Anda di halaman 1dari 18

TUGAS GEOTEKNIK

Soal :
A. Uraikan sejarah RMR dan modifikasinya !
B. Uraikan sejarah Q-system dan modifikasinya !
C. Tentukan perbedaan antara RMR dan Q-system !
D. Apa itu Q-system? Cari persamaan yang menghubungkan Q dan RMR !
E. Daftar pustakanya.

Jawaban :
A. Sejarah RMR dan Modifikasinya
1) Sejarah Rock Mass Rating (RMR)
Klasifikasi Geomekanika (RMR) Rock Mass Rating, pertama kali
diperkenalkan oleh Bieniawski, 1973 yang mana sistem dari RMR ini
menyediakan data kuantitatif untuk mengetahui karakteristik massa batuan
secara langsung dan pemilihan penguatan terowongan yang modern seperti
rockbolt dan shotcrete.
Pada awalnya sistem RMR lebih diperuntukan untuk terowongan pada
undergound mines. Tetapi pada awal tahun 1975, sistem RMR ini mulai
dikembangkan oleh beberapa ahli sehingga dapat aplikasikan pada surface
mines.
Aplikasi sistem RMR pada surface mines diantaranya digunakan untuk
rock slopes & foundation (Bieniawski, 1973), penilaian ground rippability
(Weaver, 1975) serta masalah-masalah pertambangan lainnya pada tambang
terbuka (Laubscher, 1979. Moreno Tallon, 1982. Kendorski dan kawan-kawan,
1983). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada (Tabel 1.1).

1
Tabel 1.1
Pengembangan RMR system
Classification Originator and Date Origin Country Applications
Bieniawski, 1973 South Africa Tunnels, Mines, Slopes
RMR system Last modified, 1979-USA Foundations
Weaver, 1975 South Africa Rippability
Laubscher, 1977 South Africa Mining
Olivier, 1979 South Africa Weatherability
RMR system Ghose dan Raju, 1981 India Coal Mining
Moreno Tallon, 1982 Spain Tunneling
Kendosrski, et al., 1983 USA Hard Rock Mining
Sumber : Buku Mekanika Batuan, Dr. Ir. Made Astawa Rai & Dr. Ir. Suseno, Kramadibrata, ITB.

2) Modifikasi Rock Mass Rating (RMR)


Dalam pengklasifikasian massa batuan menggunakan tabel RMR, kita
dapat melihat bahwa didalam tabel RMR analisisnya berdasarkan 5
parameter, yakni:
a. Kuat tekan batuan utuh (UCS)
b. RQD (dengan melakukan pengukuran atau estimasi)
c. Spasi bidang diskontinu
d. Kondisi bidang-bidang diskontinu, dan
e. Kondisi air tanah pada kekar

Tabel berikut menunjukkan bobot setiap parameter pada kondisi-kondisi


tertentu.

Tabel 1.2
Rock Mass Rating
Parameter Selang Nilai
Kuat PLI Untuk kuat tekan
>10 4-10 2-4 1-2
Tekan (MPa) rendah (UCS)
1 Batuan UCS 5-
>250 100-250 50-100 25-50 1-5 <1
Utuh (MPa) 25
Bobot 15 12 7 4 2 1 0
RQD (%) 90-100 75-90 50-75 25-50 <25
2
Bobot 20 17 13 8 3

2
Lanjutan Tabel 1.2
Parameter Selang Nilai
RQD (%) 90-100 75-90 50-75 25-50 <25
2
Bobot 20 17 13 8 3
Jarak Kekar (m) >2 0.6-2 0.2-0.6 0.06-0.2 <0.06
3
Bobot 20 15 10 8 5
Permukaan Permukaan Permukaan Permukaan Gouge
sangat agak kasar, agak kasar, slickensided lunak
kasara, tak pemisahan pemisahan atau gouge >5mm
Kondisi kekar menerus, <1mm, <1mm, <5mm, atau
4 tak terpisah, dinding dinding pemisahan pemisahan
dinding tak agak lapuk sangat 1-5mm, >5mm,
lapuk lapuk menerus menerus
Bobot 30 25 20 10 0
Aliran air
per 10 m,
panjang kosong <10 10-25 25-125 >125
singkapan
Air (lt/men)
tanah Tekanan
5 air atau
tegangan 0 <0,1 0,1-0,2 0,2-0,5 >0,5
utama
major
Kondisi
Kering Lembab Basah Menetes Mengalir
umum
Bobot 15 10 7 4 0
Sumber : Buku Geoteknik Tambang, Prof. Dr. Ir. Irwandi Arif, M.Sc.

Kelimahan dari kelima parameter di atas, yaitu tidak dapat mengetahui


kestabilan dan tipe keruntuhan pada suatu slope. Sehingga pada tahun 1980,
Romana menyertakan bobot pengatur orientasi kekar untuk mengatur
orientasi RMR menjadi klasifikasi massa batuan baru yang disebut dengan
Slope Mass Rating (SMR).
Klasifikasi SMR dibuat berdasarkan pengamatan dan data aktual dari 87
lereng yang berada di Valencia dengan jenis kelongsoran bidang dan guling.
SMR dapat memberikan panduan awal dalam analisis kestabilan lereng dan
memberikan informasi yang berguna tentang tipe keruntuhan serta hal-hal
yang diperlukan untuk perbaikan lereng. SMR didefinisikan sebagai berikut:

SMR = RMR + (F1 x F2 x F3) + F4

3
Nilai SMR diperoleh dari nilai RMR yang ditambahkan dengan faktor-
faktor koreksi . F1, F2, dan F3, merupakan faktor koreksi terhadap konsisi kekar
(joints), sedangkan F4 merupakan faktor koreksi terhadap metode penggalian
yang digunakan pada lereng. Faktor-faktor koreksi yang dimaksud dapat
dilihat pada (Tabel 1.3) yang merupakan perkaian dari tiga faktor tersebut.
a. Nilai faktor koreksi F1 tergantung pada paralelisme antara kekar dan
kemiringan muka lereng (strike)
b. Nilai faktor koreksi F2 berhubungan dengan sudut dip kekar pada
kelongsoran bidang
c. Nilai faktor koreksi F3 menunjukkan hubungan antara kemiringan lereng
dan kemiringan kekar
d. Nilai faktor koreksi F4 tergantung pada metode penggalian lerengnya

Tabel 1.3
Bobot Pengatur Untuk Kekar : F1, F2, dan F3 (Ramona, 1983)

Kriteria
Sangat Tidak Sangat tidak
Kasus faktor Menguntungkan Sedang
menguntungkan menguntungkan menguntungkan
koreksi
P |αj – αs|
>30o 30o – 20o 20o – 10o 10o – 5o <5o
T |αj-αs – 180|
P/T F1 0.15 0.40 0.70 0.85 1.00
P |βj| <20o 20o – 30o 30o – 35o 35o – 45o >45o
P F2 0.15 0.40 0.70 0.85 1.00
T F3 1 1 1 1 1
Kuat tak Lemah
mudah longsor mudah longsor
P Βj – βs >10o 10o – 0o 0o 0o – (–10o) <(–10o)
T Β j + βs <100o 110o – 120o >120o – –
P/T F3 0 -6 -25 -50 -60
Sumber : Buku Geoteknik Tambang, Prof. Dr. Ir. Irwandi Arif, M.Sc.

Keterangan:
αj = Arah kemiringan kekar βj = Kemiringan kekar
αs = Arah kemiringan lereng βs = Kemiringan lereng
P = Longsoran bidang (Plane failure) T = Longsoran guling (Toppling failure)

4
Bobot pengatur untuk metode penggalian, F4:
a. Lereng alamiah = 15
b. Peledakan presplitting = 10
c. Peledakan smooth =8
d. Peledakan normal =0
e. Peladakan buruk = -8
f. Peledakan mekanis =0

Deskripsi untuk setiap kelas SMR serta kondisi kestabilan lereng, tipe
keruntuhan yang mungkin terjadi serta metode perbaikan yang sesuai
diperlihatkan pada (Tabel 1.4).

Tabel 1.4
Deskripsi Untuk Setiap Kelas SMR
Profil Massa
Deskripsi
Batuan
Nomor Kelas V IV III II I
SMR Rating 81-100 61-80 41-60 21-40 0-20
Kelas Massa
Sangat baik Baik Sedang Jelek Sangat jelek
Batuan
Stabil Sangat tidak
Kestabilan Sangat stabil Stabil Tidak stabil
sebagian stabil
Beberapa Bidang besar
Beberapa Bidang atau
Longsoran Tidak ada kekar atau atau seperti
blok baji besar
banyak baji tanah
Sewaktu- Sangat perlu Re-
Penyangga Tidak ada Sistematis
waktu perbaikan excavation
Sumber : Buku Geoteknik Tambang, Prof. Dr. Ir. Irwandi Arif, M.Sc.

Swindells, 1985 melakukan penelitian mengenai pengaruh penggalian


dengan peledakan pada kemantapan 16 lereng di Scotlandia. Hasil
penyelidikannya menunjukkan bahwa tingkat tebal atau kedalaman
kerusakan lereng dipengaruhi oleh metoda penggalian yang dipakai. Lihat
(Tabel 1.5).

5
Tabel 1.5
Bobot Pengatur SMR

Tebal/kedalaman kerusakan SMR


Metoda penggalian No.
Selang (m) Rata (m) F4
Lereng alamiah 4 0 0 15
Peledakan presplitting 3 0 - 0.6 0.5 10
Peledakan smooth 2 2-4 3 8
Peledakan masal 3 3-6 4 0
Sumber : Buku Geoteknik Tambang, Prof. Dr. Ir. Irwandi Arif, M.Sc.

Hasil penyelidikan Swindell menunjukkan kesamaan umum antara


tebal/kedalaman zone kerusakan dengan faktor koreksi F4 menurut Romana.
Dari penjelasan di atas tampak bahwa tidak ada faktor khusus untuk
penentuan kemantapan lereng menurut longsoran baji. Maka untuk
menganalisis longsoran baji adalah dengan cara menghitung RMR untuk
masing-masing sistem kekar. Cara langsung penentuan kemantapan lereng
menurut longsoran baji dapat menggunakan metoda Hoek & Bray, 1981. Cara
ini harus menggunakan analisis stereonet.
Pada tahun 1980, Selby melakukan penelitian untuk mencari hubungan
antara kekuatan massa batuan profil singkapan dan kemiringan lereng di
Antartika dan Selandia Baru. Dia menekankan pada derajat pelapukan dan
orientasi kekar untuk membuat Klasifikasi Kekuatan Massa Geomorfik yang
tujuannya untuk meramalkan kemantapan lereng dan disebut sebagai Rock
Mass Strength (RMS). Dari penelitiannya terhadap 300 macam massa batuan
menghasilkan bobot numerik maksimum untuk parameter-parameter yang
berpengaruh pada kemantapan lereng yang ditunjukkan pada (Tabel 1.6 dan
Tabel 1.7), sebagai alternatif dari RMR.

6
Tabel 1.6
Bobot Numerik Maksium Untuk Parameter Klasifikasi RMS
Batuan utuh 20 18 14 10 5
Pelapukan 10 9 7 5 3
Jarak kekar 30 28 21 15 8
Orientasi
20 18 14 9 5
kekar
Lebar kekar 7 6 5 4 2
Kemenerusan
7 6 5 4 1
kekar
Aliran air
6 5 4 3 1
tanah
Sangat Sangat
Kuat Sedang Lemah
kuat lemah
Bobot total 100-91 90-71 70-51 50-26 <26
Sumber : http://fhendymining.blogspot.co.id.

Menurut Robertson, 1988 bila RMR lebih besar dari pada 40, kemantapan
lereng dikontrol oleh orientasi dan kekuatan bidang kontak kekar. Sedangkan
bila RMR lebih kecil daripada 30 kelongsoran lereng dapat terjadi pada
sembarang orientasi kekar.

Dengan dilakukannya pengembangan pada sistem RMR oleh berbagai


para ahli, sehingga dalam menentukan kelas dari masa batuan dengan metode
RMR, kini digunakan enam parameter, yaitu:
a. Uniaxial Compressive Strength of Rock Material (UCS)
b. Rock Quality Designation (RQD)
c. Spacing of Discontinuities
d. Condition of Discontinuities
e. Groundwater of Discontinuities
f. Orientation of Discontinuities

7
Tabel 1.8
Orientation of Discontinuities
Orientasi Bidang Diskontinu Terhadap Arah Bukaan/Tunnel
Arah strike tegak lurus terhadap arah tunnel Strike searah terhadap arah tunnel
Searah dengan Dip 45 Searah dengan Dip
Dip 45 - 90 Dip 20 - 45
– 90 20 - 45
0 -2 -12 -5
Sangat Sangat Tidak
Menguntungkan Sedang
Menguntungkan Menguntungkan
Berlawanan dengan Berlawanan dengan Dip 0 - 20 Memotong Terhadap
Dip 45 - 90 Dip 20 - 45 Arah Tunnel = 10
-5 10 -5
Tidak
Sedang Tidak Menguntungkan
Menguntungkan
Sumber : Buku Mekanika Batuan, Dr. Ir. Made Astawa Rai & Dr. Ir. Suseno, Kramadibrata, ITB.

Tabel 1.9
Kelas Massa Batuan Dari Bobot Total RMR

Rating 100-81 80-61 60-41 40-21 <20


Class on I II III IV V
Very Good Very Poor
Description Good Rock Fair Rock Poor Rock
Rock Rock
Sumber : Buku Mekanika Batuan, Dr. Ir. Made Astawa Rai & Dr. Ir. Suseno, Kramadibrata, ITB.

B. Sejarah Q-system dan Modifikasinya


Klasifikasi massa batuan yang dengan metode Q-system diperkenalkan di
Norwegia oleh Barton, Lien, dan Lunde, 1974 dari Norwegian Geothecnical
Institute (dalam Bieniawski,1989). Q-system memberikan konstribusi besar
dalam pengembangan klasifikasi massa batuan untuk beberapa alasan yaitu:
a. Sistem didasarkan pada analisis dari 212 kasus lubang bukaan di
Skandinavia
b. Merupakan sistem klasifikasi kuantitatif
c. Memberikan kemudahan pada rancangan penyanggaan lubang bukaan

8
Q-system didasarkan pada penelitian numerik dari kualitas massa
batuan dengan menggunakan enam parameter, yaitu:
a. RQD (Rock Quality Designation)
b. Angka pasangan kekar atau Joint Set Number (Jn)
c. Angka kekasaran kekar atau Joint Roughness Number (Jr)
d. Angka alterasi kekar atau Joint Alteration Number (Ja)
e. Angka air kekar atau Joint Water Number (Jw)
f. Faktor pengurangan tegangan atau Stress Reduction Factor (Srf)

Q-system merupakan fungsi dari enam parameter yang dinyatakan


dengan persamaan berikut:
𝐑𝐐𝐃 𝐉 𝐉
Q= × 𝐉 𝐫 × 𝐒𝐑𝐅
𝐰
𝑱𝐧 𝒂

Keterangan:
RQD = Rock Quality Designation
Jn = Angka pasangan kekar
Jr = Angka kekasaran kekar
Ja = Angka alterasi kekar
Jw = Angka reduksi karena air dalam kekar
SRF = Faktor pengurangan karena adanya tegangan

Keenam parameter ini dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor utama


yang diperhitungkan oleh Barton,dkk untuk mengetahui nilai Q, yaitu :
a. RQD/Jn mereprensentasikan struktur dari massa batuan, menunjukkan
ukuran blok batuan.
b. Jr/Ja menunjukan kekasaran (Roughness) dan karakteristik filling
material dari bidang diskontinu tersebut. Jr/Ja menunjukan shear
strength antar blok batuan. Suatu bidang diskontinu dengan permukaan
yang kasar tidak mempunyai filling material dan mengalami kontak
dengan permukaan bidang lainnya, akan mempunyai kuat geser yang
tinggi dan menguntungkan untuk kestabilan lubang bukaan. Adanya
lapisan mineral clay pada permukaan kontak antara kedua bidang

9
diskontinu tersebut, akan mengurangi kuat geser secara signifikan.
Selanjutnya kontak antar permukaan bidang diskontinu yang mengalami
pergeseran juga akan mempertinggi potensi failure pada lubang bukaan.
c. Jw/SRF merepresentasikan parameter stress. Secara empiris Jw/SRF
mewakili active stress yang dialami batuan. Parameter Jw adalah ukuran
tekanan air yang dapat mempengaruhi kuat geser dari bidang diskontinu.
Parameter SRF dianggap sebagai parameter total stress yang dipengaruhi
oleh letak dari lubang bukaan.

Kualitas massa batuan dapat berkisar dari Q = 0,001 sampai Q = 1000


pada skala logaritmik kualitas massa batuan.
Menurut Barton, Lien, dan Lunde, “parameter Jn, Jr, dan Ja memiliki
peranan yang lebih penting dibandingkan pengaruh orientasi bidang
diskontinu”.
Penjelasannya sebagai berikut :
1. Rock Quality Designation (RQD)
Parameter ini merupakan RQD yang dikembangkan oleh Deere. Besarnya
RQD dinyatakan sebagai jumlah panjang core yang lebih dari 10cm dibagi
dengan total core recovery dari suatu pengeboran. Apabila tidak dilakukan
borehole, maka RQD dapat di estimasi dari jumlah joint per-meter. Persamaan
yang digunakan untuk menentukan nilai RQD batuan adalah sebagai berikut :

RQD = 115 – (3,3 x Jv)

Keterangan:
Jv = Jumlah joint per meter kubik

Dari nilai yang diperoleh, kemudian dilakukan pendiskripsian


pembobotan terhadap kualitas batuan seperti pada (Table 2.1) berikut:

10
Tabel 2.1
Pembobotan Untuk Parameter RQD
Pemerian RQD Bobot RQD (%)
Sangat Jelek 0 – 25
Jelek 25 – 50
Sedang 50 – 75
Baik 75 – 90
Baik Sekali 90 – 100
Sumber : Z. T. Bieniawski, 1989.

2. Angka Pasangan Kekar atau Joint Set Number (Jn)


Angka pasangan kekar menunjukkan jumlah pasangan kekar yang dapat
diamati. Pengaruh kekar yang acak juga selalu diikutkan. Angka pembobotan
untuk pasangan kekar bervariasi.

Tabel 2.2
Join Set Number (Jn)
Joint set number (Jn) Nilai Jn
Masif, tidak ada atau sedikit joint 0,5 - 1
Satu joint set 2
Satu joint set dan random 3
Dua joint set 4
Dua joint set dan random 6
Tiga joint set 9
Tiga joint set dan random 12
Empat joint set atau lebih, random, core hancur 15
Core sangat hancur menyerupai tanah 20
Sumber : Z. T. Bieniawski, 1989.

3. Angka Kekasaran Kekar atau Joint Roughness Number (Jr)


Kekasaran merupakan parameter dari kondisi ketidakmenerusan (kekar).
Kekasaran kekar biasanya ditandai dengan terdapatnya pasir, kerakal,
hancuran batuan dan kekar yang kondisinya mirip slickenside. Angka
kekasaran kekar berkisar antara 1.0 – 4.0.

11
Tabel 2.3
Joint Roughness Number (Jr)
Joint Roughness Number Nilai Jr
Untuk dinding joint yang langsung kontak
Untuk dinding joint yang disisipi material lunak kurang dari 10 cm
Joint tidak menerus 4,0
Bidang joint kasar atau iregular dan bergelombang 3,0
Permukaan bidang joint halus dan bergelombang 2,0
Permukaan bidang joint mirip slickenside dan bergelombang 1,5
Bidang joint kasar atau iregular dan datar 1,5
Permukaan bidang joint halus dan datar 1,0
Permukaan bidang joint mirip slickenside dan datar 0,5
Bidang joint tidak kontak disisipi material halus (clay)
Zona sisipan antar bidang kontak joint cukup tebal terisi oleh
1,0
material clay
Zona sisipan antar bidang kontak joint cukup tebal terisi pasir,
1,0
kerakal atau hancuran
Sumber : Z. T. Bieniawski, 1989.

4. Angka Alterasi Kekar atau Joint Alteration Number (Ja)


Angka alterasi kekar menunjukkan tingkat pengisian pada bidang
diskontinuitas (kekar). Material pengisi pada kekar berupa clay, pasir dan
material lainnya. Kekuatan dan ketebalan dari isian menentukan kekuatan
dari kekar, sehingga dapat menjaga stabilitas dinding lubang bukaan ( adit).
Angka untuk penilaian atau pembobotan tergantung dari beberapa faktor.

Tabel 2.4
Penentuan Nilai Joint Alteration Number (Ja)
Joint Alteration Number (Ja) Nilai Ja Sudut Geser dalam
Kontak antar dinding joint
Dinding joint terekatkan oleh material keras, stabil tidak
0,75
berubah menjadi lunak, dan kedap air.
Dinding joint tidak terubah, tampak sedikit noda 1 (25⁰-35⁰)
Dinding joint sedikit terubah, tidak terdapat clay pada
2 (25⁰-30⁰)
bidang joint, hanya ada sedikit material pasir.

12
Lanjutan Tabel 2.4
Sisipan pada dinding jointterdiri dari material pasir
3 (20⁰-25⁰)
hanya sedikit clay ( material pengisi keras )
Bidang joint disisipi mineral clay lunak, seperti kaolin
dan mika, juga khlorite, talk, gypsum grafit, dan sedikit
4 (8⁰-16⁰)
mineral clay yang mengembang (tebal sisipan 1 - 2 mm
dan tidak menerus )
Sisipan antar dinding joint kurang dari 10 cm
Sisipan antar dinding joint terdiri atas material
4 (25⁰- 30⁰)
berukuran pasir tidak mengandung clay
Sisipan antar dinding joint menerus dengan ketebalan
kurang dari 5 mm mengandung mineral lempung tapi 6 (16⁰-24⁰)
masih tetap keras
Sisipan antar dinding joint tebal kurang dari 5 mm
8 (12⁰-16⁰)
menerus mengandung material clay agak lunak
Sisipan antar dinding joint mengandung material clay
yang mengembang, tebal kurang dari 5 mm dan
menerus. Nilai Ja tergantung dari presentase material 8 - 12 (6⁰-12⁰)
clayyang mengembang dan banyaknya air yang bisa
melewati sisipan antar bidang joint.
Dinding joint tidak kontak
Sisipan antar dinding joint menerus dengan ketebalan
kurang dari 5 mm mengandung mineral lempung tapi 6
masih tetap keras
Sisipan antar dinding joint tebal kurang dari 5 mm
8
menerus mengandung material clay agak lunak
Sisipan antar dinding joint mengandung material clay
yang mengembang seperti tebal kurang dari 5 mm dan
8 - 12 (6⁰- 24⁰)
menerus. Nilai Ja tergantung dari presentase clay yang
mengembang dan banyaknya air yang bisa melewati.
Sisipan lanau atau pasir lempungan, kandungan
5
lempung sedikit ( secara umum masih keras)
Sisipan lempung tebal, panjang dan menerus 10 - 13 (6⁰- 24⁰)
Sisipan antar dinding joint menerus dengan ketebalan
kurang dari 5 mm mengandung mineral lempung tapi 13 - 20
masih tetap keras
Sisipan antar dinding join tebal kurang dari 5mm
13 - 20
menerus mengandung clay agak lunak
Sisipan antar dinding joint mengandung material clay
yang mengembang, tebal kurang dari 5 mm dan
menerus. Nilai Ja tergantung dari presentase material 13 - 20
clayyang mengembang dan banyaknya air yang bisa
melewati sisipan antar bidang joint.
Sumber : Z. T. Bieniawski, 1989.

13
5. Angka Air Kekar atau Joint Water Number (Jw)
Pada adit atau drift, debit aliran air tanah dalam liter per menit untuk
setiap 10 meter penggalian perlu diketahui. Hal ini dikarenakan dapat
mengurangi ketahanan material pengisi pada kekar, sehingga stabilitas antar
blok ikut berkurang. Cara lain untuk mengetahui air pada kekar adalah dengan
mengetahui kondisi umum yang dapat dinyatakan sebagai kering, lembab,
basah, menetes, dan mengalir. Pembobotan dipengaruhi oleh tekanan air.

Tabel 2.5
Joint Water Number (Jw)
Joint Water Number (Jw) Nilai Jw Tekanan air (Kpa)
Front kering atau aliran air kecil dan perkiraan
1 <1
debit air < 5 liter/menit
Aliran air sedang, kadang - kadang melarutkan
0,66 1,0 - 2,5
material sisipan antar dinding joint
Aliran air besar, tekanan air tinggi melewati celah
0,5 2,5 - 10,0
antar dinding joint yang keras
Aliran air besar, tekanan air tinggi dapat
melarutkan sisipan material pengisi antar dinding 0,33 2,5 - 10,0
joint
Aliran air deras sesaat setelah blasting dan makin
0,22 - 0,10 >10
lama aliran air makin kecil
Aliran air deras secara terus menerus tanpa ada
0,10 - 0,05 > 10
penurunan debit menurut waktu
Sumber : Z. T. Bieniawski, 1989.

6. Faktor Pengurangan Tegangan atau Stress Reduction Factor (SRF)


Stress Reduction Factor (SRF) berhubungan dengan pengaruh stress yang
dialami oleh lubang bukaan. Perhitungan SRF dibedakan ke dalam beberapa
kasus berikut:
a. Hilangnya tekanan ketika lubang bukaan dibuat pada massa batuan yang
mengandung lapisan clay tebal atau pada fault shear zone.
b. Bila lubang bukaan dibuat tidak pada weakness zone dimana hanya
terdapat sedikit bidang diskontinu dan tidak terdapat lapisan clay, maka
lubang bukaan lebih dipengaruhi oleh perbandingan antara tekanan dan
kekuatan batuan.
c. Tekanan yang dialami oleh batuan yang bersifat plastis dan tidak kompak.

14
Tabel 2.6
Stress Reduction Factor (SRF) Untuk Kondisi (a)
Zona lemah yang terpotong oleh terowongan dapat mengakibatkan keruntuhan
massa batuan pada saat pembuatan terowongan
Keterangan SRF
Banyak zona lemah saling berpotongan mengandung clay membentuk
10,0
blok - blok yang mudah runtuh, terlepas
Zona lemah hanya satu mengandung clay, batuan mudah terlepas oleh
5,0
adanya sisipan (kedalaman ekskavasi < 50 m)
Zona lemah hanya satu mengandung clay, batuan mudah terlepas oleh
2,5
adanya sisipan (kedalaman ekskavasi > 50 m)
Banyak sisipan (shear zone) antar dinding joint pada batuan keras,
7,5
batuan mudah terlepas (pada berbagai kedalaman)
Zona lemah tidak mengandung clay (shear zone) hanya satu pada
5,0
batuan keras ( kedalaman ekskavasi < 50 m)
Zona lemah tidak mengandung clay (shear zone) hanya satu batuan
2,5
keras (kedalaman ekskavasi > 50m)
Joint terbuka lepas - lepas, terkekarkan intensif berbentuk kubus (pada
5,0
berbagai kedalaman)
Sumber : Z. T. Bieniawski, 1989.

Tabel 2.7
Stress Reduction Factor (SRF) Untuk Kondisi (b)
Batuan keras, dengan tekanan tinggi (kedalaman tinggi)
Keterangan SRF
Tekanan kecil, dekat permukaan 2,5
Medium stress 1,0
Tekanan tinggi, retakan joint sangat rapat (pada
umumnya stabil, tetapi kemungkinan terjadi spalling 0,5 - 2,0
pada dinding lubang bukaan)
Rock burst ringan pada batuan keras 5,00 - 10,0
Rock burst besar pada batuan keras 10,00 - 20,0
Sumber : Z. T. Bieniawski, 1989.

15
Tabel 2.8
Stress Reduction Factor (SRF) Untuk Kondisi (c)
Batuan mengembang, plastis, lunak di bawah tekanan insitu tinggi
Keterangan SRF
Batuan mengembang sedang dibawah tekanan tinggi 5,0 - 10,0
Batuan sangat mengembang di bawh tekanan tinggi 10,0 - 20,0
Sumber : Z. T. Bieniawski, 1989.

Tabel 2.9
Stress Reduction Factor (SRF) Untuk Kondisi (d)
Batuan mengembang, tingkat pengembangan batuan tergantung kandungan air
Keterangan SRF
Batuan mengembang sedang dibawah tekanan tinggi 5,0 - 10,0
Batuan sangat mengembang di bawah tekanan tinggi 10,0 - 20,0
Sumber : Z. T. Bieniawski, 1989.

C. Perbedaan Antara RMR dan Q-System


Perbedaan antara RMR dan Q-system terletak pada parameter yang
dimasukan antara dua metode tersebut, dimana pada metode Q-system,
parameter faktor pengurangan tegangan (SRF) menjadi salah satu faktor
koreksi dalam penentuan besar nilai Q dari massa batuan. Dimana parameter
keenam ini merupakan parameter tegangan total pada massa batuan.
Perbandingan antara nilai Jw dan SRF menggambarkan tegangan aktif atau
active stress pada massa batuan.
Sedangkan pada metode RMR, dalam menentukan kelas dari massa
batuan, metode ini mengabaikan faktor tegangan yang ada pada massa batuan
dan lebih mengutamakan orientasi dari bidang diskontinu.
Oleh sebab itu metode Q-system lebih banyak diaplikasikan pada
underground mines. karena memperhitungkan stress condition pada massa
batuan. Sedangkan untuk metode RMR aplikasinya banyak digunakan pada
underground maupun surface mines.

16
D. Apa itu Q-system? Cari persamaan yang menghubungkan Q dan RMR !
Q-system adalah salah satu metode dalam ilmu geomekanika yang
digunakan untuk menentukan kekuatan pada massa batuan dengan cara
melakukan analisis langsung terhadap bidang-bidang diskontinu yang ada
pada massa batuan di lapangan. Nilai dari kekuatan pada massa batuan
ditentukan dengan besar nilai Q-nya, yaitu dengan rumus:

𝑹𝑸𝑫 𝑱𝒓 𝑱𝒘
𝑸= 𝒙 𝒙
𝑱𝒏 𝑱𝒂 𝑬𝑺𝑹

Persamaan yang menghubungkan nilai Q dan RMR dapat dilihat pada (Gambar
2.1) dibawah ini.

Gambar 2.1
Grafik Hubungan Antara Nilai Q dan RMR

17
E. Daftar Pustaka
Sumber yang digunakan dalam menyusun Tugas Mata Kuliah Geoteknik
ini adalah sebagai berikut:
1. Buku Geoteknik Tambang, Prof. Dr. Ir. Irwandi Arif, M.Sc.
2. Buku Mekanika Batuan, Dr. Ir. Made Astawa Rai & Dr. Ir. Suseno,
Kramadibrata, ITB.
3. http://fhendymining.blogspot.co.id/2011/11/penggunaan-klasifikasi-
batuan.html

NAMA = EVENS GION TERMAS


NIM = 710013079
KELAS = 02

18

Anda mungkin juga menyukai