Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akses ke pelayanan kesehatan merupakan hak asasi manusia dan
negara bertanggung jawab untuk memenuhinya. Di beberapa negara di dunia,
termasuk Indonesia, pelayanan kesehatannya tumbuh menjadi industri yang
tak terkendali dan menjadi tidak manusiawi. Mengalami hal yang oleh Badan
Kesehatan Dunia (WHO) sebagai “the commercialization of health care in
unregulated health systems”. Kondisi ini ditandai dengan maraknya
komersialisasi pelayanan dan pendidikan, yang dipicu oleh pembiayaan
kesehatan yang belum baik. Setelah deklarasi Alma Ata (1978), program
kesehatan menjadi gerakan politik universal. Deklarasi ini telah menjadi
tonggak sejarah peradaban manusia. Kesehatan diakui sebagai hak asasi
manusia tanpa memandang status sosial ekonomi, ras dan kewaranegaraan,
agama serta gender.
Pelayanan kesehatan primer atau PHC merupakan pelayanan
kesehatan essensial yang dibuat dan bisa teeerjangkau secara universal oleh
individu dan keluarga di dalam masyarakat. Fokus dari pelayanan kesehatan
primer luas jangkauannya dan merangkum beerbagai aspek masyarakat dan
kebutuhan kesehatan. PHC merupakan pola penyajian pelayanan kesehatan
dimana konsumen pelayanan kesehatan menjadi mitra dengan profesi dan ikut
serta mencapai tujuan umum kesehatan yang lebih baik.
Sebelum deklarasi Alma Ata tahun 1978 tentang Perawatan Kesehatan
Utama (PHC), Indonesia telah mengembangkan berbagai bentuk Puskesmas
di beberapa daerah. Berdasarkan penelitian pada tahun 1976 diketahui bahwa
200 masyarakat kegiatan kesehatan berbasis (CBHA) telah di terapkan dan di
laksanakan dalam masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat adalah sebagai subjek sekaligus objek dari
sistem kesehatan. dalam dimensi kesehatan, pemberdayaan merupakan proses
yang dilakukan oleh masyarakat (dengan atau tampa campur tangan pihak
luar) untuk memperbaiki kondisi lingkungan, sanitasi dan aspek lainnya yang

1
secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh dalam kesehatan
masyarakat.
Program pemberdayaan yang akan mempengaruhi kualitas hidup
adalah pemberdayaan masyarakat miskin. Faktor ini akan mampu
memutuskan ketinggalan rakyat baik dari segi pendidikan, ekonomi maupun
kesehatan. Fektor lain yang akan menjamin penguatan daya tawar dan akses
guna mendukung masyarakat untuk memperolah dan memamfaatkan input
sumber daya yang dapat meningkatkan kegiatan ekonomi adalah melakukan
penguatan lembaga dan organisasi masyarakat.
Pembangunan merupakan proses perubahan menuju peningkatan taraf
hidup dan kesejahteaan masyarakat. Seberapa jauh proses pembangunan
tersebut telah mampu menghasilkan perubahan-perubahan yang membawa
dampak pada peningkatan taraf hidup dan kesejahtraan masyarakat, diukur
dengan indikator-indikator yang umum bersifat ekonomi.
Rendahnya tingkat perubahan kondisi kehidupan masyarakat melalui
kebijakan pemerataan melahirkan paradigma pembangunan yang berpusat
pada manusia. Implementasinya tercerminpada pogram-pogram yang secara
lansung ditujukan kepada masyarakat lapisan bawah seperti pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat (pangan, sandang, papan, kesehatan, pandidikan)
maupun pogram penanggulangan kemiskinan.
Kebijakan paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia
implementasinya cukup berhasil, namun secara proses terlihat lambat akibat
masih adanya intervensi kekuasaan pemerintahan dalam menetapkan prioritas
pogram yang diperuntukkan bagi kepentinagn masyarakat dan menguatnya
dominasi kekuasaan pemerintah dalam pengololaan paradigma pemberdayaan
masyarakat.

B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah
fungsi PHC yang dapat diterapkan dalam perwatan kesehatan kelompok
lansia pada pelayanan posbindu
C. Manfaat

2
Metode yang kami gunakan dalam penulisan makalah ini diantaranya
melalui media literatur perpustakaan dan elektronik.
D. Sistematika Penulisan
Secara umum makalah ini terbagi menjadi empat bagian yaitu; Bab I
pendahuluan, Bab II konsep teori, Bab III pembahasan dan Bab IV
kesimpulan dan saran.

BAB II
KONSEP TEORI
A. Primary Heath Care
1. Perkembangan Konsep Primary Health Care (PHC)
PHC merupakan hasil pengkajian, pemikiran, pengalaman dalam
pembangunan kesehatan dibanyak negara yang diawali dengan kampanye
masal pada tahun 1950-an dalam pemberantasan penyakit menular, karena
pada waktu itu banyak negara tidak mampu mengatasi dan menaggulangi
wabah penyakit TBC, Campak, Diare dan sebagainya.
Pada tahun 1960 teknologi Kuratif dan Preventif dalam struktur
pelayanan kesehatan telah mengalami kemajuan. Sehingga timbulah
pemikiran untuk mengembangkan konsep ”Upaya Dasar Kesehatan ”.
Pada tahun 1972/1973, WHO mengadakan studi dan
mengungkapkan bahwa banyak negara tidak puas atas sistem kesehatan
yang dijalankan dan banyak isu tentang kurangnya pemerataan pelayanan

3
kesehatan di daerahdaerah pedesaan. Akhirnya pada tahun 1977 dalam
Sidang Kesehatan Sedunia ( World Health Essembly ) dihasilkan
kesepakatan ”Health For All by The Year 2000 atau Kesehatan Bagi
Semua Tahun 2000, dengan Sasaran
Semesta Utamanya adalah :”Tercapainya Derajat Kesehatan yang
Memungkinkan Setiap Orang Hidup Produktif Baik Secara Soial Maupun
Ekonomi”. Sebagai tindak lanjut, pada tahun 1978 Konferensi Alma Ata
menetapkan ”Primary Health Care” ( PHC ) sebagai Strategi Global atau
pendekatan untuk mencapai ”Health For All by The Year2000” (HFA
2000) atau Kesehatan Bagi Semua Tahun 2000 ( KBS 2000 ).

2. Definisi PHC
Primary Health Care ( PHC ) adalah pelayanan kesehatan pokok
yang berdasarkan kepada metode dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial
yang dapat diterima secara umum baik oleh individu maupun keluarga
dalam masyarakat melalui partisipasi mereka sepenuhnya, serta dengan
biaya yang dapat terjangkau oleh masyarakat dan negara untuk
memelihara setiap tingkat perkembangan mereka dalam semangat untuk
hidup mandiri (self reliance) dan menentukan nasib sendiri (self
determination).

3. Prinsip PHC
Pada tahun 1978, dalam konferensi Alma Ata ditetapkan
prinsipprinsip PHC sebagai pendekatan atau strategi global guna
mencapai kesehatan bagi semua. Lima prinsip PHC sebagai berikut :
a.Pemerataan upaya kesehatan
Distribusi perawatan kesehatan menurut prinsip ini yaitu
perawatan primer dan layanan lainnya untuk memenuhi masalah
kesehatan utama dalam masyarakat harus diberikan sama bagi semua
individu tanpa memandang jenis kelamin, usia, kasta, warna, lokasi
perkotaan atau pedesaan dan kelas sosial.
b. Penekanan pada upaya preventif

4
Upaya preventif adalah upaya kesehatan yang meliputi segala
usaha, pekerjaan dan kegiatan memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan dengan peran serta individu agar berprilaku sehat serta
mencegah berjangkitnya penyakit.
c.Penggunaan teknologi tepat guna dalam upaya kesehatan
Teknologi medis harus disediakan yang dapat diakses, terjangkau,
layak dan diterima budaya masyarakat (misalnya penggunaan kulkas
untuk vaksin cold storage).
d. Peran serta masyarakat dalam semangat kemandirian
Peran serta atau partisipasi masyarakat untuk membuat
penggunaan maksimal dari lokal, nasional dan sumber daya yang
tersedia lainnya. Partisipasi masyarakat adalah proses di mana
individu dan keluarga bertanggung jawab atas kesehatan mereka
sendiri dan orang-orang di sekitar mereka dan mengembangkan
kapasitas untuk berkontribusi dalam pembangunan masyarakat.
Partisipasi bisa dalam bidang identifikasi kebutuhan atau selama
pelaksanaan. Masyarakat perlu berpartisipasi di desa, lingkungan,
kabupaten atau tingkat pemerintah daerah. Partisipasi lebih mudah di
tingkat lingkungan atau desa karena masalah heterogenitas yang
minim.
e.Kerjasama lintas sektoral dalam membangun kesehatan
Pengakuan bahwa kesehatan tidak dapat diperbaiki oleh
intervensi hanya dalam sektor kesehatan formal; sektor lain yang
sama pentingnya dalam mempromosikan kesehatan dan kemandirian
masyarakat. Sektor-sektor ini mencakup, sekurang-kurangnya:
pertanian (misalnya keamanan makanan), pendidikan, komunikasi
(misalnya menyangkut masalah kesehatan yang berlaku dan metode
pencegahan dan pengontrolan mereka); perumahan; pekerjaan umum
(misalnya menjamin pasokan yang cukup dari air bersih dan sanitasi
dasar) ; pembangunan perdesaan; industri; organisasi masyarakat

5
(termasuk Panchayats atau pemerintah daerah , organisasi-organisasi
sukarela , dll).

4. Ciri-Ciri PHC
Adapun cirri-ciri PHC adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan yang utama dan intim dengan masyarakat
b. Pelayanan yang menyeluruh
c. Pelayanan yang terorganisasi
d. Pelayanan yang mementingkan kesehatan individu maupun
masyarakat
e. Pelayanan yang berkesinambungan
f. Pelayanan yang progresif
g. Pelayanan yang berorientasi kepada keluarga
h. Pelayanan yang tidak berpandangan kepada salah satu
aspek saja

5. Unsur Utama PHC


Tiga unsur utama yang terkandung dalam PHC adalah sebagai berikut :
a.Mencakup upaya-upaya dasar kesehatan
b. Melibatkan peran serta masyarakat
c.Melibatkan kerjasama lintas sektoral

6. Tujuan PHC
a. Tujuan Umum
Mencoba menemukan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
yang diselenggarakan, sehingga akan dicapai tingkat epuasan pada
masyarakat yang menerima pelayanan.
b. Tujuan Khusus :
1) Pelayanan harus mencapai keseluruhan penduduk yang dilayanai
2) Pelayanan harus dapat diterima oleh penduduk yang dilayani
3) Pelayanan harus berdasarkan kebutuhan medis dari populasi yang
dilayani

6
4) Pelayanan harus secara maksimum menggunkan tenaga dan
sumber – sumber daya lain dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

7. Fungsi PHC
PHC hendaknya memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut :
a.Pemeliharaan Kesehatan
b. Pencegahan Penyakit
c.Diagnosis dan Pengobatan
d. Pelayanan Tindak lanjut
e.Pemberian Sertifikat

8. Elemen-Elemen PHC
Dalam pelaksanaan PHC harus memiliki 8 elemen essensial yaitu :
a.Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan
penyakit serta pengendaliannya
b. Peningkatan penyedediaan makanan dan perbaikan gizi
c.Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar
d. Kesehatan Ibu dan Anak termasuk KB
e.Imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi utama
f. Pencegahan dan pengendalian penyakit endemic setempat
g. Pengobatan penyakit umum dan ruda paksa
h. Penyediaan obat-obat essensial

9. Tanggung Jawab Tenaga Kesehatan Dalam PHC


Tanggung jawab tenaga kesehatan dalam PHC lebih dititik beratkan
kepada hal-hal sebagai berikut :
a.Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan
implementasi pelayanan kesehatan dan program pendidikan
kesehatan
b. Kerjasama dengan masyarakat, keluarga, dan individu

7
c.Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan diri sendiri
pada masyarakat
d. Memberikan bimbingan dan dukungan kepada petugas
pelayanan kesehatan dan kepada masyarakat
e.Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat.

10. Hal-Hal Yang Mendorong Pengembangan Konsep Primary


Health Care
a. Kegagalan penerangan teknologi pelayanan medis tanpa
disertai orientasi aspek social-ekonomi-politik.
b. Penyebaran konsep pembangunan yang mengaitkan
kesehatan
dengan sektor pembangunan lainnya serta menekankan pentingnya
keterpaduan, kerjasama lintas sektor dan pemerataan/perluasan daya
jangkau upaya kesehatan.
c. Keberhasilan pembangunan kesehatan dengan pendekatan
peran serta masyarakat di beberapa negara.

B. Implementasi PHC Di Indonesia


Primary Health Care (PHC) diperkenalkan oleh World Health
Organization (WHO) sekitar tahun 70-an, dengan tujuan untuk meningkatkan
akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Di
Indonesia, PHC memiliki 3 (tiga) strategi utama, yaitu :
1. Kerjasama multisektoral.
2. Partisipasi masyarakat.
3. Penerapan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dengan
pelaksanaan di masyarakat.
Menurut Deklarasi Alma Ata (1978) PHC adalah kontak pertama
individu, keluarga, atau masyarakat dengan sistem pelayanan. Pengertian ini
sesuai dengan definisi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009, yang

8
menyatakan bahwa Upaya Kesehatan Primer adalah upaya kesehatan dasar
dimana terjadi kontak pertama perorangan atau masyarakat dengan
pelayanan kesehatan.
Dalam mendukung strategi PHC yang pertama, Kementerian
Kesehatan RI mengadopsi nilai inklusif, yang merupakan salah satu dari 5
nilai yang harus diterapkan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan,
yaitu pro-rakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih.
Strategi PHC yang kedua, sejalan dengan misi Kementerian
Kesehatan, yaitu :
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani;
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan; 3. Menjamin
ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; dan
4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
Di Indonesia, pelaksanaan Primary Health Care secara umum
dilaksanakan melaui pusat kesehatan dan di bawahnya (termasuk sub-pusat
kesehatan, pusat kesehatan berjalan) dan banyak kegiatan berbasis kesehatan
masyarakat seperti Rumah Bersalin Desa dan Pelayanan Kesehatan Desa
seperti Layanan Pos Terpadu (ISP atau Posyandu). Secara administratif,
Indonesia terdiri dari 33 provinsi, 349 Kabupaten dan 91 Kotamadya, 5.263
Kecamatan dan 62.806 desa.
Untuk strategi ketiga, Kementerian Kesehatan saat ini memiliki salah
satu program yaitu saintifikasi jamu yang dimulai sejak tahun 2010 dan
bertujuan untuk meningkatkan akses dan keterjangkauan masyarakat
terhadap obat-obatan. Program ini memungkinkan jamu yang merupakan
obat-obat herbal tradisional yang sudah lazim digunakan oleh masyarakat
Indonesia, dapat teregister dan memiliki izin edar sehingga dapat
diintegrasikan di dalam pelayanan kesehatan formal. Untuk mencapai

9
keberhasilan penyelenggaraan PHC bagi masyarakat, diperlukan kerjasama
baik lintas sektoral maupun regional, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Dalam penerapannya ada beberapa masalah yang terjadi di Indonesia.
Permasalahan yang utama ialah bagaimana primary health care belum dapat
dijalankan sebagaimana semestinya. Oleh karena itu, ada beberapa target
yang seharusnya dilaksanakan dan dicapai yaitu:
a. Memantapkan Kemenkes berguna untuk menguatkan dan
meningkatkan kualitas pelayanan dan mencegah kesalahpahaman antara
pusat keehatan dan masyarakat
b. Pusat Kesehatan yang bersahabat merupakan metode alernatif
untuk menerapkan paradigma sehat pada pelaksana pelayanan kesehatan.
c. Pelayanan kesehatan primer masih penting pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan.
d. Pada era desentralisasi, variasi pelayanan kesehatan primer
semakin
melebar dan semakin dekat pada budaya lokal.
Untuk lebih jelasnya, setelah adanya perang kemerdekaan, beberapa point
pembangunan kesehatan di Indonesia, yaitu :
1. Pelayanan preventif yang melengkapi pelayanan kuratif
2. Konsep Bandung Plan yang merupakan embrio konsep Puskesmas.
Selanjutnya lahir UU No. 9 Thn 1960 Tentang pokok-pokok kesehatan
yang pada intinya mengatakan bahwa :
“Tiap-tiap warga Negara berhak mencapai derajat kesehatan yang
setinggitingginya dan wajib di ikut sertakan dalam kegiatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah.”
Rencana pembangunan Indonesia awalnya dibagi dalam beberapa
pelita seperti :
Pelita I :
a. Perbaikan Kesehatan rakyat dipandang sebagai upaya yang
meningkatkan produktivitas penduduk.

10
b. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional.
c. Pelayanan kesehatan melalui Puskesmas.
Pelita II :
a. Trilogi pembangunan isinya meningkatkan kesadaran untuk
meningkatkan Jangkauan Kesehatan.
b. Kesadaran akan ketertiban partisipasi masyarakat dalam bidang
kesehatan.
c. Pengembangan PKMD sebagai wujud operasional dari PHC
Pelita III :
Tahun 1982 lahir Sistem Kesehatan Nasional menekankan pada
pendekatan kesisteman, kemasyarakatan, kerja sama lintas sektoral,
melibatkan peran serta masyarakat, menekankan pada pendekatan
promotif dan preventif.
Pelita IV :
a. PHC /PKMD diwarnai dengan prioritas untuk menurunkan tingkat
kematian bayi, anak dan ibu serta turunnya tingkat kelahiran.
b. Menyelenggarakan program posyandu disetiap Desa.
Pelita V :
a. Meningkatkan mutu Posyandu.
b. Melaksanakan 5 kegiatan Posyandu (Panca Krida Posyandu).
c. Sapta krida Posyandu.

1. Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)


Seperti yang terlah tertulis pada pelita III, PKMD adalah bentuk
pengembangan operasional dari PHC di Indonesia. PKMD mencakup
serangkaian kegiatan swadaya masyarakat berazaskan gotong royong,
yang didukung oleh pemerintah melalui koordinasi lintas sektoral dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan atau yang terkait dengan
kesehatan, agarmasyarakat dapat hidup sehat guna mencapai kualitas hidup
dan kesejahteraan yang lebih baik.
Upaya Kesehatan Dasar PKMD mempunyai 8 upaya kesehatan dasar
yang mencakup:

11
1. Pendidikan masyarakat tentang masalah kesehatan dan upaya
penanggulangannya.
2. Pemberantasan dan pencegahan penyakit endemik setempat.
3. Program Imunisasi
4. Kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana
5. Pengadaan obat esential
6. Pengadaan pangan dan gizi
7. Pengobatan penyakit umum dan cedera
8. Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan

Program PKMD mencakup kegiatan seperti:


1. Asuransi kesehatan
2. Pos obat desa (POD)
3. Tanaman obat keluarga (TOGA)
4. Pos kesehatan
5. Pondok bersalin Desa (Polindes)
6. Tenaga kesehatan sukarela
7. Kader kesehatan
8. Kegiatan peningkatan pendapatan (perkreditan, perikanan, industri
rumah tangga)
Program PKMD merupakan bagian integral dari pembangunan
pedesaan yang menyeluruh, dibawah naungan LKMD, sekarang namanya
BPD (Badan Perwakilan Desa). BPD bertanggung jawab terhadap sepuluh
sisi pembangunan, termasuk kesehatan dengan tujuan untuk meningkatkan
kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.

Hubungan PHC, PKMD dan Posyandu


Pendekatan PHC dimantapkan oleh adanya prioritas untuk
menurunkan tingkat kematian bayi, ibu dan tingkat kelahiran. Strategi ini
ditandai dengan pembangunan jaringan pelayanan ke tingkat masyarakat
melalui Posyandu. Posyandu mencakup tiga unsur utama PHC, yang meliputi
peran serta masyarakat, kerjasama lintas sektoral dan perluasan jangkauan
upaya kesehatan dasar. Posyandu dengan ”lima kridanya” merupakan bentuk

12
PHC atau PKMD yang berprioritas. Apabila selanjutnya memungkinkan
untuk melengkapi krida (kegiatan) Posyandu dengan kebutuhan dasar yang
lain yaitu sanitasi dasar dan penyediaan obat esensial sehingga menjadi sapta
krida Posyandu, lengkaplah upaya kesehatan dasar yang dilaksanakan melalui
Posyandu untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat penduduk guna
mencapai ”kesehatan bagi semua tahun 2000

13
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Posbindu
Posbindu Lansia adalah pos pembinaan terpadu untuk masyarakat usia lanjut
disuatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana
mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posbindu lansia merupakan
pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan keshatan bagi lansia yang
penyelenggaraannya melalui program puskesma dengan melibatkan peran serta lnasia,
keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.
Posbindu juga merupakan wadah kegiatan berbasis masyarakat untuk bersama-
sama menghimpun seluruh kekuatan dan kemampuan masyarakat untuk melaksanakan,
memberikan serta memperoleh informasi dan pelayanan sesuai kebutuhan dalam upaya
peningkatan status gizi masyarakat secara umum.
Jadi, Posbindu lansia merupakan suatu fasilitas pelayanan kesehatan yang berada
di desa-desa yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya bagi
warga yang sudah berusia lanjut.

B. Tujuan Posbindu Lansia


Menurut Erfandi (2008), Tujuan Posbindu Lansia secara garis besar adalah :
1. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia dimasyarakat, sehingga
terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia.
2. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta
dalam pelayanan kesehatan, disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat
usia lanjut.

C. Manfaat Posbindu Lansia


Manfaat dari posbindu lansia adalahpengetahuan lansia menjadi meningkat, yang
menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka
untuk selalu mengikuti kegiatan posbindu lansia sehingga lebih percaya diri dihari
tuanya.

D. Sasaran Posbindu Lansia


Sasaran posbindu lansia adalah :
1. Sasaran langsung, yaitu kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun), kelompok usia
lanjut (60 tahun ke atas), dan kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun ke
atas).
2. Sasaran tidak langsung, yaitu keluarga dimana lansia berada, organisasi sosial
yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut, masyarakat luas.

E. Kegiatan Posbindu Lansia

14
Bentuk pelayanan pada posbindu lansia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan
mental emosional, yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk
mengetahui lebih awal penyakit yang diderita atau ancaman masalah kesehatan yang
dialami.
Beberapa kegiatan pada posbindu lansia adalah :
1. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).
2. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta
penghitungan denyut nadi selama satu menit.
3. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit
gula (diabetes melitus).
4. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal
adanya penyakit ginjal.
5. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan
kelainan pada pemeriksaan butir-butir diatas.
6. Penyuluhan Kesehatan, biasa dilakukan didalam atau diluar kelompok dalam
rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah
kesehatan yang dihadapi oleh individu dan kelompok usia lanjut.
Selain itu banyak juga posbindu lansia yang mengadakan kegiatan tambahan
seperti senam lansia, pengajian, membuat kerajinan ataupun kegiatan silahturahmi antar
lansia.Kegiatan seperti ini tergantung dari kreasi kader posbindu yang bertujuan untuk
membuat lansia beraktivitas kembali dan berdisiplin diri.

F. Masalah Kesehatan pada Lansia


Masalah kesehatan pada lansia tentu saja berbeda dengan jenjang umur yang
lain karenapenyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul
akibat penyakit dan proses menua yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti sel serta mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang diderita.
Dr. Purma Siburian Sp PD, pemerhati masalah kesehatan pada
lansia menyatakan bahwa ada 14 yang menjadi masalah kesehatan pada lansia, yaitu :
1. Immobility (kurang bergerak), dimana meliputi gangguan fisik, jiwa dan faktor
lingkungan sehingga dapat menyebabkan lansia kurang bergerak. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf dan penyakit
jantung.
15
2. Instability (tidak stabil/ mudah jatuh), dapat disebabkan oleh faktor intrinsik
(yang berkaitan dengan tubuh penderita), baik karena proses menua, penyakit
maupun ekstrinsik (yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-obatan tertentu dan
faktor lingkungan. Akibatnya akan timbul rasa sakit, cedera, patah tulang yang akan
membatasi pergerakan. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan psikologik berupa
hilangnya harga diri dan perasaan takut akan terjadi.
3. Incontinence (buang air) yaitu keluarnya air seni tanpa disadari dan frekuensinya
sering. Meskipun keadaan ini normal pada lansia tetapi sebenarnya tidak dikehendaki
oleh lansia dan keluarganya. Hal ini akan membuat lansia mengurangi minum untuk
mengurangi keluhan tersebut, sehingga dapat menyebabkan kekurangan cairan.
4. Intellectual Impairment (gangguan intelektual/ dementia), merupakan kumpulan
gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat
sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas kehidupan sehari-hari.
5. Infection (infeksi), merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada
lansia, karena sering didapati juga dengan gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang
menyebabkan keterlambatan diagnosis dan pengobatan.
6. Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalencence,
skin integrity (gangguan panca indera, komunikasi, penyembuhan dan kulit),
merupakan akibat dari proses menua dimana semua panca indera berkurang
fungsinya, demikian juga pada otak, saraf dan otot-otot yang dipergunakan untuk
berbicara, sedangkan kulit menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan
trauma yang minimal.
7. Impaction (konstipasi=sulit buang air besar), sebagai akibat dari kurangnya
gerakan, makanan yang kurang mengandung serat, kurang minum, dan lainnya.
8. Isolation (depresi), akibat perubahan sosial, bertambahnya penyakit dan
berkurangnya kemandirian sosial. Pada lansia, depresi yang muncul adalah depresi
yang terselubung, dimana yang menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit
kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang, gangguan pecernaan, dan lain-lain.
9. Inanition (kurang gizi), dapat disebabkan karena perubahan lingkungan maupun
kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih
makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat), terutama karena
kemiskinan, gangguan panca indera; sedangkan faktor kesehatan berupa penyakit
fisik, mental, gangguan tidur, obat-obatan, dan lainnya.
16
10. Impecunity (tidak punya uang), semakin bertambahnya usia, maka kemampuan
tubuh untuk menyelesaikan suatu pekerjaan akan semakin berkurang, sehingga jika
tidak dapat bekerja maka tidak akan mempunyai penghasilan.
11. Iatrogenesis (penyakit akibat obat-obatan), sering dijumpai pada lansia yang
mempunyai riwayat penyakit dan membutuhkan pengobatan dalam waktu yang lama,
jika tanpa pengawasan dokter maka akan menyebabkan timbulnya penyakit akibat
obat-obatan.
12. Insomnia (gangguan tidur), sering dilaporkan oleh lansia, dimana mereka
mengalami sulit untuk masuk dalam proses tidur, tidur tidak nyenyak dan mudah
terbangun, tidur dengan banyak mimpi, jika terbangun susah tidur kembali,
terbangun pada dini hari, lesu setelah bangun di pagi hari.
13. Immune deficiency (daya tahan tubuh menurun), merupakan salah satu akibat
dari proses menua, meskipun terkadang dapat pula sebagai akibat dari penyakit
menahun, kurang gizi dan lainnya.
14. Impotence (impotensi), merupakan ketidak mampuan untuk mencapai dan atau
mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan senggama yang memuaskan
yang terjadi paling sedikit 3 (tiga) bulan. Hal ini disebabkan karena terjadi hambatan
aliran darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh
darah, baik karena proses menua atau penyakit.
Data penyakit lansia di Indonesia (umumnya pada lansia berusia lebih dari 55
tahun) adalah sebagai berikut:
a. Penyakit Cardiovascular
b. Penyakit otot dan persendian
c. Bronchitis, asma dan penyakit respirasi lainnya
d. Penyakit pada mulut, gigi dan saluran cerna
e. Penyakit syaraf
f. Infeksi kulit
g. Malaria, dll

G. Penilaian Keberhasilam Upaya Pembinaan Lansia melalui Posbindu Lansia


Menurut Henniwati, penilaian keberhasilan pembinaan lansia melalui kegiatan
pelayanan kesehatan di posbindu, dilakukan dengan menggunakan data pencatatan,
pelaporan, pengamatan khusus dan penelitian. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari :
17
1. Meningkatnya sosialisasi masyarakat lansia dengan berkembangnya jumlah orang
masyarakat lansia dengan berbagai aktivitas pengembangannya
2. Berkembangnya jumlah lembaga pemerintah atau swasta yang memberikan
pelayanan kesehatan bagi lansia
3. Berkembangnya jenis pelayanan konseling pada lembaga
4. Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi lansia
5. Penurunan daya kesakitan dan kematian akibat penyakit pada lansia

H. Faktor – faktor Permasalahan pada Posbindu Lansia


Kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan posbindu lansia, antara lain:
1. Umumnya lansia tidak mengetahui keberadaan dan manfaat dari posbindu
lansia.
2. Jarak rumah dengan lokasi posbindu lansia jauh atau sulit dijangkau.
Jarak posbindu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau posbindu
tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan
atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posbindu ini
berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi lansia.
3. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia
untuk datang ke posbindu lansia.
Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan
lansia untuk mengikuti kegiatan posbindu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator
kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar
lansia ke posbindu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal posbindu, dan berusaha
membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia.
Keluarga, bagi lansia merupakan sumber kepuasan. Data yang diambil oleh
Henniwati (2008) terhadap lansia berusia 50, 60 dan 70 tahun di Kelurahan
Jambangan, menyatakan mereka ingin tinggal ditengah-tengah keluarga. Mereka
tidak ingin tinggal di Panti Werdha. Para lansia merasa bahwa kehidupan mereka
sudah lengkap, yaitu sebagai orang tua dan juga sebagai kakek dan nenek, akan tetapi
keluarga juga dapat menjadi frustasi bagi lansia. Hal ini terjadi jika ada hambatan
komunikasi antara lansia dengan anak atau cucu, dimana perbedaan faktor generasi
memegang peranan. Ada juga lansia yang mempunyai kemandirian yang tinggi untuk
hidup sendiri karena keinginan untuk hidup tanpa merepotkan orang lain.13
18
4. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posbindu.
Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas
kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posbindu. Dengan sikap
yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang
diadakan di posbindu lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang adalah
suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan merupakan
kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu
dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respon.
5. Posbindu Lansia.
Petugas kesehatan harus mampu berkomunikasi dengan efektif, baik dengan
individu atau kelompok maupun masyarakat, petugas kesehatan juga harus dapat
membina kerjasama dengan semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan posbindu,
serta untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan lansia pada hari buka
posbindu yaitu penimbangan, pengukuran tekanan darah, pencatatan/ pengisian
KMS, penyuluhan dan pelayanan kesehatan sesuai kewenangannya dan pemberian
PMT, serta dapat melakukan rujukan jika diperlukan
Untuk meningkatkan citra petugas kesehatan, maka harus dipehatikan dalam
hal sebagai berikut:
a) Meningkatkan kualitas diri sebagai seorang yang dianggap masyarakat,
yang dapat memberi informasi terkini tentang kesehatan.
b) Melengkapi diri dengan keterampilan yang memadai dalam pelayanan
di Posbindu.
c) Membuat kesan pertama yang baik dan memperhatikan citra yang
positif.
d) Menetapkan dan memutuskan perhatian secara cermat pada kebutuhan
masyarakat.
e) Menampilkan diri sebagai bagian dari anggota masyarakat itu sendiri.
f) Mendorong keinginan masyarakat untuk datang ke Posbindu

19
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Posbindu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat (UKBM) yang dibentuk oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan
kebutuhan masyarakat itu sendiri, khususnya penduduk usia lanjut. Posbindu
kependekan dari Pos Pembinaan Terpadu, program ini berbeda dengan Posyandu,
karena Posbindu dikhususkan untuk pembinaan para orang tua baik yang akan
memasuki masa lansia maupun yang sudah memasuki lansia.
B. Saran
Pemahaman dan keahlian dalam aplikasi Pos Pembinaan Terpadu
(POSBINDU) merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan yang harus dimiliki
oleh tenaga kesehatan agar dapat mengaplikasikannya serta berinovasi dalam
pemberian konseling pada pasien. Ini akan mendukung profesionalisme dalam
wewenang dan tanggung jawab dokter, perawat serta bidan sebagai bagian dari
tenaga medis yang memberikan pelayanan secara komprehensif.

20
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2006. Pedoman pelatihan kader kelompok usia lanjut bagi petugas kesehatan.
Direktorat kesehatan keluarga.

Itachi, Uciha. 2013.’ Posbindu’. Sumber : http://macrofag.blogspot.com. Diakses Tanggal 20


Oktober 2018.

Notoadmodjo, Soekidjo. 2003, Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta:


Rineka Cipta

Rahayu, Y.,P., 2012. Posbindu Lansia. Diakses Tanggal 20 Oktober 2018. Sumber :
http://duniapintardancemerlang.blogspot.com.

21

Anda mungkin juga menyukai