ARTHA MAHINRUS
PANDUAN
SURVEILANS DEKUBITUS
Jl. Pasar III No. 151 Medan Perjuangan Telp. +6261 800 86111
Medan, Sumatera Utara Fax. +6261 800 86404
lndonesia – 20237 rsiaarthamahinrus@gmail.com
Lampiran Keputusan Direktur RSIA Artha Mahinrus
Nomor :
Tanggal :
BAB I
DEFINISI
C. Klasifikasi Dekubitus
Karakteristik penampilan klinis luka dekubitus dapat dibagi sebagai berikut.
- Derajat I: Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak sebagai
daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet;
- Derajat II: Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis hingga
lapisan lemak subkutan, tampak sebagai ulkus yang dangkal dengan tepi yang
jelas dan perubahan warna pigmen kulit.
- Derajat III: Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan dan
menggaung, berbatasan dengan fasia otot. Didapat tanda infeksi dengan jaringan
nekrotik yang berbau.
- Derajat IV: Peluasan ulkus menembus otot, hingga tampak tulang di dasar ulkus
yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi.
Suatu program surveilans dapat berjalan dengan baik bila tujuan jelas dan
telah dijabarkan langkah - langkahnya dengan efisien dan efektif. Langkah - langkah
tersebut adalah sebagai berikut :
A. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah penting untuk mengetahui kebutuhan dilaksanakannya
surveilans.
Masalah diketahui melalui :
1. Temuan kasus secara aktif oleh IPCN dan IPC Link Nurse (IPCLN).
2. Laporan dari ruangan (termasuk KLB).
3. Laporan hasil Laboratorium Mikrobiologi.
4. Pertimbangan para ahli RS bersangkutan.
5. Merumuskan Kasus
Infeksi yang terjadi di Rumah Sakit :
1. Hospital acquired infection-HAI’s (Infeksi Rumah Sakit-IRS) adalah infeksi yang
didapat di RS karena perawatan, bertugas atau berkunjung ke RS yang terjadi pada
pasien, petugas dan pengunjung RS.
2. Infeksi nosokomial adalah infeksi RS yang mengenai pasien yang didapat atau
timbul pada waktu pasien dirawat di RS, sesuai kriteria:
a. Pada saat masuk tidak ada tanda/gejala atau tidak dalam masa inkubasi infeksi
tersebut;
b. Infeksi terjadi 2 x 24 jam setelah pasien dirawat di RS samapai dengan 10 hari
pasca pasien keluar RS, kecuali pada infeksi luka operasi samapi dengan 30 hari
pasca tindakan operasi atau 1 tahun pasca pemasangan implant; atau
c. Infeksi pada lokasi sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda
dari mikroorganisme pada saat masuk RS atau mikroorganisme penyebab sama
tetapi lokasi infeksi berbeda.
B. Penetapan prioritas
Prioritas ditetapkan melalui besaran masalah atas dasar :
1. Angka kejadian infeksi (peningkatan dari angka dasar).
2. Potensi terjadi infeksi :
a. karakteristik patogen penyebab
b. perilaku petugas
c. kondisi lingkungan
d. jenis tindakan
e. kualitas instrumen
3. Risiko penularan :
a. kecepatan penularan
b. cara penularan (kontak, droplet , airborne, vechicle)
4. Unit perawatan berisiko tinggi.
5. Ketersediaan sumber daya.
C. Metode surveilans
Metode yang dipilih adalah surveilans aktif dengan sasaran khusus (target
surveillance).
D. Pengorganisasian
Pelaksanaan surveilans Infeksi Rumah Sakit (pengumpulan, pencatatan)
dilakukan oleh IPCLN dan Tim PPIRS meliputi pengolahan dan analisis data
dilakukan oleh Tim PPI. Hasil dilaporkan ke Komite PPI untuk dilakukan
pembahasan dan penyusunan rekomendasi. Komite PPI melaporkan keseluruhan hasil
dan rekomendasi ke Direktur RS. Umpan balik dan rekomendasi ke unit terkait
dilakukan oleh Komite PPI. Pemantauan tindak lanjut rekomendasi dilakukan oleh
Tim PPI.
E. Pengumpulan Data
1. Pengumpul Data
Tim PPI bertanggungjawab atas pengumpulan data tersebut di atas, karena
mereka yang memiliki keterampilan dalam mengidentifikasi IRS sesuai dengan
kriteria yang ada. Sedangkan pelaksana pengumpul data adalah IPCN yang
dibantu IPCLN. Mekanisme pelaksanaan surveilans :
a. IPCLN mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien berisiko
di unit rawat masing-masing setiap hari.
b. Pada awal bulan berikutnya, paling lambat tanggal 5 formulir surveilans
diserahkan ke Tim PPI dengan diketahui dan ditandatangani Kepala Ruangan.
c. Apabila ada kecurigaan terjadi infeksi, IPCLN segera melaporkan ke IPCN
untuk ditindaklanjuti (investigasi).
2. Sumber Data
Sumber data diperoleh dari :
a. Rekam medis
b. Catatan perawatan
c. Catatan hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium dan radiologi)
d. Farmasi
e. Pasien/keluarga pasien.
3. Numerator
Angka kejadian infeksi.
4. Denominator
Denominator ditentukan oleh jenis infeksi rumah sakit.
2. Diseminasi.
Tujuan diseminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk
menetapkan strategi pengendalian IRS. Laporan disampaikan pada seluruh anggota
komite, direktur rumah sakit, ruangan atau unit terkait.
BAB IV
DOKUMENTASI
PEMANTAUAN
NO TGL NAMA RM KMR UMUR SEX DIAGNOSA KET
MERAH ADA LUKA HARI KE
DAFTAR PUSTAKA
Boyce JM, Kelliher S, Vallande N., 2000. Skin irritation adn dryness associated with
two hand-hygiene regimens: soap-and-water hand washing versus hand antisepsi with
an alcoholic hand gel. Infection Control and Hospital Epidemology, 21:442-448
Boyce JM, Pittet D. 2002. Guideline for hand hygiene in health-care settings.
Recommendation of the Heathcare Infection Control Practices Advisory Committe
and the HICPAC/SHEA/APIC/IDSA Hand Hygiene Task Force. Morbidity and
Mortality Weekly Report, 51:1-45
Centers for Desease Control & Prevention 2009. Guidelines for Preventing of
Tuberculosis in Healthcare Facilities.
Ducel G., Fabry J., Nicolle L., 2002. Preventation of hospital-acquired infections, A
Practical Guide, 2nd.ed. World Health Organization, Department of Communicable
Disease, Sueveilance and Response
Fryklund B., Tullus K, Burman LG., 1995. Survival on Skin and swurfaces of
epidemic and non-epidemic strains of Enterobacteria from neonatal special care units.
Journal of Hospital Infection, 29:201-208
Naomi P., et al., 2011. Guidelines for the Prevention of Intravascular Catheher-
Related Infections, CDC
Panitia PPI RSUP Dr, 2012. Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah
Sakit RSUP Dr, SK Direktur RSUP Dr Sardjito No. HK.03.06/I/7846/2012
Pittet D et al., 1999. Bacterial contamination of the hands of the hospital staff during
routine patient care. Archives of Internal Medicine, 159:821-826
Pittet D et al., 2004. Cost implications of succesful hand hygiene promotion. Infection
Control and Hospital Epidemology, 25:264-266
Pittet D, Allegranzi B, Storr J., 2008. The WHO “Clen Care is Safer Care”
programme: field testing to enhance sustainability and spread of hand hygiene
improvements. Journal of Infection and Public Health, 1:4-1-10
Sulistomo A., Astrawinata D.A.W., 2007 Ed. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan RI, JHPIEGO Corporation
dan PERDALIN
William R. Javis, MD, 2007. Bennett & Brachman’s Hospital Infection, 5th ed.,
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA