Anda di halaman 1dari 5

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak hiperaktif mempunyai kesulitan untuk berkonsentrasi, pikiran mereka

pergi kemana-mana. Anak hiperaktif atau dikenal dengan Attention Deficit

Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan pemusatan perhatian

dimana penderita mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dan bertahan dalam

satu pekerjaan dalam waktu tertentu. Setiap kelainan memerlukan motivasi dalam

bentuk yang berbeda khususnya dalam proses belajar mengajar tidak terkecuali

dengan anak hiperaktif. Motivasi adalah proses manajemen untuk mempengaruhi

tingkah laku manusia berdasarkan pengetahuan mengenai perasaan yang membuat

orang-orang tergerak (Nursalam 2015:106). Selain tidak dapat berkonsentrasi

penderita hiperaktif juga mengalami kesulitan untuk mengontrol gerak tubuh

(Pieter, Herri Zan & Lubis, Namora Lumongga, 2013: 95). Menurut Dewi (2013)

menyatakan tiga macam terapi yang digunakan untuk penanganan anak hiperaktif

yaitu terapi wicara, perilaku, bermain, dan terapi sensory integration. Fenomena

yang didapat pada anak hiperaktif mereka cenderung untuk tidak mampu dalam

memusatkan perhatian terhadap pelajaran yang dilakukan sehingga memerlukan

motivasi tersendiri serta terapi khusus untuk memusatkan perhatian khususnya

dalam proses belajar di sekolah.

Jumlah anak berkebutuhan khusus setiap tahunnya semakin meningkat,

ADHD merupakan masalah psikologis yang paling banyak terjadi akhir-akhir ini,

sekitar 3-10% terjadi di Amerika Serikat, 3-7% di Jerman, 5-10% di Kanada dan

1
2

Selandia Baru. Populasi anak Sekolah Dasar (SD) yang mengalami ADHD di

Indonesia berjumlah 16,3% dari total populasi yaitu 25,85 juta anak. Berdasarkan

data tersebut diperkirakan tambahan kasus baru ADHD sebanyak 9000 kasus.

(Rusmawati dan Dewi, 2011: 74). Menurut Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan Sekolah Berkebutuhan Khusus seluruh Indonesia di Kalimantan

Tengah, jumlah siswa-siswi yang terdaftar masuk ke Sekolah Luar Biasa (SLB)

tahun ajaran 2014/2015 sebanyak 184 orang dengan murid hiperaktif berkisar 74

orang anak. Hasil survey pendahuluan pada tanggal 27 Februari 2018 pada 7

(tujuh) orang tua anak hiperaktif di TK Melati Ceria Palangka Raya semua orang

tua mengatakan anak mereka tidak pernah fokus dengan satu hal yang dikerjakan.

3 (30%) diantaranya mengatakan jika anak tidak fokus belajar maka orang tua

akan memarahi anak dan mengajarkan untuk memperhatikan, dan 4 (70%)

diantaranya mengatakan mengajarkan kembali secara perlahan serta jika anak

tidak mampu maka akan membiarkan saja karena mereka percaya bahwa anak

mampu belajar secara mandiri.

Pembelajaran bagi anak hiperaktif pada hakikatnya sama dengan

pembelajaran bagi siswa normal lainnya. Mudjiman (2007: 43) mengatakan dalam

proses belajar anak ada beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya

motivasi belajar diantaranya faktor pengetahuan, kebutuhan belajar, kemampuan

melakukan tindakan, kesenangan terhadap ide, pelaksanaan belajar, hasil belajar,

kepuasan terhadap hasil dan pembuatan keputusan. Motivasi belajar anak

hiperaktif merupakan kondisi psikologis yang diharapkan dapat mendorong

mereka untuk belajar dengan senang serta belajar secara sungguh-sungguh yang

pada akhirnya mereka mampu untuk proses belajar siswa yang sistematis, penuh
3

konsentrasi dan dapat menyelesaikan kegiatan. Menurut Ismail (2011: 19)

Seorang anak yang hiperaktif biasanya sering menunjukkan tanda-tanda

kegelisahan yang akut Siswa yang mengalami perilaku hiperaktif sejak kecil akan

berkelanjutan pada masa perkembangan masa remajanya, misalnya anak

dimungkinkan tidak mandiri, tidak percaya diri, tidak memiliki konsep diri yang

jelas serta memiliki perilaku antisosial sehingga tidak menutup kemungkinan

bahwa setiap sekolah, terdapat anak-anak yang mengalami perilaku menyimpang,

seperti perilaku hiperaktif. Gangguan-gangguan pada anak hiperaktif tersebut jika

dibiarkan berlanjut dapat merugikan berbagai pihak seperti orang tua, guru, teman

dan juga diri sendiri.

Saat bermain, anak mempelajari banyak hal penting serta hal baru yang

harus dipahami tidak terkecuali dengan anak hiperaktif. Puzzle merupakan

permainan yang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga dapat melatih

kemampuan otak, puzzle juga dapat meningkatkan kemampuan mental,

meningkatkan konsentrasi dan mencegah penyakit alzheimer dan hilang ingatan

(Baras, 2015: 15). Dengan terbiasa bermain puzzle, lambat laun mental anak akan

terbiasa untuk bersifat tenang, berkonsentrasi, dan sabar dalam menyelesaikan

sesuatu. Oleh karena itu peneliti tertarik dan ingin meneliti tentang “Pengaruh

Terapi Bermain Puzzle Terhadap Peningkatan Motivasi Belajar Anak Dengan

Gangguan Pemusatan Perhatian (Hiperaktif) Di TK Melati Ceria Palangka Raya”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin mengetahui “Bagaimana

Pengaruh Terapi Bermain Puzzle Terhadap Peningkatan Motivasi Belajar Anak


4

Dengan Gangguan Pemusatan Perhatian (Hiperaktif) Di TK Melati Ceria

Palangka Raya?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Terapi

Bermain Puzzle Terhadap Peningkatan Motivasi Belajar Anak Dengan Gangguan

Pemusatan Perhatian (Hiperaktif) Di TK Melati Ceria Palangka Raya.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini meliputi:

1.3.2.1 Menganalisis motivasi belajar anak dengan gangguan pemusatan perhatian

(hiperaktif) sebelum dan sesudah diberikan terapi bermain puzzle di TK

Melati Ceria Palangka Raya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Sebagai bahan masukan ilmiah yang dapat mendukung teori konsep yang

telah ada sehingga dapat menjadi sumber yang dapat dipertanggung jawabkan

secara ilmiah dan dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan terapi bermain pada

anak hiperaktif.

1.4.2 Praktis

1.4.2.1 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTek)

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan acuan dan dijadikan

dasar untuk memajukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi

khususnya dalam bidang kesehatan masyarakat terutama mengenai pentingnya

terapi bermain bagi anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktif .


5

1.4.2.2 Bagi tempat penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk melakukan pelayanan

kesehatan tentang terapi bermain bagi anak dengan gangguan pemusatan perhatian

hiperaktif.

1.4.2.3 Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan jika

suatu saat dilakukan penelitian dan referensi pengembangan pembelajaran, bahan

bacaan di perpustakaan dan sebagai informasi dan bahan referensi untuk

penelitian berikutnya.

1.4.2.4 Bagi responden

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan dan informasi bagi

responden yaitu aseptor sehingga lebih memahami terapi bermain bagi anak

dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktif.

Anda mungkin juga menyukai