PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
1. Karakteristik Anak Berkelainan Fisik
1. Karakteristik Tunanetra
Tunanetra adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfurigsian organ
penglihatan seseorang. Kondisi ini menyebabkan mereka memiliki karakteristik yang
khas, diantaranya adaiah:
Fisik, adanya kelainan pada indera penglihatan
Kemampuan akademik, tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya.
Motorik, kurang dapat melakukan mobilitas secara umum
Sosial/emosional, mudah tersinggung dan bersifat verbalisme yaitu dapat bicara
tetapi tidak tahu nyatanya
2. Karakteristik Tunarungu
Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidak fungsian organ
pendengaran. Beberapa karakteristik khas anak tunarungu, diantaranya adalah:
Fisik, kesan lahiriah tidak menampakan adanya kelainan pada anak
Kemampuan akademik, sama dengan anak normal pada umumnya
Motorik, memiliki keseimbangan motorik yang kurang baik
Sosial-emosional, perasaan curiga yang berlebihan dan mudah tersinggung
3. Karakteristik Tunadaksa
Anak Tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami kelainan fisik, atau cacat tubuh,
yang mencakup kelainan anggota tubuh maupun yang mengalami kelainan anggota
gerak dan kelumpuhan yang disebabkan karena kelainan yang ada di syaraf pusat atau
otak, dengan karakteristik sebagai berikut:
Fisik, jelas menampakkan adanya kelainan baik fisik maupun motorik
Kemampuan akademik;untuk tunadaksa ringan sama dengan anak normal pada
umumnya sedangkan untuk tunadaksa berat terutama bagai anak yang mengalami
gangguan neuro-muscular,disertai dengan keterbelakangan mental.
Motorik,mengalami gangguan motorik kasar maupun motorik halus.
Sosial – emosional ,cenderung merasa rendah diri (minder) dalam pergaulan
4
Mampudidik merupakan istilah untuk mengelompokan tunagrahita ringan.
Kemampuan maksimalnya setara dengan anak usia 12 tahun atau kelas 6 SD,
apabila mendapat pelayanan dan bimbingan belajar yang sesuai maka anak
mampudidik dapat lulus Sekolah dasar. Tunagrahita mampudidik umumnya tidak
disertai dengan kelainan fisik baik sensori maupun motoris, sehingga kesan
lahiriah anak mampudidik sama dengan anak normal sebaya.
b. Mampu latih
Tunagrahita mampulatih secara fisik sering memiliki kelainan fisik baik
sensori maupun motoris, bahkan hampir semua anak yang memiliki kelainan
dengan tipe klinik masuk dalam kelompok mampulatih sehingga sangat mudah
untuk mendeteksi anak mampu latih, karena penampilan fisiknya berbeda dengan
anak normal sebaya. Anak mampulatih kemampuan tertingginya setara dengan
anak normal usia 8 tahun (kelas 2 SD). Anak mampulatih tidak dapat mengikuti
pelajaran yang bersifat akademik walaupun secara sederhana seperti membaca,
menulis dan berhitung,mereka hanya mampu dilatih dalam keterampilan mengurus
diri sendiri dan aktivitas kehidupan sehari-hari.
c. Perlu rawat
Adalah klasifikasi anak tunagrahita yang paling berat,istilah kedokterannya
disebut idiot. Memiliki kapasitas inteligensi di bawah 25 dan sudah tidak mampu
dilatih keterampilan, hanya mampu dilatih pembiasaan (conditioning) dalam
kehidupan sehari-hari. Seumur hidupnya tidak dapat lepas dari orang lain.
2. Karakteristik Tunalaras
Anak tunalaras adalah anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang
ditunjukkan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun dalam
lingkungan sosialnya. Pada hakekatnya,anak-anak tunalaras memiliki kemampuan
intelektual yang normal. Kelainan banyak terjadi pada perilaku sosialnya.
Beberapa karakteristik menonjol dari anak yang berperilaku kelainan sosial:
a. Karakteristik umum
Mengalami gangguan perilaku; suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak
milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit konsentrasi, tidak mau
bekerjasama, sok aksi, ingin menguasai orang lain, mengancam, berbohong,
tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri, mengejek dsb.
Mengalami kecemasan,khawatir,ketakutan,tertekan,sulit bergaul,menarik
diri,kurang PD,bimbang,sering menangis,malu dan sebagainya.
Kurang dewasa, suka berfantasi, berangan-angan, mudah dipengaruhi, kaku,
pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya.
5
Agresif, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya,
sering pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah.
b. Sosial /emosi
Karakteristiknya : Sering melanggar norma masyarakat, sering mengganggu,
bersifat agresif, secara emosional sering merasa rendah diri mengalami kecemasan.
c. Karakteristik akademik
Karakteristiknya:Hasil belajarnya sering jauh di bawah rata-rata, Sering tidak naik
kelas, sering membolos, seringkali melanggar peraturan sekolah dan lalulintas.
7
1. Ajak berbicara lebih dahulu dengan orang tua sebelum berkomunikasi dengan anak atau
mengkaji anak dengan menjalin hubungan dalam tindakan keperawatan.
2. Lakukan kontak dengan anak dengan mengawali bercerita atau teknik lain agar anak mau
berkomunikasi
3. Berikan maianan sebelum masuk ke dalam pembicaraan inti.
4. Berikan kesempatan pada anak untuk memilih tempat pemeriksaan yang diinginkan sambil
duduk, berdiri atau tidur.
5. Lakukan pemeriksaan dari sederhana ke kompleks, pemeriksaan yang berdampak trauma
lakukan diakhir pemeriksaan.
6. Hindari pemeriksaan yang menimbulkan ketakutan pada anak dan beri kesempatan untuk
memegang alat periksa
11
Jelas ya, ABK dengan penguasaan banyak kosa kata memperjelas dan mempermudah
komunikasi.Komunikasi yang dapat digunakan saat ABK berinteraksi sosial.
c. Ciptakan suasana yang menyenangkan.
Suasana yang menyenangkan menyebabkan anak lebih mudah menyerap. Apalagi jika
ditambahkan stimulasi pendukung, seperti menggunakan irama, gerakan, sentuhan, bentuk,
warna, bau, teksture dan ekspresi tertentu. Penambahkan imbalan, sebagai motivasi dapat
memicu anak untuk lebih aktif. Stimulasi dan imbalan mendukung terciptaknya suasana
pembelajaran yang menyenangkan. Anak makin bersemangat dan punya keinginan untuk
meningkat kemampuan komunikasinya.
d. Gunakan AAC (Augmentative Alternative Communication)
Amati sekeliling anda, tidak semua orang mampu melakukan komunikasi verbal
(menggunakan bahasa lisan) dengan efektif. Faktor-faktor yang menghambat komunikasi
verbal adalah adanya perbedaan bahasa, budaya, kebiasaan menjadi alasan yang umum.
Alasan yang khusus adalah hambatan ABK, seperti ABK penyandang disabilitas
pengelihatan, pendengaran, gangguan sosial dsbnya.
Untuk ABK dengan hambatan komunikasi, penggunaan AAC atau Augmentative
Alternative Communication, menjadi alternatif. AAC, banyak jenisnya, mulai cara
tradisional seperti bahasa isyarat hingga cara canggih seperti penggunaan software berbasis
kemajuan teknologi komunikasi. Steven Haywkins seorang ilmuwan, dosen dan pencetus
teori pembaharuan adalah contoh dari penyandang disabilitas komunikasi yang mampu
menggunakan AAC secara maksimal.
13
2.10 RENCANA EVALUASI
Evaluasi pembelajaran dapat diartikan sekumpulan komponen yang saling berkaitan
satu sama lain yang saling berkolaborasi didalam membuat program perencanaan, pelaksanaan
dan pelaporan hasil evaluasi yang dilaksanakan di Sekolah Dasar Penyelenggara Pendidikan
Inklusif untuk membantu guru dalam menempatkan peserta didik dalam kelompok tertentu
sesuai dengan kemampuan dan kecakapan masing-masing serta membantu guru dalam
menyusun rencana evaluasi, menentukan waktu pelaksanaan dan melaporkan hasilnya yang
tidak membuat kesenjangan antara kenyataan dan harapan.
Menurut Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, penilaian pendidikan terdiri atas: penilaian hasil belajar oleh
pendidik, penilaian belajar oleh satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Penilaian terdiri atas penilaian eksternal dan penilaian internal. Penilaian eksternal merupakan
penilaian yang dilakukan oleh pihak lain yang tidak melaksanakan proses pembelajaran.
Penilaian eksternal dilakukan oleh suatu lembaga, baik dalam maupun luar negeri yang
dimaksudkan untuk penegnadalian mutu. Adapun penilaian internal adalah penilaian yang
dilakukan dan direncanakan oleh guru pada saat pembelajaran berlangsung dalam rangka
penjaminan mutu.
Penilaian yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penilaian internal terhadap
hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru di kelas atas nama sekolah untuk menilai
kompetensi peserta didik pada sekolah dasar tertentu pada saat dan akhir pembelajaran.
Penilaian ini lebih dikenal dengan penilaian kelas. Kurikulum menghendaki adanya cara
penilaian sehingga dapat diketahui perkembanganan ketercapaian berbagai kompetensi peserta
didik. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk pelaksanaan penilaian hasil belajar
yang dilakuan oleh pendidik. Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif menggunakan tiga
model kurikulum, yaitu kurikulum umum, kurikulum modifikasi dan kurikulum yang
diindividualisasikan. Implementasinya di pergunakan tiga jenis kurikulum dan karakteristik
peserta didik yang beragam pada sekolah inklusif, maka dibutuhkan sistem penilaian fleksibel
yang dapat dipergunakan untuk menilai kompetensi belajar semua peserta didik
14
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Anak dengan hambatan penglihatan dan pendengaran memperlihatkan banyak
tantangan yang unik ketika berkomunikasi baik untuk individu itu sendiri maupun orang yang
ada di sekitarnya. Orangtua, guru, atau orang terdekat dengan anak harus belajar menafsirkan
dan memberi tanggapan terhadap komunikasi yang dilakukan anak. Bentuk interaksi
komunikasi reseptif dan ekspresif, yang dijabarkan dalam berbagai langkahlangkah konkrit
dan operational dapat memberikan panduan kepada orangtua, guru, pengasuh, atau siapapun
yang terlibat dalam upaya mengembangkan komunikasi.
Penting untuk diperhatikan bahwa sesederhana apapun kegiatan interaksi dan
komunikasi yang dibangun, akan memberi kan makna positif bagi anak. Anak tetap menjadi
bagian penting dengan memperhatikan prinsip-prinsip perkembangan, bahwa masing-masing
anak memiliki perbedaan tergantung pada banyaknya dan jenis hambatan penglihatan dan
pendengaran yang mereka miliki, disamping cara mereka belajar menggunakan penglihatan
dan pendengaran itu
3.2 SARAN
Setelah mengetahui dan memahami segala sesuatu hal yang berhubungan dengan anak
berkebutuhan khusus, sangat diharapkan bagi masyarakat indonesia terutama bagi para
pendidik dalam menyikapi dan mendidik anak yang menyandang berkebutuhan khusus
dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Karena pada dasarnya anak seperti itu
bukan malah dijauhi akan tetapi didekati dan diperlakukan sama dengan manusia normal
lainnya akan tetapi caranya yang berbeda.
15
DAFTAR PUSTAKA
Hafied Cangara,. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2008
Sugiarto, S, Prambahan, D.S., dan Pratitis, N.T, Pengaruh Social Story Terhadap
Kemampuan Berinteraksi Sosial pada Anak Autis. Anima, 2004
Suparno.2008.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Tamsuri, Anas, 2006. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC
16