Gizi Pendek12 PDF
Gizi Pendek12 PDF
KEPENGURUSAN
Pelindung:
Prof. Dr. dr Kusharisupeni Djokosujono, M.Sc
Pimpinan redaksi
Aidah Auliyah, S.Gz
Sekretaris Umum
Friska Arthalina T
Dewan redaksi
Tony Arjuna, S.Gz
Adila Prabasiwi, SKM
Saskia Piscesa, S.Gz
Mutia Imro A ,S.Gz
Mutia Anggun Sayekti
Rujito
Lini Anisfatus Sholihah
Fadilla Ajani
Keuangan
Mega Dwi Kartika
Promosi
Ratu Tatya Rachman
Adila Fahmida Saptari
Novia Akmaliyah
Rudianto
Desy Prima Lestari
Mief Qurani
Baiq Fitria
Rio Aditya
Perkenalkan, saat ini telah hadir jurnal elektronik yang merupakan kumpulan
artikel ilmiah dari mahasiswa gizi di seluruh Indonesia. Jurnal elektronik yang bernama
Berkala Ilmiah Mahasiswa Gizi (BIMGI) ini juga merupakan bagian dari Berkala Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan (BIMKES) yang merupakan pusat pangkalan jurnal elektronik
dari tujuh organisasi mahasiswa (ormawa) kesehatan di Indonesia. Berdasarkan surat
edaran Dikti No. 152/E/T/2012 yang menyatakan bahwa jumlah publikasi karya ilmiah
dari Perguruan Tinggi di Indonesia masih terhitung sedikit maka Dikti berharap bahwa
setiap mahasiswa harus mempublikasikan artikel ilmiahnya sebagai syarat kelulusan.
Menindaklanjuti surat edaran Dikti dan dengan maksud turut mensukseskan program
tersebut, maka kami tim penyusun BIMGI menyediakan wadah untuk membangun
budaya mempublikasikan tulisan ilmiah para mahasiswa gizi Indonesia.
Menulis dan menyajikan jurnal ilmiah yang baik dan mampu dipahami oleh
pembaca memang bukanlah hal yang mudah. Diperlukan serangkaian proses yang
membutuhkan kerja sama yang solid antara penulis, tim redaksi dan mitra bestari.
Oleh karena itu, selaku penyusun , kami mengucapkan terima kasih kepada para
penulis yang telah mengirimkan jurnalnya serta kepada mitra bestari yang dengan
senang hati memberikan saran perbaikan bagi penulisan jurnal ilmiah yang baik.
Semoga dengan adanya BIMGI dapat memicu lahirnya budaya baru dalam
mempublikasikan setiap artikel ilmiah agar lebih memberi manfaat bagi dunia ilmu
pengetahuan gizi. Kami berharap BIMGI dapat menjadi salah satu referensi dan
pemicu munculnya ide-ide kreatif nan cemerlang untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.
Pimpinan Redaksi,
2. Gambaran Kejadian Kegemukan dan Obesitas serta Perbedaan Pola Konsumsi Sumber
Karbohidrat pada Usia Dewasa (>18 Tahun) di Desa Tepus, Yogyakarta dan Kelurahan
Cinangka, Jawa Barat Tahun 2012
3. Gambaran Asupan Zat Gizi, Status Gizi, dan Tingkat Kebugaran Atlet Olahraga Bermain
di Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) Dinas Pemuda dan Olahraga
Provinsi Sulawesi Selatan
4. Fortifikasi Zat Besi pada Permen Belimbing Wuluh dengan Metode Mikroenkapsulasi
sebagai Salah Satu Upaya Mengurangi Prevalensi Anemia Gizi Besi pada Anak-Anak
Sakinah Ulfiyanti...……………………………………………………………………………………… 29
ABSTRAK
ABSTRACT
Tabel 3. Perbedaan Skor Z Sebelum dan Setelah Intervensi Antara Kelompok Perlakuan dan
Kontrol
Variabel Perlakuan (n=20) Kontrol (n=21)
Mean/Median ± SD Mean/Median ± P
SD
Δ BB(kg)
sebelum - 1 bulan 0,5± 0,5 0,1± 0,9 0,290w
w
1 - 2 bulan 0,2± 0,2 -0,1± 0,8 0,061
i
sebelum - 2 bulan 0,5 ± 0,7 0,2 ± 0,6 0,76
Δ TB (cm)
i
Sebelum - 1 bulan 1,8 ± 1,1 1,4 ± 1,1 0,297
w
1 - 2 bulan 1,3 ± 0,7 0,3 ± 0,5 0,000
i
sebelum - 2 bulan 3,0 ± 1,2 1,9 ± 1,2 0,004
Δ Skor z indeks BB/U
w
Sebelum - 1 bulan 0,3± 0,5 0,0± 0,8 0,246
w
1 - 2 bulan -0,1± 0,3 -0,2 ± 0,7 0,175
i
sebelum - 2 bulan 0,1 ± 0.5 -0,1 ± 0,6 0,171
Δ Skor z indeks TB/U
Sebelum - 1 bulan 0,4 ± 0,4 0,2 ± 0,4 0,190i
w
1 - 2 bulan 0,2 ± 0,2 -0,1 ± 0,2 0,000
i
Sebelum - 2 bulan 0,5 ± 0,4 0,2 ± 0,4 0,003
Δ Skor z indeks BB/TB
i
Sebelum - 1 bulan 0,0 ± 0,8 -0,1 ± 1,2 0,836
w
1 - 2 bulan -0,1 ± 0,6 -0,2± 1,0 0,557
w
sebelum - 2 bulan -0,3 ± 0,9 -0,3 ± 0,8 0.548
Keterangan: i= independent t-test, w= Mann-Whitney
Tabel 4.Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Sebelum dan Setelah Intervensi
Perubahan Tingkat Kecukupan Energi dan energi dan protein sesudah intervensi pada
Protein Sebelum dan Setelah Intervensi kelompok perlakuan dan kontrol (p>0,05).
Antara Kelompok Perlakuan dan Kontrol Perbedaan peningkatan tingkat kecukupan
energi dan protein sebelum dan setelah
intervensi pada kedua kelompok dapat dilihat
Tabel 5 menunjukkan tidak ada pada Tabel 5.
perbedaan peningkatan tingkat kecukupan
Tabel 5. Perbedaan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Setelah Intervensi Antara Kelompok
Perlakuan dan Kontrol
Variabel Perlakuan (n=20) Kontrol (n=21)
p
Mean ± SD Mean ± SD
Δ Peningkatan TKE
Sebelum - 1 bulan 9,5 ± 1,9 -0,6 ± 3,3 0,090w
i
1 - 2 bulan 3,5 ± 7,8 2,2 ± 2,7 0,825
w
sebelum -2 bulan 12,8 ± 1,9 6,5 ±2,7 0,144
Δ Peningkatan TKP
i
Sebelum - 1 bulan 20,8 ± 2,7 7,8 ± 5,5 0,345
i
1 - 2 bulan 0,9 ± 2,2 1,5 ± 1,4 0,946
i
sebelum -2 bulan 21,6 ± 2,6 9,3 ± 4,4 0,287
Keterangan: pi = independent t-test, w = Mann-Whitney
ABSTRAK
ABSTRACT
World’s occurence of overweight and obesity is increasing, included Indonesia.
Overweight and obesity have strong relations with food consumption behaviour.
The aim of this study is to observe the prevalence of overweight and obesity and
also to see the differences of body mass index, variations and frequency of
carbohydrate sources consumption between people in rural (Tepus, Wonosari,
Yogyakarta) and urban (Cinangka, Depok, West Java). Variable of this study
consists of carbohydrate source consumption patterns (variation, amount and
frequency) which gathered by 24-hour recall also food frequency questionnaire and
body mass index (kg/m2) as an indicator to determine the status of overweight and
obesity. Bivariate data analysis using t-test for two independent samples, in order
to know the differences between the prevalence in rural dan urban. Total samples
are 58 people, each population represent by 29 respondents. Study result shows
that the percentage of overweight and obesity in urban population (27.6%) greater
than rural (17. 2%). As the result, body mass index average (p=0.006) and
frequency of starchy tubers and its derivative products consumption (p=0.007)
show significant differences between people in urban and rural.
Keywords: body mass index, starchy tubers, over-nutrition, carbohydrate
PENDAHULUAN didominasi oleh protein dengan gaya hidup dan
7
keamaan pangan yang relatif rendah . Tujuan
Kelebihan berat badan atau overweight yang
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
juga umum dinyatakan dengan istilah
banyaknya kejadian kegemukan dan obesitas di
kegemukan merupakan suatu fenomena yang
pedesaan dan perkotaan serta melihat adanya
terjadi akibat ketidakseimbangan antara energi
perbedaan indeks massa tubuh dan perbedaan
yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan
jumlah, jenis dan frekuensi konsumsi sumber
dengan energi yang digunakan untuk melakukan
karbohidrat di dua daerah penelitian.
kegiatan dan aktifitas fisik. Kegemukan yang
tidak segera diatasi dapat berkembang menjadi
obesitas. Kedua bentuk dari kondisi gizi lebih
METODE
tersebut merupakan pintu dari kemunculan dan
perkembangan penyakit degeneratif yang Desain penelitian ini menggunakan
berkaitan dengan kelainan metabolisme seperti pendekatan cross-sectional yang dilakukan di
diabetes melitus dan dislipidemia. dua lokasi yaitu desa tepus, wonosari,
Dunia mengalami beban gizi ganda saat yogyakarta (mewakili pedesaan) dan kelurahan
ini karena ketika masalah gizi kurang belum cinangka, depok, jawa barat (mewakili
tuntas teratasi, di sisi lain sedang terjadi perkotaan). Populasi adalah seluruh orang
perkembangan dari gizi lebih. Pada tahun 2008, dewasa laki-laki maupun perempuan berusia
ada lebih dari 1.4 milyar orang dewasa di dunia lebih dari 18 tahun yang bermukim di wilayah
yang memiliki status gizi lebih dimana 200 juta penelitian. Sampel adalah orang yang terpilih
laki-laki dan 300 juta perempuan mengalami dewasa laki-laki maupun perempuan berusia
1
obesitas . Pada tahun 2008 sebanyak 20,7% lebih dari 18 tahun bermukim di wilayah
orang dewasa berusia di atas 20 tahun di penelitian. Total sampel yang di peroleh
Indonesia mengalami obesitas 2. Berdasarkan sebanyak 58 orang.
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun Data primer yang dikumpulkan pada
2010, terdapat 10% penduduk dewasa (>18 penelitian adalah karakteristik individu yang
tahun) yang mengalami kegemukan dan 11.7% terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat
mengalami obesitas 3. pendidikan, indeks massa tubuh, dan pola
Hasil penelitian di Kota Depok, Jawa konsumsi sumber karbohidrat (jumlah, jenis dan
Barat menunjukkan bahwa faktor risiko yang frekuensi konsumsi sumber karbohidrat).
paling dominan berhubungan dengan obesitas Pengukuran indeks massa tubuh dilakukan
berdasarkan kategori IMT Depkes adalah tempat dengan membagi antara berat badan dalam
tinggal (desa dan kota). Obesitas berdasarkan satuan kilogram (kg) dengan tinggi badan dalam
2
kategori IMT sampel paling berhubungan dengan satuan meter persegi (m ). Pengumpulan data
asupan karbohidrat. Risiko terjadinya obesitas di dilakukan pada bulan Desember di tahun 2012.
daerah perkotaan 2,11 kali dibandingkan dengan Jumlah konsumsi sumber karbohidrat
daerah pedesaan 4. merupakan asupan sumber karbohidrat makanan
Faktor diet merupakan peran yang yang dikonsumsi selama penelitian yang
dominan dalam menyebabkan kejadian diperoleh dari hasil recall 24-hour. Jenis dan
5
kegemukan dan obesitas . Konsumsi frekuensi sumber karbohidrat merupakan variasi
karbohidrat memiliki hubungan dengan besarnya asupan berbagai jenis sumber karbohidat
kemungkinan menjadi gemuk atau obesitas pada makanan yang dikonsumsi selama sebulan
orang dewasa sehat. Risiko terendah mengalami terakhir yang diperoleh dengan food frequence
kegemukan atau obesitas dapat diraih dengan questionnaire. Pada lembar food frequence
mengonsumsi 47%-64% energi yang berasal dari questionnaire dicantumkan 14 sumber
6
karbohidrat . karbohidrat makanan yang paling sering di
Kandungan karbohidrat pada makanan konsumsi di kedua daerah. Klasifikasi sumber
cenderung berbanding terbalik terhadap karbohidrat makanan dibagi menjadi dua yaitu
kepadatan energi di dalam makanan. Makanan kelompok serealia dan hasil olahannya (nasi,
yang kepadatan energinya tinggi memiliki jagung, roti, mie basah, mi kering, bihun, tepung
hubungan dengan kandungan lemak yang tinggi terigu, tepung beras, biskuit, ketan hitam dan
sedangkan kandungan karbohidratnya tidak ketan putih) serta umbi berpati dan hasil
tinggi 5. Setiap jenis sumber karbohidrat memliki olahannya (singkong, kentang dan ubi). Data
kepadatan energi yang berbeda-beda. Perlu yang dikumpulkan merupakan data primer.
diketahui bahwa pola konsumsi pangan di Pengumpulan data dilakukan oleh tiga orang
pedesaan lebih banyak mengonsumsi asisten peneliti yang merupakan mahasiswa
karbohidrat disertai dengan hasil pertanian yang program studi gizi fakultas kesehatan
belum diolah dan kesejahteraan masyarakat masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI).
masih rendah. Perkotaan dengan kesejahteraan Alat dan bahan yang digunakan dalam
masyarakat yang lebih baik pola konsumsinya penelitian adalah timbangan injak (CAMRY
model BR9015B) untuk mengukur berat badan Tabel 1. Karakteristik subjek berdasarkan usia, tingkat
pendidikan serta status kegemukan dan obesitas
(ketelitian 0,5 kg) dan microtoise untuk mengukur
tinggi badan (0,1 cm). Saat dilakukan
Pedesaan (n= Perkotaan (n=
penimbangan berat badan (BB), subjek tidak
diperbolehkan menggunkan alas kaki, Variabel 29) 29)
mengantongi barang bawaan, serta n % n %
menggunakan pakaian yang tebal. Tinggi badan Usia
(TB) diukur menggunakan microtoise yang 20-30 tahun 7 12.1 8 13.8
digantung di dinding setinggi dua meter dari 31-40 tahun 9 15.5 8 13.8
lantai dasar dengan permukaan yang rata. 41-50 tahun 11 19 8 13.8
Subjek diukur dalam kondisi tegak, muka 51-60 tahun 1 1.7 4 6.9
menghadap lurus ke depan, tangan berada di >60 tahun 1 1.7 1 1.7
samping badan dalam keadaan lepas, tanpa alas Tingkat Pendidikan
kaki dan bersandar pada dinding. Pita Tamat SD 4 6.9 6 10.3
pengukuran tinggi badan ditarik ke bawah
Tidak Tamat 1 1.7 0 0
sampai menyentuh kepala bagian atas subjek
SMP
kemudian skala pengukuran dibaca.
Tamat SMP 12 20.7 7 12.1
Analisis data menggunakan perangkat lunak Tidak Tamat 1 1.7 0 0
khusus untuk pengolahan data. Analisis SMA
deskriptif yang ditampilkan merupakan Tamat SMA 9 15.5 13 22.4
perbandingan karakteristik dan status D3 0 0 2 3.4
kegemukan subjek penelitian di pedesaan dan S1 2 3.4 1 1.7
perkotaan. Perbedaan antara subjek di
Status Kegemukan dan Obesitas
pedesaan dan perkotaan akan di deskripsikan
Tidak 19 32.8 13 22.4
melalui hasil analisis statistik uji T independen.
Ya 10 17.2 16 27.6
a
Status kegemukan dan obesitas ditentukan
HASIL dengan kategori indeks massa tubuh menurut Depkes RI.
Subjek yang memiliki IMT > 25.00 dikategorikan ke dalam
Total subjek yang terlibat di dalam kegemukan dan obesitas.
penelitian sebanyak 58 orang. Tabel 1
menggambarkan karakteristik subjek
berdasarkan usia, tingkat pendidikan serta status Frekuensi konsumsi sumber karbohidrat dibagi
kegemukan dan obesitas. Berdasarkan hasil berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi
analisis di ketahui bahwa dari 29 subjek sumber serealia dan olahannya serta umbi
penelitian di masing-masing wilayah kejadian berpati dan olahannya. Rata-rata frekuensi
kegemukan dan obesitas lebih banyak terjadi di konsumsi sumber serealia dan olahannya tidak
wilayah perkotaan (27,6%) di bandingkan di memiliki perbedaan signifikan (P= 0.726) antara
wilayah pedesaan (17,2%). Seperti yang di pedesaan dan perkotaan (173.34 dan 166.79
ditunjukkan pada tabel 2 rata-rata indeks massa kali) dalam satu bulan.
tubuh di pedesaan diketahui lebih kecil (22.89
kg/m2) dibandingkan dengan di perkotaan (25.90
2
kg/m ) dan diketahui ada perbedaan yang
signifikan (P= 0.006).
Pola konsumsi karbohidrat di bagi lagi
menjadi jumlah, frekuensi dan variasi konsumsi
jenis sumber karbohidrat. Jumlah konsumsi
sumber karbohidrat selama penelitian yang
dihitung dalam persen asupan sehari. Rata-rata
Jumlah konsumsi sumber karbohidrat di
pedesaan (54.97%) lebih rendah dibandingkan
dengan di perkotaan (55.07%) namun tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan (P= 0.976).
Tabel 2. Nilai rata-rata dan perbedaan pada indeks massa tubuh serta pola konsumsi sumber karbohidrat pada subjek.
Nilai Rata-Rata P Value
Pedesaan Perkotaan
n= 29 n= 29
2
Indeks Massa Tubuh (kg/m ) 22.89 25.90 0.006
Pola Konsumsi Sumber Karbohidrat
Asupan karbohidrat (%) 54.97 55.07 0.976
Frekuensi Konsumsi
Serealia Dan Hasil Olahan* 173.34 166.79 0.726
Umbi Berpati Dan Hasil Olahan* 35.43 23.57 0.007
Variasi Jenis** 9 9 0.518
*) Frekuensi konsumsi sumber karbohidrat dalam satu bulan
**) Total jenis sumber karbohidrat yang dimakan dalam satu bulan dari total 14 jenis sumber karbohidrat yang dicantumkan di
dalam kuesioner
Mustamir Kamaruddin1
1
Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
ABSTRAK
Asupan zat gizi adalah jumlah zat gizi yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran asupan zat gizi, status gizi, dan tingkat kebugaran atlet olahraga
bermain di PPLP Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan
metode observasional dengan pendekatan deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total
sampling. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan
asupan energi, karbohidrat, lemak, vitamin C, dan kalsium semua atlet (100%) berada pada kategori
kurang. Asupan vitamin D semua atlet (100%) berada pada kategori cukup. Asupan protein sebagian
besar atlet yang berada pada kategori cukup yaitu 96,6% dan untuk asupan Fe dan Zn sebagian besar
atlet berada pada kategori kurang yaitu 82,8% dan 96,6%. Status gizi dengan pengukuran antropometri
semuanya berada pada status gizi normal yaitu 100% sedangkan pengukuran biokimia (kadar Hb)
sebagian besar dalam kategori normal yaitu 66,5%. Tingkat kebugaran sebagian besar dalam kategori
baik sekali yaitu 55,2% yang diukur dengan menggunakan lari multi tahap. Melalui penelitian ini
disarankan para atlet untuk mengkonsumsi beraneka ragam makanan serta mengkonsumsinya sesuai
dengan kebutuhan. Perlu adanya ahli gizi yang dapat memberikan pengetahuan tentang gizi secara rutin.
Kata Kunci : Asupan Zat Gizi, Status Gizi, Tingkat Kebugaran, Atlet Olahraga Bermain
ABSTRACT
The nutrient intake is the amount of nutrient consumed to fulfil their needs. This research is aimed
to know about the description of nutrient intake, nutritional status, and the fitness level of sport athletes
who play in PPLP of Department of Youth and Sport in South Sulawesi. This research is using
observational method with descriptive approach. Sample is taken using total sampling. The data used
including primary data and secondary data. The result shows that the intake of energy, carbohydrate, fat,
vitamin C, and calcium of all athletes (100%) were in the category of less. Intake of vitamin D all athletes
(100%) was in the category of enough. Intake of protein of most athletes is in the prologue and enough
namely 96.6% and for intake of Fe and Zn most athletes are in the prologue and less namely 82.8% and
96.6%. Nutritional status that measured by anthropometry is on the status of normal nutrition is 100%
while the measurement of biochemistry (levels of Hb) mostly in the category of normal namely 66.5%.
Level of fitness mostly in the category of good which is amount collected by 55.2% were measured using
multi stage run. From this research, it is suggested to the athletes to consume variegated food and in
accordance with their needs. The nutritionist is also needed to give them nutritional education regularly.
Keyword : Nutrient Intake, Nutritional Status, Level of Fitness, Playing Sports of Athletes
PENDAHULUAN gizi, dan tingkat kebugaran atlet olahraga
bermain di tempat tersebut.
Olahraga merupakan aktivitas fisik
secara terencana untuk berbagai tujuan antara BAHAN DAN METODE
lain mendapatkan kesehatan, kebugaran,
rekreasi, pendidikan, dan prestasi. Prestasi Lokasi Penelitian
olahraga merupakan akumulasi kualitas fisik, Penelitian dilakukan di PPLP yang
teknik, taktik, dan kematangan psikis yang terletak di Sudiang, Makassar. PPLP merupakan
mampu ditampilkan olahragawan dalam suatu salah satu program pembinaan atlet usia
1
pertandingan . sekolah yang telah lulus seleksi penerimaan
Menurut laporan WHO pada tahun 1999, sekaligus diasramakan yang digagas oleh Dinas
kasus penyakit tidak menular seperti penyakit Pemuda dan Olahraga Provinsi Sulawesi
jantung, tekanan darah tinggi, kencing manis, Selatan.
kanker, serta berat badan berlebih hampir 60%
menyebabkan kematian dan merupakan 43% Desain dan Variabel Penelitian
dari seluruh beban penyakit penyakit di dunia Desain penelitian yang digunakan
(Global Burden Disease). Pada tahun 2020 adalah metode observasional dengan
penyakit tidak menular diperkirakan akan pendekatan deskriptif untuk mengetahui
meningkat menjadi 73% sebagai penyebab gambaran asupan zat gizi, status gizi, dan
kematian dan merupakan 60% dari seluruh tingkat kebugaran atlet olahraga bermain di
beban penyakit. Penyakit tidak menular sangat PPLP. Adapun variabel pada penelitian ini
erat kaitannya dengan gaya hidup seperti pola meliputi asupan zat gizi, status gizi, dan tingkat
makan tidak seimbang, rendahnya aktivitas fisik, kebugaran.
2
dan kebiasaan merokok .
Kebutuhan gizi atlet mempunyai Populasi dan Sampel
kekhususan karena tergantung pada cabang Populasi dalam penelitian ini adalah
olahraga. Untuk mendapatkan atlet yang semua atlet olahraga bermain yang berstatus
berprestasi, faktor gizi sangat perlu diperhatikan sebagai atlet aktif di PPLP dengan jumlah 29
sejak saat pembinaan di tempat pelatihan orang. Pengambilan sampel dilakukan secara
3
sampai pada saat pertandingan . total sampling, yaitu semua populasi tersebut
Venkarteswarlu (1982) menambahkan bahwa dimasukkan sebagai sampel penelitian.
atlet yang mempunyai pengetahuan tentang gizi
cenderung jarang memilih makanan berdasarkan Pengumpulan Data
tradisi, adat, maupun iklan yang umumnya Data primer meliputi asupan makanan
kurang mengandung zat gizi yang berimbas yang diperoleh dengan wawancara serta
4
pada kemunduran prestasi olahraga . melakukan food recall 1x24 jam. Status gizi
Warren, Bonner, dan Stitt (1985) diperoleh dengan mengukur tinggi badan
menyarankan bahwa pelatih perlu memberikan (menggunakan microtoise) dan berat badan
informasi mengenai kebutuhan cairan, suplemen (menggunakan timbangan) serta menanyakan
makanan, dan metode untuk meningkatkan atau umur sebagai acuan untuk menghitung
menurunkan berat badan. Mereka menyatakan kebutuhan zat gizi. Dilakukan pula pengecekan
bahwa pengetahuan tentang gizi sebaiknya kadar Hb dan tingkat kebugaran yang diukur
dikembangkan dan ditampilkan dalam format dengan menggunakan lari multi tahap (Bleep
5
ilmiah oleh para pelatih . Test). Data sekunder didapatkan dari hasil
Berdasarkan hasil observasi di Pusat wawancara dengan pembina atlet ataupun
Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar pengelola di PPLP.
(PPLP), kami memperoleh sejumlah data
mengenai atlet, aktivitas, dan jenis olahraga. Analisis Data
PPLP merupakan salah satu insititusi yang Data yang telah dikumpulkan kemudian
memiliki atlet yang dipersiapkan untuk mengikuti diolah dengan menggunakan program WHO
kejuaraan nasional, regional, maupun Antro, NutriSurvey, dan SPSS 16.
internasional tanpa selalu menunggu
pelaksanaan pemusatan pelatihan yang HASIL PENELITIAN
insidentil dan mendadak sehingga kami Deskripsi Karakteristik Umum
bermaksud mengadakan penelitian untuk Berdasarkan Tabel 1 responden
memperoleh gambaran asupan zat gizi, status terbanyak adalah olahraga sepak takraw yaitu
55,2%. Responden didominasi oleh jenis berumur < 17 tahun sebanyak 58,6%.
kelamin laki-laki, yaitu sebesar 82,8% karena Responden sebanyak 93,1% yang sedang
jenis olahraga yang diteliti lebih diminati oleh mengenyam pendidikan di tingkat SMA dan
laki-laki. Berdasarkan umur, jumlah responden 62,1% tidak mengkonsumsi suplemen.
Asupan Energi
Berdasarkan hasil penelitian ini dalam kategori asupan energi yang kurang yang
didapatkan bahwa semua atlet (100%) masuk ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Status Gizi, Status Anemia, Tingkat Kebugaran, dan Asupan
Zat Gizi Atlet Olahraga Bermain di PPLP Dispora Sulawesi Selatan
Asupan Vitamin C
Kurang 29 100,0
Asupan Vitamin D
Cukup 29 100,0
Asupan Kalsium
Kurang 29 100,0
Asupan Fe
Kurang 24 82,8
Cukup 5 17,2
Asupan Zn
Kurang 28 96,6
Cukup 1 3,4
Tabel 3. Nilai Mean dan Standar Deviasi Z-Score IMT/U Atlet Olahraga
Bermain di PPLP Dispora Sulawesi Selatan
Status Anemia
Tabel 2 menunjukkan terdapat 34,5% dari atlet perempuan lebih kecil dibandingkan
yang mengalami anemia. Tabel 4 menunjukkan dengan atlet laki-laki karena dipengaruhi faktor
bahwa nilai mean kadar Hb atlet laki-laki adalah menstruasi yang dialami setiap perempuan usia
13,43 (normal) dan nilai mean kadar Hb atlet remaja setiap bulan.
perempuan adalah 12,64 (normal). Kadar Hb
Nilai
Kadar Hb
Laki-laki Perempuan
Mean 13,43 12,64
Minimum 11 10,9
Maksimum 16,6 14,6
Tingkat Kebugaran
penting untuk usia remaja khususnya atlet yang
Tabel 2 menunjukkan sebagian besar mengalami pembinaan sejak usia dini.
atlet memiliki tingkat kebugaran baik sekali yaitu
55,2% dan 44,8% yang memiliki tingkat PEMBAHASAN
kebugaran baik. Peranan kebugaran sangat Gambaran Asupan Energi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan cukup yaitu 96,6% yang berarti
dari 29 responden yang berstatus gizi normal, asupannya antara 10-15% dari total kebutuhan
semuanya termasuk dalam kategori asupan yang dianjurkan. Sebagian besar asupan cukup
energi kurang yaitu 100% yang artinya asupan dikarenakan atlet sering mengkonsumsi
energi semua atlet kurang dari 75% total makanan yang mengandung tinggi protein
kebutuhan energi. Dalam penelitian ini, asupan seperti tempe, tahu, kacang-kacangan, dan
energi atlet diperoleh melalui wawancara dengan sumber protein lainnya. Namun ada pula yang
metode food recall 1x24 jam dengan asupannya kurang disebabkan karena konsumsi
menanyakan makanan yang dikonsumsi dalam sumber protein yang kurang, misalnya tidak
sehari dari bangun tidur hingga tidur kembali. menyukai makanan terterntu seperti olahan tahu.
Berdasarkan wawancara tentang asupan Atlet mengkonsumsi makanan sesuai selera
energi yang dikonsumsi ternyata para atlet tidak masing-masing meskipun telah disediakan oleh
memperhitungkan kebutuhan energi sesuai pihak asrama. Protein bagi atlet yang masih
dengan kebutuhan mereka dan tidak mempunyai remaja sangat diperlukan untuk pertumbuhan
pengetahuan tentang berapa besar asupan dan pembentuk tubuh guna mencapai tinggi
energi yang harus dikonsumsi oleh seorang atlet badan yang optimal. Protein di dalam tubuh
pada saat latihan sehingga energi yang mempunyai fungsi utama yang khas dan tidak
dikonsumsi setiap harinya tidak tercukupi. Selain dapat digantikan oleh zat gizi lain yaitu untuk
itu juga terdapa keterbatasan peneliti dalam membangun serta menjaga jaringan dan sel-sel
7
menggali informasi lebih dalam mengenai tubuh .
asupan yang dikonsumsi atlet.
Lemak
Gambaran Asupan Zat Gizi Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
Karbohidrat semua atlet termasuk dalam asupan kategori
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kurang yang berarti asupannya kurang dari 20%
semua atlet masuk dalam kategori asupan dari yang dianjurkan. Sebagian besar asupan
kurang yang berarti asupan atlet kurang dari yang kurang disebabkan dengan kebiasaan
60% total kebutuhan sehari. Frekuensi makan makan yang cenderung memilih makanan dari
utama atlet hanya tiga kali dalam sehari dan sumber makanan laut (ikan segar) daripada
makanan atlet tergantung pada menu apa yang makanan daging dan olahannya.
disajikan di asrama. Disamping itu atlet Total konsumsi lemak diharapkan tidak
mempunyai aktivitas harian selain olahraga melebihi 25% dari total kebutuhan energi tubuh.
seperti belajar dan mengikuti kegiatan Kelebihan lemak bagi atlet sangat dihindari
ektrakurikuler di sekolah. Oleh karena itu, karena lemak yang berlebih akan menyebabkan
kebutuhan energi dan zat gizi atlet meningkat peningkatan berat tubuh dan juga akan
namun atlet kurang memperhatikan asupan yang menurunkan kapasitas kecepatan, power, dan
8
seharusnya dikonsumsi setiap hari yang sesuai enduran .
dengan kebutuhan.
Hasil konsensus dalam bidang nutrisi Vitamin
olahraga menyebutkan bahwa penting bagi atlet Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
untuk memenuhi 60-70% dari total kebutuhan semua atlet masuk kategori asupan vitamin C
energi melalui konsumsi karbohidrat. Kebutuhan kurang yaitu 100% yang artinya asupan atlet
ini dapat dipenuhi melalui konsumsi makanan kurang dari 90% dari yang dianjurkan,
yang kaya akan karbohidrat kompleks seperti sedangkan asupan vitamin D semua atlet masuk
roti, gandum, sereal, pasta, nasi, jagung, kategori cukup yaitu 100% yang artinya asupan
kentang, dan kacang hijau, sedangkan untuk atlet ≥ 90% dari yang dianjurkan. Sebagian
membantu dalam menyediakan energi secara besar asupan kurang disebabkan karena kurang
cepat pada saat sebelum, saat sedang, dan mengkonsumsi buah-buahan, sayur-sayuran,
setelah latihan/ pertandingan olahraga dapat dan sumber vitamin lainnya. Vitamin sangat
mengkonsumsi karbohidrat sederhana seperti penting terutama untuk mengukur reaksi kimia
6
glukosa, sukrosa, ataupun juga fruktosa . zat gizi penghasil energi. Pada seorang atlet,
kebutuhan vitamin terutama vitamin yang larut
Protein dalam air, meningkat sesuai dengan kebutuhan
8
Dari hasil penelitian diketahui bahwa energi .
sebagian besar atlet masuk dalam kategori
Mineral efisien sehingga memungkinkan terjadinya
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pertumbuhan fisik, perkembangan otak, dan
sebagian besar asupan Fe dan Zn dalam kemampuan kerja untuk mencapai tingkat
11
kategori kurang yaitu 82,8% dan 96,6%. kesehatan yang optimal .
Sementara itu untuk asupan kalsium semua atlet
dalam kategori kurang (100%). Zat besi (Fe) Hemoglobin (Hb)
merupakan mineral mikro yang paling banyak Hasil pengukuran berdasarkan kadar Hb
terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan didapatkan sebagian besar atlet berada pada
yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh kategori normal yaitu 66,5% dan kategori anemia
manusia dewasa. Zat besi mempunyai fungsi yaitu 34,5%. Pengambilan kadar Hb
esensial di dalam tubuh sebagai alat angkut menggunakan metode cyanmethemoglobin
9
oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh . Zat karena lebih akurat dan praktis. Hb merupakan
besi banyak terdapat dalam bahan makanan senyawa pembawa oksigen pada sel darah
hewani, contohnya daging, ayam, ikan maupun merah. Kandungan Hb yang rendah dapat
dalam bahan makanan nabati contohnya mengindikasikan anemia. Berdasarkan pada
8
kangkung dan bayam . metode yang digunakan, nilai hemoglobin
Pengkategorian cukup atau tidaknya menjadi akurat sampai 2-3%. Metode yang lebih
asupan zat gizi berdasarkan AKG 2004 bagi dulu dikenal adalah metode Sahli yang
orang Indonesia. Hampir semua asupan zat gizi menggunakan teknik kimia dengan
atlet termasuk dalam kategori kurang. Hal ini membandingkan senyawa akhir secara visual
12
disebabkan asupan energi yang dikonsumsi atlet terhadap standar gelas warna .
ternyata sebagian besar tidak memperhitungkan
kebutuhan energi yang sesuai dengan Gambaran Tingkat Kebugaran
kebutuhan yang mereka butuhkan dan tidak Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mempunyai cukup pengetahuan tentang berapa sebagian besar atlet dalam kategori baik sekali
besar asupan energi yang dikonsumsi seorang yaitu 55,2% dan atlet dengan kategori baik yaitu
atlet pada saat latihan sehingga asupan energi 44,8%. Secara fisiologis kesegaran jasmani
yang dikonsumsi tidak tercukupi. Selain itu hal ini adalah kemampuan melakukan penyesuaian
disebabkan pula karena atlet ingin terhadap pembebanan fisik yang diberikan tanpa
mempertahankan berat badan namun menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Hal ini
pengaturan makanan atlet tidak sesuai dengan mengandung pengertian bahwa semua bentuk
aktivitas harian. kegiatan selalu memerlukan dukungan fisik,
sehingga masalah kemampuan fisik merupakan
Gambaran Status Gizi faktor dasar bagi setiap aktivitas. Olahragawan
Antropometri yang memiliki kesegaran jasmani yang baik akan
Hasil analisis status gizi berdasarkan mempunyai kemampuan fisik seperti kekuatan,
asupan energi menunjukkan bahwa atlet yang daya tahan, kecepatan, daya tahan jantung,
13
berkategori asupan energi kurang yaitu 100% daya tahan otot, dan daya tahan paru-paru .
yang semuanya berstatus gizi normal.
Berdasarkan penelitian tentang status gizi atlet, KESIMPULAN DAN SARAN
semuanya berstatus gizi normal sedangkan Asupan energi, karbohidrat, lemak,
asupan energi yang dikonsumsi oleh atlet vitamin C, dan kalsium semuanya berada pada
berada pada kategori kurang. Hasil ini kategori kurang. Asupan protein sebagian besar
berbanding terbalik dengan teori yang pada kategori cukup yaitu 96,6%. Asupan
dikemukakan oleh Hasan (2008) yang vitamin D semuanya berada pada kategori
menyatakan bahwa status gizi seseorang cukup. Sebanyak masing-masing 82,8% dan
berkaitan erat dengan asupan gizi dari makanan 96,6% atlet memiliki asupan Fe dan Zn pada
yang dikonsumsi baik kuantitas maupun kategori kurang. Status gizi antropometri
10
kualitasnya . Hal ini terjadi karena atlet ingin memiliki status gizi normal yaitu 100%
mempertahankan berat badan sehingga sedangkan pengukuran biokimia (kadar Hb)
membatasi asupan makanannya. sebagian besar dalam kategori normal yaitu
Konsumsi makanan berpengaruh 66,5%. Tingkat kebugaran sebagian besar pada
terhadap status gizi seseorang. Kondisi status kategori baik sekali yaitu 55,2%.
gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh Perlu adanya ahli gizi yang dapat
cukup zat-zat gizi yang akan digunakan secara memberikan pengetahuan tentang gizi secara
rutin sehingga atlet dapat mengetahui jenis dan 6. Napu, Arifasno. Pengaturan berat badan
jumlah makanan yang mereka butuhkan serta dalam menunjang kemampuan fisik atlet.
mereka dapat mengetahui besarnya pengaruh Terdapat pada : www.gizi.net. Diakses pada
makanan terhadap daya tahan dan penampilan 20 Oktober, 2011.
mereka. Atlet disarankan untuk lebih banyak 7. Irawan, Djoko Pekik. Panduan gizi lengkap
mengkonsumsi makanan beraneka ragam serta keluarga dan olahragawan. Yogyakarta:
mengkonsumsi makanan sesuai dengan Penerbit Andi ; 2008.
kebutuhan. 8. Departemen Kesehatan RI. Gizi olahraga
untuk prestasi. Jakarta: Direktorat Jenderal
DAFTAR PUSTAKA Bina Kesehatan Masyarakat ; 1997.
1. Kusumawati. Hubungan antara pola 9. Almatsier, Sunita. Prinsip dasar ilmu gizi.
komsumsi protein dan fe dengan daya Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama ;
tahan jantung paru atlet sepakbola PS 2005.
Semen Padang tahun 2003. Jurnal Gizi 10. Hasan, S. Kesegaran jasmani atlet sepak
Klinik Indonesia 2005 : 2 (1) : 8-12. bola pra-pubertas. Jurnal Iptek Olahraga
2. Departemen Kesehatan RI. Materi advokasi 2008 : 10 (3) : 188-202.
kesehatan olahraga. Jakarta: Direktorat 11. Departemen Kesehatan RI. Pedoman
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat ; praktis terapi gizi medis. Jakarta: Direktorat
2003. Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat ;
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman 2006.
pelatihan gizi olahraga untuk prestasi. 12. Supariasa, I Dewa Nyoman. Penilaian
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina status gizi. Jakarta: EGC Penerbit Buku
Kesehatan Masyarakat ; 2000. Kedokteran ; 2002.
4. Dominic OL, Onifade OA. Dietary attitude of 13. Sharkey, B. Kebugaran dan kesehatan
University of Ilorin athletes. Departement Of devisi buku sport. Jakarta: PT. Raja
Physical Ang Health Education University Grafindo Persada ; 2003.
Of Ilorion ; 2004.
5. Zawila LG, Steib CM, Hoogenboom B. The
female collagiate cross-country runner:
nutrirional knowledge and attitudes. Journal
Of Athlete Training 2003 : 38 (1) : 67-74.
FORTIFIKASI ZAT BESI PADA PERMEN BELIMBING WULUH
DENGAN METODE MIKROENKAPSULASI SEBAGAI SALAH SATU
UPAYA MENGURANGI PREVALENSI ANEMIA GIZI BESI PADA
ANAK-ANAK
Sakinah Ulfiyanti1
1
Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor
ABSTRAK
Pemanfaatan belimbing wuluh sebagai bahan olahan permen dengan fortifikasi zat besi dapat
menambah nilai ekonomis dan daya guna dari belimbing wuluh yang selama ini tidak termanfaatkan
secara maksimal. Permen merupakan salah satu pangan yang digemari oleh anak-anak. Oleh karena
itu, permen dianggap cocok menjadi salah satu produk yang difortifikasi dengan alasan fortifikasi pada
makanan pokok sulit dikendalikan terkait asupan. Besi yang digunakan untuk fortifikasi adalah fero
glukonat, karena penyerapannya (bioavailabilitas) lebih tinggi jika dibandingkan dengan besi jenis fero
fumarat dan fero sulfat. Mikrokapsul yang terpilih untuk digunakan dalam pembuatan permen adalah
7,5% fero glukonat dengan kandungan besi 6,6 mg/gram mikrokapsul. Proses fortifikasi zat besi pada
permen belimbing wuluh adalah ditambahkan konsentrasi besi sebanyak 5%, 10%, dan 20% dari AKG
besi per hari pada anak-anak (10 mg) untuk setiap satu buah permen. Pemberian permen belimbing
wuluh terfortifikasi pada anak-anak adalah permen dengan formula 3, yaitu adonan belimbing wuluh
10 gram dengan mikrokapsul besi 2,25 gram dan mengandung konsentrasi besi 15 gram. Sehingga
dapat memenuhi 15% berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau setara dengan 1,5 mg. Angka
Kecukupan Gizi pada anak adalah 10 mg/hari. Jadi permen belimbing wuluh dapat diberikan 1-2 kali
sehari.
ABSTRAK
Di Indonesia, produk olahan kedelai seperti tempe, tahu, susu kedelai dan
beberapa jenis makanan lainnya dapat diperoleh dengan mudah. Kacang kedelai
mengandung isoflavon, kaya serat protein, memiliki indeks glikemik rendah, dan
tergolong sebagai makanan fungsional. Hal ini yang mendasari pemanfaat kacang
kedelai secara khusus dalam penatalaksanaan obesitas, diabetes dan
komorbiditas lainnya. Beberapa penelitian RCT untuk menguji efek isoflavon dari
produk kedelai, menunjukkan bahwa isoflavon menurunkan risiko berbagai
masalah kesehatan seperti kanker payudara dan prostat, penyakit jantung koroner,
mencegah hilangnya kepadatan tulang pada usia lanjut, dan memiliki potensi untuk
mencegah obesitas dan diabetes.
Sumber isoflavon tidak hanya dari produk kedelai tetapi dapat juga diperoleh
dari kacang-kacangan, dan gandum meskipun jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan kacang kedelai. Adapun kebutuhan isoflavon harian individu, tidak
ada referensi yang menunjukkan rekomendasi batasan isoflavon. Namun semakin
banyak antioksidan dan anti-inflamasi dalam tubuh semakin baik. Meskipun
demikian, asupan sumber isoflavon juga perlu diperhatikan, karena bahan
makanan sumber isoflavon mengandung tinggi protein dan jika asupan protein
yang berlebihan akan berdampak pada kesehatan ginjal serta kadar albumin
dalam serum meningkat. Sebaiknya tetap mengacu pada kebutuhan dasar individu
akan protein, dan pemilihan bahan makanan sumber protein tersebut berasal dari
produk kedelai dengan begitu kebutuhan harian protein dan isoflavon dapat
terpenuhi.
ABSTRACT
In Indonesia, processed of soy products such as tempe, tofu, soy milk and
some other foods can be obtained easily. Soybean contains isoflavones, protein
fiber, has a low glycemic index, and classified as a functional food. It is the
underlying beneficiary of soybeans specifically in the management of obesity,
diabetes and other co-morbidities. Several RCT studies to examine the effects of
isoflavones from soy products, suggesting that isoflavones reduce the risk of health
problems such as breast and prostate cancer, coronary heart disease, prevent the
loss of bone density in the elderly, and has the potential to prevent obesity and
diabetes.
Not only the source of isoflavones from soy products but can also be
obtained from nuts, and wheat although fewer in number than soybeans. As for the
daily needs of the individual isoflavones, there is no reference that shows the limits
on isoflavones. However, the more antioxidants and anti-inflammatory in the body
better. Nonetheless, the source of intake of isoflavones is also worth noting,
because the food sources of isoflavones contain high protein and if the protein
intake constantly excessive will impact the health of the kidneys and increases in
serum albumin levels. We recommend that you keep referring to the basic needs of
an individual protein, and the selection of food sources of protein derived from soy
products so protein and isoflavones daily needs can be met.
ABSTRAK
Survei WHO tahun 2005 sudah menunjukkan penurunan angka kejadian Kurang Vitamin A
(KVA) di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Keberhasilan program tersebut secara
langsung juga ditunjukkan oleh penurunan prevalensi xeropthalmia dan kematian akibat infeksi pada
anak-anak dan ibu hamil.Program suplementasi tersebut diberikan dua kali dalam satu tahun dengan
dosis 100.000IU pada anak-anak dan 200.000IU pada wanita. Akan tetapi, National Institutes of
Health mengemukakan bahwa dosis 10.000IU sudah merupakan dosis toksin yang akan berpengaruh
pada kesehatan tulang. Pemberian suplementasi vitamin A dosis tinggi ini perlu mendapat pengkajian
lebih lanjut.Terutama efeknya pada kesehatan tulang berkaitan dengan gangguan penyerapan
kalsium dan pembentukan radikal bebas akibat suplementasi vitamin A dengan dosis yang
berlebihan.
ABSTRACK
Survey of World Health Organization on 2005 has shown the decreasing of number Vitamin A
Deficiency (VAD) in developing country, including Indonesia. One of the achievements of the program
directly is decreasing xerophthalmia prevalence and infection mortalilty in children and pregnant
women. It is given twice a year with 100.000IU dose for children and 200.000IU dose for women. But
National Institutes of Health reveals that 10.000IU dose is being toxic influencing bone health. It
needs many studies, especially the effect on calcium absorption and free radical forming.
1
1,3
adalah vitamin yang larut lemak. Dosis yang Suplementasi vitamin A
terlalu tinggi akan menyebabkan toksisitas Suplementasi vitamin A
bagi tubuh. Beberapa penelitian telah menggunakan kapsul vitamin A dosis
mengemukakan hasil berkaitan dengan hal tinggi. Sasaran suplementasi vitamin A di
tersebut.6,7,8,9,10 Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Bayi usia 6-11 bulan
PEMBAHASAN Bayi usia 6-11 bulan diberikan kapsul
2,5,11
Metabolisme vitamin A vitamin A 100.000 SI warna biru pada
bulan Februari atau Agustus.
Vitamin A adalah zat gizi mikro yang 2. Anak balita usia 12-59 bulan
memainkan peranan penting pada Balita usia 12-59 bulan diberikan
penglihatan, pertumbuhan tulang, reproduksi, kapsul vitamin A 200.000 SI warna
pembelahan sel, dan regulasi sel. Vitamin A merah setiap bulan Februari dan
diperoleh dari berbagai sumber. Dua sumber Agustus.
paling utama adalah retinol dan beta-karoten. 3. Ibu nifas (0-42 hari pasca melahirkan)
Retinol seringkali disebut dengan “true” Ibu nifas diberikan segera setelah
vitamin A, karena mudah digunakan kembali melahirkan 1 kapsul vitamin A
oleh tubuh. Retinol banyak ditemukan di 200.000 SI warna merah dan 1
pangan hewani, seperti hati, telur, dan ikan. kapsul lagi diberikan dengan selang
Senyawa ini juga dapat ditemukan pada waktu minimal 24 jam setelah
banyak makanan yang difortifikasi, seperti pemberian kapsul pertama. Alasan
sereal, dan dapat juga diperoleh dari pemberian kapsul vitamin A pada ibu
suplemen. Beta-karoten adalah prekursor nifas adalah untuk meningkatkan
vitamin A. Tubuh perlu untuk mengubah kandungan vitamin A dalam ASI
bentuk beta-karoten ini menjadi retinol atau selama 60 hari (dengan pemberian 1
vitamin A untuk digunakan. Beta-karoten dapat kapsul vitamin A merah), menambah
diperoleh dari sayur-sayuran berdaun gelap kandungan vitamin A dalam ASI
dan buah-buahan berwarna oranye. sampai bayi berusia 6 bulan (dengan
Vitamin A dan beta-karotenoid pemberian 2 kapsul vitamin A merah),
memperlihatkan spektrum absorpsi yang khas mempercepat pemulihan kesehatan
dan dapat digunakan untuk identifikasi serta ibu setelah melahirkan, dan
kuantifikasi vitamin A dan karotenoid pada mencegah infeksi pada ibu nifas. Jika
sampel biologis. Vitamin A dan karotenoid sampai 24 jam setelah melahirkan ibu
dilepas dari protein melalui proteolisis di dalam tidak mendapat vitamin A, maka
lambung, kemudian mengalami agregasi kapsul vitamin A dapat diberikan
dengan senyawa lipid lainnya untuk pada kunjungan ibu nifas, pada KN 1
selanjutnya masuk ke dalam usus halus. (6-48 jam) saat pemberian imunisasi
Dengan adanya garam empedu, pada hepatitis B, pada KN 2 (saat bayi
hakikatnya semua retinil ester dan sebagian berumur 3-7 hari), atau pada KN 3
karotenoid (xanthophylls) terhidrolisis, (bayi berumur 8-28 hari).
terutama oleh enzim yang berada dalam 4. Saat KLB campak dan infeksi lain
brushborder sel-sel mukosa intestinal dan oleh Suplementasi vitamin A diberikan
esterase pankreas. Retinol tidak teresterifikasi pada seluruh balita yang ada di
yang dihasilkan xanthophylls, dan karotenoid wilayah tersebut sebanyak 1 kapsul
provitamin A dalam bentuk micelles diabsorbsi sesuai dosis umurnya. Balita yang
oleh sel-sel mukosa intestinal. Di dalam sel-sel telah menerima kapsul vitamin A
mukosa tersebut, karotenoid provitamin A dalam jangka waktu kurang dari 30
dipecah melalui reaksi oksidasi oleh 15,15’- hari tidak dianjurkan lagi untuk diberi
dioksigenase yang khusus untuk membentuk kapsul.
retinol yang terikat dengan protein pengikat 5. Pengobatan xeroftalmia, campak, dan
retinol seluler (CRBP [cellular retinol binding gizi buruk
protein] tipe II) dan kemudian direduksi Diberikan 1 kapsul vitamin A saat
menjadi retinol oleh enzim retinal reduktase. ditemukannya kasus, kemudian pada
Dalam sel-sel mukosa, retinol mengalami hari berikutnya diberikan lagi 1 kapsul,
esterifikasi oleh dua sistem enzim yang dan 2 minggu berikutnya diberikan 1
berbeda, yaitu lesitin: retinol asiltransferase kapsul dengan dosis sesuai usia anak.
dan asil koenzim-A (asil-KoA) retinol
transferase.
2
Cakupan Suplementasi Vitamin A di KIA, dan status gizi (underweight,
Indonesia wasting, stunting) tidak berhubungan
12
Program suplementasi kapsul dengan cakupan kapsul vitamin A.
vitamin A dosis tinggi sudah dilaksanakan
di Indonesia sejak tahun 1995. Tujuannya Kelebihan Vitamin A Bersifat Toksik
untuk mencegah masalah kebutaan Kapasitas tubuh untuk
karena kurang vitamin A, dan untuk memetabolisme vitamin A hanya terbatas,
meningkatkan daya tahan tubuh. Pada dan asupan yang berlebihan dapat
tahun 2006, studi gizi mikro dilakukan di menyebabkan penimbunan yang melebihi
10 provinsi di Indonesia, menunjukkan kapasitas protein pengikat sehingga
prevalensi xeropthalmia 0,13%, dan vitamin A dalam bentuk tidak-terikat
indeks serum retinol <20 μg/dl pada balita merusak jaringan. Gejala toksisitas
sebesar 14,6%. Hal ini menunjukkan berpengaruh pada susunan saraf pusat
terjadinya perbaikan kondisi dari tahun (nyeri kepala, mual, ataksia, dan
1992 dimana terdapat 50% balita dengan anoreksia, semuanya berkaitan dengan
serum retinol <20 μg/dl. Menurut hasil peningkatan tekanan cairan
Riskesdas 2007, cakupan suplementasi serebrospinal); hati (hepatomegaly
vitamin A telah mencapai 71,5%. Namun disertai perubahan histologis dan
jika dilihat pada tingkat proovinsi, masih hyperlipidemia); homeostatis kalsium
terdapat kesenjangan distribusi dimana (penebalan tulang panjang,
beberapa daerah cakupannya sangat hiperkalsemia, dan kalsifikasi jaringan
tinggi sedangkan daerah lain masih lunak); dan kulit (kekeringan berlebihan,
sangat rendah.3 Sedangkan Riskesdas deskuamasi, dan alopesia).11
2010 menunjukkan cakupan kapsul
vitamin A di Indonesia sebesar 70,5% Kontroversi suplementasi vitamin A
dimana cakupan di perkotaan lebih tinggi Suplementasi vitamin A memang
(75,3%) daripada di perdesaan (65,6%). terbukti menurunkan prevalensi kejadian
Akses paling mudah untuk mendapatkan KVA di Indonesia, baik secara fisik
kapsul vitamin A terutama bagi anak maupun klinis.2,3 Sejak tahun 1992,
balita adalah di Posyandu. Menurut Indonesia dinyatakan bebas masalah
Sandjaja (2011), anak balita yang tidak xeropthalmia, namun 50% balita masih
mendapatkan kapsul vitamin A mempunyai serum retinol kurang dari 20
berhubungan dengan kepemilikan KMS, μg/dl yang akan berdampak pada risiko
3
imunisasi yang tidak lengkap atau belum kebutaan dan kematian karena infeksi.
diimunisasi, rendahnya kunjungan ke Survei WHO tahun 2005 telah
Posyandu, pertolongan kelahiran bukan menunjukkan bahwa Indonesia masuk
oleh tenaga kesehatan, dan tidak adanya dalam kategori rendah hingga sedang
pemeriksaaan kesehatan oleh tenaga untuk masalah kurang vitamin A (Gambar
kesehatan saat bayi. Sedangkan faktor 1, 2, 3).1
jenis kelamin, umur, kepemilikan buku
3
Gambar 1. Kurang Vitamin A secara biokimia (retinol) pada anak-anak
4
Gambar 3. Buta senja pada anak-anak
5
edition). Canada: Saunders Elsevier.
2008. p 614-635.
5. NIH Osteoporosis and Related Bone
Disease National Resource Center.
Vitamin A and bone health. USA: Circle
Bethesda. 2012.
6. Fahmy S.R. and Soliman A.M. Oxidative
Stress as a Risk Factor of Osteoporotic
Model Induced by Vitamin A in Rats.
Australian Journal of Basic and Applied
Sciences 2009, 3(3): 1559-1568.
7. Lind, P.M., S. Johansson, M. Ronn, and
H. Melhus. Subclinical hypervitaminosis A
in rat: measurements of bone mineral
density (BMD) do not reveal adverse
skeletal changes. Chem. Biol. Interact.
2006,159(1): 73- 80.
8. Muthusami, S., I. Ramachandran, B.
Muthusami, G. Vasudevan, V. Prabhu, V.
Subramniam, A. Jagadeesan, and S.
Narasimhan. Ovariectomy induces
oxidative stress and impairs bone
antioxidant system in adult rats. Clinica
Chimica Acta, 2005, 360: 81-86.
9. Penniston, KL, Tanumihardjo SA. The
acute and chronic toxic effects of vitamin
A. Am J Clin Nutr.2006;83:191-201.
10. Rothenberg, A.B., W.E. Berdon, J.C.
Woodard, and R.A. Cowles.
Hypervitaminosis A-inducedpremature
closure of epiphyses (physeal
obliteration) in humans and calves (hyena
disease): a historical reviewof the human
and veterinary literature. Pediatr. Radiol.,
2007, 37(12): 1264- 1267.
11. Murray, R.K, Granner, D.K, Rodwell,
V.W. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta:
EGC. 2006: p 504-520.
12. Sandjaja. Cakupan Suplementasi Vitamin
A dalam Hubungannnya dengan
Karakteristik Anak Balita dan Akses
Pelayanan Kesehatan di Indonesia
(Analisis Data Riskesdas 2010). Gizi
Indon 2011, 34(2):82-91
6
MODEL POSYANDU SWASEMBADA SEBAGAI UPAYA
MENYELAMATKAN ANAK-ANAK KORBAN BENCANA GUNUNG
MERAPI DARI LOSS GENERATION
Sandy Ardiansyah1, Waryana2
1
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta
2
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta
ABSTRAK
ABSTRACT
Merapi eruption of natural disasters, has resulted in many losses. Losses that occur include
the loss of property, damage of environment, decreases community economic. Loss of or damage to
property and the environment, especially agricultural land causes family decreases. The food less will
result in an increase of protein energy malnutrition (PEM). Based on the cases of nutritional status on
the eruption of Merapi mountain, Sleman District, PEM was found in children increased. Children who
suffer from PEM at 14.5% and children who otherwise malnutrition 1.3%. The purpose of the research
to share knowledge about how to save the children on Merapi mountain from loss generation. The
research using field observation, and interview with Cader, and community leaders. Model "Posyandu
Swasembada" is the type of modification Posyandu to increase function Posyandu as community
agent to prevent cases of PEM and malnutrition, child growth monitoring and intervention in the region
after the eruption of Merapi mountain. The typical model in the table intervention, such as: nutrition
education, supplementary feeding, giving of traditional medicine (herbal) in children is a fussy eater,
massage, and referral. Model Posyandu Swasembada to save the children from PEM and malnutrition
with the basic are empowerment in community itself.
Umur / bl
Berat /kg
5
6,5
6
7,0
7
7,2
8
7,8
7,8
9
8,1
10
8,5
11
8,8
8,8
12
9,0
13
9,1
9,1
Naik dan Tumbuh Normal
Interpretasi N2
N2 N2 N2
N2 N2 N2
N2 N2 N2
N2 N2
Konsultasi
Pemberian Makanan
Tambahan
Pemberian Jamu
Pemijitan
Rujukan INTERVENSI
DAFTAR PUSTAKA
1. Subiyantoro. (2010) Selayang Pandang
Tentang Bencana (Overview On Disaster)
: Journal Dialog Penanggulangan
Bencana Vol. 01, No. 1, Tahun 2010
Halaman 43-36.