Definisi
Temperatur atau suhu adalah ukuran kuantitatif tingkat kepanasan atau kedinginan tubuh.
Alat ukur untuk menentukan tinggi atau rendahnya temperatur yaitu menggunakan termometer.
Suhu benda yang tinggi mengindikasikan bahwa benda tersebut mengandung panas cukup besar
dan bisa dikatakan benda tersebut panas, sedangkan suhu benda yang rendah mengindikasikan
bahwa benda tersebut mempunyai kandungan panas yang rendah atau dikatakan dingin.
Dalam dunia kesehatan termperatur atau suhu tubuh merupakan perbedaan antara jumlah
panas yang diproduksi oleh tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar.
Pemeriksaan suhu tubuh merupakan tolak ukur utama untuk mengetahui keadaan pasin dan
diagnosa. Kemampuan pengukuran suhu tubuh merupakan hal penting bagi tenaga kesehatan
dibidang apapun.
1.2. Epidemiologi
Menurut data yang dikumpulkan oleh Spanish Labor Administration’s Spanish National
System, terdapat penelitian yng mengidentifikasikan 16 juta kecelakaan kerja diseluruh negeri
yang setidaknya membutuhkan satu hari libur kerja tahun 1994-2013. Terdapat suatu penelitian
yang menunjukkan bahwa 2,7% dari cedera diakibatkan karena suhu ekstrem. Suhu panas
ekstrem dapat meningkatkan risiko sebesar 9 persen dan menyebabkan 383.629 cedera total,
sedangkan suhu dingin ekstrem dapat meningkatkan risiko sebesar 4 persen dan menyebabkan
50.932 cedera.
Suatu penemuan lain menyebutkan bahwa cedera paling sering terjadi pada pekerja yang
berusia diantara 35-54 tahun (42,4%). Dari pekerja yang mengalami cedera (77,7%) adalah laki-
laki. Wanita memiliki risiko lebih tinggi pada temperatur dingin, sedangkan risiko pria lebih
tinggi pada temperatur panas. Fraktur tulang sebesar (62,9%) terkena cedera. Pekerja pabrik
(25,2%) dan pekerja kontruksi (22,2%) memiliki persentase tinggi terhadap kecelakaan kerja
akibat perubahan temperatur.
Dampak kesehatan dari temperatur telah dipelajari secara luas khususnya terhadap
mortalitas dan morbiditas. Sebuah studi yang dilakukan di 13 negara memperkirakan (7,29%)
jumlah kematian disebabkan oleh temperatur dingin dan temperatur panas (0,42%). Lingkungan
panas ekstrem memiliki konsekuensi penting terhadap sektor pekerjaan. Beberapa studi
melaporkan terdapat kerugian penting dalam kapasitas kerja dan produktivitas terkait dengan
kerusakan iklim misalnya terjadi peningkatan risiko cedera dalam pekerjaan.
Peningkatan panas di tempat kerja secara signifikan akan mempengaruhi pekerja di luar
ruangan atau didalam ruangan tanpa kontrol atau kurang terkontrolnya ambien temperatur.
Terutama pada sektor ekonomi yaitu pertanian yang berdampak buruk. Hal tersebut akan
menjadi tantangan bagi sektor konstruksi dan industri.pekerjaan yang melibatkan tinggi tingkat
aktivitas akan menyebabkan seseorang menjadi cepat lelah dan metabolisme panas kurang
efektif. 3
1.3. Klasifikasi Temperatur di Tempat Kerja
Pada manusia, suhu tubuh terdiri atas dua jenis suhu inti yatu Core Temperature (TC)
yang menggambarkan suhu dari jaringan tubuh dalam, dan suhu kulit yaitu Skin
Temperature.
Tabel 1. Klasifikasi Temperatur
Klasifikasi Core Temperature Skin Temperature
Sumber Panas Jaringan paling aktif (hati, Otot, tangan, kaki, lemak
kelenjar sekresi, dan otot) kulit, kulit, dan lingkungan.
Pengukuran Suhu Diukur serentak di mulut, Suhu tubuh akan lebih tinggi
ketiak, dan pelepasan rektum. dari suhu lingkungan.
Biasanya terdapat selisih tidak Sehingga akan terjadi
lebih dari 1oC. kehilangan panas lewat kulit
dan dapat mencapai 17oC pada
suhu cukup dingin.
Pencapaian Suhu Paling tinggi saat sore hari Tergantung oleh lingkungan
Paling rendah saat dini hari dingin.
Aktivitas Fisik Melakukan aktivitas fisik akan Otot 36,2oC, lemak kulit
meningkatkan produksi panas 33,6oC, kulit 33,0oC pada suhu
dan kenaikan suhu1-2oC 18,5oC akan tetapi, hasil
sehingga dapat mencapai pengukuran suhu kulit ini
suhuh 39oC. tidak selalu sama kaarena
adanya vodilatasi maupun
aktivitas mempengaruhi
lainnya.
Respon Fisiologis Manusia saat Perubahan Temperatur Kerja
39oC (102.2oF) Berkeringat, kulit merah dan basah, napas dan jantung berdenyut kencang,
kelelahan, dan merangsang kambuhnya epilepsi.
41oC (105.8oF) Keadaan gawat. Pingsan, pening, bingung, sakit kepala, halusinasi, sesak
napas, mengantuk, mata kabur, jantung berdebar.
42oC (107.6oF) Pucat kulit memerah dan basah, koma, mata gelap, muntah, terjadi gangguan
hebat, tekanan darah menjadi tinggi atau rendah, dan detak jantung cepat.
44oC(111.2oF) Hampir dipastikan meninggal namun ada beberapa pasien mampu bertahan
atau lebih pada kondisi diatas 46oC.
35oC (95.0oF) Hipotermia suhu kurang dari 35oC, menggigil keras, dan kulit menjadi
biru/keabuan, dan jantung menjadi berdegup.
33oC (91.4oF) Bingung sedang hingga parah, mengantuk, depresi, berhenti menggigil,
denyut jantung lemah, napas pendek, dan tidak mampu merespon rangsangan.
32oC (89.6oF) Keadaan gawat halusinasi, gangguan hebat, sangat bingung, tidur yang dalam
dan menuju koma, detak jantung melemah dan tidak menggigil.
31oC (87.8oF) Comatose, tidak sadar, tidak ada reflex jantung, detak jantung semakin
lambat, dan terjadi gangguan irama jantung.
2. Konveksi
Konveksi adalah pertukaran panas dari badan dan lingkungan melalui kontak udara
dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang kurang begitu baik, tetapi melalui
kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh.
Tergantung dari suhu udara dan kecepatan angin, konveksi memainkan besarnya peran
dalam pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan. Konveksi dapat mengurangi
atau menambah panas kepada tubuh.
3. Radiasi
Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan gelombang panas. Tergantung
dari suhu benda-benda sekitar, tubuh menerima atau kehilangan panas lewat mekanisme
radiasi.
4. Evaporasi
Bila air berevaporasi dari permukaan tubuh, panas sebesar 0,58 kalori (kilokalori) hilang
untuk setiap satu gram air yang mengalami evaporasi. Bahkan bila seseorang
tidaberkeringat, air masih berevaporasi secara tidak kelihatandari kulit dan paru-paru
engan kecepatan sekitar 450 sampai 600ml/hari. Hal ini menyebabkan kehilangan panas
terus menerus dengan kecepatan 12 sampai 16 kalori per jam. Selain itu evaporasi juga
sebagai mekanisme pendingin yang penting pada suhu udara sangat tinggi.
4. Hormon Tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hampir semua reaksi kimia didalam tubuh
sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju metabolisme menjadi 50-
100% diatas normal.
5. Hormon Kelamin
Hormon kelamin pada pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-kira
10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada
perempuan, fluktasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran
hormon progesteron pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3- 0,6oC
diatas suhu basal.
6. Gangguan Organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganansan pada area hipotalamus, dapat
menyebabkan mekanisme regulasi tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen
yang dikeluarkan pada saat terjadi infeksi juga dapat merangsang peningkatan suhu
tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga menyebabkan
mekanismes pengaturan suhu tubuh terganggu.
Teknik penilaian dapat digunakan sebagai alai untuk menilai hazard, memantau
kesehatan pekerja dari meminimalisasi bahaya, dan mengevaluasi efektivitas pengendalian.
Tabel . Metode Penilaian Heat Stress dan Heat Strain dan Persyaratan Kompertensi yang
Dilakukan
Penilaian Heat Stress Penilaian Heat Strain
Catatan: Penilaian ini harus dilakukan oleh Catatan: semua orang yang mengawasi
seseorang yang memiliki pengetahuan pekerjaan , atau bekera di lingkungan yang
mengenai: panas sebagai hazard, instrumen panas harus dilatih untuk menilai semua gejala
yang dibutuhkan untuk pengukuran, dan hasil yang terlihat dari heat strain. Penilaian ini
interpretasi. Ini dapat dilakukan oleh ahli harus dilakukan oleh seseorang yang memiliki
kesehatan kerja atau orang yang terlatih. pengetahuan mengenai: panas sebagai hazard,
instrumen yang dibutuhkan untuk pengukuran,
dan hasil interpretasi. Ini dapat dilakukan oleh
dokter, perawat yang terdaftar atau orang yang
terlatih lainnya.
5. Kecepatan Angin
Kecepatan angin sangat penting perannya dalam proses pertukaran panas antara
tubuh dan lingkungan khususnya melalui proses konveksi dan evaporasi.
Kecepatan angin umumnya dinyatakan dalam feet per minute (fpm) atau meter per
second (m/sec). Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer.
Terdapat dua jenis anemometer yaitu: a) vane anemometer dan b)
thermoanemometer.
C. Metode Pengukuran
Dalam melakukan pengukuran temperatr lingkungan dan pajanan panas personal
ditempat kerja harus diperhatikan beberapa metodel berikut yaitu;
1. Penentuan Sampel
2. Langkah Pengukuran
3. Kalkulasi Hasil Pengukuran
Untuk menentukan apakah suatu area atau lokasi kerja merupakan titik pengukuran
temperatur lingkungan, maka beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
•Pada area yang dijadikan titik sampling diduga secara kualitatif atau penilaian secara
profesional (professional judgment) mengindikasikan adanya kemungkinan
terjadinya tekanan panas karena adanya sumber panas atau terpajan panas.
•Adanya keluhan subyektif yang terkait dengan kondisi panas di tempat kerja.
Ketiga hal diatas, adanya pekerja yang melakuka pekerjaan dan berpotensi
mengalami tekanan panas merupakan hal yang penting untuk mengkategorikan suatu
wilayah atau area tersebut dijadikan titik pengukuran. Suatu lingkungan kerja yang
mempunyai sumber panas atauterpajan panas bukan prioritas untuk diukur apabila di
area tersebut tidak ada pekerja yang bekerja atau potensi mengalami tekanan panas.
Secara umum jumlah titik pengukuran dipengaruhi oleh jumlah sumber panas dan
luas area terpajan panas yang mana terdapat aktivitas pekerja di area.
2. Lama Pengukuran
Menurut SNI-16-7061-2004 tentang pengukuran iklim kerja (panas) dengan
parameter indeks suhu basah dan bola, bahwa pengukuran dilakukan sebanyak tiga
kali selama 8 jam kerja yaitu, pada awal shift, tengah shift, dan diakhir shift. Menurut
OSHA Technical Manual, lama pengukuran indeks WBGT dapat dilakukan secara
terus-menerus selama 8 jam kerja atau hanya pada saat paparan tertentu saja.
Pengukuran sebaiknya dialkukan dengan periode waktu minimal 60 menit, sedangkan
untuk paparan yang terputus-putus minimal selama 120 menit.
3. Langkah Pengukuran
Beberapa hal yang dilakukan pada tahap persiapan adalah sebagai berikut:
•Pastikan alat dalam kondisi baik dan berfungsi dengan benar serta masih dalam masa
kalibrasi, terutama Questempo34.
•Periksa apakah daya baterai pada alat masih memadai. Lihat petunjuk pada buku
manual alat tentang minimal daya baterai yang diperkenankan.
•Lakukan kalibrasi internal dengan alat kalibrasi yang tersedia. Pastikan bahwa
perbedaan pembacaan dengan ukuran pada kalibrasi tidak lebih dari 0,5.
•Kemudian lakukan pengaturan pada alat dengan mengikuti petunjuk pada buku
manual. Beberapa aspek yang diatur adalah: tanggal, waktu, bahasa, satuan
pengukuran, logging rate, heat index. Pastikan bahwa semua pengaturan sesuai
dengan ketentuan.
•Pasang alat pada tripod kamera dan bawa alat ke lokasi atau titik pengukuran.
B. Tahap Pengukuran
•Letakkan alat pada titik pengukuran dan sesuaikan ketinggian sensor dengan kondisi
pekerja. Lihat buku manual.
•Buka tutup termometer suhu basah alami dan tutup ujung termometer dengan kain katun
yang sudah disediakan. Basahi kain katun dengan aquadest secukupnya sampai pada wadah
tersedia cukup aquadest untuk menjamin agar termometer tetap basah selama pengukuran.
•Nyalakan alat dan biarkan alat selama beberapa menit untuk proses adaptasi dengan kondisi
titik pengukuran. Waktu untuk adaptasi terdapat pada manual.
atau proses penyimpanan data dan data temperatur lingkungan akan disimpan di dalam
memori alat berdasarkan kelipatan waktu yang digunakan (logging rate). Waktu pengukuran
mulai dihitung sejak proses loggingberjalan.
•Biarkan alat di titik pengukuran sesuai dengan waktu pengukuran yang diinginkan.
•Bila telah selesai, non aktifkan fungsi logging dan kemudian alat bisa pindah ke titik
pengukuran yang lainatau data yang ada sudah bisa dipindahkan ke komputer atau di
cetak/print.
•Bila pengukuran dilanjutkan ke titik pengukuran yang lain tanpa harus melakukan
pemindahan data, maka langkah pengukuran diulang dari langkah ketiga.
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan selama proses pengukuran di area kerja yaitu
sebagai berikut;
•Peletakan alat harus pada posisi yang aman, waspadai alat jangan sampai bergetar,
bergoyang, atau kondisi lain yang membahayakan.
•Letakkan alat pada titik pengukuran yang tidak mengganggu aktivitas pekerja.
•Operator harus memperhatikan aspek keselamatan diri saat melakukan pengukuran. Bila
diperlukan gunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan kondisi bahaya di lingkungan
kerja.
•Berkoordinasi dengan pekerja dan penanggung jawab area untuk kelancaran proses
pengukuran.
•Untuk mendapatkan jumlah data yang diinginkan, maka sebaiknya operator melebihkan
waktu pengukuran.
C. Tahap Setelah Pengukuran
Setelah melakukan pengukuran maka data hasil pengukuran dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
•Untuk pengukuran yang dilakukan secara intermitten, maka dihitung rata-rata WBGT dengan
menggunakan rumus:
WB1GT1t1+WBGT2t2+..+WBGTntn
WBGT rata-rata =
t1+t2+..+tn
1. Solanas EM, Ruiz ML, Wellenius GA, Gasparrini A.Evaluation of The Impact of Ambient
Temperatures on Occupational Injuries in Spain. Environmental Health Perspective
Research. 2018.
2. International Labour Organization (ILO). Climate Change and Labour : Impacts of Heat in
The Workplace. 2016.
3. Guyton, Hall. Suhu tubuh, Pengaturan suhu dan demam, mekanisme penyakit. Fisiologi
Kedokteran. EGC. 1988. Hal 120-130.
5. Nugroho, Sigit. Gambaran Pajanan Suhu Dingin Tempat Kerja. Repositori Universitas
Indonesia. 2009.
7. Donoghue AM (2004) Heat illness in the U.S. mining industry. Am J Ind Med 45, 351–6.
8. Bates GP, Schneider J (2008) Hydration status and physiological workload of UAE
construction workers: a prospective longitudinal observational study. J Occup Med Toxicol
3, 21–30
9. Occupational Safety a Health Service (OSH). Guidlines For The Management of Work In
Extremes of Temperature.1997.
10. American Conference of Government Industrial Hygienists (ACGIH)). Cold Stress and Heat
Stress. Threshold Limit Values for Chemical Substances and Physical Agents, Biological
Exposure Indices, 1996.