Anda di halaman 1dari 53

SUSUNAN

KEPENGURUSAN

Pelindung:
Prof. Dr. dr Kusharisupeni Djokosujono, M.Sc

Pimpinan redaksi
Aidah Auliyah, S.Gz

Sekretaris Umum
Friska Arthalina T

Dewan redaksi
Tony Arjuna, S.Gz
Adila Prabasiwi, SKM
Saskia Piscesa, S.Gz
Mutia Imro A ,S.Gz
Mutia Anggun Sayekti
Rujito
Lini Anisfatus Sholihah
Fadilla Ajani

Tata letak dan ilustrasi jurnal


Fitya Shafira
Apriyan Pratama

Keuangan
Mega Dwi Kartika

Promosi
Ratu Tatya Rachman
Adila Fahmida Saptari
Novia Akmaliyah
Rudianto
Desy Prima Lestari
Mief Qurani
Baiq Fitria
Rio Aditya

BIMGI | Volume 1 Nomor 2| Juni 2013 [i]


SALAM
REDAKSI
Salam hangat untuk mahasiswa gizi seluruh Indonesia!

Perkenalkan, saat ini telah hadir jurnal elektronik yang merupakan kumpulan
artikel ilmiah dari mahasiswa gizi di seluruh Indonesia. Jurnal elektronik yang bernama
Berkala Ilmiah Mahasiswa Gizi (BIMGI) ini juga merupakan bagian dari Berkala Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan (BIMKES) yang merupakan pusat pangkalan jurnal elektronik
dari tujuh organisasi mahasiswa (ormawa) kesehatan di Indonesia. Berdasarkan surat
edaran Dikti No. 152/E/T/2012 yang menyatakan bahwa jumlah publikasi karya ilmiah
dari Perguruan Tinggi di Indonesia masih terhitung sedikit maka Dikti berharap bahwa
setiap mahasiswa harus mempublikasikan artikel ilmiahnya sebagai syarat kelulusan.
Menindaklanjuti surat edaran Dikti dan dengan maksud turut mensukseskan program
tersebut, maka kami tim penyusun BIMGI menyediakan wadah untuk membangun
budaya mempublikasikan tulisan ilmiah para mahasiswa gizi Indonesia.

Menulis dan menyajikan jurnal ilmiah yang baik dan mampu dipahami oleh
pembaca memang bukanlah hal yang mudah. Diperlukan serangkaian proses yang
membutuhkan kerja sama yang solid antara penulis, tim redaksi dan mitra bestari.
Oleh karena itu, selaku penyusun , kami mengucapkan terima kasih kepada para
penulis yang telah mengirimkan jurnalnya serta kepada mitra bestari yang dengan
senang hati memberikan saran perbaikan bagi penulisan jurnal ilmiah yang baik.

Semoga dengan adanya BIMGI dapat memicu lahirnya budaya baru dalam
mempublikasikan setiap artikel ilmiah agar lebih memberi manfaat bagi dunia ilmu
pengetahuan gizi. Kami berharap BIMGI dapat menjadi salah satu referensi dan
pemicu munculnya ide-ide kreatif nan cemerlang untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.

Salam Semangat, Salam Intelektualitas Muda

Pimpinan Redaksi,

Aidah Auliyah, S.Gz

[ii] BIMGI | Volume 1 Nomor 2| Juni 2013


DAFTAR ISI
1. Pengaruh Suplementasi Micronutrient Sprinkle terhadap Nilai Z score BB/U, TB/U, dan
BB/TB pada Anak Stunting usia 12-36 Bulan

Nadia Hapsari Oktarina, Martha Irene Kartasur……………………………………………………....1

2. Gambaran Kejadian Kegemukan dan Obesitas serta Perbedaan Pola Konsumsi Sumber
Karbohidrat pada Usia Dewasa (>18 Tahun) di Desa Tepus, Yogyakarta dan Kelurahan
Cinangka, Jawa Barat Tahun 2012

Rifqah Indri Amalia…………………………………………………………………………………..... 12

3. Gambaran Asupan Zat Gizi, Status Gizi, dan Tingkat Kebugaran Atlet Olahraga Bermain
di Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) Dinas Pemuda dan Olahraga
Provinsi Sulawesi Selatan

Mustamir Kamaruddin ………………………………………………………………………...…….... 20

4. Fortifikasi Zat Besi pada Permen Belimbing Wuluh dengan Metode Mikroenkapsulasi
sebagai Salah Satu Upaya Mengurangi Prevalensi Anemia Gizi Besi pada Anak-Anak

Sakinah Ulfiyanti...……………………………………………………………………………………… 29

5. Manfaat Isoflavon dalam Produk Kedelai : Menanggulangi Diabetes serta Mencegah


Obesitas dan Osteoporosis

Andi Imam Arundhana………... ………………………………………………………………………. 36

6. Suplementasi Vitamin A Dosis Tinggi di Indonesia

Anindhita Syahbi Syagata, Silvi Lailatul Mahfida…………………………………………………….41

7. Model Posyandu Swasembada sebagai Upaya Menyelamatkan Anak-Anak Korban


Bencana Gunung Merapi Dari Loss Generation

Sandy Ardiansyah, Waryana………………………….................................................................. 48

BIMGI | Volume 1 Nomor 2| Juni 2013 [iii]


PENGARUH SUPLEMENTASI MICRONUTRIENT SPRINKLE
TERHADAP NILAI Z SCORE TB/U, BB/U, DAN BB/TB PADA
ANAK STUNTING USIA 12-36 BULAN

Nadia Hapsari Oktarina1, Martha Irene Kartasurya2


1
Departemen Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro
2
Departemen Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro

ABSTRAK

Asupan mikronutrien yang kurang merupakan salah satu penyebab


masalah gizi di Indonesia, sehingga suplementasi mikronutrien dapat digunakan
untuk meningkatkan status gizi balita.Di negara berkembang,suplementasi
micronutrientsprinkle telah dilakukan untuk program suplementasi. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian micronutrient sprinkle terhadap
status antropometri indeks BB/U, TB/U dan BB/TB pada anak stunting usia 12-36
bulan. Desain penelitian adalah eksperimental denganpre dan post test dengan
control group. Populasi penelitian adalah anak usia 12-36 bulan di Kelurahan
Rowosari, Tembalang, Semarang. Lima puluh subjek dari posyandu dibagi menjadi
kelompok perlakuan dan kontrol secara acak.Kelompok perlakuan berupa
pemberian 30 bungkusmicronutrient sprinkleselama 60 hari. Kedua kelompok
diberi penyuluhan gizi, 2 minggu sekali. Asupan zat gizi diperoleh melalui 3x24 jam
recall. Pengukuran BB dan TB dilakukan pada sebelum, 1 bulan dan 2 bulan
setelah perlakuan. Analisis data menggunakan Anova dan independent t-test.
Rerata BB kelompok perlakuan meningkat dari 9,3 ± 1,3 kg menjadi 9,8 ±
1,2 kg setelah 2 bulan sementara di kelompok kontrol berubah dari 9,3 ± 1,5 kg
menjadi 9,4 ± 1,4 kg. Rerata TB kelompok perlakuan dari 76,2 ± 6,2 cm menjadi
79,3 ± 5,5 cm, sedangkan kelompok kontrol dari 76,5 ± 5,9 cm menjadi 78,4 ± 5,8
cm. Rerata peningkatan TB kelompok perlakuan lebih tinggi dari kelompok
kontrol.Skor z indeks TB/U pada kelompok perlakuan meningkat dari -3,1 ± 0,7
menjadi -2,5 ± 0,6 dan dari -3,0 ± 0,8 menjadi -2,9 ± 0,9 untuk kelompok kontrol.
Rerata peningkatan skor z indeks TB/U pada kelompok perlakuan lebih tinggi
daripada kelompok kontrol.

Kata kunci : micronutrient sprinkle, anak stunting usia 12-36 bulan

ABSTRACT

Micronutrient inadequacy is one of child nutritional problems in Indonesia,


thereforemicronutrient supplementation can be used to improve child nutritional
status. In developing countries, micronutrient sprinkle has been used for
supplementation program. This study aimed to analyze the effect of micronutrient
sprinkle supplementation on WAZ, HAZ and WHZ scores of stunting children aged
12-36 months. Experimental design with pre post test andcontrol group was used
in this study. Thestudy population was children aged 12-36 months in Rowosari
village, Tembalang, Semarang. Fifty subjects from posyandu were divided
randomly into treatment and control groups. The treatment group received 30
sachets of micronutrient sprinkle for 60 days. Both groups received nutrition
education every 2 weeks. Nutrient intake was measured by 3x24 hour recall.
Weight and height were measured at baseline, one and two months after
intervention started. Data were analyzed by Anova andindependent t-tests.
The mean body weight of the treatment group increased from 9.3 ± 1.3 kg to
9.8 ± 1.2 kg after 2 months, while in the control group change from 9.3 ± 1.5 kg to
9.4 ± 1.4 kg. The mean height ofthe treatment group increased from 76.2 ± 6.2 cm
to 79.3 ± 5.5 cm, while in the control group increased from 76.5 ± 5.9 cm to 78.4 ±
5.8 cm. The mean increase in height in treatment group were higher than the
control group. HAZ scoresin the treatment group increased from -3.1 ± 0.7 to -2.5 ±
0.6, while in the control group increased from -3.0 ± 0.8 to -2.9 ± 0.9. The mean
HAZ score increase in the treatment group were higher than the control group.

Keywords : micronutrient sprinkle, stunting children aged 12-36 months

PENDAHULUAN sehari selama 4 bulan meningkatkan status


gizi 6 balita (20,7%) dari 29 balita gizi
10
Stunting merupakan kondisi kronis kurang.
yang menggambarkan grafik pertumbuhan Kecamatan Tembalang merupakan
yang terhambat terjadi selama periode daerah terpilih untuk penelitian micronutrient
sebelum dan sesudah kehamilan karena sprinklekarena tingginya prevalensi anak
kekurangan zat gizi dalam jangka stunting di wilayah tersebut. Subjek penelitian
1
panjang. Sekitar 43% anak-anak di seluruh adalah balita berusia 12-36 bulan karena
dunia menderita stunting. Prevalensi stunting prevalensi stunting paling banyak pada usia
di Indonesia berdasarkan Nutrition and Heath balita dan pada usia 12 bulan sudah bisa
Surveillance Survey (NSS) tahun 2001 yaitu diberi makanan pendamping ASI (MP ASI).
2
46,6%. Jawa Tengah (2010) memiliki
prevalensi balita pendek 17% dan prevalensi METODE
untuk balita sangat pendek 16,9%.3Kota
Semarang (2011) memiliki prevalensi anak Desain penelitian yang digunakan
pendek 13,57% dan anak sangat pendek adalah true experimentdengan rancangan pre
7,09% sedangkan prevalensi anak stunting di dan post test with control group. Penelitian
kecamatan Tembalang untuk anak pendek dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2012 di
20,08% dan sangat pendek 20,08%. Kelurahan Rowosari, Kecamatan Tembalang
Faktor penyebab stunting terdiri dari Semarang.
faktor langsung dan tidak langsung. Faktor Anak usia 12-36 bulan yang
langsung disebabkan karena defisiensi menderita stunting di posyandu Kelurahan
makronutrien serta mikronutrien dan penyakit Rowosari diikutsertakan dalam penelitian ini.
infeksi yang sering terjadi pada balita, seperti Selanjutnya, 50 subjek dibagi menjadi
ISPA dan diare. Faktor tidak langsung seperti kelompok perlakuan dan kontrol secara acak,
pendidikan, demografis, ketersediaan pangan di akhir penelitian hanya terdapat 20 subjek
dan pelayanan kesehatan.4 Kekurangan kelompok perlakuan dan 21 subjek kelompok
asupan zat gizi individu merupakan salah satu kontrol, tetapi jumlah tersebut telah memenuhi
penyebab masalah zat gizi dan menyebabkan sampel minimal penelitian. Terdapat 8 subjek
terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak. drop out dalam penelitian dikarenakan tidak
Defisiensi zat gizi makro memberi dampak mengikuti prosedur penelitian dan 1 subjek
terhadap penurunan status gizi dalam kurun drop out karena subjek pindah tempat tinggal.
waktu yang singkat tetapi defisiensi zat gizi Variabel bebas dalam penelitian ini
mikro (vitamin dan mineral) memberi dampak yaitu pemberian taburia. Taburia
terhadap penurunan status gizi dalam kurun mengandung 16 vitamin dan mineral (vit A
waktu yang lebih lama.
5,6 417 mcg, vit B1 0,5 mg, vit B2 0,5 mg, vit B3
Studi efikasi menunjukkan bahwa 0,5 mg, vit B6 5 mg, vit B12 1 mcg, vit D3 5
micronutrient sprinkle mampu menurunkan mcg, vit E 6 mg, vit K 20 mcg, vit C 30 mg,
anemia secara bermakna.
7,8
Penelitian di asam folat 150 mcg, asam pantotenat 3 mg,
Skotlandia menunjukkan bahwa yodium 50 mcg, zat besi 10 mg, seng 6 mg
suplementasi micronutrient sprinkle selama 3 dan selenium 20 mcg). Dosis pemberiannya
minggu meningkatkan indeks skor zindeks yaitu 2 hari sekali selama 2 bulan (dihitung
TB/U sebesar 1 SD pada anak usia 6-59 manggunakan form daya terima). Variabel
bulan dan mencapai tumbuh kejar terikat adalah status antropometri berupa skor
9
sepenuhnya sekitar 2 bulan. Penelitian di z indeks BB/U, TB/U dan BB/TB. TB subjek
Pangkep menunjukkan bahwa pemberian diukur menggunakan microtoisedengan
micronutrient sprinkle dengan dosis satu kali ketelitian 0,1 cm sedangkan BB diukur
menggunakan tumbangan digital dengan
ketelitian 0,1 kg. Variabel perancu adalah perbedaan skor z indeks TB/U antara
asupan makan balita(dihitung menggunakan sebelum satu bulan dan dua bulan setelah
form food recall). Food recall 3x24 jam perlakuan (p=0,03) dari -3,1 ± 0,7 menjadi -
dilakukan sebelum, pada saat dan setelah 2,5 ± 0,6. Selanjutnya uji Post Hoc dengan
perlakuan. Data penyakit diare dan ISPA LSD menunjukkan bahwa antara sebelum dan
diperoleh melalui wawancara 2 bulan ada perbedaan signifikan dengan skor
menggunakanformulir morbiditas, dihitung z indeks TB/U(p=0,010), sedangkan pada
berdasarkan persentase jumlah hari sakit kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang
dibandingkan jumlah hari selama pengamatan signifikan. Tidak ada perbedaan skor z indeks
(60hari). Kelompok perlakuan dan kontrol BB/U dan BB/TB kelompok perlakuan
diberikan edukasi gizi setiap dua minggu maupun kelompok kontrol.Uji perbedaan BB,
sekali selama penelitan. TB, skor z indeks BB/U, TB/U dan BB/TB
Normalitas diuji menggunakan sebelum dan setelah intervensi pada kedua
Saphiro-Wilk. Perbedaan skor z indeks kelompok dilakukan untuk mengetahui ada
sebelum, 1 bulan dan 2 bulan setelah tidaknya pengaruh intervensi dapat dilihat
intervensi pada masing-masing kelompok diuji pada Tabel 2.
dengan Anova. Perbedaan skor z indek
santara kedua kelompok diuji dengan Perubahan Status Antropometri Antara
independent t-test. Pengujian dilakukan Kelompok Perlakuan dan Kontrol
dengan tingkat kepercayaan 95% dan Adanya peningkatan TB dan skor z
dikatakan signifikan p<0,05. indeks TB/U yang bermakna antara kelompok
perlakuan dan kontrol setelah satu bulan dan
HASIL PENELITIAN dua bulan intervensi. Tidak ada perbedaan
peningkatan skor z indeks BB/U dan BB/TB
Karakterisitik subjek penelitian pada yang bermakna (p>0,05). Perbedaan
kedua kelompok disajikan pada Tabel 1. perubahan BB, TB, skor z indeks BB/U, TB/U
dan BB/TB antara kelompok perlakuan dan
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian kontrol dapat dilihat pada Tabel 3.
Perlakuan Kontrol
(n=20) (n=21) Tingkat Kecukupan Energi dan Protein
Variabel p
Mean ± SD Mean ± Sebelum dan Setelah Intervensi
SD Pada kelompok perlakuan, ada
s
Usia 23,4 ± 8,7 24,5 ± 6,5 0,38 perbedaan tingkat kecukupan energi antara
(bulan) sebelum, satu bulan dan dua bulan (p=0,024)
i
TKE 96,1 ± 21,9 98,6 ± 0,776 selanjutnya uji Post Hoc dengan LSD
sebelum 32,7 menunjukkan bahwa ada perbedaan
i
TKP 111,8 ± 110,6 ± 0,929 signifikan antara sebelum dan satu bulan
sebelum 37,8 46,6 (p=0,036) serta sebelum dan dua bulan
N % N % p intervensi (p=0,010), sedangkan pada
Jenis
13 65 8 38,1 kelompok kontrol tidak ada perbedaan. Tidak
Kelamin 0,885s
7 35 13 61,9 ada perbedaan tingkat kecukupan protein
Keterangan:s= uji Chi-square, i= independent t-test pada kelompok perlakuan maupun kontrol.
Perbedaan tingkat kecukupan energi dan
Rerata usia subjek pada kelompok perlakuan protein dapat dilihat pada Tabel 4.
23,4 bulan dan tidak berbeda dengan
kelompok kontrol 24,5 bulan. Tidak adanya
perbedaan tingkat kecukupan energi dan
protein pada kelompok perlakuan dan kontrol
sebelum dilakukan penelitian. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin antara kedua
kelompok.

Status Antropometri Sebelum dan Setelah


Intervensi
BB dan TB subjek pada kelompok
perlakuan dan kontrol mengalami peningkatan
setelah satu dan dua bulan perlakuan tetapi
peningkatan ini tidak signifikan secara statistik
(p>0,05). Pada kelompok perlakuan, ada
Tabel 2. StatusAntropometriSebelum dan Setelah Intervensi
Variabel Perlakuan (n=20) Kontrol (n=21)
Mean ± SD p Mean ± SD P
BB (kg)
Sebelum 9,3 ± 1,1 9,3 ± 1,5
A A
1 bulan 9,6 ± 1,2 0,352 9,4 ± 1,3 0,901
2 bulan 9,8 ± 1,2 9,4 ± 1,4
TB (cm)
Sebelum 76,2 ± 6,2 76,5 ± 5,9
1 bulan 78,6 ± 5,7 0,259A 77,9 ± 5,8 0,554
A

2 bulan 79,3 ± 5,5 78,4 ± 5,8


Skor z BB/U
Sebelum -1,9 ± 0,9 -2,1 ± 1,3
1 bulan -1,8 ± 0,5 0,806K -2,0 ± 1,2 0,899
A

2 bulan -1,8 ± 0,8 -2,2 ± 1,1


Skor z TB/U
Sebelum -3,1 ± 0,7 -3,0 ± 0,8
A A
1 bulan -2,7 ± 0,7 0,030 -2,8 ± 0,9 0,693
2 bulan -2,5 ± 0,6 -2,9 ± 0,9
Skor z BB/TB
Sebelum -0,1 ± 1,3 -0,7 ± 1,7
K A
1 bulan -0,6 ± 0,9 0,565 -0,8 ± 1,7 0,903
2 bulan -0,7 ± 1,0 -0,9 ± 1,5
Keterangan: A= ANOVA, K= Kruskal-Wallis

Tabel 3. Perbedaan Skor Z Sebelum dan Setelah Intervensi Antara Kelompok Perlakuan dan
Kontrol
Variabel Perlakuan (n=20) Kontrol (n=21)
Mean/Median ± SD Mean/Median ± P
SD
Δ BB(kg)
sebelum - 1 bulan 0,5± 0,5 0,1± 0,9 0,290w
w
1 - 2 bulan 0,2± 0,2 -0,1± 0,8 0,061
i
sebelum - 2 bulan 0,5 ± 0,7 0,2 ± 0,6 0,76
Δ TB (cm)
i
Sebelum - 1 bulan 1,8 ± 1,1 1,4 ± 1,1 0,297
w
1 - 2 bulan 1,3 ± 0,7 0,3 ± 0,5 0,000
i
sebelum - 2 bulan 3,0 ± 1,2 1,9 ± 1,2 0,004
Δ Skor z indeks BB/U
w
Sebelum - 1 bulan 0,3± 0,5 0,0± 0,8 0,246
w
1 - 2 bulan -0,1± 0,3 -0,2 ± 0,7 0,175
i
sebelum - 2 bulan 0,1 ± 0.5 -0,1 ± 0,6 0,171
Δ Skor z indeks TB/U
Sebelum - 1 bulan 0,4 ± 0,4 0,2 ± 0,4 0,190i
w
1 - 2 bulan 0,2 ± 0,2 -0,1 ± 0,2 0,000
i
Sebelum - 2 bulan 0,5 ± 0,4 0,2 ± 0,4 0,003
Δ Skor z indeks BB/TB
i
Sebelum - 1 bulan 0,0 ± 0,8 -0,1 ± 1,2 0,836
w
1 - 2 bulan -0,1 ± 0,6 -0,2± 1,0 0,557
w
sebelum - 2 bulan -0,3 ± 0,9 -0,3 ± 0,8 0.548
Keterangan: i= independent t-test, w= Mann-Whitney

Tabel 4.Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Sebelum dan Setelah Intervensi

Variabel Perlakuan (n=20) Kontrol (n=21)


Mean ± SD p Mean ± SD P
Tingkat Kecukupan
Energi 96,1 ± 21,9 98,6 ± 32,7
Sebelum 110,9 ± 22,1 0,024A 103,8 ± 43,1
A
0,815
1 bulan 114,5 ± 21,2 105,9 ± 37,8
2 bulan
Tingkat Kecukupan
Protein 111,8 ± 37,8 110,6 ± 46,6
Sebelum 132,6 ± 22.34 0,129A 118,4 ± 59,2
A
0,841
1 bulan 133,4 ± 34,8 119,9 ± 58,2
2 bulan
Keterangan: A= ANOVA

Perubahan Tingkat Kecukupan Energi dan energi dan protein sesudah intervensi pada
Protein Sebelum dan Setelah Intervensi kelompok perlakuan dan kontrol (p>0,05).
Antara Kelompok Perlakuan dan Kontrol Perbedaan peningkatan tingkat kecukupan
energi dan protein sebelum dan setelah
intervensi pada kedua kelompok dapat dilihat
Tabel 5 menunjukkan tidak ada pada Tabel 5.
perbedaan peningkatan tingkat kecukupan

Tabel 5. Perbedaan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Setelah Intervensi Antara Kelompok
Perlakuan dan Kontrol
Variabel Perlakuan (n=20) Kontrol (n=21)
p
Mean ± SD Mean ± SD
Δ Peningkatan TKE
Sebelum - 1 bulan 9,5 ± 1,9 -0,6 ± 3,3 0,090w
i
1 - 2 bulan 3,5 ± 7,8 2,2 ± 2,7 0,825
w
sebelum -2 bulan 12,8 ± 1,9 6,5 ±2,7 0,144
Δ Peningkatan TKP
i
Sebelum - 1 bulan 20,8 ± 2,7 7,8 ± 5,5 0,345
i
1 - 2 bulan 0,9 ± 2,2 1,5 ± 1,4 0,946
i
sebelum -2 bulan 21,6 ± 2,6 9,3 ± 4,4 0,287
Keterangan: pi = independent t-test, w = Mann-Whitney

Tidak ada korelasi antara tingkat ISPA


kecukupan energi dan protein dengan skor z Keterangan: i = independent t-test
indeks BB/U (p=0,565;0,236), TB/U Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak
(p=0,835;0,397) dan BB/TB (p=0,416;0,138) ada perbedaan kejadian ISPA antara kedua
dalam dua bulan intervensi. Dapat dinyatakan kelompok sehingga variabel ISPA bukan
tingkat kecukupan energi dan protein bukan merupakan variabel pengganggu dalam
merupakan variabel pengganggu dalam penelitian ini.
penelitian ini.
PEMBAHASAN
Kejadian Diare dan ISPA pada Kelompok
Perlakuan dan Kontrol Rerata TB kelompok perlakuan
Data morbiditas pada penelitian ini mengalami peningkatan lebih besar
adalah ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) dibandingkan kelompok kontrol dari 76,2 cm
sertadiare. Kejadian diare hanya dialami oleh menjadi 78,6 dalam satu bulan dan 79,3
dua orang anak pada kelompok perlakuan dalam dua bulan perlakuan, sedangkan
dan kontrol selama satu hari, sehingga data kelompok kontrol mengalami peningkatan dari
diare tidak dianalisis. 76,5 cm menjadi 77,9 cm dalam satu bulan
dan 78,4 dalam dua bulan. Hal ini sejalan
Tabel 6. Kejadian ISPA dengan peningkatan rerata skor z indeks
TB/U pada kelompok perlakuan dibandingkan
Perlakuan Kontrol kelompok kontrol. Rerata skor z indeks TB/U
(n=20) (n=21) meningkatdari -3,1 ± 0,7 menjadi-2,5 ± 0,6
Variabel p
Mean ± Mean ± (p=0,03) untuk kelompok perlakuan
SD SD sedangkan -3,0 ± 0,8 menjadi -2,9 ± 0,9
Persentase 10,4 ± untuk kelompok kontrol selama dua bulan
10,0 ± 6,8 0,837i perlakuan. Skor z indeks BB/U meningkat dari
hari sakit 6,4
-1,9 ± 0,9 menjadi -1,8 ± 0,8 pada kelompok
perlakuan namun skor z indeks BB/U dan terjadi pada balita di negara berkembang
BB/TB tidak mengalami peningkatan yang dengan satu jenis suplementasi mikronutrien
signifikan. Perubahan skor z indeks BB/TB mempunyai efek terbatas terhadap
yang tidak signifikan dapat disebabkan karena pertumbuhan. Padahal di berbagai penelitian
peningkatan BB dan TB namun tidak sesuai defisiensi zinc, vitamin A, besi dan
dengan umur. Berdasarkan WHO Anthro mikronutrien lain sering ditemukan
(2005) anak usia 12-36 bulan memiliki berat bersamaan. Penelitian terbaru menemukan
badan rata-rata 12 kg dan tinggi rata-rata 85- bahwa mineral berperan terhadap hampir
90 cm. Rerata berat badan dan tinggi badan semua enzim dan sisi aktif enzim sebagai
subjek dalam penelitian ini masih dibawah kofaktor sedangkan vitamin sebagai koenzim.
standar WHO. Micronutrient sprinkle mengandung berbagai
Suplementasi micronutrient sprinkle macam vitamin dan mineral yang
mempunyai efek langsung terhadap mempengaruhi metabolisme antara lain
peningkatan skor z indeks TB/U pada vitamin A yang berpengaruh terhadap sintesis
kelompok perlakuan. Hal ini dibuktikan protein dan pertumbuhan sel sedangkan
dengan data skor z indeks TB/U selama dua vitamin B1, B2, B3, B6, B12 dimanfaatkan
bulan intervensi dengan tingkat kecukupan dalam metabolisme lemak, protein dan
energi dan protein tidak ada korelasi yang karbohidrat.10,16
signifikan (p>0,05). Hal ini juga sesuai dengan Seng mempunyai pengaruh yang
penelitian Chhagan et all (2010) yang meneliti signifikan terhadap pertumbuhan anak apabila
bahwa suplementasi dengan berbagai indikator status antropometrinya di bawah
mikronutrien pada anak usia 6-24 bulan rata-rata.11Seng mempengaruhi hormon
selama 6 bulan dengan kategori stunting pertumbuhan dan sistem insulin-like growth
mengalami peningkatan skor z indeks TB/U factor yang berpengaruh terhadap
17
sebanyak 0,7 pada anak yang berusia lebih metabolisme tulang. Besi sangat esensial
dari 18 bulan namun untuk perubahan skor z untuk mengikat dan transpor oksigen, sangat
indeks BB/U tidak mengalami perubahan baik untuk regulasi dan diferensiasi sel
14
yang signifikan. pertumbuhan. Intake yodium yang adekuat
Hasil penelitian ini menunjukkan mempengaruhi perkembangan intelektual
peningkatan rerata berat badan walaupun serta pertumbuhan fisik.20 Vitamin D berperan
tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari dalam tumbuh kembang tulang. Status
9,3 kg menjadi 9,8 kg dengan dosis dua hari vitamin D yang adekuat diperlukan untuk
sekali selama 2 bulan (60 hari) intervensi absorbsi kalsium dan mengatur kadar kalsium
pada kelompok perlakuan, lebih tinggi dan fosfat yang dibutuhkan dalam darah
23
daripada kelompok kontrol dari 9,3 kg menjadi untuk mineralisasi tulang. Vitamin K
9,4 kg. Peningkatan berat badan ini dapat meningkatkan fungsi dari vitamin D yang
disebabkan karena terjadinya peningkatan penting untuk kesehatan tulang.24
nafsu makan sebagai efek dari pemberian Berdasarkan observasi, sebelum
micronutrient sprinkle. Salah satu zat gizi intervensi terdapat subjek yang semula hanya
mikro yang terkandung dalam micronutrient mau mengonsumsi ASI, namun setelah dua
sprinkle yaitu seng. Asupan seng yang bulan perlakuan subjek mulai mengonsumsi
diberikan melalui taburia pada kelompok nasi. Berdasarkan wawancara dengan orang
perlakuan meningkat sehingga terjadi tua subjek pada kelompok perlakuan, sejak
penurunan absorbsi dan peningkatan ekskresi mengikuti intervensi micronutrient sprinkle,
melalui usus, membuat anak menjadi lebih subjek menjadi lebih cepat lapar sehingga
cepat lapar sehingga asupan makan anak mempengaruhi nafsu makan yang semakin
25
juga dapat meningkat. Berat badan meningkat pula serta subjek menjadi anak
merupakan indikator energi yang yang lebih aktif. Berdasarkan hasil recall,
adekuat/inadekuat. Hal ini sesuai dengan asupan energi dan protein pada kelompok
hasil penelitian bahwa terdapat peningkatan perlakuan dan kontrol sebagian besar berasal
yang signifikan terhadap tingkat kecukupan dari jajanan sehingga sumber makanan yang
energi pada kelompok perlakuan dari 96,1% mengandung mikronutrien sangat kurang. Hal
menjadi 114,5% dalam dua bulan perlakuan. ini dibuktikan dengan rerata asupan besi pada
Komposisi taburia sudah disesuaikan kelompok perlakuan 3,6 mg dan kelompok
dengan rekomendasi perhari dari WHO. kontrol 3,1 mg serta asupan seng kelompok
Micronutrient sprinkle mengandung perlakuan 2,5 mg dan kelompok kontrol 2,4
mikronutrien yang terdiri dari 16 vitamin dan mg. Rerata asupan besi dan seng pada kedua
mineral yang mendukung proses kelompok masih dibawah standar AKG yaitu 8
pertumbuhan balita. Dalam berbagai mg besi dan 8,2 mg seng. Meskipun asupan
penelitian, kejadian defisiensi zat gizi yang makanannya adekuat namun bioavailabilitas
zat gizi seperti besi, kalsium, seng, vitamin A, DAFTAR PUSTAKA
dan lain-lain kurang. Suplementasi dengan
micronutrient sprinkle sangat tepat karena 1. Sedgh G, M. Guillermo H, Penelope N,
dapat memberikan dampak terhadap status Alawia el A, Wafaie WF. Dietary Vitamin
antropometri terutama skor z indeks TB/U dan A Intake and Nondietary Factors Are
peningkatan nafsu makan. Associated with Reversal of Stunting in
Hal ini sesuai dengan penelitian Children. American Society for Nutritional
22
Kounnavong S, et al yang meneliti bahwa Science . 2000 Jun 14.
suplementasi mikronutrien pada anak usia 6- 2. Lapriore C, Tamina G, Andre B,
53 bulan selama 24 minggu dengan dosis 2 Fransesco B. Spread Fortified with
kali seminggu atau 1 kali perhari mempunyai Vitamins and Minerals Induces Catch-Up
efek yang positif terhadap pertambahan tinggi Growth and Eradicates Severe Anemia in
badan. Tidak maksimalnya efek suplementasi Stunted Refugee Children Aged 3-6 y.
dikarenakan kualitas asupan makanannya Am J Clin Nutr. 2004;80:973-81.
22
kurang dibanding dengan kuantitasnya. 3. RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar)
Faktor makanan yang kurang memenuhi 2010. Badan Penelitian dan
kebutuhan zat gizi, mungkin anak cukup Pengembangan Kesehatan. Republik
kenyang, tetapi makanannya tidak cukup Indonesia; 2010.
kandungan gizinya sehingga anak tersebut 4. Taguri AE, Ibrahim B, Salah MM, Abdel
mengalami gangguan pertumbuhan dan MA, Oliver G, Pilar G, Serge H. Risk
kekurangan zat gizi tertentu. Factors for Stunting among Under-fives
Edukasi gizi selama 2 bulan yang diadakan in Libya. Public Healtth Nutrition. 2008
dalam penelitian ini bertujuan untuk Sept 15: 12(8). 1411-1149.
menyamakan persepsi orang tua subjek 5. Mandal G C, Kaushik B, Samiran B,
terhadap gizi seimbang. Hal ini memberikan Sanjib G. Undernutrition among
dampak, dibuktikan dengan meningkatnya Integrated Child Development Services
tingkat kecukupan energi dan protein selama (ICDS) Scheme Children Aged 2-6 Years
2 bulan penelitian pada kelompok perlakuan of Arambag, Hooghly District,
dan kontrol, walaupun pada kelompok kontrol WestBengal, India: A serious public
tidak terjadi peningkatan yang signifikan. health problem. IJPH. 2008.
Efektivitas intervensi micronutrient sprinkle 6. Astari LD, Amini N, Cesilia MD.
dalam memperbaiki status gizi dapat Hubungan Konsumsi ASI dan MP-ASI
dirasakan setelah satu bulan intervensi. Hal Serta Kejadian Stunting Anak Usia 6-12
ini dapat ditunjukkan dengan adanya Bulan di Kabupaten Bogor. Media Gizi
perubahan rerata BB, TB dan skor z indeks dan Keluarga. 2006 Jul.
TB/U mengalami perubahan yang signifikan 7. Helmi AF, A. Razak T, Ridwan M.
setelah 1 bulan intervensi (Tabel 3). Thaha. Kepatuhan Ibu dalam Pemberian
TABURIA pada Anak Umur 6-24 Bulan di
Kabupaten Pangkep Tahun 2011.
8. Zlotkin SH, Claudia S, Anna C, et al.
KESIMPULAN Micronutrient Sprinkles to Control
Childhood Anemia. PloS Medicine. 2005
Suplementasi micronutrient sprinkle Jan. Available from http://
selama 2 bulan meningkatkan skor z indeks www.plosmedicine.org
TB/U pada anak stunting usia 12-36 bulan 9. Golden M H. Proposed Recommended
tetapi tidak meningkatkan skor z indeks BB/U Nutrient Densities for Moderately
dan BB/TB pada anak stunting usia 12-36 Malnourished Children. Food and
bulan. Nutrition Bulletin, vol 30, no 3. 2009.
10. Rauf S, Faramitha. Pengaruh Pemberian
Taburia terhadap Perubahan Status Gizi
Anak Gizi Kurang Umur 12-24 Bulan di
SARAN
Kecamatan Pangkep Tahun 2010.
Anjuran pemberian makanan dengan Makassar: Gizi Poltekkes Kemenkes. Vol
gizi seimbang disertai dengan pemberian XIII, Edisi 1, 2012.
micronutrient sprinkle dapat dilakukan pada 11. Bui DT, Werner S, Drupadi D, Rainer G,
anak stunting untuk membantu peningkatan Nelly DL, Ha HK. Effect of Daily and
pertumbuhan. Weekly Micronutrient Supplementation
on Micronutrient Deficiencies and Growth
in Young Vietnamese Children. Am J Clin
Nutr. 1999; 69:80-6
12. Malina R. Normal Weight Gain in Dietary Enhancement. British Journal of
Growing Children. Healthy Weight Nutrition. 2009, 101, 1581-1596.
Journal. 1999 June. Vol 13. 25. Sjarif DR, Endang DL, Maria M, Sri SN.
13. WHO: Global Database on Child Growth Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik.
and Malnutrition. Jakarta: IDAI. 2011.
14. Chhagan MK, Jan VB, Kany AL, 26. Castillo L. Macronutrient Requirement for
Nontobeko M, Andrew T, Michael LB. Growth: Protein and Amino Acids.
Effect on Longitudinal Growth and London: Nutrition in Pediatrics. Ed
Anemia of Zinc or Multiple Micronutrients 3.2003:73-85.
Added to Vitamin A: a Randomized
Controlled Trial in Children Aged 6-24
Months. BMC Public Health.
2010,10:145.
15. Lipoeto NI, Novi M, Andani EP. Malnutrisi
dan Asupan Kalori pada Pasien Rawat
Inap di Rumah Sakit. Padang: Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas. 2006.
Vol 56 no 11.
16. Shenkin A, The Key Role of
Micronutrients. Elsevier Clinical Nutrition
Journal. 2006.
17. Eckhardt CL. Micronutrient Malnutrition,
Obesity and Chronic Disease in
Countries Undergoing the Nutrition
Transition: Potential Links and
Program/policy Implications. International
Food Policy Research Institute. 2006
Nov.
18. Erna KW. Hubungan Episode Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan
Pertumbuhan Bayi Umur 3 Sampai 6
Bulan. Semarang: Magister Gizi
Masyarakat Universitas Diponegoro.
2005 Des.
19. Bhandari N, Rajiv B, Sunita T. Effect of
Micronutrient Supplementation on Linear
Growth of Children. British Journal of
Nutrition. 2001; p. 131-137
20. Caulfield LE, Stephanie AR, Juan AR,
Philip M, Robert B. Stunting, Wasting and
Micronutrient Disorders. ch. 28.
21. Measuring Change in Nutritional Status:
Guidelines for Assessing the Nutritional
Impact of Supplementary Feeding
Programmes for Vulnerable Groups.
Geneva: WHO. 1983.
22. Kounnavong S, et all. Effect of Daily
Versus Weekly Home Fortification with
Multiple Micronutrient Powder on
Haemoglobin Concentration of Young
Children in a Rural Area, Lao People’s
Democratic Republic: A Randomised
Trial. Nutrition Journal. 2011,10:129.
23. European Food Safety Authority. Vitamin
D and Bone Growth. The EFSA Journal.
2008;827, 1-10.
24. Bonjour JP, Leon G, Cristina P, Martin
JS, Connie MW. Mineral and Vitamins in
Bone Health: The Potential Value of
GAMBARAN KEJADIAN KEGEMUKAN DAN OBESITAS DAN
PERBEDAAN POLA KONSUMSI SUMBER KARBOHIDRAT
PADA USIA DEWASA (>18 TAHUN) DI DESA TEPUS,
YOGYAKARTA DAN KELURAHAN CINANGKA, JAWA BARAT
TAHUN 2012
Rifqah Indri Amalia*
1
Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

ABSTRAK

Kejadian kegemukan dan obesitas di seluruh dunia termasuk Indonesia


semakin meningkat. Kegemukan dan obesitas memiliki kaitan yang sangat erat
dengan perilaku mengonsumsi makanan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui banyaknya kejadian kegemukan dan obesitas serta melihat adanya
perbedaan indeks massa tubuh dan perbedaan jumlah, jenis, dan frekuensi
konsumsi sumber karbohidrat di pedesaan (Desa Tepus, Wonosari, Yogyakarta)
dan di perkotaan (Kelurahan Cinangka, Kota Depok, Jawa Barat). Data penelitian
terdiri dari pola konsumsi sumber karbohidrat (jenis, jumlah dan frekuensi) diambil
menggunakan metode recall 24-hour dan food frequency questionnaire. Status
2
kegemukan dan obesitas diketahui dengan mengukur indeks massa tubuh (kg/m ).
Analisis bivariat menggunakan uji t independen untuk melihat perbedaan di
pedesaan dan perkotaan. Jumlah sampel penelitian ada sebanyak 58 orang yang
tersebar merata sebanyak 29 orang baik di pedesaan maupun perkotaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kejadian kegemukan dan obesitas lebih banyak
terjadi di perkotaan (27.6%) di bandingkan di wilayah pedesaan (17.2%). Terdapat
perbedaan yang signifikan (p=0.006) pada indeks massa tubuh subjek penelitian di
pedesaan dan perkotaan dimana rata-rata indeks masa tubuh di perkotaan sudah
memasuki kategori kegemukan. Perbedaan yang signifikan (p=0.007) antara di
pedesaan dan perkotaan juga terjadi pada frekuensi sumber karbohidrat berupa
umbi berpati dan hasil olahannya.
Kata kunci: indeks massa tubuh, umbi berpati, gizi lebih, karbohidrat

ABSTRACT
World’s occurence of overweight and obesity is increasing, included Indonesia.
Overweight and obesity have strong relations with food consumption behaviour.
The aim of this study is to observe the prevalence of overweight and obesity and
also to see the differences of body mass index, variations and frequency of
carbohydrate sources consumption between people in rural (Tepus, Wonosari,
Yogyakarta) and urban (Cinangka, Depok, West Java). Variable of this study
consists of carbohydrate source consumption patterns (variation, amount and
frequency) which gathered by 24-hour recall also food frequency questionnaire and
body mass index (kg/m2) as an indicator to determine the status of overweight and
obesity. Bivariate data analysis using t-test for two independent samples, in order
to know the differences between the prevalence in rural dan urban. Total samples
are 58 people, each population represent by 29 respondents. Study result shows
that the percentage of overweight and obesity in urban population (27.6%) greater
than rural (17. 2%). As the result, body mass index average (p=0.006) and
frequency of starchy tubers and its derivative products consumption (p=0.007)
show significant differences between people in urban and rural.
Keywords: body mass index, starchy tubers, over-nutrition, carbohydrate
PENDAHULUAN didominasi oleh protein dengan gaya hidup dan
7
keamaan pangan yang relatif rendah . Tujuan
Kelebihan berat badan atau overweight yang
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
juga umum dinyatakan dengan istilah
banyaknya kejadian kegemukan dan obesitas di
kegemukan merupakan suatu fenomena yang
pedesaan dan perkotaan serta melihat adanya
terjadi akibat ketidakseimbangan antara energi
perbedaan indeks massa tubuh dan perbedaan
yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan
jumlah, jenis dan frekuensi konsumsi sumber
dengan energi yang digunakan untuk melakukan
karbohidrat di dua daerah penelitian.
kegiatan dan aktifitas fisik. Kegemukan yang
tidak segera diatasi dapat berkembang menjadi
obesitas. Kedua bentuk dari kondisi gizi lebih
METODE
tersebut merupakan pintu dari kemunculan dan
perkembangan penyakit degeneratif yang Desain penelitian ini menggunakan
berkaitan dengan kelainan metabolisme seperti pendekatan cross-sectional yang dilakukan di
diabetes melitus dan dislipidemia. dua lokasi yaitu desa tepus, wonosari,
Dunia mengalami beban gizi ganda saat yogyakarta (mewakili pedesaan) dan kelurahan
ini karena ketika masalah gizi kurang belum cinangka, depok, jawa barat (mewakili
tuntas teratasi, di sisi lain sedang terjadi perkotaan). Populasi adalah seluruh orang
perkembangan dari gizi lebih. Pada tahun 2008, dewasa laki-laki maupun perempuan berusia
ada lebih dari 1.4 milyar orang dewasa di dunia lebih dari 18 tahun yang bermukim di wilayah
yang memiliki status gizi lebih dimana 200 juta penelitian. Sampel adalah orang yang terpilih
laki-laki dan 300 juta perempuan mengalami dewasa laki-laki maupun perempuan berusia
1
obesitas . Pada tahun 2008 sebanyak 20,7% lebih dari 18 tahun bermukim di wilayah
orang dewasa berusia di atas 20 tahun di penelitian. Total sampel yang di peroleh
Indonesia mengalami obesitas 2. Berdasarkan sebanyak 58 orang.
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun Data primer yang dikumpulkan pada
2010, terdapat 10% penduduk dewasa (>18 penelitian adalah karakteristik individu yang
tahun) yang mengalami kegemukan dan 11.7% terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat
mengalami obesitas 3. pendidikan, indeks massa tubuh, dan pola
Hasil penelitian di Kota Depok, Jawa konsumsi sumber karbohidrat (jumlah, jenis dan
Barat menunjukkan bahwa faktor risiko yang frekuensi konsumsi sumber karbohidrat).
paling dominan berhubungan dengan obesitas Pengukuran indeks massa tubuh dilakukan
berdasarkan kategori IMT Depkes adalah tempat dengan membagi antara berat badan dalam
tinggal (desa dan kota). Obesitas berdasarkan satuan kilogram (kg) dengan tinggi badan dalam
2
kategori IMT sampel paling berhubungan dengan satuan meter persegi (m ). Pengumpulan data
asupan karbohidrat. Risiko terjadinya obesitas di dilakukan pada bulan Desember di tahun 2012.
daerah perkotaan 2,11 kali dibandingkan dengan Jumlah konsumsi sumber karbohidrat
daerah pedesaan 4. merupakan asupan sumber karbohidrat makanan
Faktor diet merupakan peran yang yang dikonsumsi selama penelitian yang
dominan dalam menyebabkan kejadian diperoleh dari hasil recall 24-hour. Jenis dan
5
kegemukan dan obesitas . Konsumsi frekuensi sumber karbohidrat merupakan variasi
karbohidrat memiliki hubungan dengan besarnya asupan berbagai jenis sumber karbohidat
kemungkinan menjadi gemuk atau obesitas pada makanan yang dikonsumsi selama sebulan
orang dewasa sehat. Risiko terendah mengalami terakhir yang diperoleh dengan food frequence
kegemukan atau obesitas dapat diraih dengan questionnaire. Pada lembar food frequence
mengonsumsi 47%-64% energi yang berasal dari questionnaire dicantumkan 14 sumber
6
karbohidrat . karbohidrat makanan yang paling sering di
Kandungan karbohidrat pada makanan konsumsi di kedua daerah. Klasifikasi sumber
cenderung berbanding terbalik terhadap karbohidrat makanan dibagi menjadi dua yaitu
kepadatan energi di dalam makanan. Makanan kelompok serealia dan hasil olahannya (nasi,
yang kepadatan energinya tinggi memiliki jagung, roti, mie basah, mi kering, bihun, tepung
hubungan dengan kandungan lemak yang tinggi terigu, tepung beras, biskuit, ketan hitam dan
sedangkan kandungan karbohidratnya tidak ketan putih) serta umbi berpati dan hasil
tinggi 5. Setiap jenis sumber karbohidrat memliki olahannya (singkong, kentang dan ubi). Data
kepadatan energi yang berbeda-beda. Perlu yang dikumpulkan merupakan data primer.
diketahui bahwa pola konsumsi pangan di Pengumpulan data dilakukan oleh tiga orang
pedesaan lebih banyak mengonsumsi asisten peneliti yang merupakan mahasiswa
karbohidrat disertai dengan hasil pertanian yang program studi gizi fakultas kesehatan
belum diolah dan kesejahteraan masyarakat masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI).
masih rendah. Perkotaan dengan kesejahteraan Alat dan bahan yang digunakan dalam
masyarakat yang lebih baik pola konsumsinya penelitian adalah timbangan injak (CAMRY
model BR9015B) untuk mengukur berat badan Tabel 1. Karakteristik subjek berdasarkan usia, tingkat
pendidikan serta status kegemukan dan obesitas
(ketelitian 0,5 kg) dan microtoise untuk mengukur
tinggi badan (0,1 cm). Saat dilakukan
Pedesaan (n= Perkotaan (n=
penimbangan berat badan (BB), subjek tidak
diperbolehkan menggunkan alas kaki, Variabel 29) 29)
mengantongi barang bawaan, serta n % n %
menggunakan pakaian yang tebal. Tinggi badan Usia
(TB) diukur menggunakan microtoise yang 20-30 tahun 7 12.1 8 13.8
digantung di dinding setinggi dua meter dari 31-40 tahun 9 15.5 8 13.8
lantai dasar dengan permukaan yang rata. 41-50 tahun 11 19 8 13.8
Subjek diukur dalam kondisi tegak, muka 51-60 tahun 1 1.7 4 6.9
menghadap lurus ke depan, tangan berada di >60 tahun 1 1.7 1 1.7
samping badan dalam keadaan lepas, tanpa alas Tingkat Pendidikan
kaki dan bersandar pada dinding. Pita Tamat SD 4 6.9 6 10.3
pengukuran tinggi badan ditarik ke bawah
Tidak Tamat 1 1.7 0 0
sampai menyentuh kepala bagian atas subjek
SMP
kemudian skala pengukuran dibaca.
Tamat SMP 12 20.7 7 12.1
Analisis data menggunakan perangkat lunak Tidak Tamat 1 1.7 0 0
khusus untuk pengolahan data. Analisis SMA
deskriptif yang ditampilkan merupakan Tamat SMA 9 15.5 13 22.4
perbandingan karakteristik dan status D3 0 0 2 3.4
kegemukan subjek penelitian di pedesaan dan S1 2 3.4 1 1.7
perkotaan. Perbedaan antara subjek di
Status Kegemukan dan Obesitas
pedesaan dan perkotaan akan di deskripsikan
Tidak 19 32.8 13 22.4
melalui hasil analisis statistik uji T independen.
Ya 10 17.2 16 27.6
a
Status kegemukan dan obesitas ditentukan
HASIL dengan kategori indeks massa tubuh menurut Depkes RI.
Subjek yang memiliki IMT > 25.00 dikategorikan ke dalam
Total subjek yang terlibat di dalam kegemukan dan obesitas.
penelitian sebanyak 58 orang. Tabel 1
menggambarkan karakteristik subjek
berdasarkan usia, tingkat pendidikan serta status Frekuensi konsumsi sumber karbohidrat dibagi
kegemukan dan obesitas. Berdasarkan hasil berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi
analisis di ketahui bahwa dari 29 subjek sumber serealia dan olahannya serta umbi
penelitian di masing-masing wilayah kejadian berpati dan olahannya. Rata-rata frekuensi
kegemukan dan obesitas lebih banyak terjadi di konsumsi sumber serealia dan olahannya tidak
wilayah perkotaan (27,6%) di bandingkan di memiliki perbedaan signifikan (P= 0.726) antara
wilayah pedesaan (17,2%). Seperti yang di pedesaan dan perkotaan (173.34 dan 166.79
ditunjukkan pada tabel 2 rata-rata indeks massa kali) dalam satu bulan.
tubuh di pedesaan diketahui lebih kecil (22.89
kg/m2) dibandingkan dengan di perkotaan (25.90
2
kg/m ) dan diketahui ada perbedaan yang
signifikan (P= 0.006).
Pola konsumsi karbohidrat di bagi lagi
menjadi jumlah, frekuensi dan variasi konsumsi
jenis sumber karbohidrat. Jumlah konsumsi
sumber karbohidrat selama penelitian yang
dihitung dalam persen asupan sehari. Rata-rata
Jumlah konsumsi sumber karbohidrat di
pedesaan (54.97%) lebih rendah dibandingkan
dengan di perkotaan (55.07%) namun tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan (P= 0.976).
Tabel 2. Nilai rata-rata dan perbedaan pada indeks massa tubuh serta pola konsumsi sumber karbohidrat pada subjek.
Nilai Rata-Rata P Value
Pedesaan Perkotaan
n= 29 n= 29
2
Indeks Massa Tubuh (kg/m ) 22.89 25.90 0.006
Pola Konsumsi Sumber Karbohidrat
Asupan karbohidrat (%) 54.97 55.07 0.976
Frekuensi Konsumsi
 Serealia Dan Hasil Olahan* 173.34 166.79 0.726
 Umbi Berpati Dan Hasil Olahan* 35.43 23.57 0.007
Variasi Jenis** 9 9 0.518
*) Frekuensi konsumsi sumber karbohidrat dalam satu bulan
**) Total jenis sumber karbohidrat yang dimakan dalam satu bulan dari total 14 jenis sumber karbohidrat yang dicantumkan di
dalam kuesioner

IMT pada standar Kementerian


Di samping itu terdapat perbedaan yang
Kesehatan RI, risiko obesitas lebih tinggi
signifikan (P= 0.007) pada rata-rata frekuensi
terjadi di daerah urban (kota) dibandingkan
konsumsi sumber umbi berpati dan olahannya 4
daerah rural (desa) .
di pedesaan (35.43 kali) dan di perkotaan
(23.57 kali) dalam satu bulan. Perlu diketahui
Meskipun tidak terdapat perbedaan
juga bahwa rata-rata variasi jenis sumber
yang signifikan antara jumlah konsumsi
karbohidrat yang dikonsumsi di pedesaan dan
sumber karbohidrat di pedesaan dan
di perkotaan sama yaitu sebanyak 9 jenis,
perkotaan namun diketahui bahwa rata-rata
tidak ada perbedaan yang signifikan (P=
konsumsi karbohidrat di pedesaan lebih
0.518).
rendah dibandingkan dengan di perkotaan.
Tentunya perbedaan gaya hidup di pedesaan
dan perkotaan menjadi pengaruh bagi pola
PEMBAHASAN konsumsi pangan dan pemilihan makanan
7
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat di dalamnya . Penelitian lainnya
kejadian kegemukan dan obesitas lebih juga menemukan bahwa 20% jumlah asupan
banyak terjadi di perkotaan di bandingkan di sumber karbohidrat lebih tinggi pada wanita
pedesaan. Di samping itu terdapat perbedaan yang mengalami kegemukan dan obesitas 9.
yang signifikan pada indeks massa tubuh dan Sebagaimana diketahui bahwa karbohidrat
rata-rata frekuensi konsumsi umbi berpati dan juga menghasilkan energi dan memiliki
hasil olahannya antara responden di kontribusi dalam total asupan energi per hari
pedesaan dan di perkotaan. yang memungkinan untuk menimbulkan
Perbedaan yang signifikan antara keseimbangan energi positif sehingga
5
indeks massa tubuh orang perkotaan dan terjadilah kegemukan dan obesitas .
pedesaan sangat jelas digambarkan dari Pada penelitian ini rata-rata frekuensi
perbedaan rata-rata indeks massa tubuh konsumsi serealia dan hasil olahannya pada
diantara keduanya. Sudah jelas bahwa rata- subjek penelitian di pedesaan maupun
rata indeks massa tubuh penduduk perkotaan perkotaan lebih tinggi dibandingkan frekuensi
sudah lebih dari batas indeks massa tubuh konsumsi umbi berpati dan hasil olahannya.
normal. Selain itu persentase kegemukan dan Hal yang sama juga dikemukakan dalam
obesitas pada penduduk di perkotaan lebih analisis data Susenas 1999-2005 mengenai
tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. konsumsi pangan masyarakat Indonesia.
Hasil tersebut menunjukkan hasil yang Meskipun laju konsumsi beras pada tahun
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang 2002-2005 mengalami penurunan baik di kota
dilakukan pada populasi dewasa di Saudi maupun di desa namun tetap lebih tinggi
Arabia. Diketahui bahwa terdapat perbedaan konsumsi per kilogram pada tiap kapita per
signifikan pada kegemukan dan obesitas di tahun dibandingkan konsumsi jagung, ubi
perkotaan maupun pedesaan pada hasil kayu dan ubi jalar 10. Terdapat perbedaan
penelitian tersebut8. Penelitian yang dilakukan yang signifikan pada frekuensi konsumsi
pada orang dewasa di tahun 2010 yang sumber karbohidrat berupa umbi berpati dan
berlokasi di Kota Depok, Jawa Barat juga hasil olahaannya di pedesaan dan perkotaan.
menunjukkan bahwa berdasarkan kategori Pada tahun 2005 konsumsi ubi kayu dan ubi
jalar mencapai 19,8 dan 5,8 kg (kapita/tahun) KESIMPULAN
di pedesaan sedangkan di perkotaan hanya
10 Dari 58 sampel penelitian (29 orang di
9.6 dan 5.98 kg (kapita/tahun) .
pedesaan dan 29 orang di perkotaan)
Asupan energi merupakan hasil dari
menunjukkan bahwa kejadian kegemukan
porsi makanan dikalikan dengan kepadatan
dan obesitas lebih banyak terjadi di perkotaan
energi dikalikan dengan frekuensi konsumsi
5 (27,6%) dibandingkan di wilayah pedesaan
makanan . Mengonsumsi beberapa sumber
(17,2%). Terdapat perbedaan yang signifikan
bahan makanan dalam jumlah porsi dan
(P= 0.006) pada indeks masa tubuh subjek
frekuensi yang sama namun dengan
penelitian di pedesaan dan perkotaan dimana
kepadatan energi yang berbeda dapat
rata-rata indeks masa tubuh di perkotaan
menyebabkan perbedaan asupan energi. 2
(25.90 kg/m ) sudah memasuki kategori
Rata-rata kepadatan energi serealia dan umbi
kegemukan. Selain itu juga frekuensi sumber
berpati yang merupakan sumber karbohidrat
karbohidrat berupa umbi berpati dan hasil
kompleks tergolong tidak tinggi bila
olahannya memiliki perbedaan yang signifikan
dibandingkan dengan dengan sumber
(P= 0.007) pada pola konsumsi sumber
karbohidrat sederhana seperti kue kering,
karbohidrat di pedesaan dan perkotaan.
gula, permen dan sirup. Berdasarkan
perhitungan menggunakan sebuah software
didapati bahwa rata-rata kepadatan energi
sumber serealia dan hasil olahannya sebesar SARAN
1,7 kkal/g dan umbi berpati sebesar 1 kkal/g
sedangkan gula, permen dan sirup memiliki Dalam rangka pengembangan
penelitian dengan topik yang terkait
rata-rata kepadatan energi sebesar 3,3 kkal/g.
kedepannya jumlah sampel penelitian harus
Sedangkan pada kue kering dan sejenisnya
yang merupakan sumber karbohidrat lebih banyak dan perlu diketahui hubungan
sederhana kepadatan energinya mendekati 4 pola konsumsi sumber karbohidrat dengan
5
kkal/g . Sehingga mengonsumsi karbohidrat kejadian kegemukan dan obesitas.
sederhana dalam porsi dan frekeunsi yang
sama dengan mengonsumsi karbohidrat
kompleks akan lebih tinggi asupan energi DAFTAR PUSTAKA
yang dihasilkan dari mengonsumsi 1. Obesity and Overweight. (2012, Mei).
karbohidrat sederhana. Available from:
Maksud uraian pada paragraf http://www.who.int/mediacentre/factsheets
sebelumnya adalah untuk menunjukkan /fs311/en/index.html
adanya keterkaitan yang logis pada data-data
hasil penelitian. Persentase kegemukan dan 2. Global Health Observatory Data
obesitas yang lebih rendah di pedesaan Repository. (n.d.). Avilable from:
dibandingkan dengan di perkotaan http://apps.who.int/gho/data/?vid=2469#
dihubungkan dengan frekuensi konsumsi 3. Diterbitkan oleh unit pelaksana
sumber serealia, umbi berpati dan hasil Badan Penelitian dan Pengembangan
olahan di daerah pedesaan yang memang Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
lebih tinggi, namun jumlah asupannya lebih (2010). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:
rendah dibandingkan dengan di daerah Badan Penelitian dan Pengembangan
perkotaan. Terlebih lagi rata-rata kepadatan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
energi sumber serealia, umbi berpati dan hasil
olahannya sama saja. 4. Nurzakiah, Achadi, E., & Sartika, R. A.
Pada akhirnya, tujuan riset untuk Faktor Risiko Obesitas pada Orang
mengetahui banyaknya kejadian kegemukan Dewasa Urban dan Rural. Jurnal
dan obesitas di pedesaan dan perkotaan Kesehatan Masyarakat 2010
tercapai. Hasil analisis perbedaan indeks Agustus;5(1): 29-34.
massa tubuh pada kedua daerah juga 5. Dam, R. V., & Seidell, J. Carbohydrate
memberikan perbedaan yang signifikan dan Intake and Obesity. European Journal of
mampu dilihat kertekaitannya dengan pola Clinical Nutrition 2007;61(1): 575-599.
konsumsi sumber karbohidrat. Untuk
pengembangan penelitian kedepan sebaiknya 6. Merchant, A. T. et al. Carbohydrate Intake
jenis sumber karbohidrat di buat lebih rinci per and Overweights and Obesity among
sumber bahan makanan tidak lagi Healthy Adults. J Am Diet Assoc
berdasarkan kelompok bahan makanan. 2009;109: 1165-1172.
7. Wora, V. M., Aspatria, U., & Seran, S.
(s.f.). Studi Pola Konsumsi Pangan dan
status Gizi Masyarakat Pedesaan dan
Perkotaan Kabubapten Itu (Timor Tengah
Utara). Jurnal Kesehatan Masyarakat;53-
64.
8. Alsaif, M. A., Hakim, I. A., Harris, R. B.,
Alduwaihy, M., Al-Rubeaan, K., Al-Nuaim,
A. R, et al. Prevalence and Risk Factor of
Obesity and Overweight in Adult Saudi
Population. Nutrition Research 2002 Jun
8;22: 1243-1252.
9. Saraswati, I., & Dieny, F. F. (2012).
Perbedaan Karakteristik Usia, Asupan
Makanan, Aktivitas Fisik, Tingkat Sosial
Ekonomi dan Pengetahuan Gizi pada
Wanita Dewasa Dengan Kelebihan Berat
Badan Antara di Desa dan Kota. Journal
of Nutrition College 2012;1(1): 606-627.
10. Ariani, M. (s.f.). Konsumsi Pangan
Masyarakat Indonesia Analisis Data
Susenas 1999-2005. Available
from:http://www.google.com/url?sa=t&rct=
j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja
&ved=0CFQQFjAD&url=http%3A%2F%2
Fpersagi.org%2Fdocument%2Fmakalah
%2F114_makalah.doc&ei=gTHzUJCdFIL
7kgWczICYDA&usg=AFQjCNHWB22VBC
RyWg-
jMPesn1D4J6Uw4w&sig2=HiDK43jPdmZ
x08LRu36cHw&bvm=bv.13
GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI, DAN TINGKAT
KEBUGARAN ATLET OLAHRAGA BERMAIN DI PUSAT PENDIDIKAN
DAN LATIHAN OLAHRAGA PELAJAR (PPLP) DINAS PEMUDA DAN
OLAHRAGA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Mustamir Kamaruddin1

1
Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

ABSTRAK
Asupan zat gizi adalah jumlah zat gizi yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran asupan zat gizi, status gizi, dan tingkat kebugaran atlet olahraga
bermain di PPLP Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan
metode observasional dengan pendekatan deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total
sampling. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan
asupan energi, karbohidrat, lemak, vitamin C, dan kalsium semua atlet (100%) berada pada kategori
kurang. Asupan vitamin D semua atlet (100%) berada pada kategori cukup. Asupan protein sebagian
besar atlet yang berada pada kategori cukup yaitu 96,6% dan untuk asupan Fe dan Zn sebagian besar
atlet berada pada kategori kurang yaitu 82,8% dan 96,6%. Status gizi dengan pengukuran antropometri
semuanya berada pada status gizi normal yaitu 100% sedangkan pengukuran biokimia (kadar Hb)
sebagian besar dalam kategori normal yaitu 66,5%. Tingkat kebugaran sebagian besar dalam kategori
baik sekali yaitu 55,2% yang diukur dengan menggunakan lari multi tahap. Melalui penelitian ini
disarankan para atlet untuk mengkonsumsi beraneka ragam makanan serta mengkonsumsinya sesuai
dengan kebutuhan. Perlu adanya ahli gizi yang dapat memberikan pengetahuan tentang gizi secara rutin.

Kata Kunci : Asupan Zat Gizi, Status Gizi, Tingkat Kebugaran, Atlet Olahraga Bermain

ABSTRACT
The nutrient intake is the amount of nutrient consumed to fulfil their needs. This research is aimed
to know about the description of nutrient intake, nutritional status, and the fitness level of sport athletes
who play in PPLP of Department of Youth and Sport in South Sulawesi. This research is using
observational method with descriptive approach. Sample is taken using total sampling. The data used
including primary data and secondary data. The result shows that the intake of energy, carbohydrate, fat,
vitamin C, and calcium of all athletes (100%) were in the category of less. Intake of vitamin D all athletes
(100%) was in the category of enough. Intake of protein of most athletes is in the prologue and enough
namely 96.6% and for intake of Fe and Zn most athletes are in the prologue and less namely 82.8% and
96.6%. Nutritional status that measured by anthropometry is on the status of normal nutrition is 100%
while the measurement of biochemistry (levels of Hb) mostly in the category of normal namely 66.5%.
Level of fitness mostly in the category of good which is amount collected by 55.2% were measured using
multi stage run. From this research, it is suggested to the athletes to consume variegated food and in
accordance with their needs. The nutritionist is also needed to give them nutritional education regularly.

Keyword : Nutrient Intake, Nutritional Status, Level of Fitness, Playing Sports of Athletes
PENDAHULUAN gizi, dan tingkat kebugaran atlet olahraga
bermain di tempat tersebut.
Olahraga merupakan aktivitas fisik
secara terencana untuk berbagai tujuan antara BAHAN DAN METODE
lain mendapatkan kesehatan, kebugaran,
rekreasi, pendidikan, dan prestasi. Prestasi Lokasi Penelitian
olahraga merupakan akumulasi kualitas fisik, Penelitian dilakukan di PPLP yang
teknik, taktik, dan kematangan psikis yang terletak di Sudiang, Makassar. PPLP merupakan
mampu ditampilkan olahragawan dalam suatu salah satu program pembinaan atlet usia
1
pertandingan . sekolah yang telah lulus seleksi penerimaan
Menurut laporan WHO pada tahun 1999, sekaligus diasramakan yang digagas oleh Dinas
kasus penyakit tidak menular seperti penyakit Pemuda dan Olahraga Provinsi Sulawesi
jantung, tekanan darah tinggi, kencing manis, Selatan.
kanker, serta berat badan berlebih hampir 60%
menyebabkan kematian dan merupakan 43% Desain dan Variabel Penelitian
dari seluruh beban penyakit penyakit di dunia Desain penelitian yang digunakan
(Global Burden Disease). Pada tahun 2020 adalah metode observasional dengan
penyakit tidak menular diperkirakan akan pendekatan deskriptif untuk mengetahui
meningkat menjadi 73% sebagai penyebab gambaran asupan zat gizi, status gizi, dan
kematian dan merupakan 60% dari seluruh tingkat kebugaran atlet olahraga bermain di
beban penyakit. Penyakit tidak menular sangat PPLP. Adapun variabel pada penelitian ini
erat kaitannya dengan gaya hidup seperti pola meliputi asupan zat gizi, status gizi, dan tingkat
makan tidak seimbang, rendahnya aktivitas fisik, kebugaran.
2
dan kebiasaan merokok .
Kebutuhan gizi atlet mempunyai Populasi dan Sampel
kekhususan karena tergantung pada cabang Populasi dalam penelitian ini adalah
olahraga. Untuk mendapatkan atlet yang semua atlet olahraga bermain yang berstatus
berprestasi, faktor gizi sangat perlu diperhatikan sebagai atlet aktif di PPLP dengan jumlah 29
sejak saat pembinaan di tempat pelatihan orang. Pengambilan sampel dilakukan secara
3
sampai pada saat pertandingan . total sampling, yaitu semua populasi tersebut
Venkarteswarlu (1982) menambahkan bahwa dimasukkan sebagai sampel penelitian.
atlet yang mempunyai pengetahuan tentang gizi
cenderung jarang memilih makanan berdasarkan Pengumpulan Data
tradisi, adat, maupun iklan yang umumnya Data primer meliputi asupan makanan
kurang mengandung zat gizi yang berimbas yang diperoleh dengan wawancara serta
4
pada kemunduran prestasi olahraga . melakukan food recall 1x24 jam. Status gizi
Warren, Bonner, dan Stitt (1985) diperoleh dengan mengukur tinggi badan
menyarankan bahwa pelatih perlu memberikan (menggunakan microtoise) dan berat badan
informasi mengenai kebutuhan cairan, suplemen (menggunakan timbangan) serta menanyakan
makanan, dan metode untuk meningkatkan atau umur sebagai acuan untuk menghitung
menurunkan berat badan. Mereka menyatakan kebutuhan zat gizi. Dilakukan pula pengecekan
bahwa pengetahuan tentang gizi sebaiknya kadar Hb dan tingkat kebugaran yang diukur
dikembangkan dan ditampilkan dalam format dengan menggunakan lari multi tahap (Bleep
5
ilmiah oleh para pelatih . Test). Data sekunder didapatkan dari hasil
Berdasarkan hasil observasi di Pusat wawancara dengan pembina atlet ataupun
Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar pengelola di PPLP.
(PPLP), kami memperoleh sejumlah data
mengenai atlet, aktivitas, dan jenis olahraga. Analisis Data
PPLP merupakan salah satu insititusi yang Data yang telah dikumpulkan kemudian
memiliki atlet yang dipersiapkan untuk mengikuti diolah dengan menggunakan program WHO
kejuaraan nasional, regional, maupun Antro, NutriSurvey, dan SPSS 16.
internasional tanpa selalu menunggu
pelaksanaan pemusatan pelatihan yang HASIL PENELITIAN
insidentil dan mendadak sehingga kami Deskripsi Karakteristik Umum
bermaksud mengadakan penelitian untuk Berdasarkan Tabel 1 responden
memperoleh gambaran asupan zat gizi, status terbanyak adalah olahraga sepak takraw yaitu
55,2%. Responden didominasi oleh jenis berumur < 17 tahun sebanyak 58,6%.
kelamin laki-laki, yaitu sebesar 82,8% karena Responden sebanyak 93,1% yang sedang
jenis olahraga yang diteliti lebih diminati oleh mengenyam pendidikan di tingkat SMA dan
laki-laki. Berdasarkan umur, jumlah responden 62,1% tidak mengkonsumsi suplemen.

Tabel 1. Distribusi Responden menurut Karakterisik Umum


Atlet Olahraga Bermain di PPLP Dispora Sulawesi Selatan

Karakteristik Umum n (29) %


Jenis Olahraga
Sepak Bola 13 44,8
Sepak Takraw 16 55,2
Jenis Kelamin
Laki-laki 24 82,8
Perempuan 5 17,2
Kategori Umur
< 17 tahun 17 58,6
≥ 17 tahun 12 41,4
Tingkat Pendidikan
SMP 2 6,9
SMA 27 93,1
Konsumsi Suplemen
Ya 11 37,9
Tidak 18 62,1

Asupan Energi
Berdasarkan hasil penelitian ini dalam kategori asupan energi yang kurang yang
didapatkan bahwa semua atlet (100%) masuk ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Status Gizi, Status Anemia, Tingkat Kebugaran, dan Asupan
Zat Gizi Atlet Olahraga Bermain di PPLP Dispora Sulawesi Selatan

Variabel Penelitian n (29) %


Status Gizi
Normal 29 100,0
Status Anemia
Normal 19 66,5
Anemia 10 34,5
Tingkat Kebugaran
Baik sekali 16 55,2
Baik 13 44,8
Asupan Energi
Kurang 29 100,0
Asupan Karbohidrat
Kurang 29 100,0
Asupan Protein
Kurang 1 3,4
Cukup 28 96,6
Asupan Lemak
Kurang 29 100,0

Asupan Vitamin C
Kurang 29 100,0
Asupan Vitamin D
Cukup 29 100,0
Asupan Kalsium
Kurang 29 100,0
Asupan Fe
Kurang 24 82,8
Cukup 5 17,2
Asupan Zn
Kurang 28 96,6
Cukup 1 3,4

Asupan Zat Gizi


Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian Status Gizi
besar asupan protein berada pada kategori Berdasarkan penelitian didapatkan
cukup yaitu 96,6%, sebagian besar asupan Fe bahwa status gizi atlet berdasarkan pengukuran
dan Zn berada pada kategori kurang berturut- antropometri menunjukkan status gizi normal
turut yaitu 82,8% dan 96,6%. Didapatkan pula (100%) yang ditunjukkan pada Tabel 2 dimana
bahwa semua atlet (100%) masuk dalam nilai Z-Score gizi normal yaitu antara -2 SD
kategori asupan vitamin D yang cukup. sampai +2 SD. Tabel 3 menunjukkan rata-rata
Sementara untuk asupan karbohidrat, lemak, (mean) nilai Z-Score IMT/U yaitu -0,54 (normal)
vitamin C, dan kalsium didapatkan bahwa semua dan Z-Score terendah adalah -1,99, nilai ini
atlet (100%) masuk dalam kategori yang kurang. mendekati status gizi kurang.

Tabel 3. Nilai Mean dan Standar Deviasi Z-Score IMT/U Atlet Olahraga
Bermain di PPLP Dispora Sulawesi Selatan

Z-Score IMT/U Nilai


Mean - 0,54
SD 0,49
Minimum - 1,99
Maximum 0,33

Status Anemia
Tabel 2 menunjukkan terdapat 34,5% dari atlet perempuan lebih kecil dibandingkan
yang mengalami anemia. Tabel 4 menunjukkan dengan atlet laki-laki karena dipengaruhi faktor
bahwa nilai mean kadar Hb atlet laki-laki adalah menstruasi yang dialami setiap perempuan usia
13,43 (normal) dan nilai mean kadar Hb atlet remaja setiap bulan.
perempuan adalah 12,64 (normal). Kadar Hb

Tabel 4. Nilai Mean Kadar Hb Berdasarkan Jenis Kelamin Atlet


Olahraga Bermain di PPLP Dispora Sulawesi Selatan

Nilai
Kadar Hb
Laki-laki Perempuan
Mean 13,43 12,64
Minimum 11 10,9
Maksimum 16,6 14,6

Tingkat Kebugaran
penting untuk usia remaja khususnya atlet yang
Tabel 2 menunjukkan sebagian besar mengalami pembinaan sejak usia dini.
atlet memiliki tingkat kebugaran baik sekali yaitu
55,2% dan 44,8% yang memiliki tingkat PEMBAHASAN
kebugaran baik. Peranan kebugaran sangat Gambaran Asupan Energi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan cukup yaitu 96,6% yang berarti
dari 29 responden yang berstatus gizi normal, asupannya antara 10-15% dari total kebutuhan
semuanya termasuk dalam kategori asupan yang dianjurkan. Sebagian besar asupan cukup
energi kurang yaitu 100% yang artinya asupan dikarenakan atlet sering mengkonsumsi
energi semua atlet kurang dari 75% total makanan yang mengandung tinggi protein
kebutuhan energi. Dalam penelitian ini, asupan seperti tempe, tahu, kacang-kacangan, dan
energi atlet diperoleh melalui wawancara dengan sumber protein lainnya. Namun ada pula yang
metode food recall 1x24 jam dengan asupannya kurang disebabkan karena konsumsi
menanyakan makanan yang dikonsumsi dalam sumber protein yang kurang, misalnya tidak
sehari dari bangun tidur hingga tidur kembali. menyukai makanan terterntu seperti olahan tahu.
Berdasarkan wawancara tentang asupan Atlet mengkonsumsi makanan sesuai selera
energi yang dikonsumsi ternyata para atlet tidak masing-masing meskipun telah disediakan oleh
memperhitungkan kebutuhan energi sesuai pihak asrama. Protein bagi atlet yang masih
dengan kebutuhan mereka dan tidak mempunyai remaja sangat diperlukan untuk pertumbuhan
pengetahuan tentang berapa besar asupan dan pembentuk tubuh guna mencapai tinggi
energi yang harus dikonsumsi oleh seorang atlet badan yang optimal. Protein di dalam tubuh
pada saat latihan sehingga energi yang mempunyai fungsi utama yang khas dan tidak
dikonsumsi setiap harinya tidak tercukupi. Selain dapat digantikan oleh zat gizi lain yaitu untuk
itu juga terdapa keterbatasan peneliti dalam membangun serta menjaga jaringan dan sel-sel
7
menggali informasi lebih dalam mengenai tubuh .
asupan yang dikonsumsi atlet.
Lemak
Gambaran Asupan Zat Gizi Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
Karbohidrat semua atlet termasuk dalam asupan kategori
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kurang yang berarti asupannya kurang dari 20%
semua atlet masuk dalam kategori asupan dari yang dianjurkan. Sebagian besar asupan
kurang yang berarti asupan atlet kurang dari yang kurang disebabkan dengan kebiasaan
60% total kebutuhan sehari. Frekuensi makan makan yang cenderung memilih makanan dari
utama atlet hanya tiga kali dalam sehari dan sumber makanan laut (ikan segar) daripada
makanan atlet tergantung pada menu apa yang makanan daging dan olahannya.
disajikan di asrama. Disamping itu atlet Total konsumsi lemak diharapkan tidak
mempunyai aktivitas harian selain olahraga melebihi 25% dari total kebutuhan energi tubuh.
seperti belajar dan mengikuti kegiatan Kelebihan lemak bagi atlet sangat dihindari
ektrakurikuler di sekolah. Oleh karena itu, karena lemak yang berlebih akan menyebabkan
kebutuhan energi dan zat gizi atlet meningkat peningkatan berat tubuh dan juga akan
namun atlet kurang memperhatikan asupan yang menurunkan kapasitas kecepatan, power, dan
8
seharusnya dikonsumsi setiap hari yang sesuai enduran .
dengan kebutuhan.
Hasil konsensus dalam bidang nutrisi Vitamin
olahraga menyebutkan bahwa penting bagi atlet Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
untuk memenuhi 60-70% dari total kebutuhan semua atlet masuk kategori asupan vitamin C
energi melalui konsumsi karbohidrat. Kebutuhan kurang yaitu 100% yang artinya asupan atlet
ini dapat dipenuhi melalui konsumsi makanan kurang dari 90% dari yang dianjurkan,
yang kaya akan karbohidrat kompleks seperti sedangkan asupan vitamin D semua atlet masuk
roti, gandum, sereal, pasta, nasi, jagung, kategori cukup yaitu 100% yang artinya asupan
kentang, dan kacang hijau, sedangkan untuk atlet ≥ 90% dari yang dianjurkan. Sebagian
membantu dalam menyediakan energi secara besar asupan kurang disebabkan karena kurang
cepat pada saat sebelum, saat sedang, dan mengkonsumsi buah-buahan, sayur-sayuran,
setelah latihan/ pertandingan olahraga dapat dan sumber vitamin lainnya. Vitamin sangat
mengkonsumsi karbohidrat sederhana seperti penting terutama untuk mengukur reaksi kimia
6
glukosa, sukrosa, ataupun juga fruktosa . zat gizi penghasil energi. Pada seorang atlet,
kebutuhan vitamin terutama vitamin yang larut
Protein dalam air, meningkat sesuai dengan kebutuhan
8
Dari hasil penelitian diketahui bahwa energi .
sebagian besar atlet masuk dalam kategori
Mineral efisien sehingga memungkinkan terjadinya
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pertumbuhan fisik, perkembangan otak, dan
sebagian besar asupan Fe dan Zn dalam kemampuan kerja untuk mencapai tingkat
11
kategori kurang yaitu 82,8% dan 96,6%. kesehatan yang optimal .
Sementara itu untuk asupan kalsium semua atlet
dalam kategori kurang (100%). Zat besi (Fe) Hemoglobin (Hb)
merupakan mineral mikro yang paling banyak Hasil pengukuran berdasarkan kadar Hb
terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan didapatkan sebagian besar atlet berada pada
yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh kategori normal yaitu 66,5% dan kategori anemia
manusia dewasa. Zat besi mempunyai fungsi yaitu 34,5%. Pengambilan kadar Hb
esensial di dalam tubuh sebagai alat angkut menggunakan metode cyanmethemoglobin
9
oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh . Zat karena lebih akurat dan praktis. Hb merupakan
besi banyak terdapat dalam bahan makanan senyawa pembawa oksigen pada sel darah
hewani, contohnya daging, ayam, ikan maupun merah. Kandungan Hb yang rendah dapat
dalam bahan makanan nabati contohnya mengindikasikan anemia. Berdasarkan pada
8
kangkung dan bayam . metode yang digunakan, nilai hemoglobin
Pengkategorian cukup atau tidaknya menjadi akurat sampai 2-3%. Metode yang lebih
asupan zat gizi berdasarkan AKG 2004 bagi dulu dikenal adalah metode Sahli yang
orang Indonesia. Hampir semua asupan zat gizi menggunakan teknik kimia dengan
atlet termasuk dalam kategori kurang. Hal ini membandingkan senyawa akhir secara visual
12
disebabkan asupan energi yang dikonsumsi atlet terhadap standar gelas warna .
ternyata sebagian besar tidak memperhitungkan
kebutuhan energi yang sesuai dengan Gambaran Tingkat Kebugaran
kebutuhan yang mereka butuhkan dan tidak Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mempunyai cukup pengetahuan tentang berapa sebagian besar atlet dalam kategori baik sekali
besar asupan energi yang dikonsumsi seorang yaitu 55,2% dan atlet dengan kategori baik yaitu
atlet pada saat latihan sehingga asupan energi 44,8%. Secara fisiologis kesegaran jasmani
yang dikonsumsi tidak tercukupi. Selain itu hal ini adalah kemampuan melakukan penyesuaian
disebabkan pula karena atlet ingin terhadap pembebanan fisik yang diberikan tanpa
mempertahankan berat badan namun menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Hal ini
pengaturan makanan atlet tidak sesuai dengan mengandung pengertian bahwa semua bentuk
aktivitas harian. kegiatan selalu memerlukan dukungan fisik,
sehingga masalah kemampuan fisik merupakan
Gambaran Status Gizi faktor dasar bagi setiap aktivitas. Olahragawan
Antropometri yang memiliki kesegaran jasmani yang baik akan
Hasil analisis status gizi berdasarkan mempunyai kemampuan fisik seperti kekuatan,
asupan energi menunjukkan bahwa atlet yang daya tahan, kecepatan, daya tahan jantung,
13
berkategori asupan energi kurang yaitu 100% daya tahan otot, dan daya tahan paru-paru .
yang semuanya berstatus gizi normal.
Berdasarkan penelitian tentang status gizi atlet, KESIMPULAN DAN SARAN
semuanya berstatus gizi normal sedangkan Asupan energi, karbohidrat, lemak,
asupan energi yang dikonsumsi oleh atlet vitamin C, dan kalsium semuanya berada pada
berada pada kategori kurang. Hasil ini kategori kurang. Asupan protein sebagian besar
berbanding terbalik dengan teori yang pada kategori cukup yaitu 96,6%. Asupan
dikemukakan oleh Hasan (2008) yang vitamin D semuanya berada pada kategori
menyatakan bahwa status gizi seseorang cukup. Sebanyak masing-masing 82,8% dan
berkaitan erat dengan asupan gizi dari makanan 96,6% atlet memiliki asupan Fe dan Zn pada
yang dikonsumsi baik kuantitas maupun kategori kurang. Status gizi antropometri
10
kualitasnya . Hal ini terjadi karena atlet ingin memiliki status gizi normal yaitu 100%
mempertahankan berat badan sehingga sedangkan pengukuran biokimia (kadar Hb)
membatasi asupan makanannya. sebagian besar dalam kategori normal yaitu
Konsumsi makanan berpengaruh 66,5%. Tingkat kebugaran sebagian besar pada
terhadap status gizi seseorang. Kondisi status kategori baik sekali yaitu 55,2%.
gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh Perlu adanya ahli gizi yang dapat
cukup zat-zat gizi yang akan digunakan secara memberikan pengetahuan tentang gizi secara
rutin sehingga atlet dapat mengetahui jenis dan 6. Napu, Arifasno. Pengaturan berat badan
jumlah makanan yang mereka butuhkan serta dalam menunjang kemampuan fisik atlet.
mereka dapat mengetahui besarnya pengaruh Terdapat pada : www.gizi.net. Diakses pada
makanan terhadap daya tahan dan penampilan 20 Oktober, 2011.
mereka. Atlet disarankan untuk lebih banyak 7. Irawan, Djoko Pekik. Panduan gizi lengkap
mengkonsumsi makanan beraneka ragam serta keluarga dan olahragawan. Yogyakarta:
mengkonsumsi makanan sesuai dengan Penerbit Andi ; 2008.
kebutuhan. 8. Departemen Kesehatan RI. Gizi olahraga
untuk prestasi. Jakarta: Direktorat Jenderal
DAFTAR PUSTAKA Bina Kesehatan Masyarakat ; 1997.
1. Kusumawati. Hubungan antara pola 9. Almatsier, Sunita. Prinsip dasar ilmu gizi.
komsumsi protein dan fe dengan daya Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama ;
tahan jantung paru atlet sepakbola PS 2005.
Semen Padang tahun 2003. Jurnal Gizi 10. Hasan, S. Kesegaran jasmani atlet sepak
Klinik Indonesia 2005 : 2 (1) : 8-12. bola pra-pubertas. Jurnal Iptek Olahraga
2. Departemen Kesehatan RI. Materi advokasi 2008 : 10 (3) : 188-202.
kesehatan olahraga. Jakarta: Direktorat 11. Departemen Kesehatan RI. Pedoman
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat ; praktis terapi gizi medis. Jakarta: Direktorat
2003. Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat ;
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman 2006.
pelatihan gizi olahraga untuk prestasi. 12. Supariasa, I Dewa Nyoman. Penilaian
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina status gizi. Jakarta: EGC Penerbit Buku
Kesehatan Masyarakat ; 2000. Kedokteran ; 2002.
4. Dominic OL, Onifade OA. Dietary attitude of 13. Sharkey, B. Kebugaran dan kesehatan
University of Ilorin athletes. Departement Of devisi buku sport. Jakarta: PT. Raja
Physical Ang Health Education University Grafindo Persada ; 2003.
Of Ilorion ; 2004.
5. Zawila LG, Steib CM, Hoogenboom B. The
female collagiate cross-country runner:
nutrirional knowledge and attitudes. Journal
Of Athlete Training 2003 : 38 (1) : 67-74.
FORTIFIKASI ZAT BESI PADA PERMEN BELIMBING WULUH
DENGAN METODE MIKROENKAPSULASI SEBAGAI SALAH SATU
UPAYA MENGURANGI PREVALENSI ANEMIA GIZI BESI PADA
ANAK-ANAK

Sakinah Ulfiyanti1
1
Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK

Pemanfaatan belimbing wuluh sebagai bahan olahan permen dengan fortifikasi zat besi dapat
menambah nilai ekonomis dan daya guna dari belimbing wuluh yang selama ini tidak termanfaatkan
secara maksimal. Permen merupakan salah satu pangan yang digemari oleh anak-anak. Oleh karena
itu, permen dianggap cocok menjadi salah satu produk yang difortifikasi dengan alasan fortifikasi pada
makanan pokok sulit dikendalikan terkait asupan. Besi yang digunakan untuk fortifikasi adalah fero
glukonat, karena penyerapannya (bioavailabilitas) lebih tinggi jika dibandingkan dengan besi jenis fero
fumarat dan fero sulfat. Mikrokapsul yang terpilih untuk digunakan dalam pembuatan permen adalah
7,5% fero glukonat dengan kandungan besi 6,6 mg/gram mikrokapsul. Proses fortifikasi zat besi pada
permen belimbing wuluh adalah ditambahkan konsentrasi besi sebanyak 5%, 10%, dan 20% dari AKG
besi per hari pada anak-anak (10 mg) untuk setiap satu buah permen. Pemberian permen belimbing
wuluh terfortifikasi pada anak-anak adalah permen dengan formula 3, yaitu adonan belimbing wuluh
10 gram dengan mikrokapsul besi 2,25 gram dan mengandung konsentrasi besi 15 gram. Sehingga
dapat memenuhi 15% berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau setara dengan 1,5 mg. Angka
Kecukupan Gizi pada anak adalah 10 mg/hari. Jadi permen belimbing wuluh dapat diberikan 1-2 kali
sehari.

Kata Kunci: Fortifikasi, zat besi, permen, anemia, belimbing wuluh

PENDAHULUAN dalam proses terjadinya anemia gizi adalah zat


besi (Supariasa dkk, 2000).
Era globalisasi menuntut setiap negara Anemia gizi besi merupakan salah
untuk melakukan peningkatan produktivitas satu masalah kekurangan zat gizi mikro yang
dan kualitas sumber daya manusia. Salah satu menimpa hampir separuh anak-anak di negara
indikator pengukur tinggi rendahnya kualitas berkembang, termasuk Indonesia. Prevalensi
tersebut adalah Indeks Kualitas Hidup Manusia anemia di Indonesia yang ditunjukkan oleh
(HDI) (Azwar, 2000). Tahun 2004, HDI laporan Depkes (2005) yaitu pada remaja
Indonesia menempati urutan ke 111 dari 177 wanita 26,50%, wanita usia subur (WUS)
negara (Syamsi dan Sutaryo, 2005). Tiga 26,9%, ibu hamil 40,1% dan pada anak balita
faktor yang penentu HDI yang dikeluarkan oleh 47,0%. Anemia gizi besi yang terjadi pada
UNDP (United National Development Program) masa bayi dan anak-anak berdampak pada
adalah pendidikan, kesehatan, dan ekonomi perkembangan mental dan motorik yang
dimana ketiga faktor tersebut erat kaitannya kemungkinan akan mempunyai dampak pada
dengan status gizi masyarakat (Azwar, 2000). masa selanjutnya (Idjradinata & Pollit, 1993).
Masalah gizi masyarakat yang utama di Beberapa faktor yang menyebabkan anemia
Indonesia masih didominasi oleh masalah gizi antara lain asupan zat besi yang kurang,
kurang energi protein (KEP), GAKI (Gangguan infeksi berbagai macam cacing, berkurangnya
Akibat Kekurangan Iodium), kurang vitamin A persediaan zat besi di dalam tubuh,
(KVA), dan masalah anemia gizi. Untuk meningkatnya kebutuhan akan zat besi, serta
masalah Anemina gizi, diperkirakan 25% dari kehilangan darah yang kronis (Almatsier,
penduduk dunia menderita anemia (Urtula dan 2004).
Triasih, 2005). Zat gizi yang paling berperan
Selama ini upaya penanggulangan 2. Berapa konsentrasi zat besi yang
anemia gizi besi di Indonesia masih berkisar dibutuhkan untuk fortifikasi pada
pada suplementasi, baik dalam bentuk cairan permen belimbing wuluh?
sirup maupun kapsul. Strategi lain yang 3. Bagaimana proses fortifikasi zat besi
dianggap lebih efektif adalah fortifikasi pangan pada permen belimbing wuluh?
sebagai suatu metode yang sukses untuk
mengurangi defisiensi gizi besi. Program PEMBAHASAN
fortifikasi diharapkan mampu menghasilkan
produk pangan dengan kandungan fortifikan 2.1 Cara Pembuatan Permen Belimbing
yang dapat mencegah terjadinya defisiensi jika Wuluh
dikonsumsi pada jumlah normal serta memiliki Peralatan dan bahan yang digunakan
harga yang lebih terjangkau. Salah satu bahan dalam proses pembuatan permen belimbing
pangan yang masih belum banyak wuluh antara lain timbangan, kompor gas,
dimanfaatkan di masyrakat dan memilki panci, pengaduk kayu, termometer, alat
banyak khasiat serta dapat didapat dengan pencetak, gula pasir, sirup fruktosa, sorbitol,
harga terjangkau adalah belimbing wuluh. dan belimbing wuluh.
Belimbing wuluh merupakan buah Cara pembuatan permen belimbing
yang kaya akan vitamin C. Tanaman ini wuluh adalah sebagai berikut:
tumbuh subur tanpa perawatan khusus, 1. Belimbing wuluh dicuci bersih, dipotong-
bahkan buah ini dapat tumbuh tanpa potong dan dihancurkan sampai halus
mengenal musim (Lin, 1994). Menurut FAO dengan blender tanpa penambahan air
(1972) buah belimbing wuluh memiliki 2. Disiapkan bahan-bahan permen dengan
kandungan asam askorbat sebanyak perbandingan tertentu gula: fruktosa:
35mg/100 gram buah. Rasanya yang sangat sorbitol = 60:50:10
asam menjadikan buah ini jarang dikonsumsi 3. Belimbing wuluh yang sudah hancur
langsung sebagai buah segar, melainkan disaring untuk mendapatkan sarinya.
hanya digunakan sebagai obat tradisional 4. Tambahkan 60 gram gula , 50 gram
seperti obat batuk, sariawan, sakit perut, fruktosa, dan 10 gram sorbitol. Sorbitol
gondongan, jerawat, tekanan darah tinggi, digunakan untuk membuat tekstur agak
memperbaiki fungsi pencernaan, dan radang keras sehingga adonan mudah dibentuk
rektum. saat pembuatan permen.
Pemanfaatan belimbing wuluh sebagai 5. Setelah semua bahan tercampur,
bahan olahan permen dengan fortifikasi zat pemanasan dilakukan sampai mendidih
besi dapat menambah nilai ekonomis dan daya sambil terus diaduk.
guna dari belimbing wuluh yang selama ini 6. Dituang sedikit ke dalam cetakan
tidak termanfaatkan secara maksimal. Permen 7. Didinginkan untuk mengeraskan permen
merupakan salah satu pangan yang digemari
oleh anak-anak. Oleh karena itu, permen
dianggap cocok menjadi salah satu produk 2.2 Konsentrasi Zat Besi yang Dibutuhkan
yang difortifikasi dengan alasan fortifikasi pada untuk Fortifikasi pada Permen
makanan pokok sulit dikendalikan terkait Belimbing Wuluh
asupan pada masing-masing individu. Adanya Bahan-bahan yang digunakan untuk
vitamin C pada belimbing wuluh sangat fortifikasi besi pada permen belimbing wuluh
membantu penyerapan besi-nonhem dengan adalah gum arab, maltodekstrin, dan akuades.
merubah bentuk feri menjadi fero sehingga Senyawa besi yang dipilih harus berupa jenis
bioavailabilitas zat besi pada tubuh meningkat zat besi yang tingkat penyerapannya dalam
(Almatsier, 2004). Maka berdasarkan latar usus cukup tinggi. Pada penelitian ini, peneliti
belakang di atas, tercetuslah sebuah ide menggunakan jenis besi fero glukonat. Harga
“Fortifikasi Zat Besi pada Permen Belimbing besi jenis ini memang cukup mahal, namun
Wuluh dengan Metode Mikroenkapsulasi penyerapannya (bioavailabilitas) lebih tinggi
sebagai Salah Satu Upaya Mengurangi jika dibandingkan dengan besi jenis fero
Prevalensi Anemia Gizi Besi Pada Anak-Anak” fumarat dan fero sulfat. Komposisi mikrokapsul
besi yang digunakan terdiri atas gum arab :
RUMUSAN MASALAH maltodekstrin : serbuk besi = 70%:30%:7,5%
Berdasarkan latar belakang yang telah atau 14 g gum arab, 6 g maltodekstrin, dan 15
dijabarkan, dalam penyusunan karya ilmiah ini g serbuk besi dalam 200 ml air (pelarut).
ada beberapa rumusan masalah yang akan Komposisi ini diambil dari metode Purnamasari
dibahas, yaitu : (2009) yang merupakan modifikasi dari metode
1. Bagaiman cara pembuatan permen Fitriani (2001). Mikrokapsul yang dihasilkan
belimbing wuluh? kemudian dianalisis kimia kandungan besinya
dengan metode AAS (Atomic Absorption membuat premix yaitu dengan terlebih dahulu
Spectrophotometri). Berdasarkan hasil analisis mencampurkan zat besi ke dalam sebagian
kadar besi dengan menggunakan AAS kecil produk sebagai bahan pembawa,
tersebut, mikrokapsul yang terpilih untuk kemudian mencampurkannya ke dalam
digunakan dalam pembuatan permen adalah keseluruhan produk hingga homogen. Pada
7,5% fero glukonat dengan kandungan besi penelitian ini mikroenkapsulasi besi dicampur
6,6 mg/gram mikrokapsul. Formula ini dipilih dengan selai belimbing wuluh. Terdapat
karena mempunyai nilai kehilangan besi yang beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan
lebih rendah (efisiensi 47,3%) pada saat dalam memilih senyawa untuk fortifikasi
mikrokapsul dibuat. (fortifikan), antara lain: (1) bioavailabilitas
Pada umumnya beberapa faktor perlu relatif fortifikan, (2) reaktivitas fortifikan yang
dipertimbangkan dalam memilih bahan mengakibatkan terjadinya diskolorisasi
pembawa untuk fortifikasi (carrier) adalah (perubahan warna) atau perubahan bau dan
bahan pembawa harus merupakan bahan cita rasa yang tidak diinginkan; (3) stabilitas
yang dikonsumsi dalam jumlah yang cukup fortifikan selama penyimpanan dan
oleh kelompok target. Bahan pembawa yang pengolahan pangan; serta (4) kompatibitas
ideal adalah bahan yang dimakan setiap hari atau kecocokannya dengan senyawa atau zat
dan dalam jumlah konstan oleh kelompok gizi lain. Dalam memilih zat besi sebagai
sasaran, dapat membawa zat gizi dalam fortifikan, di antara beberapa faktor tersebut
jumlah yang ditetapkan serta tersedia di yang paling utama harus mendapatkan
pasaran agar mudah diperoleh. Kedua, bahan perhatian adalah bioavalibilitas relatifnya. Jika
pembawa yang telah difortifikasi seharusnya dipilih fortifikan dengan bioavalabilitas relatif
tetap stabil dan tidak banyak mengalami kecil, maka untuk mencapai target pemenuhan
perubahan dari aspek sensorinya (Dary dan kebutuhan zat gizi yang diinginkan diperlukan
Kim, 2002). fortifikan dalam jumlah besar. Besarnya jumlah
Untuk meningkatkan penyerapan zat fortifikan akan berdampak pada tingginya
besi, fortifikasi dapat dilakukan dengan metode harga dan kemungkinan timbulnya efek
penambahan senyawa pendorong sensori yang tidak diinginkan. Vitamin C
(enhancers), salah satunya adalah asam merupakan jenis vitamin yang membantu
askorbat. Vitamin C dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh (Dary dan
penyerapan zat besi sebesar dua atau tiga kali Kim, 2002)
lipat. Belimbing wuluh merupakan salah satu Belimbing wuluh merupakan buah
buah tropis yang kaya akan vitamin C. Vitamin yang kaya akan vitamin C. Tanaman ini
C mampu merubah bentuk zat besi feri tumbuh subur tanpa perawatan khusus,
menjadi fero yang relatif mudah diserap. Zat bahkan buah ini dapat tumbuh tanpa
besi dalam bentuk kelat terlindungi dari mengenal musim (Lin, 1994). Menurut FAO
senyawa inhibitor di dalam usus dan zat besi (1972) buah belimbing wuluh memiliki
non-hem dapat dipertahankan kelarutannya kandungan asam askorbat sebanyak
ketika masuk dalam lingkungan alkali usus 35mg/100 gram buah. Rasanya yang sangat
halus sehingga dapat menetralkan efek dari asam menjadikan buah ini jarang dikonsumsi
senyawa inhibitor (Almatsier, 2004). langsung sebagai buah segar, melainkan
Pemberian gum arab bertujuan untuk hanya digunakan sebagai obat tradisional
untuk memperbaiki viskositas, tekstur, dan seperti obat batuk, sariawan, sakit perut,
bentuk makanan (Wahyuni, 2005). Sedangkan gondongan, jerawat, tekanan darah tinggi,
maltodekstrin dikenal memiliki banyak fungsi memperbaiki fungsi pencernaan, dan radang
dalam pengolahan pangan diantaranya rektum. Pemanfaatannya yang hanya sebatas
sebagai emulsifier dan pengental (Luthana, pada penggunaan obat tradisional, membuat
2008). Keunggulan penggunaan maltodekstrin kurangnya efisiensi dari buah ini. Oleh karena
yaitu dapat larut dalam air dingin, memiliki itu untuk mengefisienkan buah belimbing
kemampuan mengikat air, sifat browning yang wuluh dan menambah nilai guna dari buah ini,
rendah, dan rendah kalori (Rini, 2011). maka dibuatlah permen yang terfortifikasi
dengan besi jenis fero glukonat. Pada
penelitian ini digunakan permen jenis permen
keras. Permen keras dipilih karena (hard
candy) memiliki tekstur yang keras,
2.3 Proses Fortifikasi Zat Besi pada penampakan yang bening seperti kaca
Permen Belimbing Wuluh sehingga dapat menarik anak-anak untuk
mengkonsumsinya.
Pada umumnya fortifikasi zat besi ke Proses fortifikasi zat besi pada permen
dalam bahan pangan dilakukan dengan cara belimbing wuluh adalah ditambahkan
konsentrasi besi sebanyak 5%, 10%, dan 20% SARAN
dari AKG besi per hari pada anak-anak (10
mg) untuk setiap satu buah permen. Produk Konsumsi permen berlebihan dapat
permen yang akan dihasilkan berupa permen menyebabkan karies, sehingga disarankan
keras. Mikrokapsul besi ini akan ditambahkan jangan terlalu banyak mengkonsumsi permen
ke permen belimbing wuluh. Sehingga di ini. Cukup 1-2 kali sehari dan asupan zat besi
dalam permen belimbing wuluh berisi besi dapat dari pangan hewani yang kaya akan Fe.
yang sudah terenkapsulasi.
Formulasi untuk 10 permen keras
yang akan diisi dengan adonan permen DAFTAR PUSTAKA
belimbing wuluhyang telah difortifikasi
disajikan pada Tabel 5 berikut: 1. Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tabel 5 Komposisi permen belimbing wuluh 2. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2005.
(bagian luar permen) Gizi dalam Angka sampai dengan tahun
Formula Gula pasir Fruktosa 2003. Jakarta: Direktorat Jenderal
(sukrosa) (g) (g) Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
A1 60 50 3. Dary O, Freire W dan Kim S. 2002. Iron
A2 60 50 compounds for fortifications: guidelines for
A3 60 50 Latin America and the Carribean. Nutr
Rev. Vol 60 No 7
4. Fitriani S. 2001. Mikroenkapsulasi mineral
Pemberian permen belimbing wuluh besi untuk untuk fortifikasi mentega
terfortifikasi pada anak-anak adalah permen [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
dengan formula 3, yaitu adonan belimbing Pertanian Bogor.
wuluh 10 gram dengan mikrokapsul besi 2,25 5. Hurrel R. 2010. Use of ferrous fumarate to
gram dan mengandung konsentrasi besi 15 fortify foods for infants and young children.
gram. Sehingga dapat memenuhi 15% Nutr Rev 68 (9): 522-530.
berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 6. Husaini MA, Husaini YK, Uhum LS, Susilo
atau setara dengan 1,5 mg. Angka Kecukupan D. 1989. Anemia Gizi : Suatu Studi
Gizi pada anak adalah 10 mg/hari. Jadi Kompilasi Informasi dalam Menunjang
permen belimbing wuluh dapat diberikan 1-2 Kebijaksanaan Nasional dan
kali sehari. Selain kecukupan besi diperoleh Pengembangan Program. Jakarta :
dari permen belimbing wuluh terfortifikasi, Departemen Kesehatan Republik
anak-anak juga dapat memenuhi kebutuhan Indonesia.
akan zat besi dari pangan hewani maupun 7. Jackson EB. 1999. Sugar Confectionery
nabati yang dikonsumsinya. Manufacture. Cambridge: Cambridge
University Press.
8. Purnamasari T. 2009.
KESIMPULAN Fortifikasimikrokapsulbesipadapermencok
elatuntukmengatasidefisiensibesipadarem
Proses fortifikasi zat besi pada permen ajaputri [skripsi]. Bogor:
belimbing wuluh adalah ditambahkan FakultasEkologiManusia, InstitutPertanian
konsentrasi besi sebanyak 5%, 10%, dan 20% Bogor.
dari AKG besi per hari pada anak-anak (10 9. Rahmalia R. 2008. Kajian
mg). Pada pemberian permen belimbing wuluh mikroenkapsulasi ekstrak vanili dan retensi
terfortifikasi pada anak-anak adalah vanili selama penyimpanan [tesis]. Bogor:
menggunakan permen dengan formula 3, yaitu Program Pascasarjana, Institut Pertanian
adonan belimbing wuluh 10 gram dengan Bogor.
mikrokapsul besi 2,25 gram dan mengandung 10. Rini. 2011. Pengaruh penambahan
konsentrasi besi 15 gram. Sehingga dapat maltodekstrin.bbrp2b.kkp.go.id/journal/inde
memenuhi 15% berdasarkan Angka x.php/semnasbbrp2b/article/view/9 [ 03
Kecukupan Gizi (AKG) atau setara dengan 1,5 Maret 2013]
mg. Jadi permen belimbing wuluh dapat 11. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan
diberikan 1-2 kali sehari untuk memenuhi Aplikasinya untuk Keluarga dan
Angka Kecukupan Gizi (AKG). Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan Nasional.
12. Wahyuni. 2005. Karakteristik gum arab.
repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/1234
56789/.../D05nwa.pdf?...2 [03 Maret 2013]
13. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi.
2004. Angka Kecukupan Gizi yang
Dianjurkan. Jakarta: LIPI.
MANFAAT ISOFLAVON DALAM PRODUK KEDELAI
MENANGGULANGI DIABETES SERTA MENCEGAH OBESITAS
DAN OSTEOPOROSIS

Andi Imam Arundhana1


1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Minat Gizi dan
Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK

Di Indonesia, produk olahan kedelai seperti tempe, tahu, susu kedelai dan
beberapa jenis makanan lainnya dapat diperoleh dengan mudah. Kacang kedelai
mengandung isoflavon, kaya serat protein, memiliki indeks glikemik rendah, dan
tergolong sebagai makanan fungsional. Hal ini yang mendasari pemanfaat kacang
kedelai secara khusus dalam penatalaksanaan obesitas, diabetes dan
komorbiditas lainnya. Beberapa penelitian RCT untuk menguji efek isoflavon dari
produk kedelai, menunjukkan bahwa isoflavon menurunkan risiko berbagai
masalah kesehatan seperti kanker payudara dan prostat, penyakit jantung koroner,
mencegah hilangnya kepadatan tulang pada usia lanjut, dan memiliki potensi untuk
mencegah obesitas dan diabetes.
Sumber isoflavon tidak hanya dari produk kedelai tetapi dapat juga diperoleh
dari kacang-kacangan, dan gandum meskipun jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan kacang kedelai. Adapun kebutuhan isoflavon harian individu, tidak
ada referensi yang menunjukkan rekomendasi batasan isoflavon. Namun semakin
banyak antioksidan dan anti-inflamasi dalam tubuh semakin baik. Meskipun
demikian, asupan sumber isoflavon juga perlu diperhatikan, karena bahan
makanan sumber isoflavon mengandung tinggi protein dan jika asupan protein
yang berlebihan akan berdampak pada kesehatan ginjal serta kadar albumin
dalam serum meningkat. Sebaiknya tetap mengacu pada kebutuhan dasar individu
akan protein, dan pemilihan bahan makanan sumber protein tersebut berasal dari
produk kedelai dengan begitu kebutuhan harian protein dan isoflavon dapat
terpenuhi.

Kata kunci : Kacang kedelai, isoflavon, antioksidan, penyakit kronik

ABSTRACT

In Indonesia, processed of soy products such as tempe, tofu, soy milk and
some other foods can be obtained easily. Soybean contains isoflavones, protein
fiber, has a low glycemic index, and classified as a functional food. It is the
underlying beneficiary of soybeans specifically in the management of obesity,
diabetes and other co-morbidities. Several RCT studies to examine the effects of
isoflavones from soy products, suggesting that isoflavones reduce the risk of health
problems such as breast and prostate cancer, coronary heart disease, prevent the
loss of bone density in the elderly, and has the potential to prevent obesity and
diabetes.
Not only the source of isoflavones from soy products but can also be
obtained from nuts, and wheat although fewer in number than soybeans. As for the
daily needs of the individual isoflavones, there is no reference that shows the limits
on isoflavones. However, the more antioxidants and anti-inflammatory in the body
better. Nonetheless, the source of intake of isoflavones is also worth noting,
because the food sources of isoflavones contain high protein and if the protein
intake constantly excessive will impact the health of the kidneys and increases in
serum albumin levels. We recommend that you keep referring to the basic needs of
an individual protein, and the selection of food sources of protein derived from soy
products so protein and isoflavones daily needs can be met.

Keywords: Soybean, isoflavon, antioxidant, chronic diseases

PENDAHULUAN kesehatan manusia. Beberapa penelitian


epidemiologi menunjukkan
kkan hasil yang kuat
Fitoestrogen merupakan senyawa bahwa isoflavon berperan dalam mencegah
mirip estrogen yang berasal dari tumbuhan. berbagai masalah kesehatan seperti kanker
4
Senyawa ini terdiri dari tiga jenis yaitu payudara dan prostat , menurunkan risiko
flavonoid, isoflavon, dan coumestrol. Isoflavon penyakit jantung koroner, mencegah
5
merupakan komponen bioaktif yang termasuk hilangnya kepadatan tulang pada usia lanjut ,
golongan senyawa metabolik yang terdapat dan memiliki potensi manfaat da dalam
6
pada tumbuhan sehingga Isoflavon juga mencegah obesitas dan diabetes.
dijuluki sebagai estrogen nabati. Salah satu
sumber isoflavon terbesar dari bahan
makanan adalah kacang kedel kedelai dan PEMBAHASAN
olahannya, yakni jenis isoflavon dalam bentuk
1
glukosida (genistein, daidzein, dan glisitein). 1. Isoflavon dan glukosa darah –
Makanan yang berasal dari kacang kedelai menanggulangi diabetes mellitus
(soy bean)) mengandung banyak isoflavon, Seperti yang telah direkomendasikan
yakni berkisar 2-4 4 mg/g kacang kedelai atau oleh American Diabetes Association (ADA)
3,1 mg isoflavon per tiap gram m protein dalam bahwa penyandang diabetes perlu menjaga
2
kedelai. kadar gula darah, kadar lipoprotein khususnya
Aktivitas fisiologis senyawa isoflavon LDL dan berat badan dalam keadaan normal
telah banyak diteliti dan berbagai aktivitas untuk mengurangi risiko diabetes. Oleh
tersebut berkaitan dengan struktur karena itu pengaturan pola makan dan
senyawanya yaitu aktivitas estrogenik karena aktivitas, serta rutinitas menimbang berat
senyawa tersebut mirip dengan estrogen. badan n perlu dilakukan. Dalam sebuah
Aktivitas estrogenik isoflavon
lavon terkait dengan konferensi diabetic management
management, para ahli
struktur kimianya yang mirip dengan mengemukakan bahwa protein dan serat
stilbestrol, yang biasa digunakan sebagai obat yang terdapat dalam kedelai dan olahannya
estrogenik, bahkan, bisa jadi mempunyai mampu menjaga normalisasi glukosa darah
aktivitas yang lebih tinggi dari stilbestrol. dan kadar lipoprotein. Selain karena
Stilbestrol merupakan hormon sintetik kandungan isoflavonnya, kedelai
delai merupakan
estrogen yang digunakan seba sebagai obat. salah satu pilihan yang baik untuk dikonsumsi
Menurut Oilis (1962), dalam Pawiroharso penderita diabetes sebab mengandung
(2001) menunjukkan bahwa jenis isoflavon karbohidrat kompleks sehingga membuat
daidzein merupakan senyawa yang aktivitas tubuh cepat kenyang dan indeks glikemik
estrogeniknya lebih tinggi dibandingkan yang rendah sehingga tidak akan membuat
3
dengan jenis isoflavon lainnya. kadar glukosa dalam darah naik dengan
cepat.
Telah diduga bahwa makanan kedelai
utuh maupun komponen dari kedelai seperti
isoflavon dan protein dapat membantu
7
mencegah perkembangan diabetes tipe 2.
Suatu studi cross-sectional telah menilai
hubungan antara asupan isoflavon dan
toleransi glukosa. Penelitian tersebut
menemukan tingkat konsentrasi insulin yang
lebih rendah dari orang dengan asupan
isoflavon tinggi dibandingkan yang asupannya
8
Isoflavon memberikan banyak rendah. Penelitian RCT yang dilakukan Liu et
manfaat bagi kesehatan manusia, berbagai al.. (2009) menunjukkan hasil yang tidak
penelitian yang dilakukan pada tikus maupun signifikan dalam melihat pengaruh isoflavon
manusia untuk melihat manfaat dari isoflavon dalam mengubah glukosa puasa. Liu
yang terdapat dalam produk olahan kedelai, menyimpulkan bahwa pada dasarnya manfaat
sebagian besar menunjukkan hasil positif bagi klinis dari isoflavon terhadap manusia
tergantung pada kemampuan untuk Peran isoflavon dalam metabolisme
menghasilkan metabolit dari daidzein yaitu kalsium juga mirip dengan estrogen yakni
9
equol. Namun berbeda dari hasil penelitian memiliki efek estrogenik meskipun efeknya
RCT dari Curtis et al. (2012) pada wanita jauh lebih lemah dari estrogen. Banyak
pasca-menopause, ditemukan bahwa asupan peneliti telah mengusulkan efek estrogenik ini
isoflavon yang dikombinasikan dengan flavan- diperoleh dari bakteri usus yang mengubah
3-ols (dari golongan flavonoid) secara daidzein (isoflavon utama kacang kedelai)
signifikan meningkatkan penanda dari menjadi equol yang merupakan metabolit
sensitivitas insulin.10 Hasil penelitian lain yang sangat aktif. Equol ini mempunyai
menunjukkan bahwa ekstrak genistein yang struktur yang mirip dengan hormon estrogen
3
memilki manfaat terhadap penurunan dan mudah untuk diserap. Equol telah
11
resistensi insulin namun hasil tersebut disarankan untuk menjadi faktor tunggal yang
masih memerlukan penelitian yang lebih paling penting memengaruhi manfaat klinis
mendalam. dari isoflavon produk kedelai dalam
17
Begitu pula penelitian yang dilakukan mencegah pengeroposan tulang. Hal
pada tikus, menunujukkan kadar glukosa tersebut sesuai dengan hasil penelitian RCT
darah puasa yang lebih rendah pada tikus dengan sari kedelai basah yang menunjukkan
yang diberi makanan berbahan kedelai bahwa pemberian sari kedelai basah dengan
daripada kelompok yang mendapatkan volume 4 ml pada tikus putih usia muda tidak
intervensi diet yang berbeda. Dari beberapa hanya memacu pertumbuhan panjang tulang
hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan tetapi juga meningkatkan kepadatan tulang
bahwa isoflavon memiliki manfaat yang hingga 29%.18
berkaitan dengan gula darah dan respons Estrogen merupakan salah satu faktor
insulin, seperti terhadap orang yang memiliki yang cukup potensial terhadap metabolisme
masalah intoleransi glukosa maupun kepadatan tulang yang meliputi pembentukan
resistensi insulin. Isoflavon menghasilkan tulang (bone formation) dan pembongkaran
18
perbaikan dalam sensitivitas insulin, juga tulang (bone resorption). Hal ini disebabkan
membuat penderita diabetes tipe 1 sifat isoflavon yang hampir sama dengan
mendapatkan asupan energi sehingga dapat estrogen, sehingga isoflavon juga berperan
beraktivitas dengan nyaman4, karena itu diet terhadap pengaturan sistem skeletal tersebut.
yang mengandung isoflavon yang tinggi Isoflavon dapat menghambat kehilangan
sangat baik dalam menanggulangi masalah kalsium dari tulang, karena adanya daya
diabetes. Menurut Alrasyid (2007), isoflavon hambat pengeluaran kalsium melalui urin dari
dalam kedelai dan olahannya dapat menekan isoflavon. Hasil meta-analisis menemukan
sekresi insulin dan glukagon sehingga hal ini bahwa intervensi dengan isoflavon dari
akan menghambat proses lipogenesis dan kedelai dapat meningkatkan biomarker
menurunkan kadar LDL.2 kepadatan tulang dengan spesifikasi kalsium
dan fosfat yang tinggi.6 Isoflavon akan
2. Kombinasi asupan isoflavon dan mengikat dengan reseptor estrogen yang
olahraga – mencegah osteoporosis berada di nukleus dengan melibatkan ikatan
Osteoporosis merupakan masalah DNA (aksi genomilk) yang kemudian
umum yang terjadi pada masa pasca merangsang aktivitas proliferasi dan
menopause wanita, karena produksi hormon deferensiasi dari sel osteoblast. Jika hal ini
estrogen menurun seiring dengan terbukti maka proses pembentukan tulang
bertambahnya usia. Seperti yang telah akan lebih cepat, sehingga pertumbuhan
diketahui bersama bahwa hormon estrogen tulang akan lebih cepat pula. Osteoblas
berperan dalam regulasi metabolisme kalsium adalah sel pembentuk tulang yang berasal
dalam tubuh terutama yang menyangkut dari sel progenitor dan ditemukan
kepadatan mineral tulang. Defisiensi estrogen dipermukaan tulang.
memainkan fungsi penting terhadap kejadian Selain terapi dengan isoflavon kedelai,
osteoporosis dan penyakit kronik lain yang kombinasi dengan stimulasi mekanik misalnya
berkaitan dengan menopause. Meskipun olahraga mungkin saja dapat membantu
terapi estrogen dapat mengatasi dan mencegah osteoporosis pada wanita pasca
mencegah keropos tulang tetapi disisi lain menopause. Penelitian yang dilakukan Wu et
terapi tersebut meningkatkan risiko kanker al., (2004) menunjukkan bahwa olahraga
13 14
rahim , penyakit jantung koroner dan sedang (moderate) dapat meningkatkan
15
kanker payudara invasif serta efek samping penyerapan kalsium dan memaksimalkan
lainnya. Sehingga cara yang aman dan alami peran vitamin D dalam regulasi absorpsi
untuk mengisi peran estrogen adalah dengan kalsium dan fosfat pada tulang. Penelitian Wu
16
isoflavon. juga menemukan bahwa terapi isoflavon saja
hanya dapat menghalangi kehilangan mineral intervensi isoflavon (daidzein) sebanyak 50
pada tulang yang dapat menyebabkan mg dapat menurunkan asupan makanan,
keropos sedangkan apabila digabungkan asupan kalori, dan berat badan dan jaringan
26,27,28,29,30
dengan olahraga sedang, tidak hanya dapat adiposa.
mencegah keropos pada tulang tetapi juga Dari sebuah studi yang dipublikasikan
menambah kepadatan tulang.20 Perlu dalam Food Chemistry menunjukkan bahwa
diketahui bahwa salah satu manfaat dari efek isoflavon, terutama dari kedelai, mampu
olahraga adalah mencegah osteoporosis. mereduksi peradangan kronik dan resistensi
Tulang akan merespon kekuatan biomekanik insulin yang berkaitan dengan obesitas yaitu
yang berhubungan dengan olahraga, hal ini dengan mencegah sekresi sinyal pro-
juga diakui bahwa kegiatan menahan beban inflamasi dari sel imun pada jaringan
30,31,32,33,34
yang rutin dilakukan menunjukkan efek adiposa. Suatu penelitian terhadap
osteogenik.8 100 orang penderita obesitas yang diberi
Sebagai kesimpulan bahwa isoflavon intervensi makanan berbahan kedelai (soy-
dari kedelai disertai olahraga menjadi cara based diet) selama 12 minggu, hasilnya telah
yang efektif memberikan efek tidak hanya terjadi penurunan berat badan dan massa
dalam pembentukan tulang melainkan juga lemak secara signifikan dibandingkan grup
mencegah pengeroposan tulang. Seperti hasil kontrol.10 Demikian juga menurut Davis et al.,
penelitian RCT dari Ma et al. (2008) dan Taku yang melakukan penelitian RCT terhadap
et al. (2010) yang menunjukkan hasil tikus menunjukkan bahwa tikus yang diberi
signifikan peran isoflavon dalam makan kacang kedelai (mengandung
meningkatkan kepadatan mineral tulang pada isoflavon) selama 36 minggu secara signifikan
wanita menopause. Jenis terapi olahraga memiliki berat badan dan kolesterol yang
yang baik untuk penderita osteoporosis lebih rendah.
adalah melakukan tahan beban pada kaki Genistein sebagai salah satu isoflavon
(weight-bearing), senam aerobik, berjalan kaki memiliki peran menurunkan ekspresi gen
setiap hari, dan jogging. Hasil penelitian yang berkaitan dengan metabolisme lipid
lainnya juga menunjukkan bahwa intervensi begitu pula dengan daidzein yang memainkan
gabungan suplemen isoflavon dan olahraga peran untuk membalikkan efek pro-inflamasi
ringan mungkin merupakan cara yang efektif dari TNF-α yang mengirim sinyal inflamasi.
untuk mencegah obesitas, osteoporosis, dan Kedua jenis isoflavon tersebut masing-masing
6
hiperkolesterolemia pada wanita menopause. memiliki peran mencegah obesitas dan
pengaruhnya terhadap inflamasi pada gen
3. Isoflavon dan pencegahan obesitas yang berkaitan dengan obesitas.9 Selain itu,
Obesitas merupakan masalah isoflavon mampu meningkatkan proses
kesehatan yang dampak dan penyebabnya lipolisis dan menurunkan lipogenesis pada
multifaktor. Obesitas disebabkan oleh genetik jaringan adiposa. Lipolisis merupakan proses
dan sebagian besar oleh lingkungan. pemecahan cadangan lemak (trigliserida)
Obesitas digolongkan sebagai masalah dalam jaringan adiposa menjadi asam lemak,
metabolik kompleks yang terjadi sebagai hasil sedangkan lipogenesis merupakan proses
ketidakseimbangan antara asupan energi dan pengubahan glukosa menjadi lemak yang
energi yang dikeluarkan, sehingga akan disimpan dalam jaringan lemak. Apabila
menyebabkan akumulasi dari lemak di proses lipolisis meningkat dan lipogenesis
jaringan adiposa dan beberapa organ. diturunkan maka tidak akan terjadi
Perkembangan obesitas juga berkaitan penumpukan lemak dalam tubuh.
dengan masalah-masalah metabolik lainnya. Reseptor estrogen α (ERα) dan
Dalam beberapa tahun terakhir, diet ketat dan reseptor estrogen β (ERβ) yang dimiliki oleh
olahraga yang berat diyakini sebagai metode sel adiposa tentunya memiliki efek
35
yang tepat untuk mengatasi masalah estrogenik. Efek estrogenik pada sel
obesitas. Akan tetapi saat ini telah banyak adiposit adalah meregulasi jaringan adiposa
penelitian yang menunjukkan keberhasilan itu dengan meningkatkan lipolisis dan
akan lebih efektif jika orang yang obesitas memodulasi ekspresi gen yang meregulasi
memahami mekanisme dari setiap intervensi deposisi lemak dalam sel adiposa. Perlu
yang dilakukan.9 Baru-baru ini, perhatian diketahui bahwa reseptor estrogen pada
menuju kepada mekanisme isoflavon dari jaringan otak dan hati mengatur
kedelai dalam menurunkan asupan makanan keseimbangan energi maupun deposisi
dan asupan kalori sebagai salah satu cara jaringan adiposa akibat perubahan
manajemen berat badan.10 Berdasarkan hasil metabolisme. Pengaruh langsung dari
penelitian Crespillo et al. (2008) dan estrogen pada jaringan adiposa dapat melalui
penelitian lainnya menunjukkan bahwa mekanisme modulasi keinginan makan atau
menghambat aktivitas lipoprotein lipase (LPL), makanan sumber isoflavon mengandung
suatu enzim yang mengatur lipogenesis oleh tinggi protein. Apabila asupan protein yang
adiposa. Sedangkan efek secara tidak dikonsumsi berlebihan akan berdampak pada
langsung dapat mempengaruhi proses kesehatan ginjal serta kadar albumin dalam
lipolisis. Dengan tingginya asupan makanan serum meningkat. Sebaiknya batasan tetap
sumber isoflavon akan dapat meningkatkan mengacu pada kebutuhan dasar individu akan
metabolisme energi, memodulasi keinginan protein (sesuai angka kecukupan gizi individu)
makan, serta meningkatkan proses lipolisis dan kebutuhan isoflavon dapat terpenuhi
dan menurunkan lipogenesis pada jaringan dalam sehari.
adiposa dimana semua faktor-faktor tersebut Terkait tentanng kesehatan tulang,
36
merupakan kontributor terjadinya obesitas. karena perannya yang mirip dengan estrogen
maka isoflavon juga akan berpengaruh
terhadap dua proses yang terjadi ketika
KESIMPULAN remodeling tulang yaitu: 1) mempengaruhi
kepadatan tulang melalui aktivasinya
Telah kita ketahui bersama beberapa terhadap gen yang mempengaruhi bone
pengaruh biologis dari isoflavon formation yaitu gen c-fos dan gen c-bfa yang
menguntungkan bagi kesehatan individu. bekerja untuk meningkatkan aktivitas
Beberapa penelitian randomized clinical trial osteoblas; dan 2) mempengaruhi kepadatan
telah dilakukan untuk menguji efek isoflavon tulang melalui hambatannya terhadap bone
dari produk olahan kedelai. Di Indonesia, resorption dengan cara meningkatkan
produk olahan kedelai dapat dengan mudah ekspresi gen osteoprotogerin yang bekerja
diperoleh seperti tempe, tahu, dan susu untuk menghambat pematangan sel
kedelai, kandungan isoflavonnya berturut- osteoklas.
turut sebesar 3,1 mg/gram protein, 2,1 Sedangkan sebuah studi terbaru yang
37
mg/gram protein dan 2,0 mg/gram protein. mungkin memiliki relevansi yang lebih besar
Selain kandungan isoflavonnya, golongan untuk melawan obesitas adalah dengan
makanan tersebut juga termasuk sebagai intervensi gabungan antara diet yang
makanan yang memiliki indeks glikemik mengandung isoflavon kedelai dengan
rendah. Hal itu mendasari pemanfaatannya aktivitas fisik moderat. Intervensi terpisah
secara khusus dalam lingkup hanya memberi efek yang lebih kecil
penatalaksanaan obesitas, diabetes dan dibandingkan dengan intervensi gabungan
2
komorbiditas lainnya. tersebut. Jika hanya beraktivitas fisik moderat
Dari beberapa pembahasan diketahui hanya meningkatkan pengeluaran energi,
bahwa pengaruh isoflavon (baik genistein sedangkan jika hanya asupan isoflavon hanya
maupun daidzein) terhadap kesehatan tidak meningkatkan proses lipolisis dan
berdampak secara langsung melainkan menurunkan lipogenesis pada jaringan
melalui produksi molekul equol dari isoflavon. adiposa. Dengan intervensi gabungan
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tersebut akan dapat mencegah terjadinya
equol merupakan pengubah penting dan penumpukan lemak melalui proses lipolisis
mempengaruhi efek isoflavon. Molekul equol dan lipogenesis, meningkatkan pengeluaran
ini dihasilkan di saluran pencernaan ketika energi, serta mencegah pengeroposan tulang.
produk makanan dari kacang kedelai dicerna.
Diketahui bahwa equol juga berfungsi untuk SARAN
memblokir fungsi hormon dyhidro-testosteron
(DHT) yang mendorong tumbuhnya kanker Kacang kedelai sebagai sumber protein
prostat dan kebotakan pada pria.35 nabati sangat baik dikonsumsi karena
Sumber isoflavon tidak hanya dari memberi nilai kebermanfaatan bagi
kacang kedelai, tahu, ataupun produk olahan kesehatan manusia khususnya untuk
kedelai lainnya tetapi dapat juga diperoleh mencegah timbulnya penyakit akibat radikal
dari kacang-kacangan, dan gandum, bebas. Untuk ibu hamil, terutama yang
meskipun jumlahnya lebih sedikit memasuki trimester pertama, sebaiknya
dibandingkan kacang kedelai. Adapun menghindari untuk mengonsumsi produk
kebutuhan harian individu terhadap isoflavon, kedelai karena kandungan fitoestrogen dapat
belum ditemukan referensi yang menunjukkan memicu keguguran. Akan tetapi secara
rekomendasi batasan. Akan tetapi semakin keseluruhan, terapi dengan produk olahan
banyak antioksidan dan anti-inflamasi dalam kedelai ini sangat layak diterapkan karena
tubuh akan memberikan efek yang semakin efek samping dan kerugiannya hampir tidak
baik. Meskipun demikian, asupan sumber ada kecuali bagi mereka yang mengalami
isoflavon perlu diperhatikan, karena bahan
kondisi-kondisi khusus seperti gagal ginjal 9. Liu, Zhao-min, Chen, Ho S.C., Ho Y.P.,
atau yang alergi terhadap kacang kedelai. and Woo J. Effects of Soy Protein and
Konsumsi produk kedelai dapat Isoflavones on Glycemic Control and
dikombinasikan dengan bahan makanan lain Insulin Sensitivity: A 6-mo Double-blind,
misalnya daging sebagai sumber zat besi. Randomized, Placebo-controlled Trial in
Protein hewani tetap diperlukan tubuh karena Postmenopausal Chinese Women with
memiliki nilai biologis yang tinggi. Prediabetes or Untreated Early Diabetes.
Mengonsumsi makanan yang bervariasi Am J Clin Nutr 2010;91:1394–401.
secara tidak langsung seseorang telah 10. Curtis P.J., Samson M., Potter J.,
menerapkan salah satu prinsip gizi seimbang Dhatariya K., Kroon P.A., Cassidy A.
yaitu makan makanan bervariasi. Selain itu, Chronic Ingestion of Flavan-3-ols and
kombinasi dengan aktivitas fisik dapat Isoflavones Improves Insulin Sensitivity
menjadi cara yang efektif dalam menekan and Lipoprotein Status and Attenuates
pertambahan berat badan dalam rangka Estimated 10-Year CVD Risk in
menghindari terjadinya obesitas. Medicated Postmenopausal WomenWith
Type 2 Diabetes. Diabetes care 2012;
DAFTAR PUSTAKA (35): 226-232.
11. Ricci E, Cipriani S, Chiaffarino
1. Orgaard A., and Lotte J. The Effect of F,Malvezzi M, Parazzini F. Effects of Soy
Soy Isoflavones on Obesity. Isoflavones and Genistein on Glucose
Experimental Biology and Medicine 2008; Metabolism in Perimenopausal and
(233): 1066-1080. Pascamenopause non- Asian Women: a
2. Alrasyid, Harun. Peran Isoflavon Tempe Meta-analysis of Randomized Controlled
Kedelai, Fokus pada Obesitas dan Trials. Menopause 2010;17:1080–1086.
Komorbid. Majalah Kedokteran 12. Bahthena and Velasquez. Beneficial Role
Nusantara 2007; (40)3:203-210. of Dietary Phytoestrogen in Obesity and
3. Pawiroharsono, Suyanto. Prospek dan Diabetes 1, 2. Am J Clin Nutr 2002; (7) 6:
Manfaat Isoflavon untuk Kesehatan. 1191-1201.
Direktorat Teknologi Bioindustri. Jakarta; 13. Beresford SAA, Weiss NS, McKnight B.
Badan Pengkajian dan Penerapan Risk of Endometrial Cancer in Relation to
Teknologi: 2001. Use of Oestrogen Combined with Cyclic
4. Posadzki P., Lee M.S., Onakpoya I., Lee Progestagen Therapy in
H.W., Ko B.S., and Ernst E. Dietary Pascamenopause Women. Lancet
Supplements and Prostate Cancer: A 1997;349:458–61.
Systematic Review of Double-blind, 14. Manson JE, Hsia J, Johnson KC, et al;
Placebo-controlled Randomized Clinical Women’s Health Initiative Investigators.
Trials. Maturitas (2013); 1-6. Estrogen Plus Progestin and the Risk of
5. Liu, 2009 Liu J., Ho SC., Su Y., Chen W., Coronary Heart Disease. N Engl J Med
Zhang C., Chen Y. Effect of Long-term 2003;349:523–34.
Intervention of Soy Isoflavones on Bone 15. Rossouw JF, Anderson GL, Prentice, et
Mineral Density in Women: A Meta- al; Writing Group for the Women’s Health
analysis of Randomized Controlled Initiative Investigators. Risks and
Trials. Bone 2009; (44): 948-953. Benefits of Estrogen Plus Progestin in
6. Orgaard A, Jensen L: The Effects of Soy Healthy Pascamenopause Women:
Isoflavones on Obesity. Exp Bio Med Principal Results from the Women’s
2008, 233:1066-1080. Health Initiative Randomized Controlled
7. Mueller et al., 2012 Mueller N.T., Trial. JAMA 2002; 288:321–33.
Odegaard A.O., Gross M.D., Woon-Puay, 16. Alekel DL., Van Loan, Koehler K.J.,
Yu M.C., Jian-Min., and Pereira M.A. Soy Hanson L.N., Stewart J.W., Hanson K.B.,
Intake and Risk of Type 2 Diabetes Kurzer M.S., and Peterson C.T. The Soy
Mellitus in Chinese Singaporeans: Soy Isoflavones for Reducing Bone Loss
Intake and Risk of Type 2 Diabetes. Eur (SIRBL) Study: a 3-year RCT in
J Nutr. 2012 December ; 51(8): 1033– Postmenopausal Women. Am J Clin Nutr
1040. 2010;91:218–30.
8. Goodman-Gruen D, Kritz-Silverstein D. 17. Setchell KD, Brown NM, Lydeking-Olsen
Usual Dietary Isoflavone Intake is E. The Clinical Importance of the
Associated with Cardiovascular Disease Metabolite Equol-a Clue to the
Risk Factors in Postmenopausal Women. Effectiveness of Soy and Its Isoflavones.
J Nutr. 2001;131:1202-6. J Nutr. 2002;132:3577–84.
18. Mahmudati Nurul, 2008. Activation Related Genes in OVX Rats Fed on a
Estrogen receptor αExtracelluler Signal High-fat. Diet 21: 357–364.
Regulated Kinase (ERK1/2) Expression 28. Davis J, Higginbotham A, O’Connor T,
on Osteoblast in Influencing Bone Moustaid-Moussa N, Tebbe A, Kim YC et
Density in The Female Young Rat after al. (2007). Soy Protein and Isoflavones
Exercise Training. DISERTASI. UNAIR Influence Adiposity and Development of
19. Ma DF., Qin LQ., Wang PY., Katoh R. Metabolic Syndrome in Obese Male ZDF
Soy Isoflavone Intake Inhibits Bone Rat. Ann Nutr Metab 51: 42–52.
Resorption and Stimulates Bone 29. Guo Y, Wu G, Su X, Yang H, Zhang J
Formation in Menopausal Women: Meta- (2009). Antiobesity Action of a Daidzein
analysis of Randomized Controlled Derivative on Male Obese Mice Induced
Trials. Eur J Clin Nutr 2008; (62):155–61. by a High-fat Diet. Nutr Res 29: 656–663.
20. Wu Jian, Wang X., Chiba H., Higuchi M., 30. Kim MH, Park JS, Jung JW, Byun KW,
Nakatani T., Ezaki O., Cui H., Yamada Kang KS, Lee YS (2010). Daidzein
K., Ishimi Y. Combined Intervention of Supplementation Prevents Non-alcoholic
Soy Isoflavones and Moderate Exercise Fatty Liver Disease through Alternation of
Prevents Body Fat Elevation & Bone Hepatic Gene Expression Profiles and
Loss in Ovarioectomized Mice. J.metabol Adipocyte Metabolism. Int J Obes
2004; (53) 7:942-948. doi:10.1038/ijo.2010.256 [Epub ahead of
21. Ma DF, Qin LQ, Wang PY, Katoh R. Soy print].
Isoflavone Intake Increases Bone Mineral 31. Messina M, Gardner C, Barnes S.
Density in the Spine of Menopausal Gaining Insight into the Health Effects of
Women: Meta-analysis of Randomized Soy but a Long Way Still to Go:
Controlled Trials. Clin Nutr. 2008;27:57– Commentary on the Fourth International
64. Symposium on the Role of Soy in
22. Taku K, Melby MK, Takebayashi J, Preventing and Treating Chronic
Mizuno S, Ishimi Y, Omori T, Watanabe Disease. J Nutr 2002; 132: 547S–551S.
S. Effect of Soy Isoflavone Extract 32. Clarkson TB. Soy, Soy Phytoestrogens
Supplements on Bone Mineral Density in and Cardiovascular Disease. J Nutr
Menopausal Women: meta-analysis of 2002; 132: 566S–569S.
randomized controlled trials. Asia Pac J 33. Cassidy A, Hooper L. Phytoestrogens
Clin Nutr. 2010;19:33–42. and cardiovascular disease. J Br
23. Bray, George A. The Metabolic Menopause Soc 2006; 12: 49–56.
Syndrome and Obesity. New York; 34. Zhang C, Ho SC, Lin F, Cheng S, Fu J,
Human press: 2007. Chen Y. Soy Product and Isoflavone
24. Allison, Gadburry, Schwartz, Murugesan, Intake and Breast Cancer Risk Defined
Kraker, Heshka, Fontaine, and by Hormone Receptor Status. Cancer Sci
Heymsfield. A Novel Soy-based Meal 2010; 101: 501–507.
Replacement Formula for Weight Loss 35. Evans M, Lin X, Odle J, McIntosh M:
among Obese Individuals: a randomized Trans-10, cis-12 Conjugated Linoleic
controlled clinical trial. European Journal Acid Increases Fatty Acid Oxidation in
of Clinical Nutrition 2003; (57): 514–522. 3T3-L1 preadipocytes. J Nutr
25. Crespillo A., Alonso M., Vida M., Pavóni 2002,132:450-455.
F.J., Serrano A., Rivera P., Romero- 36. Anderson JW, Johnstone BM, Newell
Zerbo, Fernández-Llebrez, Martínez A., MEC. Meta Analysis of The Effects of
Pérez-Valero, Bermúdez-Silva, Suárez Soy Protein Intake on Serum Lipids. N
J., and FR de Fonseca. Reduction of Eng J Med 1995; 276–82.
Body Weight, Liver Steatosis and 37. Muthyala, R. S.; Ju, J.-H.; Sheng, S.;
Expression of Stearoyl-CoA Desaturase Williams, L. D.; Doerge, D. R.;
1 by the Isoflavone Daidzein in Diet- Katzenellenbogen, B. S.; Helferich, W. G.
induced Obesity. British Journal of & Katzenellenbogen, J. A. Equol, a
Pharmacology (2011) 164 1899–1915. Natural Estrogenic Metabolite from Soy
26. Michael MR, Wolz E, Davidovich A, Isoflavones: Convenient Preparation and
Pfannkuch F, Edwards JA, Bausch J Resolution of R- and Sequols and Their
(2006). Acute, Subchronic and Chronic Differing Binding and Biological Activity
Safety Studies with Genistein in Rats. through Estrogen Receptors. Bioorganic
Food Chem Toxicol 44: 56–80. & Medicinal Chemistry 2004; 12: 1559-
27. Na XL, Ezaki J, Sugiyama F, Cui HB, 1567.
Ishimi Y (2008). Isoflavone Regulates
Lipid Metabolism Via Expression of
SUPLEMENTASI VITAMIN A DOSIS TINGGI DI INDONESIA
Anindhita Syahbi Syagata1, dan Silvi Lailatul Mahfida2
1
Magister Kesehatan Masyarakat, Universitas Gajah Mada
2
Magister Kesehatan Masyarakat, Universitas Gajah Mada

ABSTRAK
Survei WHO tahun 2005 sudah menunjukkan penurunan angka kejadian Kurang Vitamin A
(KVA) di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Keberhasilan program tersebut secara
langsung juga ditunjukkan oleh penurunan prevalensi xeropthalmia dan kematian akibat infeksi pada
anak-anak dan ibu hamil.Program suplementasi tersebut diberikan dua kali dalam satu tahun dengan
dosis 100.000IU pada anak-anak dan 200.000IU pada wanita. Akan tetapi, National Institutes of
Health mengemukakan bahwa dosis 10.000IU sudah merupakan dosis toksin yang akan berpengaruh
pada kesehatan tulang. Pemberian suplementasi vitamin A dosis tinggi ini perlu mendapat pengkajian
lebih lanjut.Terutama efeknya pada kesehatan tulang berkaitan dengan gangguan penyerapan
kalsium dan pembentukan radikal bebas akibat suplementasi vitamin A dengan dosis yang
berlebihan.

Kata kunci: suplementasi vitamin A, toksisitas, kesehatan tulang

ABSTRACK

Survey of World Health Organization on 2005 has shown the decreasing of number Vitamin A
Deficiency (VAD) in developing country, including Indonesia. One of the achievements of the program
directly is decreasing xerophthalmia prevalence and infection mortalilty in children and pregnant
women. It is given twice a year with 100.000IU dose for children and 200.000IU dose for women. But
National Institutes of Health reveals that 10.000IU dose is being toxic influencing bone health. It
needs many studies, especially the effect on calcium absorption and free radical forming.

Keywords: vitamin A supplementation, toxicity, bone health.

PENDAHULUAN Disamping itu, kurangnya vitamin A di negara


Kurang Vitamin A (KVA) masih menjadi berkembang juga dapat disebabkan oleh
masalah gizi utama di banyak negara asupan lemak yang rendah. Sejumlah besar
berkembang.Akan tetapi, survei WHO tahun serat pangat seperti pektin ternyata dapat
2
2005 menunjukkan bahwa Indonesia sudah mengurangi bioavailabilitas karotenoid.
dimasukkan pada kelompok tidak mempunyai Padahal, nasi adalah sumber karbohidrat
masalah kesehatan terkait dengan defisiensi untuk masyarakat Indonesia dan masyarakat
vitamin A, terutama pada ibu hamil. Akan Indonesia mendapatkan sumber vitamin A
tetapi, untuk angka buta senja pada anak- dalam bentuk karotenoid.
anak, WHO masih memasukkannya menjadi Penurunan masalah vitamin A di
masalah walaupun pada tingkat rendah.1 Indonesia disinyalir karena pemberian
Pada tahun 90-an, kurang vitamin A suplementasi vitamin A pada kelompok rentan
menjadi masalah yang cukup krusial untuk tersebut, yakni ibu nifas dan anak-anak. Dosis
diselesaikan. Hal tersebut berkaitan dengan yang diberikan adalah 200.000IU untuk ibu
tingginya angka kematian anak-anak akibat nifas dan 100.000IU untuk bayi balita.
kebutaan dan infeksi. Selain itu, sumber Program yang telah dicanangkan WHO sejak
vitamin A yang diasup oleh masyarakat tahun 1995 tersebut memang menurunkan
Indonesia cenderung didapatkan dari sumber prevalensi KVA yang cukup signifikan.3
nabati yang merupakan jenis vitamin A tidak Vitamin A sendiri termasuk zat gizi
aktif. Provitamin A dalam bentuk karotenoid esensial yang penting bagi tubuh. Banyak
(jenis vitamin A tidak aktif) mengalami tingkat fungsi dari vitamin A, antara lain untuk
penyerapan yang lebih rendah, yakni 20-50%. kesehatan mata, pertumbuhan, dan imunitas.
Persentasenya tiga kali lebih rendah Dalam skala histologi, vitamin A berfungsi
4,5
dibandingkan bentuk ester retinil (jenis aktif) untuk pembelahan dan regulasi sel. Akan
yang dapat diserap hingga 70-90%. tetapi, perlu diperhatikan bahwa vitamin A

1
1,3
adalah vitamin yang larut lemak. Dosis yang Suplementasi vitamin A
terlalu tinggi akan menyebabkan toksisitas Suplementasi vitamin A
bagi tubuh. Beberapa penelitian telah menggunakan kapsul vitamin A dosis
mengemukakan hasil berkaitan dengan hal tinggi. Sasaran suplementasi vitamin A di
tersebut.6,7,8,9,10 Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Bayi usia 6-11 bulan
PEMBAHASAN Bayi usia 6-11 bulan diberikan kapsul
2,5,11
Metabolisme vitamin A vitamin A 100.000 SI warna biru pada
bulan Februari atau Agustus.
Vitamin A adalah zat gizi mikro yang 2. Anak balita usia 12-59 bulan
memainkan peranan penting pada Balita usia 12-59 bulan diberikan
penglihatan, pertumbuhan tulang, reproduksi, kapsul vitamin A 200.000 SI warna
pembelahan sel, dan regulasi sel. Vitamin A merah setiap bulan Februari dan
diperoleh dari berbagai sumber. Dua sumber Agustus.
paling utama adalah retinol dan beta-karoten. 3. Ibu nifas (0-42 hari pasca melahirkan)
Retinol seringkali disebut dengan “true” Ibu nifas diberikan segera setelah
vitamin A, karena mudah digunakan kembali melahirkan 1 kapsul vitamin A
oleh tubuh. Retinol banyak ditemukan di 200.000 SI warna merah dan 1
pangan hewani, seperti hati, telur, dan ikan. kapsul lagi diberikan dengan selang
Senyawa ini juga dapat ditemukan pada waktu minimal 24 jam setelah
banyak makanan yang difortifikasi, seperti pemberian kapsul pertama. Alasan
sereal, dan dapat juga diperoleh dari pemberian kapsul vitamin A pada ibu
suplemen. Beta-karoten adalah prekursor nifas adalah untuk meningkatkan
vitamin A. Tubuh perlu untuk mengubah kandungan vitamin A dalam ASI
bentuk beta-karoten ini menjadi retinol atau selama 60 hari (dengan pemberian 1
vitamin A untuk digunakan. Beta-karoten dapat kapsul vitamin A merah), menambah
diperoleh dari sayur-sayuran berdaun gelap kandungan vitamin A dalam ASI
dan buah-buahan berwarna oranye. sampai bayi berusia 6 bulan (dengan
Vitamin A dan beta-karotenoid pemberian 2 kapsul vitamin A merah),
memperlihatkan spektrum absorpsi yang khas mempercepat pemulihan kesehatan
dan dapat digunakan untuk identifikasi serta ibu setelah melahirkan, dan
kuantifikasi vitamin A dan karotenoid pada mencegah infeksi pada ibu nifas. Jika
sampel biologis. Vitamin A dan karotenoid sampai 24 jam setelah melahirkan ibu
dilepas dari protein melalui proteolisis di dalam tidak mendapat vitamin A, maka
lambung, kemudian mengalami agregasi kapsul vitamin A dapat diberikan
dengan senyawa lipid lainnya untuk pada kunjungan ibu nifas, pada KN 1
selanjutnya masuk ke dalam usus halus. (6-48 jam) saat pemberian imunisasi
Dengan adanya garam empedu, pada hepatitis B, pada KN 2 (saat bayi
hakikatnya semua retinil ester dan sebagian berumur 3-7 hari), atau pada KN 3
karotenoid (xanthophylls) terhidrolisis, (bayi berumur 8-28 hari).
terutama oleh enzim yang berada dalam 4. Saat KLB campak dan infeksi lain
brushborder sel-sel mukosa intestinal dan oleh Suplementasi vitamin A diberikan
esterase pankreas. Retinol tidak teresterifikasi pada seluruh balita yang ada di
yang dihasilkan xanthophylls, dan karotenoid wilayah tersebut sebanyak 1 kapsul
provitamin A dalam bentuk micelles diabsorbsi sesuai dosis umurnya. Balita yang
oleh sel-sel mukosa intestinal. Di dalam sel-sel telah menerima kapsul vitamin A
mukosa tersebut, karotenoid provitamin A dalam jangka waktu kurang dari 30
dipecah melalui reaksi oksidasi oleh 15,15’- hari tidak dianjurkan lagi untuk diberi
dioksigenase yang khusus untuk membentuk kapsul.
retinol yang terikat dengan protein pengikat 5. Pengobatan xeroftalmia, campak, dan
retinol seluler (CRBP [cellular retinol binding gizi buruk
protein] tipe II) dan kemudian direduksi Diberikan 1 kapsul vitamin A saat
menjadi retinol oleh enzim retinal reduktase. ditemukannya kasus, kemudian pada
Dalam sel-sel mukosa, retinol mengalami hari berikutnya diberikan lagi 1 kapsul,
esterifikasi oleh dua sistem enzim yang dan 2 minggu berikutnya diberikan 1
berbeda, yaitu lesitin: retinol asiltransferase kapsul dengan dosis sesuai usia anak.
dan asil koenzim-A (asil-KoA) retinol
transferase.

2
Cakupan Suplementasi Vitamin A di KIA, dan status gizi (underweight,
Indonesia wasting, stunting) tidak berhubungan
12
Program suplementasi kapsul dengan cakupan kapsul vitamin A.
vitamin A dosis tinggi sudah dilaksanakan
di Indonesia sejak tahun 1995. Tujuannya Kelebihan Vitamin A Bersifat Toksik
untuk mencegah masalah kebutaan Kapasitas tubuh untuk
karena kurang vitamin A, dan untuk memetabolisme vitamin A hanya terbatas,
meningkatkan daya tahan tubuh. Pada dan asupan yang berlebihan dapat
tahun 2006, studi gizi mikro dilakukan di menyebabkan penimbunan yang melebihi
10 provinsi di Indonesia, menunjukkan kapasitas protein pengikat sehingga
prevalensi xeropthalmia 0,13%, dan vitamin A dalam bentuk tidak-terikat
indeks serum retinol <20 μg/dl pada balita merusak jaringan. Gejala toksisitas
sebesar 14,6%. Hal ini menunjukkan berpengaruh pada susunan saraf pusat
terjadinya perbaikan kondisi dari tahun (nyeri kepala, mual, ataksia, dan
1992 dimana terdapat 50% balita dengan anoreksia, semuanya berkaitan dengan
serum retinol <20 μg/dl. Menurut hasil peningkatan tekanan cairan
Riskesdas 2007, cakupan suplementasi serebrospinal); hati (hepatomegaly
vitamin A telah mencapai 71,5%. Namun disertai perubahan histologis dan
jika dilihat pada tingkat proovinsi, masih hyperlipidemia); homeostatis kalsium
terdapat kesenjangan distribusi dimana (penebalan tulang panjang,
beberapa daerah cakupannya sangat hiperkalsemia, dan kalsifikasi jaringan
tinggi sedangkan daerah lain masih lunak); dan kulit (kekeringan berlebihan,
sangat rendah.3 Sedangkan Riskesdas deskuamasi, dan alopesia).11
2010 menunjukkan cakupan kapsul
vitamin A di Indonesia sebesar 70,5% Kontroversi suplementasi vitamin A
dimana cakupan di perkotaan lebih tinggi Suplementasi vitamin A memang
(75,3%) daripada di perdesaan (65,6%). terbukti menurunkan prevalensi kejadian
Akses paling mudah untuk mendapatkan KVA di Indonesia, baik secara fisik
kapsul vitamin A terutama bagi anak maupun klinis.2,3 Sejak tahun 1992,
balita adalah di Posyandu. Menurut Indonesia dinyatakan bebas masalah
Sandjaja (2011), anak balita yang tidak xeropthalmia, namun 50% balita masih
mendapatkan kapsul vitamin A mempunyai serum retinol kurang dari 20
berhubungan dengan kepemilikan KMS, μg/dl yang akan berdampak pada risiko
3
imunisasi yang tidak lengkap atau belum kebutaan dan kematian karena infeksi.
diimunisasi, rendahnya kunjungan ke Survei WHO tahun 2005 telah
Posyandu, pertolongan kelahiran bukan menunjukkan bahwa Indonesia masuk
oleh tenaga kesehatan, dan tidak adanya dalam kategori rendah hingga sedang
pemeriksaaan kesehatan oleh tenaga untuk masalah kurang vitamin A (Gambar
kesehatan saat bayi. Sedangkan faktor 1, 2, 3).1
jenis kelamin, umur, kepemilikan buku

3
Gambar 1. Kurang Vitamin A secara biokimia (retinol) pada anak-anak

Gambar 2. Buta senja pada ibu hamil

4
Gambar 3. Buta senja pada anak-anak

Walaupun keberhasilan program penelitian tingkat seluler untuk


tersebut dirasa cukup signifikan, namun membuktikan hubungan tersebut.
ada hal lain yang perlu diperhatikan. NIH Sehingga, harapannya program yang
(National Institute of Health) pada tahun berhasil menurunkan prevalensi kejadian
2012 mengemukakan bahwa dosis racun KVA ini tidak menimbulkan efek samping
untuk vitamin A adalah 10.000IU. Apabila yang mempengaruhi kesehatan, terutama
dikonsumsi lebih dari dosis tersebut, akan bayi, balita, dan ibu nifas.
berdampak negatif pada kesehatan
tulang.5 Berbagai penelitian menunjukkan SARAN
bahwa vitamin A dosis tinggi atau lebih Masih diperlukan penelitian di
dari dua kali angka kecukupan akan berbagai tingkat, baik seluler hingga
menghambat pembentukan kalsium tubuh manusia untuk mengkaji efek
tulang.7,8,9,10 Selain itu, Penelitian Fahmy toksisitas suplementasi vitamin A dosis
dan Soliman (2009) melaporkan bahwa tinggi terhadap kesehatan tulang.
konsumsi vitamin A dosis tinggi dapat
menyebabkan peningkatan senyawa DAFTAR PUSTAKA
radikal bebas yang dapat menyebabkan 1. WHO. Global prevalence of vitamin A
osteoporosis.6 Dari penjelasan secara deficiency in populations at risk 1995–
teori, juga telah dikemukakan bahwa 2005. WHO Global Databaseon Vitamin
toksisitas vitamin A berkaitan dengan A Deficiency. Geneva, World Health
homeostatis kalsium (penebalan tulang Organization. 2009.
panjang, hiperkalsemia, dan kalsifikasi 2. Ahmed, F dan Darnton-hill, I. Defisiensi
11
jaringan lunak). vitamin A dalam gizi kesehatan
masyarakat. Editor Michael J. Gibney,
KESIMPULAN Barrie M. Margetts, John M. Kearney,
Vitamin A merupakan zat gizi Lenore Arab. Alih bahasa Andry Hartono.
esensial yang diperlukan oleh tubuh. Jakarta: EGC. 2005.
Banyak fungsi vital yang diperankan oleh 3. Depkes RI, Panduan Manajemen
vitamin A, antara lain penglihatan, Suplementasi Vitamin A. Direktorat Bina
pertumbuhan, sistem imun, diferensiasi, Gizi Masyarakat. Departemen Kesehatan
dan regulasi sel. Akan tetapi, dosis Republik Indonesia: Jakarta. 2009.
berlebihan dalam konsumsi vitamin A, 4. Mahan, LK, Escott-Stump, S. Krause’s
termasuk dari suplemen perlu mendapat food and nutrition therapy (international
perhatian khusus. Masih diperlukan

5
edition). Canada: Saunders Elsevier.
2008. p 614-635.
5. NIH Osteoporosis and Related Bone
Disease National Resource Center.
Vitamin A and bone health. USA: Circle
Bethesda. 2012.
6. Fahmy S.R. and Soliman A.M. Oxidative
Stress as a Risk Factor of Osteoporotic
Model Induced by Vitamin A in Rats.
Australian Journal of Basic and Applied
Sciences 2009, 3(3): 1559-1568.
7. Lind, P.M., S. Johansson, M. Ronn, and
H. Melhus. Subclinical hypervitaminosis A
in rat: measurements of bone mineral
density (BMD) do not reveal adverse
skeletal changes. Chem. Biol. Interact.
2006,159(1): 73- 80.
8. Muthusami, S., I. Ramachandran, B.
Muthusami, G. Vasudevan, V. Prabhu, V.
Subramniam, A. Jagadeesan, and S.
Narasimhan. Ovariectomy induces
oxidative stress and impairs bone
antioxidant system in adult rats. Clinica
Chimica Acta, 2005, 360: 81-86.
9. Penniston, KL, Tanumihardjo SA. The
acute and chronic toxic effects of vitamin
A. Am J Clin Nutr.2006;83:191-201.
10. Rothenberg, A.B., W.E. Berdon, J.C.
Woodard, and R.A. Cowles.
Hypervitaminosis A-inducedpremature
closure of epiphyses (physeal
obliteration) in humans and calves (hyena
disease): a historical reviewof the human
and veterinary literature. Pediatr. Radiol.,
2007, 37(12): 1264- 1267.
11. Murray, R.K, Granner, D.K, Rodwell,
V.W. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta:
EGC. 2006: p 504-520.
12. Sandjaja. Cakupan Suplementasi Vitamin
A dalam Hubungannnya dengan
Karakteristik Anak Balita dan Akses
Pelayanan Kesehatan di Indonesia
(Analisis Data Riskesdas 2010). Gizi
Indon 2011, 34(2):82-91

6
MODEL POSYANDU SWASEMBADA SEBAGAI UPAYA
MENYELAMATKAN ANAK-ANAK KORBAN BENCANA GUNUNG
MERAPI DARI LOSS GENERATION
Sandy Ardiansyah1, Waryana2
1
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta
2
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta

ABSTRAK

Bencana alam letusan Gunung Merapi mengakibatkan banyak kerugian, diantaranya


rusaknya lingkungan, dan ekonomi masyarakat menurun. Ketersediaan pangan yang kurang akan
mengakibatkan meningkatnya kasus KEP dan gizi buruk pada anak-anak. Terjadi peningkatan kasus
KEP, yaitu sebesar 14,5% dan dinyatakan gizi buruk sebesar 1,3%. Anak-anak yang menderita gizi
buruk bila tidak ditangani dengan tepat dapat mengakibatkan terjadinya “lost generation“. Perlu
dilakukan revitalisasi posyandu untuk menanggulangi masalah di Merapi. Dengan suatu model
sebagai upaya menyelamatkan anak-anak korban bencana. Data diperoleh melalui observasi
lapangan, dan wawancara mendalam terhadap Ibu balita, Kader Posyandu, PKK, dan tokoh
masyarakat. Model ”Posyandu Swasembada” merupakan bentuk revitalisasi posyandu dengan
kegiatan konsultasi gizi, pemberian makanan tambahan (PMT), pemberian obat tradisional (jamu)
pada anak yang sulit makan, pemijitan, dan rujukan. Posyandu swasembada dapat dijadikan sebagai
solusi model Posyandu dalam upaya untuk meyelamatkan anak-anak korban bencana Merapi dari
loss generation.

Kata Kunci : Posyandu, Swasembada, KEP, Anak-anak, Merapi

ABSTRACT

Merapi eruption of natural disasters, has resulted in many losses. Losses that occur include
the loss of property, damage of environment, decreases community economic. Loss of or damage to
property and the environment, especially agricultural land causes family decreases. The food less will
result in an increase of protein energy malnutrition (PEM). Based on the cases of nutritional status on
the eruption of Merapi mountain, Sleman District, PEM was found in children increased. Children who
suffer from PEM at 14.5% and children who otherwise malnutrition 1.3%. The purpose of the research
to share knowledge about how to save the children on Merapi mountain from loss generation. The
research using field observation, and interview with Cader, and community leaders. Model "Posyandu
Swasembada" is the type of modification Posyandu to increase function Posyandu as community
agent to prevent cases of PEM and malnutrition, child growth monitoring and intervention in the region
after the eruption of Merapi mountain. The typical model in the table intervention, such as: nutrition
education, supplementary feeding, giving of traditional medicine (herbal) in children is a fussy eater,
massage, and referral. Model Posyandu Swasembada to save the children from PEM and malnutrition
with the basic are empowerment in community itself.

Keywords : Posyandu Swasembada Model, PEM, Lost generation, Merapi Mountain


PENDAHULUAN berdampak pada penurunan persediaan
Indonesia adalah negara yang pangan di tingkat rumah tangga. Persediaan
mempunyai karakteristik geologis dan pangan yang kurang akan mengakibatkan
geografis yang menempatkan wilayah meningkatnya KEP dan gizi buruk.
Indonesia rawan terhadap berbagai bencana Berdasarkan hasil pemantauan status
alam. Kata bencana merupakan sebuah kata gizi yang dilakukan DPD persagi DIY terhadap
yang tidak asing lagi, bahkan sangat akrab pengungsi, didapatkan kasus KEP pada anak-
dengan telinga masyarakat kita, jika kita anak pengungsi meningkat. Balita yang
membayangkan dan memikirkan mengenai menderita KEP sebesar 14,5% dan balita yang
2
bencana maka yang akan terlintas dalam dinyatakan gizi buruk sebesar 1,3%.
pikiran adalah rumah hancur, berbagai gedung Sementara data tentang partisipasi
hancur, dan orang meninggal serta lingkungan masyarakat dalam mengikuti Posyandu di
hancur porak-poranda. Bencana alam Puskesmas Cangkringan pasca letusan
diantaranya adalah banjir, gempa bumi, Gunung Merapi bulan Desember tahun 2010
1
gunung meletus dan tanah longsor. menunjukkan penurunan, jumlah anak yang
Berbicara tentang gunung berapi, ada ditimbang dibandingkan dengan semua anak
beberapa gunung berapi di Indonesia, gunung yang terdaftar di posyandu (D/S) adalah
berapi yang termasuk paling aktif adalah sebesar 74,17%. Data hasil penimbangan
Gunung Merapi di Indonesia yang terletak di (N/D) pasca gempa sebesar 64,11%. Angka
perbatasan antara Daerah Istimewa ini merupakan pencapaian yang paling rendah
Yogyakarta dengan Jawa Tengah. Pada diantara semua Puskesmas yang ada di
tanggal 5 November 2010, gunung merapi Kabupaten Sleman. Hal ini diakibatkan karena
3
meletus menyebabkan kerusakan dan dampak dari letusan Gunung Merapi.
kerugian yang cukup besar di empat Masalah KEP dan gizi buruk anak-
kabupaten yaitu Magelang, Boyolali, Klaten di anak korban bencana letusan Gunung Merapi
Jawa Tengah dan Sleman di Yogyakarta. perlu penanganan yang serius. Kejadian KEP
Kepala Pusat Data Informasi dan dan gizi buruk pada anak-anak akan
Humas Badan Nasional Penanggulangan mengancam kualitas generasi Indonesia
Bencana (BNPB) mengatakan jumlah nilai kedepannya. Paradigma program kesehatan
kerusakan akibat letusan Gunung Merapi yang berorientasi pada pengobatan penyakit
mencapai Rp 1.138 triliun atau 27 persen, harus berubah pada upaya pencegahan
sedangkan nilai kerugian adalah Rp 3.089 penyakit. Anak yang menderita KEP dan gizi
triliun atau 73%. Kerugian terbesar dialami buruk akan mempengaruhi sumberdaya
sektor pertanian dengan nilai kerugian manusia, karena gizi merupakan salah satu
mencapai Rp 1.326 triliun atau sebesar 43% penentu kualitas sumber daya manusia. Akibat
dari total nilai kerugian. Sehingga kekurangan gizi pada anak akan
menyebabkan perekonomian warga yang menyebabkan beberapa efek serius seperti
sebagian besar bermata pencaharian sebagai kegagalan pertumbuhan fisik serta tidak
petani menjadi lemah. Kurangnya optimalnya perkembangan dan kecerdasan.
ketersediaan pangan dan rusaknya lingkungan Akibat lainnya adalah terjadinya penurunan
produktifitas, menurunnya daya tahan tubuh posyandu, yang dalam pelaksanaannya tetap
terhadap penyakit yang akan meningkatkan perlu memperoleh bantuan tehnis dari
risiko kesakitan dan kematian dan pemerintah, serta menjalin kemitraan dengan
menyebabkan terjadinya generasi berbagai pihak.. Model posyandu swasemba
4
kebodohan. merupakan posyandu dengan
Anak-anak yang menderita gizi buruk mengedepankan aspek pemberdayaan
akibat bencana Gunung Merapi bila tidak masyarakat yaitu adanya penanganan kasus
ditangani dapat mengakibatkan bangsa KEP dan gizi buruk secara tuntas dengan
Indonesia akan mengalami “lost generation“, kegiatan intervensi terhadap balita KEP dan
menurunnya kualitas sumberdaya manusia gizi buruk di daerah korban bencana erupsi
pada generasi penerus bangsa. Bangsa dan Merapi.
negara akan kehilangan sumberdaya manusia
yang berkualitas di masa yang akan datang RUMUSAN MASALAH
karena anak merupakan generasi penerus 1. Kondisi ekonomi masyarakat korban
bangsa. Anak-anak yang sudah menderita gizi bencana gunung merapi menurun
kurang (KEP) harus diperhatikan, karena jika 2. Ketersediaan pangan tingkat rumah
tidak diperhatikan akan mengakibatkan tangga menurun.
terjadinya gizi buruk. Penanganan masalah 3. Meningkatnya kasus KEP dan gizi
gizi buruk memerlukan keterlibatan keluarga buruk pada anak-anak korban
secara penuh dalam mendampingi anak. bencana Gunung Merapi.
Perhatian yang cukup dan pola asuh anak
yang tepat akan memberi pengaruh yang STUDI PUSTAKA
besar dalam memperbaiki status gizi 1. Dampak bencana letusan Gunung Merapi
Gunung Merapi merupakan gunung
anak.Lembaga masyarakat yaitu Posyandu
berapi paling aktif di dunia. Gunung Merapi
(Pos Pelayanan Terpadu) turut membantu
mempunyai ketinggian 2.968 meter di atas
dalam mencegah terjadinya gizi kurang.
permukaan air laut. Gunung Merapi meletus
Peran Posyandu sebagai salah satu
pada saat akhir tahun 2010. Akibat yang
sistem penyelenggaraan pelayanan kebutuhan
dihasilkan dari letusan gunung merapi antara
kesehatan dasar dalam rangka peningkatan
lain :
kualitas sumberdaya manusia, memang sudah
a. Kerusakan Lingkungan
diakui keberadaannya. Agar Posyandu dapat
Dalam majalah Letusan Merapi 2010
melaksanakan fungsi dasarnya di wilayah
disebutkan bahwa pasca letusan, Desa
bencana merapi, maka perlu upaya revitalisasi
Kinahrejo yang memiliki radius paling dekat
terhadap fungsi dan kinerja posyandu. Upaya
dengan puncak Gunung Merapi benar-benar
revitalisasi posyandu perlu menyertakan aspek
sudah hancur. Rumah-rumah penduduk dalam
pemberdayaan masyarakat secara konsisten.
kondisi yang rusak, pohon-pohon sudah
Hal ini menuntut konsekuensi bahwa
tumbang, dan titik api masih terlihat di
aspek pemberdayaan masyarakat menjadi
sejumlah titik. Lingkungan yang dahulu asri
tumpuan upaya mengatasi masalah KEP dan
sudah rusak akibat bencana letusan Gunung
gizi buruk pada balita dengan revitalisasi
Merapi.
b. Ekonomi Menurunnya daya tahan tubuh sehingga anak
Ekonomi korban bencana letusan rentan terjangkitnya penyakit infeksi.
Gunung Merapi akan melemah diakibatkan Disamping itu, terjadinya kegagalan dalam
hilangnya harta benda dan pendapatan pertumbuhan fisik, berat badan dan tinggi
keluarga. Pertanian merupakan mata badan tidak naik sesuai dengan pertambahan
6
pencaharian utama warga di kawasan Gunung umur. Anak yang menderita KEP dan gizi
Merapi. Akibat bencana, lahan pertanian buruk akan mengalami gangguan
menjadi rusak. perkembangan otak yang berpengaruh pada
c. Persediaan pangan rendahnya tingkat kecerdasan. Diperkirakan
Persediaan pangan pasca bencana Indonesia akan kehilangan 220 juta IQ poin
akan mengalami penurunan. Data BNPB akibat kekurangan gizi, dan menurunkan
7
menyebutkan kerugian terbesar dialami sektor produktivitas 20-30%.
pertanian dengan nilai kerugian mencapai Rp
1.326 triliun atau sebesar 43% dari total nilai 3. Peran Posyandu Sebagai Wadah
kerugian. Persediaan pangan yang menurun Pemberdayaan Mayarakat Bidang Kesehatan.
dan lemah akan berdampak pada kesehatan Pemberdayaan masyarakat di wilayah
dan status gizi anak-anak. bencana Gunung Merapi secara lugas dapat
diartikan sebagai suatu proses yang
d. Kesehatan dan status gizi. membangun manusia atau masyarakat melalui
Kesehatan dan status gizi anak-anak pengembangan kemampuan masyarakat,
adalah dampak dari bencana letusan Gunung perubahan perilaku masyarakat, dan
Merapi. Dampak anak yang menderita gizi pengorganisasian masyarakat sebagai upaya
kurang atau KEP sangat merugikan bagi untuk menyelamatkan anak-anak korban
kehidupan selanjutnnya. Apabila anak KEP bencana merapi dari loss generation. Disaat
tidak mendapat perhatian dan intervensi maka persediaan pangan yang lemah, diperlukan
akan mengakibatkan terjadinya gizi buruk. Gizi modal yang besar. Masyarakat tidak mampu
buruk akan mengakibatkan terjadinya loss untuk memenuhi kesediaan pangan karena
generation. harta benda sudah habis akibat bencana
6
letusan Gunung Merapi.
2. Masalah Kurang Energi Protein dan Gizi KEP dan gizi buruk pada anak-anak di
Buruk wilayah merapi dapat dicegah dengan
Kurang Energi Protein adalah keadaan memberdayakan masyarakat melalui kegiatan
kurang gizi yang disebabkan rendahnya mengenali tanda awal dan cara mencegah,
konsumsi energi dan protein dalam makanan dengan melakukan kegiatan pemantauan
sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka pertumbuhan anak di posyandu. Posyandu
kecukupan gizi terjadi dalam waktu yang merupakan wadah untuk melakukan
5
cukup lama. pecegahan KEP dan gizi buruk. Posyandu
Akibat dari KEP bila tidak ditangani adalah kegiatan kesehatan dasar yang
akan mengakibatkan gizi buruk. Gizi buruk diselenggarakan dari, oleh dan untuk
akan menyebabkan terjadinya generasi bodoh. masyarakat yang dibantu oleh petugas
kesehatan di suatu wilayah kerja Puskesmas, serta tidak opteamalnya perkembangan dan
dimana program ini dapat dilaksanakan di kecerdasan. Akibat lainnya adalah terjadinya
balai dusun, balai kelurahan, maupun tempat- penurunan produktifitas, menurunnya daya
tempat yang mudah didatangi oleh tahan tubuh terhadap penyakit yang akan
8 5
masyarakat. meningkatkan risiko kesakitan dan kematian.
Gotong royang merupakan kearifan Masalah gizi buruk bila tidak ditangani
lokal Indonesia. Ditambah dengan budaya dengan tepat dapat mengakibatkan bangsa
tepa selira bagi orang Jawa yang selalu Indonesia akan mengalami “lost generation“
dikembangkan. Untuk mewujudkan Posyandu kehilangan sumberdaya manusia yang
yang sesuai di wilayah bencana Gunung berkualitas di masa yang akan datang karena
Merapi yang masyarakatnya mempunyai anak merupakan generasi penerus bangsa.
kendala ekonomi dalam membantu Untuk mengatasi masalah KEP dan
mengembangkan berjalannya Posyandu, perlu gizi buruk, sejak tahun 1960-an pemerintah
dilakukan revitalisasi Posyandu. Disamping itu, mengembangkan Usaha Perbaikan Gizi
sarana, peralatan yang kurang baik ditambah Keluarga (UPGK). UPGK adalah kegiatan
dengan dana yang diperoleh oleh Posyandu yang berintikan pendidikan gizi melalui
bersumber bantuan dari Puskesmas sangat pemberdayaan keluarga dan masyarakat yang
8
minim sekali. didukung oleh kegiatan lintas sektoral. Pada
Selama ini kegiatan posyandu belum tahun 1985 kegiatan utama UPGK
optimal banyak kekurangan dan kendala. diintegrasikan dalam kegiatan Posyandu yang
Kendala-kendala pada Posyandu harus pada tahun 2000 diperkirakan ada 240.000
ditangani agar tidak terus-menerus terjadi Posyandu yang tersebar di seluruh wilayah
6
kegagalan apalagi di wilayah bencana seperti Indonesia.
Gunung Merapi yang sangat perlu Hasil pengamatan langsung pada
diperhatikan. Revitalisasi pada model baru kegiatan posyandu dan wawancara mendalam
Posyandu yang akan dilakukan adalah dengan responden ibu balita, tokoh
”Posyandu Swasembada”. masyarakat, kader posyandu, dan pengurus
PKK di Shelter pengungsi dapat disimpulkan
PEMECAHAN MASALAH bahwa kegiatan posyandu yang selama ini
Masalah KEP dan gizi buruk pada berjalan dianggap sebagai tempat
anak-anak apabila tidak ditangani maka akan penimbangan saja, belum menunjukkan
mengakibatkan terjadinya kegagalan kegiatan penanggulangan KEP dan gizi buruk
pertumbuhan fisik, berat badan dan tinggi secara tuntas. Ibu-ibu datang menimbang
badan tidak naik sesuai dengan pertambahan anak kemudian langsung pulang, lebih lanjut
umur. Kejadian gizi buruk telah mengancam ketika bencana terjadi, hal ini mengakibatkan
kualitas sumberdaya generasi muda, karena ibu tidak tahu tentang pertumbuhan fisik, dan
gizi merupakan salah satu penentu kualitas kesehatan, serta permasalahan yang terjadi
sumber daya manusia. Akibat kekurangan gizi pada anaknya.
pada anak akan menyebabkan beberapa efek Model ”Posyandu Swasembada”
serius seperti kegagalan pertumbuhan fisik merupakan bentuk modifikasi posyandu yang
selama ini sudah dilaksanakan pada baik di wilayah pasca bencana maupun
masyarakat dengan menambah kegiatan wilayah lain yang tidak terkena bencana alam.
intervensi dalam bentuk konsultasi gizi, Posyandu swasembada berbasis masyarakat
pemberian makanan tambahan, pengbatan dan dikembangkan oleh masyarakat itu
tradisional, pemijitan pada anak, dan rujukan. sendiri. Posyandu swasembada dapat
Model posyadu swasembada sebagai wadah dijadikan sebagai solusi model Posyandu
untuk menanggulangi masalah KEP dan gizi dalam upaya untuk meyelematkan anak-anak
buruk pada balita secara mandiri dan tuntas. korban bencana Merapi dari loss generation
Posyandu swasembada diharapkan dapat (generasi kebodohan).
menumbuhkan pemberdayaan masyarakat

ALUR MODEL POSYANDU SWASEMBADA


ANAK DITIMBANG BUAT GRAFIK BB
CERMATI GRAFIK
PERTUMBUHAN ANAK

Umur / bl

Berat /kg
5

6,5
6

7,0
7

7,2
8

7,8
7,8
9

8,1
10

8,5
11

8,8
8,8
12

9,0
13

9,1
9,1
Naik dan Tumbuh Normal
Interpretasi N2
N2 N2 N2
N2 N2 N2
N2 N2 N2
N2 N2

Konsultasi

Pemberian Makanan
Tambahan
Pemberian Jamu

Pemijitan

Rujukan INTERVENSI

Gambar 1. Skema Model Posyandu Swasembada


Intervensi yang dilakukan pada KEP, gizi buruk, tidak naik berat badannya,
posyandu swasembada meliputi: konsultasi dan sakit.
gizi, PMT, pemberian obat tradisional (jamu), 2. Pemberian Makanan Tambahan
pemijitan, dan rujukan. Untuk menunjang dalam pemenuhan
1. Konsultasi Gizi gizi anak-anak, perlu diberikan makanan
Setelah anak ditimbang dan diketahui tambahan setiap pelaksanaan kegiatan
hasilnya maka ibu balita diberi penyuluhan dan Posyandu. PMT untuk anak-anak ini beraneka
berupa konsultasi gizi. Tujuan konsultasi gizi ragam. Dalam pemberian makanan tambahan,
agar ibu balita mengerti hasil dari bahan pangan yang diolah berasal dari
penimbangan apakah naik atau turun serta pemanfaatan pekarangan dari Posyandu dan
tindakan yang harus dilakukan. Ibu mengerti bantuan dari masyarakat.
pertumbuhan dan kesehatan anaknya. Materi 3. Pengobatan Tradisional atau Jamu
disampaikan oleh ahli gizi Puskesmas Model Posyandu swasembada ini juga
setempat atau kader yang telah diberikan menitikberatkan pada pemanfaatan Tanaman
pelatihan mengenai hasil penimbangan dan Obat Keluarga (TOGA) sebagai tindakan
tindakan ibu balita yang harus dilaksanakan di kepada anak-anak yang menderita penyakit.
rumah jika anak menghadapi masalah seperti Salah satunya adalah penggunaan temulawak
yang dimanfaatkan untuk menambah nafsu
makan pada anak-anak. TOGA ini diambil dari tanaman lokal. Pemanfaatan pekarangan
pemanfaatan pekarangan yang dikelola oleh ditujukan pada kelompok masyarakat
Posyandu. (Posyandu) yang dapat dipergunakan untuk
4. Pemijitan pada anak PMT ataupun bagi individu atau keluarga
Sering terjadi anak susah makan pasca bencana Gunung Merapi untuk
sehingga asupan gizi anak akan berkurang. meningkatkan persediaan pangan dan
Untuk meningkatkan nafsu makan anak salah meningkatkan pendapatan keluarga melalui
satu cara dapat ditempuh dengan pemijitan pemanfaatan pekarangan. Jenis tanaman
pada anak. Pemijitan dilakukan oleh tenaga pangan yang dapat ditanam di pekarangan
fisioterapi dan kader yang telah memperoleh sayuran seperti: bayam, terong, cabai, sawi,
palatihan. Pemijitan pada anak dapat kacang panjang, daun singkong, dan lain-lain.
memperlancar peredaran darah sehingga 2. Tanaman Obat Keluarga
menambah nafsu makan dan meningkatkan Menggunakan obat-obatan tradisional
kesehatan anak. (jamu) yang berasal dari pemanfaatan
5. Rujukan pekarangan merupakan bentuk inovasi dari
Apabila terdapat anak yang model baru Posyandu Swasembada. Tanaman
mmenderita gizi buruk dan penyakit-penyakit obat yang ditanam dapat dipergunakan untuk
infeksi lainnya maka hal yang dapat dilakukan mengatasi masalah kesehatan yang sering
adalah merujuk anak tersebut ke Puskesmas terjadi pada anak-anak. Misalkan : diare, untuk
atau ke rumah sakit. menambah nafsu makan, dan lain-lain. Anak-
Agar kegiatan Posyandu dapat lestari, anak sering susah makan karena nafsu makan
berkesinambungan secara rutin dilaksanakan yang rendah. Hal ini bisa diatasi dengan
masyarakat secara mandiri untuk mengatasi memberikan jamu cekok pada anak, sehingga
masalah KEP dan gizi buruk yang ada di nafsu makan anak meningkat. Meningkatnya
masyarakat khsususnya di wilayah bencana nafsu makan anak akan meningkatkan asupan
Gunung Merapi, maka perlu digali potensi gizi terutama energi dan protein sehingga
sumber lokal. Perlu ditumbuhkan dapat mencegah KEP dan gizi buruk.
pemberdayan masyarakat dengan Untuk menilai keberhasilan posyandu
mengupayakan potensi sumberdaya. Salah model swasembada perlu dilakukan
satu potensi sumberdaya masyarakat yang pengukuran hasil kinerja dengan
saat ini masih belum dimanfaakan seperti menggunakan indikator. Indikator keberhasilan
pemanfaatan pekarangan. Masyarakat dari Posyandu Swasembada adalah partisipasi
difasilitasi agar memanfaatkan pekarangan masyarakat, jumlah anak yang ditimbang
untuk ditanami tanaman pangan dan obat dibandingkan dengan semua anak yang ada
tradisional (jamu). (D/S), pencapaian hasil penimbangan, jumlah
1. Tanaman Pangan Lokal anak yang berat badannya naik dibandingkan
Disaat kekurangan persediaan pangan dengan jumlah balita yang ditimbang (N/D),
dikarenakan ekonomi yang lemah diperlukan Jumlah kader aktif, tingkat kelangsungan
solusi untuk mengatasi masalah tersebut. program Pelaksanaan Posyandu Swasembada
Pemanfaatan pekarangan dengan menanam (D/K), pemanfaatan pekarangan pada setiap
keluarga, dan penurunan kasus KEP dan gizi 2. Harian Jogja dan Solo Pos. Letusan
buruk pada anak-anak. Merapi 2010.
3. DPD Persagi DIY. 2011. Data Penilaian
KESIMPULAN Status Gizi pada Pengungsi Merapi.
Model ”Posyandu Swasembada” Yogyakarta.
merupakan bentuk modifikasi posyandu yang 4. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.
selama ini sudah dilaksanakan di masyarakat 2010. Data Pencapaian SKDN di Masing-
dengan menambah kegiatan intervensi dalam masing Puskesmas di Kabupaten
bentuk konsultasi gizi, pemberian makanan Sleman. Sleman;DIY.
tambahan, pemberian obat tradisional (jamu) 5. Soekirman. (2000). Ilmu Gizi dan
pada anak yang susah makan, pemijitan pada Aplikasinya untuk Keluarga dan
anak, dan rujukan. Model posyandu Masyarakat.Jakarta : Departemen
swasembada sebagai wadah untuk Pendidikan Nasional.
menanggulangi masalah KEP dan gizi buruk 6. Depkes. RI. 2005. (RAN) Pencegahan
pada balita secara mandiri dan tuntas. dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-
Posyandu swasembada diharapkan dapat 2009.
menumbuhkan pemberdayaan masyarakat 7. Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul.
baik di wilayah pasca bencana maupun 2011. Modul DB4MK Plus2. Bantul ; DIY.
wilayah lain yang tidak terkena bencana alam. 8. Depkes. RI, 1999. Status Gizi dan
Posyandu swasembada berbasis masyarakat Imunisasi Ibu dan Anak di Indonesia,
dan dikembangkan oleh masyarakat itu Jakarta.
sendiri. 9. Dep. Gizi dan Kesehatan Masyarakat,
2007
SARAN 10. Ismawati, 2010. Posyandu dan Desa
Kepada pemerintah, untuk mengatasi Siaga. Yogyakarta ;Muha Medika.
masalah KEP dan gizi buruk pada balita dapat
ditempuh dengan cara melakukan revitalisasi
posyandu yang selama ini sudah berjalan
dengan ”model posyandu swasembada”
menambah kegiatan intervensi dalam bentuk
kegiatan konsultasi gizi, pemberian makanan
tambahan, pemberian obat tradisional (jamu),
dan rujukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Subiyantoro. (2010) Selayang Pandang
Tentang Bencana (Overview On Disaster)
: Journal Dialog Penanggulangan
Bencana Vol. 01, No. 1, Tahun 2010
Halaman 43-36.

Anda mungkin juga menyukai