ID Komparasi Paradigma Psikologi Kontempore PDF
ID Komparasi Paradigma Psikologi Kontempore PDF
9 10
Pandangan Mazhab Behavioristik terhadap Perilaku Beragama behavioristik membuat psikologi dipahami sebagai ilmu
Menurut Skinner, keyakinan manusia terhadap suatu agama jiwa tanpa pembahasan jiwa.
dan upacara ritual untuk mengagungkan Tuhan yang
terkandung dalam agama merupakan tingkahlaku tahayul, Kesimpulan
sepert halnya tingkah laku burung merpati kelaparan yang Menurut pandangan behavioristik, perilaku manusia sangat
terus menerus mengulangi perilaku khusus untuk mendapatkan ditentukan oleh lingkungan, dengan kata lain manusia tidak
penguatan (reinforcement) yang berupa makanan. memiliki kuasa untuk menentukan perilakunya sendiri, ia
harus takluk dan ikut pada hukum-hukum berperilaku
Kritik terhadap Mazhab Behavioristik sebagaimana yang telah ditentukan alam.
Paham mazhab behavioristik anti agama, sehingga teori- Dalam kaca mata behavioristik, perilaku manusia
teorinya melepaskan diri dari norma-norma agama. disamakan dengan perilaku hewan, padahal tingkah laku
Menurut kaum humanis, teori-teori behavioristik manusia sangat berbeda dengan perilaku hewan, baik
memandang manusia sebagai suatu mesin, yaitu sistem dilihat dari sisi asumsi maupun dari makna tingkah laku
kompleks yang bertingkahlaku menurut cara yang sesuai yang diperbuat.
dengan hukum. Lebih lanjut mereka memandang bahwa
behavioristik melakukan dehumanisasi dengan cara 3. Mazhab Humanistik
mengindahkan keunikan individu. Mazhab humanistik adalah aliran psikologi yang menekankan
Karena ketidakmau-tahuan terhadap jiwa, behavioristik fahamnya pada kekuatan dan keistimewaan manusia. Menurut
tidak memiliki konsep tentang jiwa sehingga seolah-olah aliran ini manusia lahir dengan citra dan atribut yang baik dan
behavioristik mengkaji gejala-gejala kejiwaan manusia dipersiapkan untuk berbuat baik pula. Diantara citra baik
yang tak berjiwa. Sebagian kritik lain berpendapat bahwa tersebut adalah sifat-sifat dan kemampuan khusus manusia,
seperti berpikir, berimajinasi, bertanggungjawab, berestetika,
11 12
beretika, dan sebagainya. Orientasi aliran ini lebih menentukan kehidupannya, dengan melupakan kekuasaan
menekankan pada pola-pola kemanusiaan sehingga ia lebih Tuhan yang juga memiliki andil dari kesemuanya itu.
dikenal sebagai aliran yang berpaham humanisme. Aliran ini memfokuskan dirinya pada hubungan antar
manusia sehingga melupakan kebutuhan manusia akan
Pandangan Mazhab Humanistik terhadap Perilaku Beragama agama.
Aliran ini membahas spiritualitas dalam strukturnya, namun Walaupun mengakui keberadaan spiritualitas dalam
spiritual yang dimaksudkan bukanlah agama, tetapi sebatas struktur manusia, namun humanisme hanya menyandarkan
pada ketergantungan manusia terhadap sesuatu yang belum diri pada metode penelitian ilmiah, sehingga temuan-
atau tidak realistik. temuannya sebatas pada pengalaman spiritual versi ilmiah.
Padahal pengalaman spiritual itu baru bisa menampakkan
Lebih lanjut, Viktor Frankl, pelopor logoterapi menyatakan fungsinya ketika peneliti melibatkan diri secara langsung,
bahwa maksud spiritual tidak mengandung pengertian agama. bukan sekedar mengamati saja. Mujib dan Mudzakir
Spiritual diartikan sebagai inti kemanusiaan dan sebagai (2002) menganjurkan untuk melakukan pendekatan ilmiah-
sumber hidup dan potensi dari berbagai kemampuan dan sifat profetik agar hasil penelitian tentang spiritualis bisa
luhur manusia yang luar biasa. dirasakan, bukan Cuma sekedar digambarkan saja.
13 14
muka bumi, memiliki potensi dan daya pilih. Potensi baik
tersebut diaktualisasikan dalam tingkah laku yang nyata. 2. Manusia juga memiliki dimensi ruhani:
Citra baik tersebut awalnya disangsikan oleh malaikat dan manusia memiliki ruh yang berasal dari Tuhan. Ruh
iblis, namun setelah Allah SWT meyakinkannya maka menjadi esensi kehidupan manusia. Maka hakikat
malaikatpun percaya akan kemampuan manusia, sementara manusia tidak hanya didilihat dari aspek biologis
iblis dengan kesombongan tetap mengingkarinya. Iblis semata, namun juga aspek ruhaninya. Boleh jadi secara
mengalami kesalahan persepsi karena hanya melihat biologis manusia lebih buruk daripada iblis karena
dimensi fisik manusia saja (ia merasa asal kejadiannya dari manusia berasal dari tanah sedangkan iblis dari api,
api lebih superior dari asala kejadian manusia dari tanah), tetapi secara ruhaniah manusia lebih baik dari iblis,
ia tidak memperhitungkan dimensi ruhani manusia, karena bahkan lebih baik dari malaikat karena manusia mampu
itulah iblis enggan bersujud kepada Adam As ketika memikul amanat Allah SWT. Karena itu dalam Islam
ditiupkan ruh padanya. hakikat manusia bukanlah hewan yang berakal, tetapi
Kesalahan persepsi iblis tersebut ternyata tidak manusia adalah makhluk Allah yang mulia dan berakal.
berhenti disitu saja. Banyak ilmuan kontemporer yang Kebutuhan ruh yang utama adalah agama, yang
mewarisi persepsi salah tersebut. Mereka menentukan teraktualisasi dalam bentuk ibadah. Beragama bukan
substansi manusia sama dengan substansi binatang. Seperti berarti delusi, ilusi atau irrasional, tetapi menduduki
Lemettrie (1709-1751) seorang matrealisme, Darwin tingkat di atas kesadaran manusia. Agama menjadi
(1809-1882) seorang evelusionisme, dan Haekel (1834- kerangka bagi kehidupan manusia dalam hidup
1919) seorang biologisme-animalisme. Persepsi iblis berbudaya, berekonomi, berpolitik, bersosial, beretika
itupun kemudian disempurnakan dengan pernyataan dan berestetika.
“manusia adalah hewan yang berpikir, berpolitik, bersosial, Periode kehidupan manusia bukan hanya diawali dari
berbudaya, berjiwa, berbahasa, menyadari dirinya sendiri pra-natal sampai kematian, tetapi jauh sebelum dan
dan bertanggung jawab atas perbuatannya”.
15 16
sesudahnya masih terdapat alam lagi, yaitu alam
perjanjian (pra kehidupan dunia), alam manusia, dan
alam akhirat (pasca kehidupan dunia). Referensi:
dekat dengan natur ruh, yang mana ruh menjadi esensi Sardar, Z. 1989. Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim. Bandung:
Mizan.
manusia. Jika kehidupan manusia dikendalikan oleh
peran kalbu maka kehidupannya akan selamat dan
bahagia dunia-akhirat.
Manusia dapat memperoleh pengetahuan tanpa
diusahakan, seperti pengetahuan intuitif dalam bentuk
wahyu dan ilham.
Tingkat kepribadian manusia tidak hanya sampai pada
humanitas atau sosialitas, tetapi sampai pada
berketuhanan. Tuhan merupakan asal dan tujuan dari
segala realitas inna lillahi wa inna ilayhi raji’un
(sesungguhnya kita bagi Allah dan kepada-Nya kita
kembali).
17 18