Anda di halaman 1dari 61

Seminar Kasus

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Diagnosa Medis Sindrom Nefrotik di Ruang
Rawat Inap Bona 1 RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Disusun oleh :
Kelompok C3b

Natalia Haris Krisprimada 131813143012


Nadhia Putri Ulva Sari 131813143069
Navisa Khoirunisa 131813143031
Nevia Ratri Indriani 131813143030
Niken Ariska Prawesti 131813143066
Nining Ambarwati 131813143027
Novita Anggraeni Astuti 131813143004

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan pada An.R dengan diagnosa medis Sindroma Nefrotik di
Ruang Rawat Inap Bona 1 RSUD Dr. Soetomo yang telah dilaksanakan pada tanggal 07-18
Januari 2019 dalam rangka praktik profesi Keperawatan Anak.
Telah disetujui untuk dilaksanakan seminar kasus Keperawatan Jiwa.

Surabaya, 18 Januari 2019


Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Dr. Yuni Sufyanti, S.Kep., M.Kes Dwi Endah M, S.Kep.,Ns.


NIP. 197806062001122001 NIP. 196704121997032003

Mengetahui,
Kepala Ruangan

Erna Supatmini,S.Kep.,Ns.
NIP. 197111301994032005
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan berkah dan rahmat yang diberikan, sehingga proposal seminar
dalam rangka pelaksanaan profesi keperawatan anak yang berjudul “Laporan asuhan
keperawatan pada An.R dengan diagnosa medis Sindroma Nefrotik” ini dapat terselesaikan.
Dalam menyusun proposal ini, tentunya berbagai hambatan telah dialami.
Oleh karena itu, terselesaikannya laporan seminar ini bukan semata-mata karena
kemampuan individual belaka, melainkan karena adanya dukungan dan bantuan
dari pihak-pihak terkait. Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketulusan hati
disampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Erna Supatmini, S.Kep.Ns selaku kepala ruangan ruang rawat inap Bona 1 RSUD Dr.
Soetomo Surabaya
2. Dr. Yuni Sufyanti, S.Kep., M.Kep selaku Pembimbing Akademik
3. Dwi Endah M., S.Kep,Ns selaku Pembimbing Klinik yang sudah memberikan waktu dan
ilmunya kepada mahasiswa selama profesi.
4. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Dalam penyusunannya, disadari bahwa pengetahuan dan pengalaman yang


dimiliki masih sangat terbatas, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif
sangat diharapkan demi kesempurnaan proposal berikutnya. Dan akhir kata,
semoga makalah ini dapat memberi manfaat untuk kita semua.

Surabaya, 18 Januari 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Sindrom nefrotik adalah merupakan manifestasi klinik dari glomerulonestritis (GN)


ditandai dengan gejala edema, proteinuria pasif > 3,5g/hari, hipoalbuminemia <3,5g/dl,
lipiduria dan hiperkolestromia. Kadang-kadang terdapat hematuria,hipertensi dan penurunan
fungsi ginjal, sindrom nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan
perbandingan pasien wanita dan pria 1:2 (Nurarif & Kusuma, 2016). Di klinik (75 % - 80 %)
kasus Sindroma Nefrotik merupakan Sindroma Nefrotik Idiopatik. Pada anak-anak (<16
tahun) paling sering ditemukan nefropatik lesiminimal (75 % - 85 %) dengan umur rata-rata
2,5 tahun, 80 % < 6 tahun saat diagnosis di buat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada
wanita.

Sindroma nefrotik (SN) merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan
diIndonesia. Angka kejadian SN pada anak tidak diketahui pasti, namun diperkirakan pada
anak berusia dibawah 16 tahun berkisar antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap
1.000.000 anak. Sindroma nefrotik tanpa disertai kelainan sistemik disebut SN primer,
ditemukan pada 90% kasus SN anak. Insiden sindroma nefrotik primer ini 2 kasus per tahun
tiap 100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 tiap
100.000 anak kurang dari 14 tahun. Rasio antara laki-lakidan perempuan pada anak sekitar
2:1 (Depkes RI, 2012)

Berdasarkan kelainan histopatologis, SN pada anak yang paling banyak ditemukan


adalah jenis kelainan minimal. International Study Kidney Disease inChildren ( ISKDC )
melaporkan 76% SN pada anak adalah kelainan minimal. Apabila penyakit SN ini timbul
sebagai bagian dari penyakit sistemik dan berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut
sindroma nefrotik sekunder.

Pada makalah ini akan dibahas asuhan keperawatan yang dilakukan pada anak dengan
kasu sindrom nefrotik di Ruang Bona 1 RSUD Dr. Soetomo Surabaya berdasarkan literatur.

1.2 Rumusan Masalalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat membuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. BagaimanakonsepdasarteoriSindrom Nefrotik?
2. BagaimanaasuhankeperawatanSindrom Nefrotiksecarateoritis ?
3. BagaimanaasuhankeperawatankasusberdasarkanSindrom Nefrotik?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum:
Mengetahui dan memahami konsep darsar Sindrom Nefrotik dan Asuhan Keperawatan
gangguan Sindrom Nefrotik
b. Tujuan khusus :
1. Untuk mengetahui letak anatomi dan fisiologi ginjal
2. Untuk mengetahuidefinisiSindrom Nefrotik pada anak
3. Untuk mengetahui epidemiologi Sindrom Nefrotik pada anak
4. Untuk mengetahui etiologi penyakit Sindrom Nefrotik pada anak
5. Untuk mengetahui patofisiologi dan woc Sindrom Nefrotik pada anak
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis Sindrom Nefrotik pada anak
7. Untuk mengetahui klasifikasi Sindrom Nefrotik pada anak
8. Dampak sindrom nefrotik pada anak
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Sindrom Nefrotik
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan Sindrom Nefrotik
11. Untuk mengetahui komplikasi Sindrom Nefrotik
12. Untuk mengetahui pengkajian teori Sindrom Nefrotik
13. Untuk mengetahui diagnosa teori Sindrom Nefrotik
14. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori Sindrom Nefrotik
15. Untuk mengetahui pengkajian berdasarkan kasus Sindrom Nefrotik
16. Untuk mengetahui diagnosa berdasarkan kasus Sindrom Nefrotik
17. Untuk mengetahui asuhan keperawatan berdasarkan kasus Sindrom Nefrotik

1.4 Manfaat
1. Masyarakat
Untuk mengetahui bagaimana mengetahui penyebab penyakit Sindrom Nefrotik dan
bagaimana mencegah penyakit Sindroma Nefrotik.
2. Mahasiswa Keperawatan
Untuk mengetahui dan memahami penyakit Sindroma Nefrotik sehingga dapat
menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumahsakit.
3. Perawat
Sebagai bahan kajian dan informasi bagi mahasiswa serta menambah wawasan
tentang Sindroma Nefrotik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitonel dengan
panjang ± 11-12 cm, di samping kiri kanan vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih
rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh.
Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal
kiri setinggi vertebra lumbalis III. Pada fetus dan infant, ginjal berlobulasi. Makin bertambah
umur, lobulasi makin kurang, sehingga waktu dewasa menghilang. Parenkim ginjal terdiri
atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18
buah, rata-rata12 buah.
Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh columna bertini. Dasar piramid di tutup oleh korteks,
sedang puncaknya (papila marginalis) menonjol kedalam kaliks minor. Beberapa kaliks
minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor /
minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter. Korteks
sendiriterdiri atas glomerulus dan tubuli, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli.
Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk nefron, satu unit nefron terdiri dari glomerulus,
tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang di masukkan pula duktus
koligentes) (Price, 2001).
Tiap ginjal mempunyai ± 1,5 – 2 jutanefron, berarti pula ± 1,5 – 2 juta juta
glomeruli.Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat
dimulai, filtrat adalah isotonik dengan plasma pada angka 285 mosmol.
Pada akhir tubulus proksimal 80% filtrat telah diabsorbsi, meskipun konsentrasinya
masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden
lengkung henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi
makin lama makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung,
saat filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya
isoosmotik denganplasma darah pada ujung duktus mengumpul.
Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat
meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya
sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih (Price, 2001).

2.2 Fisiologi Ginjal


Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat
penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini
sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac
output.
Menurut Syarifuddin (2002) “ Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zattoksik atau racun;
mempertahankan keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa
dari cairan tubuh; mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh;
mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein ureum, kreatinin dan amoniak”. Tiga
tahap pembentukan urine :
a. Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler
tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma
yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit,
asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow)
adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari
plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini
dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). GFR normal
dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas permukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-
90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari
perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan
hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan
oleh tekananhidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah.
Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-teka
nan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
b. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan
air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-
zat yang sudah difiltrasi.
c. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui
tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam
tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam
urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi
hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium
keluar daricairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular
“perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium
harus disekresi dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES)
dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus
distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan
lainnya.
Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan
hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika
asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik

2.3 Definisi
Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemiadan hiperkolesterolemia,kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi, dan
penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2005).
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas glumerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria,
hipoalbumenemia, hiperlipidemia, dan edema (Betz, Cecily dan Sowden, Linda. 2002).
Sindroma Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri oleh glomerular
yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria,hipoproteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindroma Nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif
(lebih dari 50 mg/kg BB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/ 100 ml) yang
disertai atau tidak di sertai dengan edema dan hiperkolesterolemia (Rauf, 2002).
Sindrom nefrotik adalah merupakan manifestasi klinik dari glomerulonestritis (GN)
ditandai dengan gejala edema, proteinuria pasif > 3,5g/hari, hipoalbuminemia <3,5g/dl,
lipiduria dan hiperkolestromia. Kadang-kadang terdapat hematuria,hipertensi dan penurunan
fungsi ginjal, sindrom nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan
perbandingan pasien wanita dan pria 1:2 (Nurarif & Kusuma, 2016).
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
sindroma nefrotik pada anak adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris
yang massif, dengan karakteristik : proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, disertai
atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia.

2.4 Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap
sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Menurut
Ngatisyah 2005 ada 3 etiologi yaitu:
a. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah
edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun
tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.

b. Sindrom nefrotik sekunder


Disebabkan oleh:
1. Malaria kuartana atau parasit lain.
2. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3. Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah,
racun oak, air raksa.
5. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
c. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu:
kelainan minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan
glomerulosklerosis fokal segmental.

2.5 Epidemiologi
Sindrom ini dapat mengenai semua umur, tetap sebagian besar (74%) dijumpai pada usia
2-7 tahun. (1) Kasus sindrom nefrotik pada anak paling sering ditemukan pada usia 18 bulan-4
tahun. (2) kejadian sindrom nefrotik pada anak sekitar 1-2/100.000 anak. (3) Rasio laki-
laki:perempuan = 2:1, sehingga dikatakan pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar
1:1.

2.6 TandadanGejala
Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:
a. Oedem umum (anasarka), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
b. Proteinuria dan albuminemia.
c. Hipoproteinemi dan albuminemia.
d. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
e. Lipid uria.
f. Mual, anoreksia, diare.
g. Anemia, pasien mengalami edema paru.
2.7 Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak
dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat
dengan mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik,
purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan
neoplasma limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang
terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan
proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi
pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
d. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh
karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui
yang terkait dengan hilannya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada
sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang
sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari
albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar
albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara
fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic
intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan
oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang
diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun
dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan
system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan
mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan
aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan
hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini
mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium
dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002: 383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan
lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang
sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun
karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan
arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002)

e. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,
sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya
meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring
dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
Klorida, fsfat dan magnesium meningkat.
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

f. Penatalaksanaan
a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak
berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan
tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
b. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari
dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan
edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang
seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan
kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3
gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan
bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma
terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus
dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut,
menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus
dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak
menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk
mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
e. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin
juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena.
Monitor nadi dan tekanan darah.
f. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami
infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang
menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
g. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan
harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
h. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan
penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini
menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan
masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua
sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan
frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di
rumahn sakit.
g. Komplikasi
Komplikasi yang sering menyertai penderita SN antara lain (Suharyanto & Madjid,
2013) :
1. Infeksi sekunder
Terjadi akibat kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia
2. Syok
Terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1gm/100ml)>
3. Trombosis vaskuler
Mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen
plasma atau faktor V, VII, VIII, dan X. Trombus lebih sering terjadi di sistem vena
apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid
4. Gagal ginjal akut, akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan
didalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan didalam intravaskuler.
5. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-paru
yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.

2.8 FASE TUMBUH KEMBANG ANAK


I. Masa Neonatus
Masa baru lahir, merupakan perkembangan yang terpendek dalam kehidupan. Dimulai
sejak lahir dan berakhir umur 2 minggu. Dibagi dalam 2 masa :
1. masa pertunate
berlangsung 15-30 menit pertama sejak lahir sampai tali pusat dipotong
2. masa neonate
telah menjadi individu yang terpisah dan berdiri sendiri. Masa ini terjadi penyesuaian
terhadap lingkungan yang baru. Ada 4 penyesuaian utama yang harus dilakukan sebelum
anak memperoleh kemajuan perkembangan, yaitu : perubahan suhu, pernafasan,
menghisap da menelah serta pembuangan melalui organ sekresi. Keempat penyesuaian
tersebut terlihat nyata dengan penurunan berat badan fisiologis selama minggu pertama –
kedua, yaitu 5% - 10% dari berat badan lahir.
II. Masa Bayi
Masa antara usia 1 bulan -1 tahun. Disebut periode vital, artinya bahwa periode ini
mempunyai makna mempertahankan kehidupannya untuk dapat melaksanakan
perkembangan selanjutnya. Dengan beberapa kemampuan, yaitu : instink, reflek dan
kemampuan belajar.
1. Instink
Kemampuan yang telah ada sejak lahir, sifatnya psikofisis untuk dapat bereaksi terhadap
lingkungan melalui rangsangan-rangsangan tertentu dengan cara khas, tanpa bekerja atau
berpikir lebih dahulu. Contohnya : reaksi senyum bila ibu mengajak bayi berbicara
walaupun belum mengerti kata-kata yang diucapkan, bayi bereaksi ketakutan bila ada
orang yang mendekati dengan sikap marah.
2. Reflek
Suatu gerakan yang terjadi secara otomatis atau sepontan tanpa disadari, pada bayi
normal. Macam-macam reflek pada usia bayi :
1. tonic neck reflek
gerakan sepontan otot kuduk pada bayi normal. Bila bayi ditengkurapkan maka secara
sepontan akan memiringkan kepalanya.
2. rooting reflek
bila menyentuh daerah bibir maka akan segera membuka mulut dan memiringkan kepala
kearah tersebut. Bila menyentuhkan dot atau putting susu keujung mulutnya, gerakan ini
kemudian diikuti dengan gerakan menghisap.
3. grasp reflek
bila jari kita menyentuh telapak tangan bayi, maka jari-jarinya akan langsung
menggenggam dengan kuat.
4. moro reflek
sering disebut sebagai reflek emosional. Bila bayi diangkat seolah-olah menyambut dan
mendekap orang yang yang mengangkatnya tersebut. Bila bayi dingkat secara kasar
maka dia akan menabgis dengan kuat.
5. startle reflek
reaksi emosional beberapa hentakan dan gerakan seperti mengejang pada lengan dan
tangan dan sering diikuti dengan tangis yang menunjukkan rasa takut. Bisa disebabkan
suara-suara yang keras dengan tiba-tiba, cahaya yang kuat atau perubahan suhu
mendadak.
6. stapping reflek
suatu reflek kaki spontan apabila bayi diangkat tegak dan kakinya satu persatu
disentuhkan pada suatu dasar maka bayi akan melakukan gerakan melangkah, bersifat
reflek seolah belajar berjalan.
7. doll’s eyes reflek
bila kepala bayi dimiringkan maka mata juga akan bergerak miring mengikuti, seperti
mata boneka.
Pertumbuhan gigi
1. fase gigi sulung/susu
gigi pada bayi baru lahir meskipun tidak kelihatan tapi sudah ada dalam rahang. Gigi
mulai terlihat (tumbuh) pada usia 6 bulan dan lengkap usia 2,5-3 tahun. Jumlah gigi susu
20 buah, terdiri dari :
- gigi seri (incivus) I dan II = 8 buag
- gigi taring (caninus) = 4 buah
- gigi geraham (molar) I dan II = 8 buah
2. fase gigi peralihan
keadaan dimana gigi tetap/permanent telah tumbuh disamping gigi sulung. Kurang lebih
pada usia 6 tahun gigi permanent yang pertama akan tumbuh disamping gigi sulung.
Tumbuhnya tetap dibelakang geraham-geraham gigi sulung yang terakhir dan sering
dianggap gigi sulung juga. Kemudian

antara umur 6-12 tahun gigi suslung berangsur-angsur lepas dan diganti dengan gigi
permanent. Umur terlepasnya gigi sulung :
- gigi seri sulung tengah kira-kira 7,5 tahun.
- Gigi seri sulung samping kira-kira 8 tahun.
- Gigi taring kira-kira 11,5 tahun.
- Gigi geraham sulung I kira-kira 10,5 tahun.
3. fase gigi tetap/permanen
Perkembangan panca indra
I. Perabaan
Sejak lahir sudah mempunyai indra perabaan, buktinya :
- Begitu lahir merasa dingin lalu menangis
- Dapat merasakan perabaan dari seseorang dan merasa enak/aman atau tidak.
II. Penglihatan
- Bayi hanya dapat membedakan gelap dan terang, lambat laun akan menjadi
baik pada usia 1 bulan dapat mengikuti sinar.
- Apabila sampai dengan usia 3 bulan belum dapat mengikuti arah baying-
bayang sinar berarti bayi tersebut bermasalah dalam penglihatan.
III. Pendengaran
- Pada waktu lahir belum ada pendengaran, setelah 1 bulan barundapat
mengetahui letak letak suara.
- Apabila sampai dengan usia 9-10 bulan belum bisa mendengar berarti bayi
tersebut bermasalah dalam pendengaran.
IV. Penciuman
Belum bisa membedakan bau kecuali menyatakan dengan kekhususan/perasaannya
V. Rasa
Panca inra yang paling lambat berkembang. Sesudah 1-2 tahun. Yaitu setelah
mempunyai perasaan like dan dislike.

Pertumbuhan otak
Kenaikan berat otak anak (lazuardi, 1984)
UMUR KENAIKAN BERAT OTAK
6 s/d 9 bulan kehamilan
lahir - 6 bulan
6 bulan -3 tahun
3 tahun - 6 tahun 3 gr / 24 jam
2 gr / 24 jam
0,35 gr / 24 jam
0,15 gr / 24 jam
Pertumbuhan otak tercepat adalah trimester III kehamilan sampai 5 – 6 bulan pertama
setelah lahir. Jaringan otak dan system syaraf tumbuh secara maksimal selama 2 tahun.
Perkembangan fungsional
Perkembangan fungsional atau ketrampilan , artinya tahap pergerakan yang terjadi
karena koordinasi atau kerja sama antara bermacam-macam pergerakan melalui
kematangan belajar, kematangan alat-alat tulang, sumsum syaraf dan perbuatan proporsi
tubuh. Maka anak telah siap untuk menggunakan tubuhnya secara terkoordinasi. Proses
ini dimulai dari otot-otot kepala ke anggi\ota badan. Ada 4 macam perkembangan
fungsional, yaitu merangkak, duduk, berdiri dan manipulasi.
Perkembangan social
- Tingkah laku social diartikan bagaimana seorang anak berinteraksi terhadap
orang-orang sekitarnya, pengaruh hubungan itu pada dirinya dan penyesuaian dirinya
terhadap lingkungan.
- Segera setelah lahir hubungan bayi dan orang sekitarnya mempunyai yang
sangat penting. Hubungan ini terjadi melalui sentuhan atau hubungan kulit.
- Bulan kedua bayi mulai mengenal muka orang yang paling dekat (ibu). Ia
mulai tersenyum sebagai suatu cara mengatakan kesenangannya.
- Sekitar umur 6 bulan mulai mengenal orang-orang disekitarnya dan
membedakan orang-orang yang asing baginya.
- Umur lebih dari 7 bulan mulai kontak aktif dengan orang lain yaitu dengan
menunjukkan kemauannya. Contohnya : berteriak-teriak minta perhatian, mulai
memperhatikan apa yang dikerjakan orang disekitarnya.
- Akhir bulan ke 10 mulai mengobrol dengan ibunya dan menirukan suku kata
dan nada .
- Akhir tahun pertama hubungan kontak orang tua dan bayinya sedemikian
jauhnya sehingga dapat diajak bermain.
- Umur 18 bulan dimulai adanya kesadaran akan saya dan keinginan untuk
menjelajahi dan menyelidiki terhadap lingkungan sangat besar yang akan menimbulkan
persoalan, si anak akan akan mulai dihadapkan dengan orang-orang yang menyetujui dan
menghalangi maunya.
- Tahun kedua keinginan untuk berdiri sendiri dan penolakan terhadap otoritas
orang dewasa kurang menarik, oleh karena itu kehidupan anak terpusat dilingkungan
rumah. Maka dasar-dasar tingkah laku socialnya dan sikap–sikapnya disamai dirumah.
Perkembangan emosi
Kebutuhan utama agar mendapatkan kepercayaan dan kepastian bahwa si anakditerima
dilingkungannya. Kehadirannya sangat diinginkan dan dikasihi yang nantinya menjadi
dasar untuk pecaya pada diri sendiri.
- Dimulai dengan hubungan yang erat antara orang tua dan bayi : mengelus-
elus, memeluk, rooming-in.
- Proses selanjutnya ibu secara sadar atau tidak sadar menentukan batas
banyaknya kepuasan yang akan diberkan kepada si anak, karena dipengaruhi kebutuhan-
kebutuhan keluarga.
- Adanya batas-batas itu menjadikan anak stress dan frustasi yang sewaktu-
waktu dapat diringankan oleh ibunya.
- Akibat dari interaksi antara ibu dan anak ini organisasi mental anak
berkembang, yaitu anak belajar untuk membedakan dirinya dengan oramg lain.
Perkembangan bahasa
Ada 3 bentuk pra bahasa normal dalam perkembangan bahasa, yaitu : menangis,
mengoceh, isyarat. Dalam 2 bulan pertama kehidupannya masih banyak cara menyatakan
keinginan dengan menangis. Umur 3-4 bulan suara-suara bernada rendah diucapkan pada
saat terbangun. Akhir bulan ke 4 bayi dapat diajak bermain dan tertawa keras. Umur 5-6
bulan mulai mengobrol dengan caranya sendiri yaitu dengan mengeluarkan suara-suara
yang nadanya keras, tinggi dan perlahan. Umur 9 bulan bayi mulai mengeluarkan suku
kata yang diulang, seperti wawa, papa, mama, sebagai usaha pertama untuk bicara. Pada
umur 10-11 bulan bila ditanyakan dimana bapak, ibu atau mainannya ia akan mencari
dengan mata dan memalingkan kepalanya. Pada umur 11-13 bul;an mulai terjadi
perubahan penting, ia mulai menghubungkan kata-kata. Sekitar umur 1 tahun sudah
dapat mengerti kata-kata, kalimat-kalimat sederhana secara berulang sehingga ia
mendapat kesempatan untuk melatih dirinya.
Perkembangan bicara
Pra bicara.
1. meraban (6-7 minggu)
merupakan suatu pemainan dengan tenggorokan, mulut bibir sehingga suara menjadi
lembut dan menghasilkan bunyi.
2. kalimat satu kata (1-18 bulan)
3. haus akan nama
4. membuat kalimat
5. mengenal perbandingan

Bicara dalam kalimat yang panjang dan sempurna


1. bicara egosentris (2-7 tahun)
isi bicara lebih mengenai diri sendiri.
2. bicara sosial
peralihan dari bicara ego social ke bicara yang berlaku di dalam masyarakat.

III. Masa Kanak-kanak


Masa pra sekolah
1. perkembangan fisik
pertumbuhan dtempo yang lambat. Berat badan bertambah kurang lebih 0,5 – 2,5
kg/tahun. Tinggi badan bertambah kurang lebih 7,5 cm/tahun.
2. perkembangan psikis
periode estitis yang berarti keindahan.
Periode ini ada 3 ciri khas yang tidak ada pada periode lain, yaitu : perkembangan emosi
dengan kegembiraan hidup, kebebasan dan fantasi. Ketiga unsure tersebut berkembang
dalam bentuk ekspresi permainan, dongeng, nyanyian dan melukis.
Periode penggunaan lingkungan.
Ia telah siap untuk menjelajahi lingkungan. Ia tidak puas sebagai penonton. Ia ingion
tahu lingkungannya.
Periode trotz altor.
Periode keras kepala, suatu periode diomana kemauannya sukar diatur, membandel dan
tidak dapat dipaksa.
Perkembangan emosi merupakan periode yang ditandai dengan “Tempe tantrum” yaitu
rasa takut yang kuat, marah, rasa ingin tahu, kasih sayang dan kegembiraan.
Masa sekolah
1. periode intelektual
2. minat
3. the sense of accomplithment (kemampuan menyesuaikan)
4. bermain
5. pemahaman
6. moral
7. hubungan keluarga
b. Dampak pada anak
a. Terapi
Dengan pemberian prednison atau imunosupresan lain dalam jangka waktu lama, maka
perlu dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat.
Prednison dapat menyebabkan hipertensi atau efek samping lain, dan siklofosfamid
dapat menyebabkan depresi sumsum tulang dan efek samping lain. Pemeriksaan
tekanan darah perlu dilakukan secara rutin apabila terjadi hipertensi, prednison
dihentikan dan diganti dengan imunosupresan lain dan hipertensi diatasi dengan obat
anti hipertensi. Pada pemakaian siklofosfamid diperlukan pemeriksaan darah setiap
minggu. Jika terjadi depresi sumsum tulang (leukosit<3.000/ul)>> 5000/ul.
b. Tumbuh kembang
Gangguan tumbuh kembang dapat terjadi sebagai akibat penyakit sindroma nefrotik
sendiri atau efek samping pemberian obat prednison secara berulang dalam jangka lama.
Selain itu penyakit ini merupakan keadaan imunokompromais sehingga sangat rentan
infeksi. Infeksi yang berulang dapat mengganggu tumbuh kembang anak.

c. Diagnosa Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas `
Sindrome nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 th dengan
perbandingan pasien wanita dan pria 1:2 (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)
2) Status kesehatan saat ini
a. Keluhan Utama
Di tandai dengan gejala edema / odeme anasarka (Amin Huda Nurarif, Asuhan
Keperawatan Praktis, 2016, hal. 130)
b. Alasan Masuk Rumah Sakit
Edema, kadang-kadang mencapai 40% dari berat badan,dan didapatkan edema
anasarka (Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 143).
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengalami tanda edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperlipidermia
(Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 139).

d. Riwayat Penyakit Sebelumnya


Biasanya memiliki diabetes (yang telah berlangsung lama), glomerulonefritis
(lesiminimal, membranosa, fokalsegmental) ,amiloid ginjal (primer, mieloma),
penyakit autoimun, misalnya SLE (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga sebab sindrome nefrotik
bukan penyakit menular
f. Riwayat pengobatan
Penyebab sekunder akibat obat misalnya obat antiinflamasi non-steroid atau
preparat emas organik. (Prodjosudjadi, 2010, hal. 999
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran
Adanya edema (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah normal (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)
c. Body System
1) Sistem pernafasan
Penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura
(Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 140). Ketidakefektifan pola nafas berdasarkan
ekspansi paru tidak maksimal ditandai dengan asites,dyspnea (Nurarif &
Kusuma, 2016, hal. 132)
2) Sistem kardiovaskuler
Penurunan curah jantung berdasarkan perubahan afterload, kontraktilitas dan
frekuensi jantung (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 132)
3) Sistem persarafan
Ditemukannya hipertensi ringan (Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 143)

4) Sistem perkemihan
Beberapa pasien mungkin mengalami dimana urine berbusa, akibat penurunan
tekanan permukaan akibat proteinuria (Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 141)
5) Sistem pencernaan
Biasanya pada pasien, dengan nefrotik sindrom pada sistem pencernaan
ditemukan adanya nyeri pada abdomen (Suriadi, 2010, hal. 201)
6) Sistem integument
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan
pertahanan tubuh (Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 143)
7) Sistem musculoskeletal
Gangguan metabolisme kalsium dan tulang sering dijumpai pada sindrom
nefrotik (Prodjosudjadi, 2010, hal. 999)
8) Sistem endokrin
Biasanya tidak ditemukan komplikasi pada sistem endokri
9) Sistem reproduksi
Sistem reproduksi normal
10) Sistem penginderaan
Terjadi edema pada tangan dan kaki yang berfungsi sebagai indera peraba
(Nugroho, 2011, hal. 100)
11) Sistem imun
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan
oleh karena hypoalbuminemia, hyperlipidermia atau defisiensi seng (Suriadi,
2010, hal. 199)
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan elektrolit,kreatinin,bersihan kreatinin,tes dipstik urine.
b. USG saluran ginjal
c. Immunoglobulin (elektroforesis protein), glukosa, ANF,ANCA.
d. Biopsy ginjal (untuk mengetahui penyebab proteinuria) (Nurarif & Kusuma, 2016,
hal. 131)

4. Prioritas Diagnosa Keperawatan


a. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma.
b. Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.
d. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif.
e. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan.
f. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.
g. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan.
h. Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
5. Perencanaan Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma (Wong, Donna L,
2004)
Tujuan : tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan
keseimbangan intake dan output.
Kriteria Hasil : menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi
peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.
Intervensi:
1) Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan
2) Observasi perubahan edema
3) Batasi intake garam
4) Ukur lingkar perut
5) timbang berat badan setiap hari
b. Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru (Doengoes, 2000) Kolaborasi
pemberian obat-obatan sesuai program dan monitor efeknya
Tujuan : Pola nafas adekuat
Kriteria Hasil : Frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal
Intervensi:
1) auskultasi bidang paru
2) pantau adanya gangguan bunyi nafas
3) berikan posisi semi fowler
4) observasi tanda-tanda vital
5) kolaborasi pemberian obat diuretik
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999)
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil : tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang
adekuat, mempertahankan berat badan
Intervensi:
1) tanyakan makanan kesukaan pasien
2) anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan
3) pantau adanya mual dan muntah
4) bantu pasien untuk makan
5) berikan makanan sedikit tapi sering
6) berikan informasi pada keluarga tentang diet klien
d. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif. (Carpenito, 1999).
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam
batas normal, leukosit dalam batas normal.
Intervensi:
1) cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
2) pantau adanya tanda-tanda infeksi
3) lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasif
4) anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien
5) kolaborasi pemberian antibiotic
e. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004)
Tujuan : pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi
Kriteria Hasil : menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan
kemampuan, mendemonstrasikan peningkatan toleransi
aktivitas
Intervensi:
1) pantau tingkat kemampuan pasien dalan beraktivitas
2) rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap
3) anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
4) berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien
f. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004)
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria Hasil : integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit
Intervensi:
1) inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi
2) berikan bedak/ talk untuk melindungi kulit
3) ubah posisi tidur setiap 4 jam
4) gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.
g. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004).
Tujuan : tidak terjadi gangguan body image
Kriteria Hasil : menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan perubahan
konsep diri tanpa harga diri negatif
Intervensi:
1) gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya
2) dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi
3) berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak
h. Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi. Commented [MOU1]: Bagaimana perjalanan masalah ini di SN?

Tujuan : tidak terjadi diare


Kriteria Hasil : pola fungsi usus normal, mengeluarkan feses lunak
Intervensi:
1) observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses
2) identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada pasien
3) berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serap.
Primer: Sekunder:
1. Penyakit kongenital 1. Setelah penyakit infeksi
2. Sindrom nefrotik jenis 2. Toksositas obat
finnish (diwariskan) 3. Toksositas radiokontras
3. Sindrom nefrotik celup
perubahan minimal (jenis 4. Penyakit vascular
yang paling sering terjadi) 5. Sindrom hemolitik uremic
6. Penyakit sistemik
7. Terpajan obat atau logam
berat
 Permeabilitas glomerulus8. Lupus eritemastosus sistemik
terhadap protein plasma

Sindrom nefrotik

Kehilangan protein plasma


(albumin)

Hipoalbuminemia Keseimbangan Protein Terjadi perningkatan


protein negative tromboregulator sintesis lipid dan
dan malnutrisi terbuang dalam apolipoprotein di hati
Tekanan osmotic urin
plasma  protein dan penurunan
Tekanan hidrostatik  katabolisme kilomikron
Sintesis dan lipoprotein
Pengeluaran Ig G fibrinogen dalam
Akumulasi cairan di berdensitas VLDL
& Ig A hati
dalam rongga
interstisial & rongga
abdomen Zat liporegulator hilang
Sistem imun  Trombosis vena
dalam urine
di ginjal
Hipovolemik
MK: Risiko
Nyeri pinggang  Kolesterol-LDL dan
infeksi
dan Hematuria VLDL dalam plasma
Stimulasi system
darah
renin - angiotensin
MK: Nyeri
 Sekresi ADH & Infeksi berulang
Aldosteron

Gangguan
 Retensi Na & air tumbuh kembang
anak
Trombosis vaskuler
Edema Hiperlipidemia
renalis

Hipertensi
MK: Gagal ginjal
 Haluaran urine MK: Kelebihan Diafragma Gangguan Menekan isi perut akut
volume cairan tertekan ke atas mobilisasi

MK: Gangguan Mual & muntah


eliminasi urin Penekanan pada
tubuh yang terlalu
dalam Anoreksia

 O2 MK: Gangguan
nutrisi kurang
MK: Pola nafas dari kebutuhan
inefektif Sesak napas tubuh

Hipoksia

Iskemia

Nekrosis

.
MK: Gangguan MK: Gangguan
kerusakan perfusi jaringan
integritas kulit perifer
29
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Pengkajian tanggal : 8 Januari 2019 Jam : 10.00 WIB


Tanggal MRS : 7 Januari 2019 No. RM : 12.20.xx.xx
Ruang/Kelas : Bona 1 Dx. Masuk :Sindroma Nefrotik

IDENTITAS ANAK IDENTITAS ORANG TUA


Nama : An. R Nama ayah :Tn.A
Tanggal lahir : 1 Juli 2000 Nama ibu : Ny.N
Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan ayah/ibu :
Wiraswasta
Tanggal MRS : 7 Januari 2019 Pendidikan ayah/ibu : SLTA
Alamat : Surabaya Agama : Islam
Diagnosa medis : Sindroma Nefrotik Suku/bangsa :
Jawa/Indonesia
Sumber informasi : Pasien dan orang tua Alamat :
Surabaya

RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN


Keluhan Utama :
Lemas

Riwayat penyakit saat ini


An.R mengatakan kebiasaannya minum minuman sashet sejak SD hingga SMP
dengan frekuensi minum perhari 1x sampai 3x, selain itu An.R juga
mengkonsumsi makanan cepat saji seperti MCD dan KFC, serta makan makanan
ringan seperti chiki yang mengandung MSG, saat An.R kelas 2 SMP An.R
mengeluh lemas, kedua mata nya bengkak lalu oleh kedua orang tua An.R, An.R

30
dibawa ke dokter spesialis anak yang terdekat dengan rumahnya,namun saat itu
juga An.R dirujuk ke Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya.

RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA

Riwayat kesehatan yang lalu

1. Penyakit yang pernah diderita


Demam Kejang Batuk pilek Mimisan Lain-
lain..........

2. Operasi : Ya Tidak
3. Alergi : Makanan Obat Udara Debu
Lain-lain tidak ada alergi

4. Imunisasi : BCG (umur 2 bulan) Polio 4x(umur 0 bulan) DPT 4x(umur


2 bulan)
Campak (umur 9 bulan)Hepatitis 4 x (umur 0 bulan)

Lain-lain
....................................................................................................................................................

RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


1. Penyakit yang pernah diderita keluarga
Tidak ada penyakit yang pernah diderita oleh keluarga

2. Lingkungan rumah dan komunitas


An. R sejak SD sering ditinggal kerja ibu nya dan dititipkan di rumah
pamannya, sehingga apapun keinginan An.R sering dituruti dan tanpa
pengawasan orang tua.
3. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
An.R mempunyai kebiasaan minum minuman sashet setiap hari dengan
frekuensi 1-3 kali dalam sehari selain itu An.R juga suka mengkonsumsi
makanan cepat saji sseperti MCD dan KFC
4. Persepsi keluarga terhadap penyakit anak

31
Persepsi orang tua An.R, sakit yang di diderita An.R ini semua karena
kesalahannya yang sering menitipkan anaknya dan tidak mengawasi apa yang
dikonsumsi An.R.

RIWAYAT NUTRISI

1. Nafsu makan : Baik Tidak Mual


Muntah
2. Pola makan : 2x/hari 3x/hari >3x/hari
3. Minum : Jenis : Air mineral, jumlah 1.500 cc/hari
4. Pantangan makan : Ya Tidak
5. Menu makanan : Pengawet, pewarna, pemanis buatan dan makanan yang
mengandung MSG
RIWAYAT PERTUMBUHAN

1. BB saat ini : 24 Kg, TB : 124 cm, LK :.......cm, LD :.......cm, LLA :.......cm Commented [MOU2]: Ditulis saja tdk dikaji utk LK dan LD untuk
LLA apakah tidak di ukur?
2. BB lahir 2800 gram BB sebelum sakit : 29 Kg Commented [MOU3]: IMT dituliskan

3. Panjang lahir 46 cm

RIWAYAT PERKEMBANGAN

1. Pengkajian perkembangan (DDST) Commented [MOU4]: Perlu dituliskan riwayat perkembangan

An. R mulai menegakkan kepala umur 4 bulan, membalik badan umur 5 bulan,
duduk umur 7 bulan, merangkak umur 8 bulan, berdiri umur 12 bulan, mulai
berjalan umur 14 bulan, dan berbicara umur 15 bulan
2. Tahap perkembangan psikososial Commented [MOU5]: Perlu diisi dengan pendekatan teori
perkembangan erikson anak ini usia remaja masuk tahap
....................................................................................................................................................
perkembangan apa? Dijelaskan disini

3. Tahap perkembangan psikoseksual Commented [MOU6]: Perlu diisi dengan pendekatan teori
perkembangan piaget anak ini usia remaja masuk tahap
....................................................................................................................................................
perkembangan apa?

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK (ROS: Review of System)


1. Keadaan umum : Baik Sedang Lemah Kesadaran :
2. Tanda vital : TD : 90/60 mmHg, Nadi : 82x/menit, Suhu : 36,7oC, RR :
21x/menit

32
Lain-lain
....................................................................................................................................................

PERNAPASAN B1 (Breath)
1. Bentuk dada : Normal Tidak, jenis
2. Pola napas (irama ): Teratur Tidak teratur
3. Jenis : Dispnoe Kussmaul Cheney stokes
Lain-lain.......
4. Suara napas : Vesikuler Stridor Wheezing
Ronchi Lain-lain........
5. Sesak napas : Ya Tidak
6. Batuk : Ya Tidak
7. Retraksi otot bantu napas
Ada : ICS Supraklavikular Suprasternal
Tidak ada
8. Alat bantu pernapasan
Ada : Nasal Masker Respirator
Tidak ada

Lain-lain
....................................................................................................................................................

Masalah : Tidak ada masalah

KARDIOVASKULER B2 (Blood)
1. Irama jantung : Reguler Ireguler
2. S1/S2 tunggal : Ya Tidak
3. Nyeri dada : Ya Tidak
4. Bunyi jantung : Normal Murmur Gallop Lain-
lain...............
5. CRT : <3 detik >3 detik

33
6. Akral : Hangat Panas Dingin kering
Dingin basah
7. GCS eye : 4 verbal :5 motorik : 6 total : 15
8. Reflek fisiologis : Menghisap Menoleh Menggenggam
Moro Patella Triseps Biseps
Lain-lain...............
9. Reflek patologis : Babinsky Budzinsky Kernig Lain-
lain...............
10. Istirahat tidur : 7 jam/hari,
11. Gangguan tidur : tidak ada gangguan tidur
12. Kebiasaan sebelum tidur
Minum susu Mainan Cerita/dongeng

Lain-lain
Tidak ada kebiasaan sebelum tidur

Masalah : Tidak ada masalah

PERSYARAFAN, PENGINDERAAN B3 (Brain)


1. Penglihatan (mata)
1) Pupil : Isokor Anisokor Lain-
lain..............
2) Sklera/konjunctiva : Anemis Ikterus Lain-
lain..............
3) Gangguan pandangan : Ya Tidak Jelaskan :
2. Pendengaran (telinga)
Gangguan pendengaran : Ya Tidak, Jelaskan :

3. Penciuman (hidung)
1) Bentuk : Normal Tidak, Jelaskan :
2) Gangguan penciuman : Ya Tidak, Jelaskan :

34
Lain-lain
....................................................................................................................................................

Masalah : Tidak ada masalah

PERKEMIHAN B4 (Bladder)
1. Kebersihan : Bersih Kotor
2. Urine; jumlah1500 cc/hari, Warna: Jernih , Bau: normal
3. Alat bantu : Ya Tidak Jenis :
4. Kandung kencing
1) Membesar : Ya Tidak
2) Nyeri tekan : Ya Tidak

5. Bentuk alat kelamin : Normal Tidak normal, sebutkan:


6. Uretra : Normal Hipospadia/epispadia
7. Gangguan : Annuria Oliguria Retensi
Inkontinensia Nocturia
Lain-lain Commented [MOU7]: Perlu dihitung riwayat balance
cairannyya
....................................................................................................................................................

Masalah : Ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit

PENCERNAAN B5 (Bowel)
1. Makan dan minum
1) Nafsu makan : Baik Menurun Frekuensi: 3
x/hari
2) Porsi makan : Habis Tidak Ket: habis ¾
porsi
3) Minum : 1.500cc/hari, jenis : Air mineral
2. Mulut dan tenggorokan

35
1) Mulut : Bersih Kotor Berbau
2) Mukosa : Lembab Kering Stomatitis
3) Tenggorokan : Sakit menelan/nyeri tekan
Kesulitan menelan Pembesaran tonsil
Lain-lain tidak ada
3. Abdomen
1) Perut : Tegang Kembung Ascites
Nyeri tekan
2) Lokasi : tidak ada nyeri perut
3) Peristaltik : 27 x/menit
4) Pembesaran hepar : Ya Tidak
5) Pembesaran lien : Ya Tidak
6) Buang air besar : 1x/hari, Teratur : Ya Tidak
7) Konsistensi : normal Bau: normal Warna: normal

Lain-lain
Saat albumin rendah An.R merasa lemas, mual, dan tidak nafsu makan Commented [MOU8]: Data ini dari anak atau orang tua?

Masalah : Defisit nutrisi

MUSKULOSKLETAL, INTEGUMEN B6 (Bone and Skin)


1. Muskuloskletal
1) Kemampuan pergerakan sendi : Bebas Terbatas
2) Kekuatan otot
4 4
4 4
2. Kulit
1) Warna kulit : Ikterus Sianotik Kemerahan
Pucat Hiperpigmentasi
2) Turgor : Baik Sedang Jelek
3) Edema : Ada, Lokasi: Tidak ada

36
Lain-lain
....................................................................................................................................................

Masalah : Tidak ada masalah

ENDOKRIN
1. Tyroid membesar : Ya Tidak
2. Hiperglikemia : Ya Tidak
3. Hipoglikemia : Ya Tidak
4. Luka gangren : Ya Tidak
Lain-lain
....................................................................................................................................................

Masalah : Tidak ada masalah

PERSONAL HIGIENE
1. Mandi : 2 x/hari
2. Keramas : 1 x/hari
3. Ganti pakaian : 2 x/hari
4. Sikat gigi : 2 x/hari
5. Memotong kuku : kuku dipotong rapi
Lain-lain
....................................................................................................................................................

Masalah : Tidak ada masalah

PSIKOSOSIALSPIRITUAL
1. Ekspresi afek dan emosi : Senang Sedih
Menangis Cemas

37
Marah Diam
Takut Lain-lain...........
2. Hubungan dengan keluarga
Akrab Kurang akrab
3. Dampak hospitalisasi bagi anak
An. R tidak pernah berinteraksi dengan teman-teman yang ada di Rumah Sakit,
An.R hanya berbaring di tempat tidur dengan ditemani ibunya.
4. Dampak hospitalisasi bagi orang tua
Orang Tua An. R selalu mengawasi dan menjaga An.R di tempat tidur

Lain-lain
....................................................................................................................................................

Masalah : Ansietas

DATA PENUNJANG (Lab, Foto, USG, dll)

Lab : 7 Januari 2019

1. Albumin : 1.6 g/dL (3,4-4,8 g/dL)


2. Kreatinin : 1,52 mg/ dL ( 0,6-1,1 mg/dL)
3. BUN : 14 mg/dL (8-18 mg/dL)
4. Uric Acid : 5,8 mg/dL (3,4-7,0 mg/dL)
5. HCT/PVC : 30,2 % (40-52%)
6. PLT : 630000 (150-400 x 103/µL
7. HGB/HB : 9,5 g/dL (13,2-17,3 g/ dL)
8. Natrium : 140 mMol/L (135-145 mMol/L)
9. Kalium :3,5 mMol/L (3,6-5,0 mMol/L)
10. Kalsium : 7,1 mMol/L (2,12- 2,62 mMol/L)
11. Phospor/An : 4,4 mg/dL (2,5-5,0 mg/dL)
12. Magnesium : 1,7 mEq/L (1,6-2,44 mEq/L)

38
Terapi

1. Prednisone 9-0-0

2. Losartan 1x1

3. Lisinopril 1x ½

4. Kalk 2x1

39
ANALISA DATA

No Tanggal Data Etiologi Masalah


1. 8/1/2019 DS : - Hipoalbuminemia Ketidakseimbangan
DO : ↓ volume cairan dan
1. Klien tampak Tekanan onkotik elektrolit
lemas plasma ↓
2. Albumin : 1,6 ↓
g/dL Cairan
3. Balance intravascular
cairan berpindah kedalam
15𝑥24 interstisial
IWL =
24

= 15
Hipovolemia
Balance

cairan =
Kompensasi ginjal
Input –
aktif merangsan
(IWL+
renin angiotensin
output)

1200-
Peningkatan
(15+800) =
sekresi ADH dan
385
Aldosterone
4. Oliguria

Retensi air dan
natrium

Edema

Resiko
ketidakseimbangan
volume cairan dan
elektrolit

40
2. 8/1/2019 DS : Pasien Penurunan fungsi Defisit Nutrisi
mengatakan ginjal
mual ↓
DO : Gangguan
1.A : BB: 24Kg, keseimbang asam
TB : 124 cm, dan basa
IMT : 16 ↓
2.B : HCT/PVC : Produksi asam ↑
30,2 %, PLT : ↓
630000 Mual, muntah
3.C : Klien ↓
tampak lemas Anoreksia
Konjungtiva ↓
anemis Defisit nutrisi
HGB/HB 9,5
g/dL
Albumin 1,6
g/dL
Bising usus 27
x/menit
4. D : Klien
makan 3x/hari,
tanpa
pengawet,
pemanis,
pewarna dan
tanpa MSG
3. 8/1/2019 DS: Penurunan fungsi Risiko Infeksi
DO: ginjal
1.Pasien terlihat ↓

41
lemas Kerusakan
2.WCB/leco : glomerular
9000 µl ↓
3.Albumin : 1,6 Permeabilitas
g/ dL glomerular ↑
4. Suhu ↓
36,7⁰ Proteinuria
5. CRT < 3 detik ↓
Hypoalbuminemia
Ig G menurun

Sel imun tertekan

Menurunnya
respon imun

Risiko infeksi

42
DAFTAR PRIORITAS DUAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit


2. Defisit nutrisi
3. Resiko Infeksi

43
FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NamaKlien : An. R

Ruang : Bona 1

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi /NIC


Keperawatan
Kriteria Hasil / NOC
1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tidakan 1. Pantauinput dan output
volume cairan dan keperawatan selama 1x24 jam klien
elektrolit klien tidak menunjukkan 2. Kaji adanya edema pada
tanda akumulasi cairan klien
3. Monitor hasil lab yang
Kriteria Hasil : sesuai dengan retensi
cairan (BUN, HMT,
1. Tidak terjadi edema
albumin, total protein)
2. Kadar protein darah
4. Berikan edukasi pada klien
meningkat
dan keluarga untuk tidak
3. Menunjukkan balance
mengkonsumsi makanan
cairan
yang mengandung garam
4. Tekanan darah dalam batas
5. Berikan edukasi pada klien
normal (120/80 mmHg)
dan kelurga untuk
5. Nada dalam batas normal
membatasi minum apabila
(60-100 x/menit)
urine yang dikeluakan
sedikit.
6. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian obat
diuretik
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Nutrition management
keperawatan selama 1x24 jam
kebutuhan nutrisi klien 1. Kaji makanan yang disukai
terpenuhi oleh klien
2. Anjurkan klien untuk
Kriteria Hasil: makan sedikit namun sering
3. Anjurkan keluarga untuk
1. Nafsu makan baik
menyuapi klien apabilaklien
2. Porsi makan yang
kesulitan untuk makan
dihidangkan dihabiskan
sendiri

Nutrition therapy
1. Anjurkan keluarga untuk
tidak memperbolehkan
anak makan makanan yang
mengandung garam
2. Anjurkan keluarga untuk
tidak memperbolehkan

44
anak makan makanan yang
mengandung pengawet,
pewarna, pemanis buatan,
dan MSG
3. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk diet yang tepat bagi
anak

Nutrition monitoring
1. Pantau perubahan
kebiasaan makan pada
klien
2. Pantau adanya mual atau
muntah
3. Pantau kebutuhan kalori
klien

3. Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Infection control


keperawatan selama 3x24
jam, risiko infeksi tidak terjadi 1. Pertahankan teknik aseptik
2. Batasi pengunjung bila
Kriteria Hasil : perlu
3. Cuci tangan setiap sebelum
1. Klien bebas dari tanda dan sesudah tindakan
dan gejala infeksi keperawatan
2. Menunjukan kemampuan 4. Ajarkan cuci tangan pada
untuk mencegah timbulnya keluarga sebelum dan
infeksi sesudah menyentuh klien
3. Jumlah leukosit dalam 5. observasi tanda dan gejala
batas normal infeksi
6. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas,
drainase,
7. Anjurkan klien untuk
meningkatkan istirahat
8. Berikan edukasi pada
keluarga untuk mengetahui
tanda dan gejala infeksi
9. Observasi suhu badan klien
secara berkala.

45
FORMAT IMPLEMENTASI & EVALUASI

Nama Klien : An.R

Hari,
Jam Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
Selasa, 10.00 Ketidakseimbangan 1. Memantau input dan output klien S: klien mengatakan buang air
8/1/2019 volume cairan dan 2. Mengkaji adanya edema pada klien kecil jarang
elektrolit 3. Memberikan edukasi pada klien dan
keluarga untuk tidak mengkonsumsi O:1.Urin 800 ml/hari
makanan yang mengandung garam
2. BB : 24 Kg
3. Balance cairan 385
4. Klien tampak lemas
5. Albumin 1,6 g/dL
6. Natrium : 140 mMol/L
7. Kalium :3,5 mMol/L
8. Kalsium : 7,1 mMol/L
A:Ketidakseimbangan volume
cairan dan elektrolit
P: 1. Memantau input dan
output klien
2. Memberikan edukasi
pada klien dan keluarga
untuk tidak

46
mengkonsumsi makanan
yang mengandung garam

Selasa, 10.10 Defisit Nutrisi 4. Mengkaji penyebab mual klien S: klien mengatakan mual
8/1/2019 5. Memantau perubahan kebiasaan
makan pada klien O:1.Porsi makanan klien habis
6. Menganjurkan klien untuk makan ¾ porsi
sedikit namun sering Commented [MOU9]: Diet makanan nya perlu disampaikan
9. BB : 24 Kg pada anak dan orang tua
7. Menganjurkan keluarga untuk tidak
10. TB : 124cm
memperbolehkan klien makan
11. IMT : 16
makanan yang mengandung
12. Klien tampak lemas
pengawet, pemanis buatan, pewarna,
13. HGB/ HB 9,5 g/dL
dan MSG
14. Albumin 1,6 g/dL
15. Konjungtiva anemis
A:Defisit nutrisi
P: 1. Menganjurkan klien untuk
makan sedikit nammun
sering
2. Memantau perubahan
kebiasaan makan pada
klien
3. Menganjurkan keluarga
untuk tidak
memperbolehkan klien
makan yang
mengandung pengawet,

47
pemanis buatan,
pewarna, dan MSG

Selasa, 10.25 Resiko Infeksi 1. Mempertahankan teknik aseptik S:


8/1/2019 2. Mencuci tangan setiap sebelum dan
O:1.Klien tampak lemas
setelah tindakan keperawatan
3. Mengobservasi tanda dan gejala 2. Klien berbaring di bed
infeksi 3. WCB/leco : 9000 µl
4. Mengajarkan keluarga untuk cuci 4. Albumin : 1,6 g/dL
tangan 5. Suhu 36,7⁰
5. Mengobservasi suhu badan klien 6. CRT <3 detik
secara berkala A: Risiko infeksi belum teratasi
6. Memberikan edukasi pada keluarga
tentang tanda dan gejala dari infeksi P: 1.Mengobservasi tanda dan
gejala infeksi
2. Mempertahankan teknik
aseptik
3. Mencuci tangan setiap
sebelum dan setelah
tindakan keperawatan
4. Mengajarkan keluarga
untuk cuci tangan

48
FORMAT IMPLEMENTASI & EVALUASI

Nama Klien : An.R

Hari,
Jam Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
Rabu, 08.30 Ketidakseimbangan 1. Memantau input dan output klien S: klien mengatakan buang air
9/1/2019 volume cairan dan 2. Mengkaji adanya edema pada klien kecil jarang
elektrolit 3. Memberikan edukasi pada klien dan
kelurga untuk membatasi minum O:1.Urin 750 ml/hari
apabila urine yang dikeluakan
2. BB : 25 Kg
sedikit. Commented [MOU10]: Hasil perhitungan ditulis
3. Balance cairan 434
4. Klien tampak lemas
A:Ketidakseimbangan volume
cairan dan elektrolit
P: Intervensi dilanjutkan

Rabu, 08.45 Defisit nutrisi 4. Memantau perubahan kebiasaan S: Klien mengatakan sudah
9/1/2019 makan pada klien tidak mual lagi
5. Menganjurkan klien untuk makan
sedikit namun sering O:1.Porsi makanan klien habis
6. Menganjurkan keluarga untuk tidak
2. BB : 25 Kg
memperbolehkan klien untuk makan
3. Klien tampak segar
makanan yang mengandung
pengawet, pemanis buatan, pewarna,
dan MSG

49
A:Defisit nutrisi teratasi
P: Intervensi dihentikan

Rabu, 09.00 Risiko infeksi 1. Mempertahankan teknik aseptik S:


9/1/2019 2. Mencuci tangan setiap sebelum dan
setelah tindakan keperawatan O:1.Klien tampak lemas
3. Mengobservasi tanda dan gejala
2. Klien berbaring di bed
infeksi
3. WCB/leco : 9000 µl
4. Menanyakan kembali pada keluarga
4. Albumin 1,6 g/ dL
cara cuci tangan yang benar
5. Suhu 37⁰
5. Mengobservasi suhu badan klien
6. CRT < 3 detik
secara berkala
A: Risiko infeksi teratasi
6. Menanyakan kembali apa saja tanda
sebagian
dan gejala dari infeksi
P: Intervensi dilanjutkan

50
FORMAT IMPLEMENTASI & EVALUASI

Nama Klien : An.R

Hari,
Jam Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
Kamis, 08.00 Ketidakseimbangan 1. Memantau input dan output klien S: klien mengatakan buang air
10/1/2019 volume cairan dan 2. Mengkaji adanya edema pada klien kecil jarang
elektrolit 3. Memberikan edukasi pada klien dan
kelurga untuk membatasi minum O:1.Urin 850 ml/hari
apabila urine yang dikeluakan sedikit.
2. BB : 25 Kg
4. Mengobservasi tanda-tanda vital klien
3. Balance cairan 134,4
4. Klien tampak lemas
A:Ketidakseimbangan volume
cairan dan elektrolit
P: Intervensi dilanjutkan

51
Kamis, 08.20 Risiko infeksi 1. Mempertahankan teknik aseptik S:
10/1/2019 2. Mencuci tangan setiap sebelum dan
setelah tindakan keperawatan O:1. Klien tampak lemas
3. Mengobservasi tanda dan gejala
2. Klien berbaring di bed
infeksi
3. WCB/leco : 9000 µl
4. Menanyakan kembali pada keluarga
4. Albumin 1,6 g/ dL
cara cuci tangan yang benar
5. Suhu 36,8⁰
5. Mengobservasi suhu badan klien
6. CRT< 3 detik
secara berkala
A:Resiko infeksi teratasi
sebagian
P: Intervensi dilanjutkan

52
FORMAT IMPLEMENTASI & EVALUASI

Nama Klien : An.R

Hari,
Jam Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
Sabtu, 06.00 Ketidakseimbangan 1. Memantau input dan output klien S: klien mengatakan buang air
12/1/2019 volume cairan dan 2. Mengkaji adanya edema pada klien kecil jarang
elektrolit 3. Memberikan edukasi pada klien dan
keluarga untuk tidak mengkonsumsi O:1.Urin 1500 ml/hari
makanan yang mengandung garam
2. BB : 25 Kg
4. Memberikan edukasi pada klien dan
3. Balance cairan -15
kelurga untuk membatasi minum
4. Klien tampak lemas
apabila urine yang dikeluakan
A:Ketidakseimbangan volume
sedikit.
cairan dan elektrolit
5. Mengobservasi tanda-tanda vital
klien P: Pasien pulang, intervensi
dihentikan
P: Memberikan edukasi untuk
membatasi minum dan
membatasi makan makanan
yang mengandung garam.
Sabtu, 06.10 Risiko Infeksi 1. Mempertahankan teknik aseptik S:
12/1/2019 2. Mencuci tangan setiap sebelum dan
setelah tindakan keperawatan O:1. WCB/leco : 9000 µl
3. Menanyakan kembali pada keluarga
2. Albumin 2,2 g/ dL
cara cuci tangan yang benar
3. Suhu 36,7⁰
4. Mengobservasi suhu badan klien
4. CRT < 3 detik
secara berkala
5. Klien tampak senang
5. Memberikan edukasi pada keluarga

A:Resiko infeksi teratasi


P: Memberikan edukasi pada
klien dan orang tua klien untuk
mencuci tangan dan
mewaspadai tanda dan gejala
dari infeksi, segera periksa ke
dokter apabila anak mengalami
beberapa tanda dan gejala
infeksi dissertai suhu diatas 37,5

54
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan anak yang dilakukan pada An.
R dengan Sindroma Nefrotik di ruang Bona 1 RSUD Dr. Soetomo Surabaya,
maka dalam bab ini penulis akan membahas kesenjangan antara teori dan
kenyataan yang diperoleh sebagai hasil pelaksanaan studi kasus. Penulis juga akan
membahas kesulitan yang ditemukan dalam memberikan asuhan keperawatan
anak pada An. R dengan Sindroma Nefrotik , dalam penyusunan asuhan
keperawatan, kami merencanakan tindakan keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
dengan uraian sebagai berikut:

4.1 Pengkajian

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 8 Januari 2018,


An. R berjenis kelamin laki-laki, berusia 18 tahun, tinggal di Surabaya bersama
kedua orang tua di rawat inap di ruang Bona 1 RSUD Dr. Soetomo pada tanggal 7
Januari 2019 dengan diagnose medis Sindroma Nefrotik. Data pengkajian yang
didapatkan merupakan hasil wawancara dan pemeriksaan fisik yang dilakukan
pada klien dan orang tua klien.

Klien masuk rumah sakit dengan keluhan lemas. An.R mengatakan memiliki
kebiasaan minum minuman sashet sejak SD hingga SMP dengan frekuensi minum
perhari 1x sampai 3x, selain itu An.R juga mengkonsumsi makanan cepat saji
seperti MCD dan KFC, serta makan makanan ringan seperti chiki yang
mengandung MSG, saat An.R kelas 2 SMP An.R mengeluh lemas, kedua mata
nya bengkak lalu oleh kedua orang tua An.R, An.R dibawa ke dokter spesialis
anak yang terdekat dengan rumahnya,namun saat itu juga An.R dirujuk ke Rumah
Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Klien tidak pernah kejang dan mimisan sebelumnya,
hanya sakit seperti batuk pilek saja. Klien tidak memiliki riwayat alergi makanan
ataupun obat-obatan. Keluarga klien juga tidak ada yang menderita penyakit
seperti klien. BB saat ini 24 kg TB: 124 cm, IMT: 16 kg/m2 porsi makan tidak
habis karena merasa mual-mual.
Data penunjang didapatkan nilai albumin 1,6 g/dL, kreatinin 1,52 mg/dL,
BUN 14 mg/dL, Uric Acid 5,8 mg/dL (3,4-7,0 mg/dL), HCT/PVC 30,2 % (40-
52%), PLT 630000 (150-400 x 103/µL, Natrium 140 mMol/L (135-145 mMol/L),
Kalium 3,5 mMol/L (3,6-5,0 mMol/L), Kalsium 7,1 mMol/L (2,12- 2,62
mMol/L), Phospor 4,4 mg/dL (2,5-5,0 mg/dL), Magnesium 1,7 mEq/L (1,6-2,44
mEq/L)

4.2 Diagnosa Keperawatan


Pada kasus ini didapatkan diagnosa keperawatan risiko infeksi, defisit nutrisi
dan intoleransi aktivitas. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing diagnosa
keperawatan:

4.2.1 Diagnosa keperawatan: Defisit Nutrisi


Definisi:kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolik
(NANDA, 2015).
Etiologi:anemia dimana keadaan hemoglobin yang rendah menyebabkan
suplai O2 menurun sehingga terjadi hipoksia karena kebutuhan O2dalam sel
dan jaringan tidak terpenuhi. Keadaan hipoksia ini akan merangsang sistem
saraf simpatis mengakibatkan konsekuensi aliran darah ke GIT menurun,
peristaltik usus menurun terjadi regurgitasi dan peningkatan isi lambung
yang mengakibatkan rasa mual. Rasa mual yang dirasakan terus menerus
menyebabkan anoreksia (penurunan nafsu makan) sehingga intake nutrisi
menurun bila berjalan dalam waktu yang lama akan berdampak pada berat
badan menurun jatuh pada IMT kurus.
Masalah Keperawatan Kasus: berdasarkan pengkajian, masalah defisit
nutrisi muncul karena ketidakmampuan tubuh dalam mengabsorbsi nutrient.
Hal ini didukung dengan DS Ibu pasien mengatakan nafsu makan anaknya
menurun, porsi makan hanya habis seperempatnya. An. R mengatakan
merasa mual. DO : A : BB 24 kg, TB 124 cm, IMT 16 (berat badan kurang)
B : Hb : 9,5 g/dLnilai albumin 1,6 g/dL. C : pucat, membran mukosa pucat,
konjungtiva anemis, lemas, lesu, bising usus 27 kali/menit. D : klien makan
3x sehari tetapi porsi makan tidak pernah habis hanya habis seperempatnya
saja.

56
Intervensi yang harus diimplementasikan pada An. R yaitu
1) Observasi status nutrisi dan makanan yang disuka.
2) Timbang berat badan setiap hari
3) Pertahankan oral hygiene
4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam penentuan diit
5) Edukasi keluarga untuk memberi makan porsi sedikit tapi sering. Porsi
makan sedikit-sedikit tapi sering dapat meningkatkan porsi makan (Wulan
Agustina, 2017)
6) Edukasi keluarga tentang manfaat asupan nutrisi. Memberikan edukasi
pada keluarga pasien tentang kebutuhan nutrisi yang sesuai untuk pasien,
materi edukasi meliputi pengertian nutrisi, komponen nutrisi, kebutuhan gizi
pada anak, jadwal makan anak (Wulan Agustina, 2017)
7) Edukasi keluarga untuk menyajikan makanan dalam bentuk yang
bervariasi dan dalam keadaan yang hangat
8) Ciptakan lingkungan yang nyaman saat pasien makan.
4.2.2 Diagnosa Keperawatan: Intoleransi Aktivitas
Definisi: ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus
atau yang ingin dilakukan (NANDA, 2015).
Etiologi:anemia dimana keadaan hemoglobin yang rendah mengakibatkan
suplai oksigen dan nutrisi sedikit kedalam sel berdampak pada pembentukan
energi, energi yang dihasilkan pun akan menjadi sangat minimal, sedangkan
seorang manusia untuk bergerak membutuhkan energi, bila energi yang
dimiliki sedikit maka saat melakukan aktivitas akan mudah lelah, nafasnya
terengah-engah, tidak mampu berjalan jauh inilah yang dapat menimbulkan
respon tubuh berupa intoleransi aktivitas.
Masalah Keperawatan Kasus:berdasarkan pengkajian, masalah defisit
nutrisi muncul karena ketidakmampuan tubuh dalam mengabsorbsi nutrient.
Hal ini didukung dengan DS Ibu pasien mengatakan nafsu makan anaknya
menurun, porsi makan hanya habis seperempatnya. An. R mengatakan
merasa mual. DO : Hb : 9,5 g/dLnilai albumin 1,6 g/dL. pucat, membran
mukosa pucat, konjungtiva anemis, lemas, lesu, pasien bedrest hanya bisa

57
jalan jarak dekat seperti ke kamar mandi. Intervensi yang harus
diimplementasikan pada An. R yaitu:
Activity Therapymeliputi:
1. Observasi penyebab dari intoleransi aktivitas
2. Berikan waktu untuk istirahat saat beraktivitas
3. Monitor dan catat kemampuan klien untuk menoleransi aktivitas.
Jadwalkan kepada klien untuk pelatihan gerakan tubuh dengan membuat
jadwal aktivitas, latihan dapat memelihara pergerakan dan fungsi sendi
sehingga kondisinya dapat setara dengan kekuatan dan fleksibilitas otot
(Wartonal, 2007). Catat laporan seperti pasien mengatakan tidak mampu
untuk bergerak seperti mengambil air minum.
4. Monitor intake nutrisi untuk memastikan kecukupan sumber energi
5. Ajarkan klien teknik mengontrol pernafasan saat aktivitas. Teknik nafas
dalam sangat efektif untuk mengurangi nafas yang tersengal-sengal saat
beraktivitas (Ardianta, 2017)
6. Kolaborasi dengan terapi fisik untuk meningkatkan level aktivitas
4.2.3 Diagnosa keperawatan: Risiko infeksi
Definisi :kerentanan seorang individu beresiko untuk menjadi invasi dan
multiplikasi dari organisme patogenik dan oportunistik (virus, jamur,
bakteri, protozoa atau parasit lain) dari sumber-sumber eksogen dan
endogen yang membahayakan kesehatan (NANDA, 2015).
Etiologi :Penyebab dari risiko infeksi dalam kasus karena terjadinya
kehilangan protein plasma (albumin) dalam darah. Kadar albumin yang
rendah atau hipoalbuminemia terjadi karena terjadi malnutrisi protein.
Hipoalbuminemia menyebabkan berkurangnya pengeluaran Ig G dan Ig A
yang dapat membuat sistem imun dalam tubuh menuruh. Sistem imun yang
lemah akan meningkatkan risiko terjadinya infeksi.
Masalah keperawatan kasus: Pada saat pengkajian, didapatkan data
obyektif klien terlihat lemas, suhu 36,7 derajat celcius, CRT <3 detik, nilai
albumin 1,6 mg/dL dimana nilai ini berda di bawah normal, HCT/PVC
30,2% dimana nilai ini juga berada dibawah batas normal, kemudian nilai
PLT didapatkan 630000 dimana nilai ini berada diatas batas normal. Dengan

58
demikian penulis mengangkat risiko infeksi sebagai diagnosa keperawatan
utama.
Intervensi yang harus diimplementasikan pada An. N :
Infection control meliputi :
1. Pertahankan teknik aseptik
2. Batasi pengunjung bila perlu
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
4. Ajarkan cuci tangan pada keluarga sebelum dan sesudah menyentuh
klien
5. Observasi tanda dan gejala infeksi
6. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
7. Anjurkan klien untuk meningkatkan istirahat
8. Berikan edukasi pada keluarga untuk mengetahui tanda dan gejala
infeksi
9. Observasi suhu badan klien secara berkala

59
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif, H. K. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta:
Mediaction.

Ardianta, Dicky. 2017. Upaya Peningkatan Intoleransi Aktivitas pada Pasien


Congestive Heart Failure. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal


Bedah), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.

Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan),


alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan:


Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa.
Jakarta: EGC.

Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.

Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process


(Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr.
Peter Anugrah. Jakarta: EGC.

Nugroho, D. T. (2011). Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurarif & Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta: Mediaction.

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.


Edisi: 10. Editor: T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta:
EGC

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

60
Prodjosudjadi, W. (2010). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat: InternaPublishing.

Suharyanto & Madjid. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta Timur: CV.TRANS INFO
MEDIA.

Suriadi, S. ,. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV.SAGUNG


SETO.

Suryadi, s. M. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV. SAGUNG


SETO.

Towarto, Wartonal.2007. Kebutuhan Dasar dan Proses Keperawatan. Edisi 3.


Jakarta. Salemba Medika.

Wilkinson. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Kedokteran EGC.

Wulan Agustina (2017) Upaya pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak dengan
gastritis. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

61

Anda mungkin juga menyukai