah dapat saja terjadi apabila seseorang memiliki risiko

sehingga ia menjadi lebih rentan mengalami serangan jantung.

Angka kematian akibat penyakit kardiovaskular masih cukup tinggi. Menurut

data statistik WHO tahun 2008 penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama

kematian dunia (12,8%) disusul oleh stroke dan penyakit serebrovaskular lainnya.

(WHO, 2011).

Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit infark miokard akut merupakan

penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 220.000 (14%) (WHO, 2008).

Direktorat Jendral Yanmedik Indonesia meneliti, bahwa pada tahun 2007, jumlah

pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit di

Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah panyakit jantung iskemik,

Universitas Sumatera Utara


yaitu sekitar 110,183 kasus. Case Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada infark

miokard akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung (13,42%) dan

penyakit jantung lainnya (13,37%) (Depkes, 2009). Data yang diperoleh hasil riset

Rikesdas tahun 2007, prevalensi penyakit Jantung didaerah Aceh yaitu 12,6%

melebihi Prevalensi nasional penyakit jantung yaitu 7,2%.

Berdasarkan data awal yang diperoleh dari bagian rekam medik RSUD dr.

Zainoel Abidin Banda Aceh periode januari sampai Desember 2013 diketahui bahwa

pasien dengan SKA yang rawat inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

mencapai 285 orang, penderita SKA yang berusia < 45 tahun sebanyak 33 orang dan

yang berusia 45-64 tahun sebanyak 186 orang dengan rata-rata rawatan 6-9 hari. Hal

ini menunjukkan bahwa angka kejadian SKA di RSUD dr. Zainoel Abidin masih

tinggi.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam

penelitian ini adalah apakah yang menjadi faktor risiko SKA pada usia ≤ 45 tahun di

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui besarnya faktor risiko yang dapat diubah (pola hidup dan

status kesehatan) pada SKA.

Universitas Sumatera Utara


2. Tujuan Khusus

a. Menganalisa pengaruh merokok terhadap risiko SKA pada usia ≤ 45 tahun

b. Menganalisa pengaruh tekanan darah terhadap risiko SKA pada usia ≤ 45

tahun

c. Menganalisa pengaruh obesitas terhadap risiko SKA pada usia ≤ 45 tahun

d. Menganalisa pengaruh kadar glukosa darah terhadap risiko SKA pada usia

≤ 45 tahun

e. Menganalisa pengaruh kadar kolesterol darah terhadap risiko SKA pada usia

≤ 45 tahun.

f. Menganalisa pengaruh kadar LDL darah terhadap risiko SKA pada usia ≤ 45

tahun.

g. Menganalisa pengaruh kadar HDL darah terhadap risiko SKA pada usia ≤ 45

tahun.

h. Menganalisa pengaruh kadar trigliserida darah terhadap risiko SKA pada usia

≤ 45 tahun

i. Menganalisa pengaruh aktivitas fisik terhadap risiko SKA pada usia ≤ 45

tahun.

1.4. Hipotesis

a. Ada pengaruh merokok terhadap risiko terjadinya SKA pada penderita usia

≤ 45 tahun

b. Ada pengaruh tekanan darah terhadap risiko terjadinya SKA pada penderita

Universitas Sumatera Utara


usia ≤ 45 tahun

c. Ada pengaruh Obesitas terhadap risiko terjadi SKA pada penderita usia ≤ 45

tahun.

d. Ada pengaruh kadar glukosa darah terhadap risiko terjadi SKA pada

penderita usia ≤ 45 tahun.

e. Ada pengaruh kadar kolesterol darah terhadap risiko terjadi SKA pada

penderita usia ≤ 45 tahun.

f. Ada pengaruh kadar HDL darah terhadap risiko terjadi SKA pada penderita

usia ≤ 45 tahun.

g. Ada pengaruh kadar LDL darah terhadap risiko terjadi SKA pada penderita

usia ≤ 45 tahun.

h. Ada pengaruh kadar trigliserida darah terhadap risiko terjadi SKA pada

penderita usia ≤ 45 tahun.

i. Ada pengaruh aktivitas fisik terhadap risiko SKA pada penderita usia ≤ 45

tahun.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak,

antara lain :

1. Bidang Pelayanan Kesehatan :

a. Sebagai masukan untuk bahan pertimbangan dalam mengambil

kebijakan terhadap upaya-upaya pencegahan dan pengendalian SKA

Universitas Sumatera Utara


salah satu penyakit tidak menular.

b. Sebagai sumber informasi kepada masyarakat agar masyarakat

mengetahui faktor-faktor risiko terjadinya SKA, selanjutnya masyarakat

dapat melakukan pencegahan dan pengendalian secara mandiri.

2. Ilmu Pengetahuan

a. Menambah perbendaharaan ilmu mengenai faktor-faktor risiko SKA

b. Sebagai bahan kajian pustaka terutama karena pertimbangan tertentu ingin

melakukan penelitian lebih lanjut atau penelitian yang sejenis

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai