Anda di halaman 1dari 6

2.

1 Puskesmas

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Dalam KEPMENKES RI No. 128 tahun 2004
dinyatakan bahwa fungsi Puskesmas dibagi menjadi tiga fungsi utama: Pertama,
sebagai penyelenggara Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) primer ditingkat
pertama di wilayahnya; Kedua, sebagai pusat penyedia data dan informasi
kesehatan di wilayah kerjanya sekaligus dikaitkan dengan perannya sebagai
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan di wilayahnya, dan; Ketiga,
sebagai penyelenggara Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) primer/tingkat
pertama yang berkualitas dan berorientasi pada pengguna layanannya. Oleh
karena itu puskesmas berperan menggerakkan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah
kerjanya, agar berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.
Disamping itu Puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari
penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk
pembangunan kesehatan upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
UKM adalah setiap kegiatan pemerintah, masyarakat, dan swasta, untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi
timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Contoh dari kegiatan UKM seperti
promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pemberantasan penyakit menular,
kesehatan jiwa, pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan lingkungan,
penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pengamanan sediaan
farmasi dan alat kesehatan, pengamanan penggunaan zat aditif (bahan tambahan
makanan) dalam makanan dan minuman, pengamanan narkotika, psikotropika, zat
aditif dan bahan berbahaya, dan penanggulangan bencana dan bantuan
kemanusiaan. Prinsipnya UKM ini akan berhasil diselenggarakan jika
ada peran aktif dari masyarakat dan swasta.
UKP adalah setiap kegiatan oleh pemerintah, masyarakat dan swasta
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhk
an penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan. Kegiatannya antara lain,
rawat jalan dan rawat inap serta, pelayanan kesehatan masyarakat yang bersifat
public.

2.2 Prolanis

PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan


proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas
Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi
peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas
hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
Tujuan diadakannya program prolanis ini untuk mendorong peserta penyandang
penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta
terdaftar yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada
pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai panduan
klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit. Kegiatan
yang dilakukan dalam program ini berupa aktifitas konsultasi medis//edukasi,
home Visit, reminder, aktifitas klub dan pemantauan status kesehatan secara
berkala.

2.3 Pra Lansia


Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi
empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut
usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat
tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

2.4 Hipertensi esensial

Hipertensi esensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui


penyebabnya. Hipertensi menjadi masalah karena meningkatnya prevalensi, masih
banyak pasien yang belum mendapat pengobatan, maupun yang telah mendapat
terapi tetapi target tekanan darah belum tercapai serta adanya penyakit penyerta
dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Di Indonesia berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat data dan
informasi Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2013 dengan menggunakan unit
analisis individu menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia
menderita penyakit hipertensi. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar
252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi,
Hipertensi dapat terjadi pada orang-orang yang yang memiliki faktor
resiko seperti riwayat pola makan dengan komsusmsi garam berlebihan,
komsumsi alcohol, aktifitas fisik kurang, kebiasaan merokok, obesitas,
dislipedemia, diabetes mellitus, dan stress. Faktor-faktor resiko ini dapat dihindari
dengan mengubah pola hidup masing-masing individu menjadi lebih sehat. Ketika
seseorang sudah didiagnosis mengidap hipertensi maka pengobatan harus segera
dilakukan karena jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan beberapa
komplikasi seperti hipertrofi ventrikel kiri, proteinurea dan gangguan fungsi
ginjal, aterosklerosis pembuluh dara, retinopati, stroke atau TIA, dan angguan
jantung, misalnya infark miokard, angina pektoris, serta gagal jantung. Hal ini
dapat dicegah dengan penatalaksanaan yang dilakukan dengan baik dan terkontrol
sehingga prognosis dari kasus hipertensi menjadi baik,.
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan obat-
obatan ataupun dengan cara modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup dapat
dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari 6 gram/hari,
menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein, rokok, dan minuman
beralkohol. Olah raga juga dianjurkan bagi penderita hipertensi, dapat berupa
jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-25 me nit dengan frekuensi 3-5 x per
minggu. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress.
Sedangkan tatalaksana menggunakan obat-obatan merupakan pengobatan jangka
panjang dengan memberikan obat antihipertensi dengan melakukan Kontrol
pengobatan setiap 2 minggu atau 1 bulan untuk mengoptimalkan hasil
pengobatan.
2.5 Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 menurut American Diabetes Association (ADA)


adalah kumpulan gejala yang ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada kerja
insulin (resistensi insulin) dan sekresi insulin atau kedua-duanya. Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, terjadi peningkatan dari 1,1%
(2007) menjadi 2,1% (2013). Proporsi penduduk ≥15 tahun dengan diabetes
mellitus (DM) adalah 6,9%. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang
DM tipe 2 di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta
pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF)
pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta
pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan
angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah
penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.
Faktor resiko dari penyakit diabetes mellitus tipe 2 ini seperti berat badan
lebih dan obese (IMT ≥ 25 kg/m2), riwayat penyakit DM di keluarga, mengalami
hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi hipertensi), riwayat
melahirkan bayi dengan BBL > 4000 gram atau pernah didiagnosis DM
Gestasional, perempuan dengan riwayat PCOS (polycistic ovary syndrome),
riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) / TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu), dan aktifitas jasmani yang kurang. Ketika seseorang mengidap
penyakit DM tipe 2 pasien akan mengalami beberapa gejala yang khas yaitu
polifagia, poliuri, polidipsi, penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya serta
gejala yang lain yang tidak terlalu khas namun mengindikasikan kearah penyakit
ini seperti lemah, kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas), gatal, mata
kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita , dan luka yang sulit
sembuh.
Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan
kerusakan berbagai system tubuh terutama syaraf dan pembuluh darah. Beberapa
konsekuensi atau komplikasi dari diabetes yang sering terjadi adalah
meningkatnya risiko terjadinya riwayat penyakit jantung dan stroke, neuropati
(kerusakan syaraf) di kaki yang meningkatkan terjadinya ulkus kaki, infeksi, dan
keharusan untuk amputasi kaki, retinopati diabetikum, gagal ginjal, risiko
kematian dua kali lipat dibandingan dengan seseorang yang tidak mengidap
diabetes mellitus. Komplikasi ini dapat dicegah timbulnya dengan tatalaksana
yang baik dan teratur, tatalaksana tersebut berupa memodifkasi gaya hidup dan
mengkomsusi obat hiperglikemik oral (OHO).
Modifikasi gaya hidup tersebut berupa gaya hidup sehat yang harus
diterapkan pada penderita misalnya olahraga, menghindari rokok, dan menjaga
pola makan. Sedangkan untuk pemberian OHO dan insulin bersifat individual
tergantung kondisi pasien dan sebaiknya mengkombinasi obat dengan cara kerja
yang berbeda. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap
sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal. Tiap
golongan obat memiliki cara tersediri dalam mengkonsumsinya seperti
Sulfonilurea 15 –30 menit sebelum makan, metformin sebelum/pada saat/sesudah
makan dan penghambat glukosidase (Acarbose) bersama makan suapan pertama.
Kontrol obat-obatn OHO ini sebaiknya dilakukan 2 minggu sekali agar terkontrol
secara baik sehingga kualitas hidup tetap terjaga.
Daftar Pustaka

1. http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/lain-lain/data-dasar-
puskesmas-tahun-2013.pdf
2. BPJS, 2014. Panduan Praktek Klinis.Jakarta.
3. Pranaka, Kris. 2010. Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut). Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
4. IDI. 2014. Panduan Klinis Bagi DOkter Di Fasilitas Pelayanan Primer. Edisi
Revisi. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia
5. http://www.pusdatin.kemkes.go.id/article/view/15080300001/hipertensi-
the-silent-killer.html
6. http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
diabetes.pdf

Anda mungkin juga menyukai