Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN TEORI

ASMA

A. PENGERTIAN ASMA
 Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami
radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko
tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi
bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
 Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul
disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5
tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)
 Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran napas
yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa
berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel
dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
 Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan
nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam Purnomo (2008)
mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau
batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik,
cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus
diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan
sebab-sebab lain sudah disingkirkan
 Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA)
(2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel
yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan
inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,
khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.
 Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat
peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari
kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara
menyeluruh(Abidin, 2002).

B. KLASIFIKASI ASMA
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang
berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya
dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer,
2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan
respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi
ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi
pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi
alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun
makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya
menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)


a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi
penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang
sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti
klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan
beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
1) Asma Intermiten (asma jarang)
 Gejala kurang dari seminggu
 Serangan singkat
 Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
2) Asma mild persistent (asma persisten ringan)
 Gejala lebih dari sekali seminggu
 Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 Gejala pada malam hari > 2 kali sebulanS
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
3) Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
 Gejala setiap hari
 Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 Gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
 FEV 1 tau PEV 60% – 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4) Asma severe persistent (asma persisten berat)
 Gejala setiap hari
 Serangan terus menerus
 Gejala pada malam hari setiap hari
 Terjadi pembatasan aktivitas fisik
 FEV 1 atau PEF = 60%
 PEF atau FEV variabilitas > 30%
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat
serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa
berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat, lebih
suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang
terdengar pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang
lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar
tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak
terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang
penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan.
Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma
berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian

C. ETIOLOGI ASMA
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma
sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
(Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang
dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non-alergik
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan
(bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Triggerdianggap menyebabkan
gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis
intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika,
berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran
pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi
peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca,
suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga
yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas
(respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducerdianggap sebagai penyebab asma yang
sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang
umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma
adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui
mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang
didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut mereka,
secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan anggur
yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin,
ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam
tangan Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan
alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini
menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus
alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin
dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani
atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang
disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah
latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan
dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita
asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada asma.
Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah
mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem
bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi
masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik dan
polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.
Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musimhujan, musim kemarau.

D. ANATOMI, FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ASMA


1. ANATOMI

Gambar 1. Anatomi sistem pernapasan


Gambar 2. Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial
Organ Pernapasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat
bulu-bulu yang berguna menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam
lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke
depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium,
ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal
dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh
sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16
sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda
(huruf C) sebelah dalam
diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya
bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan
ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping
ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus
kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih
ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-
cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli
tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau
gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.
Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi
pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya
gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus
pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus
terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen
yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru
kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen
pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih
terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di
dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-
cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus
alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara
0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum
depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura
dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput
dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua
pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan
normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis
dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya
(pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan
bernapas

2. FISIOLOGI ASMA
Proses terjadi pernapasan
Gambar 3 Proses pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa
dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan
disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan
udara masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian
CO2 dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh
melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian massuk ke
serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-
jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran
adalah CO2 dan dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi
kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan
(ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-
paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini
adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan
dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi
perjalanan panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang
berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke trakhea,
sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam
laring, maka akan mendapat serangan batuk, hal tersebut untuk mencoba mengeluarkan
makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi
(menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara bergantian,
teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-
otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam
sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat menahan,
memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah
pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam
darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat
rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan kemudian
mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak antara sternum (tulang
dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan
tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah
udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung,
muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan
demikian rongga dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil
kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi atau
pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-
paru.
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar bergerak,
pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu
pada orang-orang muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik,
maka ini dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang
rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang
mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.

3. PATOFISIOLOGI ASMA
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme
otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus
intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi
jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan
prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik
dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan
perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup
mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat
hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin
menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat
timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan
meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang
iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan
terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di
manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah
bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
Gambar 4. Patofisiologi asma
Pathway Asma

PathwayAsma
E. MANIFESTASI KLINIS ASMA
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah
dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-
satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau keluhan
khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita
terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi
dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah
sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes
fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila
pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan
keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak
antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapaserangan
asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan
untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal

F. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang lebih
berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare,
2002).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA


1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
 Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
 Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-
cabang bronkus
 Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
 Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit
dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
 Gas analisa darah
 Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2
maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
 Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
 Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
 Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan
menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
 Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma,
gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan
pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
 Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
 Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.
 Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
 Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan
sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan
tekanan sistolik.
 Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma,
FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian
dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
 Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah
jarum jam
 Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
 Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau terjadinya
relatif ST depresi.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA


Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik
dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk
pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan
dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol (
Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg
empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis
800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2
kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat
diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip
Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
BAB II
TINJAUAN TEORI
HIPERTENSI

A. PENGERTIAN HIPERTENSI

 Hipertensi menurut Caraspot merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg
(Kodim Nasrin, 2003 ).
 Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg. (Smeltzer, 2001).
 Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah diastolik >90
mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.
 Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection (JIVC) sebagai
tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat
keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai
hipertensi maligna.
 Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman Sorensen,1996).
 Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104 mmHg,
hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi
berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan
peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik
(Smith Tom, 1995).
B. ANATOMI
a. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas kanannya terdapat
pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis kelima kiri pada linea
midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
1) Atas : pembuluh darah besar
2) Bawah : diafragma
3) Setiap sisi : paru
4) Belakang : aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis
b. Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ. Arteri terdiri dari
lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot: aorta dan cabang-
cabangnya besar memiliki laposan tengah yang terdiri dari jaringan elastin (untuk
menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil memiliki lapisan tengah otot
(mengatur jumlah darah yang disampaikan pada suatu organ).
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang mengangkut darah dari jantung ke
jaringan. Aorta diameternya sekitar 25mm(1 inci) memiliki banyak sekali cabang yang
pada gilirannya tebagi lagi menjadi pembuluh yang lebih kecil yaitu arteri dan arteriol,
yang berukuran 4mm (0,16 inci) saat mereka mencapai jaringan. Arteriol mempunyai
diameter yang lebih kecil kira-kira 30 µm. Fungsi arteri menditribusikan darah
teroksigenasi dari sisi kiri jantung ke jaringan. Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan
tebal tetapi sifatnya elastic yang terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1) Tunika intima. Lapisan yang paling dalam sekali berhubungan dengan darah dan
terdiri dari jaringan endotel.
2) Tunika Media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang sifatnya elastic dan
termasuk otot polos
3) Tunika Eksterna/adventisia. Lapisan yang paling luar sekali terdiri dari jaringan ikat
gembur yang berguna menguatkan dinding arteri (Syaifuddin, 2006)
c. Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding arteriol
dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh darah. Bila
kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila terdapat kontriksi
umum, tekanan darah akan meningkat.
d. Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan langsung dari
arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang membuka pembuluh
darah utama.
Kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat halus. Dindingnya terdiri dari suatu
lapisan endotel. Diameternya kira-kira 0,008 mm. Fungsinya mengambil hasil-hasil dari
kelenjar, menyaring darah yang terdapat di ginjal, menyerap zat makanan yang terdapat di
usus, alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena.
e. Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga sampai empat
kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel sistem retikulo-
endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak langsung dengan sel-sel
dan pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan.
Saluran Limfe mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe ke dalam
darah yang ke luar melalui dinding kapiler halus untuk membersihkan jaringan. Pembuluh
limfe sebagai jaringan halus yang terdapat di dalam berbagai organ, terutama dalam vili
usus.
f. Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh gabungan
venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna satu sama lain.
(Gibson, John. Edisi 2 tahun 2002, hal 110)
Vena merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian atau alat-alat tubuh
masuk ke dalam jantung. Vena yang ukurannya besar seperti vena kava dan vena
pulmonalis. Vena ini juga mempunyai cabang yang lebih kecil disebut venolus yang
selanjutnya menjadi kapiler. Fungsi vena membawa darah kotor kecuali vena
pulmonalis, mempunyai dinding tipis, mempunyai katup-katup sepanjang jalan yang
mengarah ke jantung.

C. KLASIFIKASI HIPERTENSI
Klasifikasi hipertensi menurut WHO
1. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan
diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
2. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan diastolik
91-94 mmHg
3. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan 160
mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and Treatment of
Hipertension
1. Diastolik
a. < 85 mmHg : Tekanan darah normal
b. 85 – 99 : Tekanan darah normal tinggi
c. 90 -104 : Hipertensi ringan
d. 105 – 114 : Hipertensi sedang
e. >115 : Hipertensi berat
2. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)
a. < 140 mmHg : Tekanan darah normal
b. 140 – 159 : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi
c. > 160 : Hipertensi sistolik teriisolasi

Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak
(sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada penderita hipertensi, yg
membutuhkan penanggulangan segera yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi
dengan kemungkinan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target (otak, mata (retina),
ginjal, jantung, dan pembuluh darah).
Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan
darah. Dibagi menjadi dua:
a. Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan obat antihipertensi
parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau progresif target akut atau
progresif. Kenaikan TD mendadak yg disertai kerusakan organ target yang progresif dan
di perlukan tindakan penurunan TD yg segera dalam kurun waktu menit/jam.
b. Hipertensi urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa adanya gejala
yang berat atau kerusakan organ target progresif bermakna tanpa adanya gejala yang berat
atau kerusakan organ target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa
jam. Penurunan TD harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam (penurunan tekanan
darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).
D. ETIOLOGI
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik). Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun
ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah
meningkat.
c. Stress Lingkungan.
d. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika,
lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek
dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
b. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan –
perubahan pada :
 Elastisitas dinding aorta menurun
 Katub jantung menebal dan menjadi kaku
 Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah
 Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

a. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data


penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar
untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
Ciri perseorangan
 Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
 Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
 Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
 Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
 Kebiasaan hidup
 Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
 Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
 Kegemukan atau makan berlebihan
 Stress
 Merokok
 Minum alcohol
 Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
b. Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
 Ginjal
 Glomerulonefritis
 Pielonefritis
 Nekrosis tubular akut
 Tumor
 Vascular
 7) Aterosklerosis
 8) Hiperplasia
 9) Trombosis
 10) Aneurisma
 11) Emboli kolestrol
 12) Vaskulitis
 13) Kelainan endokrin
 14) DM
 15) Hipertiroidisme
 16) Hipotiroidisme
 17) Saraf
 18) Stroke
 19) Ensepalitis
 20) SGB
 21) Obat – obatan
 22) Kontrasepsi oral
 23) Kortikosteroid

E. FAKTOR RESIKO
 Riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan hipertensi
 Pria usia 35 – 55 tahun dan wanita > 50 tahun atau sesudah menopause
 Kebanyakan mengkonsumsi garam/natrium
 Sumbatan pada pembuluh darah (aterosklerosis) disebabkan oleh beberapa hal seperti
merokok, kadar lipid dan kolesterol serum meningkat, caffeine, DM, dsb.
 Factor emosional dan tingkat stress
 Gaya hidup yang monoton
 Sensitive terhadap angiotensin
 Kegemukan
 Pemakaian kontrasepsi oral, seperti esterogen.

F. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu
dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan
curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel
jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan
pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan
Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada
terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan
darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi
natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan
tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. (
Suyono, Slamet. 1996 ).
Pathways
G. MANIFESTASI KLINIS HIPERTENSI
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala
dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi
yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual
Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun

Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :


 Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg 2.
 Sakit kepala
 Pusing / migraine
 Rasa berat ditengkuk
 Penyempitan pembuluh darah
 Sukar tidur
 Lemah dan lelah
 Nokturia
 Azotemia
 Sulit bernafas saat beraktivitas

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1) Pemeriksaan yang segera seperti :
 Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel
terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti:
hipokoagulabilitas, anemia.
Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
 Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
 Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
 Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
 Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus
untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
 Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
 Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)
 Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
 Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
 Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
 EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri
ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana luas,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
 Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana)
untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
2) Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama ) :
 IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal,
batu ginjal / ureter.
 CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
 UP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
 Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan.
 (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien

I. KOMPLIKASI
Efek pada organ :
a. Otak
 Pemekaran pembuluh darah
 Perdarahan
 Kematian sel otak : stroke
b. Ginjal
 Malam banyak kencing
 Kerusakan sel ginjal
 Gagal ginjal
c. Jantung
 Membesar
 Sesak nafas (dyspnoe)
 Cepat lelah
 Gagal jantung
J. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan
darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi
ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat
ini meliputi :
a. Diet
b. Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c. Penurunan berat badan
d. Penurunan asupan etanol
e. Menghentikan merokok
f. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita
hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu
isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah
raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal
yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona
latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
i. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
1) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda
mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri
kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
2) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan
atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam
tubuh menjadi rileks Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit
hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan
mencegah komplikasi lebih lanjut.
2.Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah
kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (JOINT
NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF
HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat
beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal
pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada
penderita.
Pengobatannya meliputi :
a. Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
b. Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
1) Dosis obat pertama dinaikkan
2) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
3) Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis,
Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
c. Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh
1) Obat ke-2 diganti
2) Ditambah obat ke-3 jenis lain
d. Step 4 : Alternatif pemberian obatnya
1) Ditambah obat ke-3 dan ke-4
2) Re-evaluasi dan konsultasi
3) Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi
yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter ) dengan cara
pemberian pendidikan kesehatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan
adalah sebagai berikut :
a. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya
b. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya
c. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa
dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas
d. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah
atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan
mengukur memakai alattensimeter
Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu
Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita
Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
e. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat
mengukur tekanan darahnya di rumah
f. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x
sehari
g. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan
masalah-masalah yang mungkin terjadi
h. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat
untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal
i. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
j. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering
k. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
l. Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali
pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.

Cara Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi pada
anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan
dianjurkan untuk:
a. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi
hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
b. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
c. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
d. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi berupa:
a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan
tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
b. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil
mungkin.
c. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
d. Batasi aktivitas.
Perawatan Hipertensi
Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan yang ideal (cegah kegemukan).
Batasi pemakaian garam.
Mulai kurangi pemakaian garam sejak dini apabila diketahui ada faktor keturunan hipertensi
dalam keluarga.
Tidak merokok.
Perhatikan keseimbangan gizi, perbanyak buah dan sayuran.
Hindari minum kopi yang berlebihan.
Mempertahankan gizi (diet yang sehat seimbang).
Periksa tekanan darah secara teratur, terutama jika usia sudah mencapai 40 tahun.
Bagi yang sudah sakit
Berobat secara teratur.
Jangan menghentikan, mengubah, dan menambah dosis dan jenis obat tanpa petunjuk dokter.
Konsultasikan dengan petugas kesehatan jika menggunakan obat untuk penyakit lain karena
ada obat yang dapat meningkatkan memperburuk hipertensi.
Mengetahui tentang hipertensi dan cara merawat bukanlah kunci utama kesembuhan, kunci
utamanya adalah :
1. Keaktifan penderita dalam pengendalian tekanan darah.
2. Penderita berusaha, petugas petugas kesehatan membantu.
3. Hubungan baik dan kerjasama penderita dan petugas kesehatan

Diit Hipertensi
a. Perbedaan Diit Dengan Makanan Biasa
1) konsumsi lemak dibatasi
2) konsumsi Cholesterol dibatasi
3) konsumsi kalori dibatasi untuk yang terlalu gemuk atau obese
4) Makanan yang boleh dikonsumsi
b. Makanan Yang Boleh Dikonsumsi
1) Sumber kalori
Beras,tales,kentang,macaroni,mie,bihun,tepung-tepungan, gula.
2) Sumber protein hewani
Daging,ayam,ikan,semua terbatas kurang lebih 50 gram perhari, telur ayam,telur bebek
paling banyak satu butir sehari, susu tanpa lemak.
3) Sumber protein nabati
Kacang-kacangan kering seperti tahu,tempe,oncom.
4) Sumber lemak
Santan kelapa encer dalam jumlah terbatas.
5) Sayuran
Sayuran yang tidak menimbulkan gas seperti bayam,kangkung,buncis, kacang panjang,
taoge, labu siam, oyong, wortel.
6) Buah-buahan
Semua buah kecuali nangka, durian, hanya boleh dalam jumlah terbatas.
7) Bumbu
Pala, kayu manis,asam,gula, bawang merah, bawang putih, garam tidak lebih 15 gram
perhari.
8) Minuman
Thea encer, coklat encer, juice buah.
c. Makanan Yang Tidak Boleh Dikonsumsi
1) Makanan yang banyak mengandung garam
 Biscuit,krakers,cake dan kue lain yang dimasak dengan garam dapur atau soda.
 Dendeng, abon,cornet beaf,daging asap,ham, ikan asin,ikan pindang, sarden ikan teri,
telur asin.
 Keju, margarine dan mentega.
2) Makanan yang banyak mengandung kolesterol
Makanan dari hewan seperti otak,ginjal,hati,limfadan jantung.
3) Makanan yang banyak mengandung lemak jenuh
o Lemak hewan :sapi,babi,kambing,susu jenuh,cream, keju, mentega.
o Kelapa, minyak kelapa,margarine,alpokat.
4) Makanan yang banyak menimbulkan gas
Kool, sawi, lobak, dll.
d. Bagaimana Mengatur Diit
1) Hindari penggunaan kelapa, minyak kelapa,lemak hewan, margarine,mentega sebagai
pengganti gunakan minyak kacang atau minyak jagung dalam jumlah tertentu.
2) Batasi penggunaan daging hingga 3 kali seminggu dengan paling banyak 50 gram tiap
kali makan, makanlah ikan air tawar sebagai pengganti.
3) Gunakan susu skim sebagaipengganti susu penuh.
4) Batasi penggunaan telur hingga hanya 3 kali seminggu.
5) Gunakan sering tahu,tempe, dan hasil kacang-kacangan lainya.
6) Batasi penggunaan gula, makanan dan minuman manis seperti sirup, coca cola, limun,
permen,dodol, coklat, kolak, eskrim.
7) Makanlah banyak sayuran dan buah-buahan.
e. Obat Tradisional Untuk Hipertensi
Banyak tumbuhan obat yang telah lama digunakan oleh masyarakat secara tradisional
untuk mengatasi hipertensi atau tekanan darah tinggi. Hal yang perlu diinformasikan
kepada masyarakat adalah cara penggunaannya, dosis, serta kemungkinan adanya efek
samping yang tidak diketahui. Obat – obat tradisional tersebut diantaranya:
1) Buah Belimbing
Buah ini dapat mengontrol tekanan darah dalam keadaan normal dan juga bisa menurunkan
tekanan darah bagi mereka yang sudah mengalaminya. Caranya yaitu buah belimbing yang
sudah masak diparut halus. Kemudian parutan belimbing diperas sehingga menjadi satu
gelas sari belimbing. Air perasan ini diminum setiap pagi, lakukan selama tiga minggu
sampai satu bulan. Setelah satu bulan sari belimbing ini dapat diminum dua hari sekali. Tidak
perlu menambahkan gula pasir atau sirup pada air perasan. Bagi mereka yang sudah terlanjur
menderita hipertensi, sebaiknya gunakan buah belimbing yang besar sehingga air perasannya
lebih banyak.
2) Daun Seledri
Cara penggunaannya dengan menumbuk segenggam daun seledri sampai halus, saring dan
peras deengan kain bersih dan halus. Air saringan usahakan satu gelas diamkan selama satu
jam, kemudian diminum pagi dan sore dengan sedikit ampasnya yang ada di dasar gelas.
Menurut penelitian daun seledri bisa memperkecil fluktuasi kenaikan tekanan darah.
3) Bawang Putih
Caranya dengan memakan langsung tiga siung bawang putih mentah setiap pagi dan sore
hari. Pilih bawang putih yang kulitnya berwarna coklat kehitaman karena mutunya lebih
baik. Jika tidak mau memakannya dalam keadaan mentah bisa direbus atau dikukus dulu.
Namun karena banyak zatnya yang bisa berkhasiat yang dapat ikut larut ddalam air
rebusannya, sebaiknya ditambaah menjadi 8 sampai 9 siung sekali makan.
4) Buah Mengkudu / Pace
Buah ini sebagai alternatif untuk menekan hipertensi. Caranya hampir sama dengan buah
belimbing, yaitu dengan cara memarut halus, kemudian diperas memakai kain kassa yang
bersih, diambil airnya. Minum sari mengkudu setiap pagi dan sore hari secara teratur
5) Avokad
Caranya lima daun avokad dicuci bersih, kemudian direbus dengan 4 gelas air putih. Tunggu
air rebusan hingga menjaadi 2 gelas, saring. Satu gelas diminum pagi hari, satu gelas lagi
diminum sore hari.
6) Melon
Buah yang sudah masak dapat langsung di makan
7) Semangka
Buah yang sudah masak dapat langsung di makan
8) Mentimun
Dapat dimakan langsung, atau dapat di parut kemudian diminum

Anda mungkin juga menyukai