BERKELANJUTAN
1.1. Kriteria Pembangunan Berkelanjutan
World Commission on Environment and Development mendefinisikan
Sustainable Development sebagai "pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini
tanpa mempersoalkan
VALUASI
AKUNTANSI
LINGKUNGAN
PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1, agar bisa mencapai ketiga definisi
kerja pembangunanr yang bisa dicapai ini, tiga area kerja yang luas bisa diidentifikasi,
yakni (1) Valuation/Penilaian, yaitu nilai sumberdaya alam harus dihitung dengan
tepat termasuk yang tidak berhubungan dengan pasar dan aliran uang; (2) Regulasi,
karena penilaian saja tidak cukup maka dibutuhkan kerangkakerja sosial dan hukum
yang harus ditaati untuk memastikan penggunaan sumber daya yang lebih bisa
tercapai; (3) Monitoring, agar generasi masa depan tidak ditinggali dengan basis
sumber daya alam yang lebih rendah maka diperlukan perhitungan dengan
menggunakan pencatatan pemasukan bersih yang dicapai walaupun masih
membutuhkan kerangka kerja akuntansi
lingkungan bisa disebabkan oleh kesalahan distribusi sumber daya seperti misalnya
tanah yang subur; (3) masalah lingkungan bisa disebabkan oleh terlalu besarnya beban
pertumbuhan populasi dan kapasitas asimilasi manusia pada lingkungan sebuah
negara.
Klasifikasi diatas didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut: kepuasan
terhadap keinginan manusia berasal dari lingkungan, baik secara tidak langsung oleh
transformasi bahan baku menjadi komoditi, atau secara langsung sebagai sumber
layanan penunjang kehidupan dan kesenangan yang tidak dimediasi oleh produksi dan
pertukaran komoditi.
1. Modal Alam
Modal alam bisa dibagi menjadi tiga yakni: (1) modal alam tak bisa
diperbaharui dan bisa dipasarkan (misal: minyak bumi); (2) modal alam bisa
diperbaharui dan bisa dipasarkan (misal: sawah); dan (3) modal alam yang bisa
diperbaharui dan tak bisa dipasarkan (misal: alam liar, batas air)
Karena pentingnya sumberdaya alam bisa diperbaharui, maka pemusatan
perhatian pada sumberdaya alam bisa diperbaharui bisa didapatkan basis jangka
panjang bagi pembangunan berkelanjutan yang bisa dicapai.
memiliki hasil rendah dan tidak sustainable, padahal, penggunaan yang bernilai
tinggi, memiliki hasil tinggi dan sustainable sudah ada, misalnya: di Thailand,
dataran tinggi yang cocok untuk pohon buah-buahan ternyata ditanami singkong
dan ditinggalkan ketika tanahnya menjadi tidak subur, padahal pada waktu itu
buah-buahan akan memberikan hasil yang jauh lebih bagus. Atau penangkapan
ikan ukuran kecil, yang seandainya diberi kesempatan
untuk tumbuh
berkelanjutan tanpa
10. Situs dan habitat unik menghilang dan spesies flora dan fauna seperti ikan trubuk
ikut punah tanpa-alasan ekonomis yang bisa mengkompensasi nilai keunikan dan
keragaman serta biaya kehilangan yang tak dapat direstorasi itu.
8. Keengganan terhadap ketidakpastian dan resiko yang bisa saja mengarah pada
tingkat pembebanan biaya yang tinggi tapi juga ketidakinginan untuk melakukan
investasi yang seharusnya menguntngkan tapi memiliki variasi kembalian yang
lebar.
9. Tidak bisa diputar balik : ketika keputusan pasar dalam ketidakpastian mengarah
pada hasil-hasil yang tidak bisa diputarbalik pasar tersebut bisa saja gagal
mengalokasikan sumberdaya secara bijaksana.
(3). Sumberdaya Yang Tak Diberi Harga dan Tidak Ada Pasar
Tidak ada pasar dan karenanya tidak ada harga untuk sumberdaya dengan
akses terbuka karena tidak adanya pemilik eksklusif dan aman yang seharusnya
meminta harga itu. Tanpa adanya penjual dan pembeli, pasar bagi sumberdaya dengan
akses terbuka tidak akan berkembang dan harga sumberdaya itu akan tetap bernilai
nol meskipun jumlah mereka mulai menipis. Dengan nilai harga nol (gratis) dan tidak
ada pasar untuk melaporkan kelangkaannnya, maka sumberdaya alam yang punah
dalam tingkat yang sangat cepat bukanlah sesuatu yang mengejutkan walaupun
permintaan sangat tinggi dan pasokan (konservasi) sangat rendah (nol) pada harga
nol. Oleh karena itu harga adalah mekanisme yang mengatur dan mengurangi
kelangkaan sumberdaya melalui penetapan pasokan dan permintaan.
Perlu dicatat juga, ketidakadaan pasar dan harga tidak hanya terbatas pada
sumberdaya dengan akses terbuka seperti perikanan dan lingkungan, sumberdaya
seperti hutan dan tanah hutan yang merupakan sumberdaya milik negara, sehingga
pasar properti ini akan sangat tipis yang merupakan sumber kegagalan pasar itu
sendiri.
Salah satu contoh dari pasar yang tipis ini adalah sistem pengairan dimana
negara memberikan pengairan tanpa menarik biaya yang pada akhirnya akan
berdampak: (1) air digunakan secara tidak efisien dan diboroskan dan tidak ada usaha
untuk mengkonservasinya meskipun air sudah semakin jarang, (2) negara tidak bisa
mengembalikan modal, biaya operasi dan perawatan yang mengakibatkan layanan
irigasi akan berkinerja buruk, (3) masalah lingkungan yang serius seperti sedimantasi,
salinasi tanah dan waterlogging dari memburuknya aliran air dan irigasi yang
berlebihan sementara daerah lain yang bisa dialiri air malah tidak mendapatkannya,
(4) secara tidak langsung petani-petani / petambak yang berada di dekat kanal irigasi
mendapatkan subsidi dari petani-petani yang berada jauh dari kanal yang sama-sama
membayat pajak tapi mendapatkan sedikit akses pada air irigasi.
Memang memberikan harga pada air akan terdengar sangat aneh terutama
pada negara-negara yang menganggap bahwa air adalah pemberian Tuhan, tetapi
peningkatan potensi akan mendukung beberapa bentuk pemberian harga terhadap air
ketika menghadapi kelangkaan air.
Kunci untuk pemberian harga yang optimal terhadap sumberdaya alam adalah
dengan mengidentifikasi dan mengukur secara tepat biaya-biaya sosial eksternal dan
biaya pengguna intertemporal eksploitasi sumberdaya tersebut dan dengan
menginternalisasi mereka atau memasangkan mereka pada konsumen saat ini melalui
pemberian harga atau pajak yang tepat.
B. Kegagalan Kebijakan
(1). Kegagalan Kebijakan Yang Mengarah Pada Kerusakan Lingkungan
Kegagalan pasar mendorong adanya intervensi pemerintah. Tapi hal ini adalah
kondisi yang penting, namun
adalah bila (a) intervensi pemerintah mengungguli pasar atau meningkatkan fungsi
pasar, (b) keuntungan intervensi semacam itu mengungguli biaya perencanaan,
implementasi dan pelaksanaannya sebagaimana segala biaya tak terduga dari distorsi
yang diperkenalkan pada sektor ekonomi yang lain.
Idealnya, intervensi pemerintah bertujuan untuk membetulkan atau paling
tidak membenahi kegagalan pasar melalui pajak, regulasi, insentif privat, proyek
publik, manajemen makroekonomi dan reformasi institusional.
Tapi, pada prakteknya intervensi pemerintah cenderung membawa distorsi
baru kepada pasar sumberdaya alam dan bukannya memperbaiki. Alasannya bisa
bermacam-macam, misal (1) pembetulan kegagalan pasar jarang sekali menjadi tujuan
satu-satunya atau tujuan utama ntervensi pemerintah; yang mendominasi justru tujuan
lain seperti keamanan nasional, ekuitas sosial, manajemen makroekonomi dan
stabilitas politik; (2) intervensi pemerintah sering kali memiliki konsekuensi tak
terduga dan efek samping yang tak dikira atau malah tidak diperhatikan, (3) kebijakan
seperti subsidi dan proteksi terhadap import atau kompetisi seringkali hidup lebih
panjang daripada kegunaannya ketika mereka dikapitalisasi pada pengharapan
masyarakat dan nilai properti yang membuat penghapusannya sangat sulit, (4)
intervensi kebijakan cenderung mengumpulkan dan berinteraksi dengan yang lain
secara halus dalam mendistorsi insentif pribadi dari aktifitas yang menguntungkan
secara sosial, dan (5) kebijakan yang terlihat tidak berhubungan dengan sumberdaya
alam dan lingkungan mungkin saja memiliki efek yang lebih besar terhadap kebijakan
lingkungan dan sumberdaya alam.
Jadi, kerusakan lingkungan tidak hanya hadir karena terlalu percaya pada
pasar bebas yang gagal berfungsi secara efisien tapi juga dari kebijakan pemerintah
yang secara tidak sengaja atau tidak bijak mendistorsi insentif bagi kebaikan
overeksploitasi dan melawan konservasi sumberdaya yang berharga..
Kegagalan kebijakan bisa dikelompokkan menjadi empat jenis.
1. Distorsi dari pasar yang seharusnya berfungsi baik dengan cara memberikan pajak,
subsidi, kuota, regulasi, perusahaan negara yang tidak efisien dan proyek publik
10
dengan kembalian ekonomi yang tipis dengan dampak lingkungan yang besar. Hal
ini disebut sebagai "membetulkan sesuatu yang tidak rusak"
2. Kegagalan dalam menganggap dan menginternalisasi efek samping lingkungan
yang signifikan daripada intervensi kebijakan yang dijamin.
3. Intervensi kebijakan yaang bertujuan membetulkan atau membenahi kegagalan
pasar tapi malah berakhir dengan menghasilkan sesuatu yang lebih buruk daripada
yang dihasilkan oleh pasar yang gagal.
4. Kegagalan mengintervensi kegagalan pasar ketika intervensi tersebut dibutuhkan
untuk meningkatkan fungsi pasar dan harus dibuat pada harga yang dibenarkan
oleh keuntungan yang telah diperkirakan sebelumnya.
11
tidak
12
subsidi dan
menghasilkan birokrasi yang besar dan subsidi yang mahal; (e) membutuhkan badan
lingkungan yang menguasai teknologi baik produksi maupun kontrol polusi untuk
ratusan jenis industri; (g) pemenuhannya sangat terbatas; (h) badan lingkungan harus
melakukan negosiasi tanpa akhir dengan penghasil polusi mengenai tipe peralatan
yang harus dipasang; (i) resiko moral dimana penyuapan menjadi tinggi; dan (j)
regulasi langsung mengakibatkan banyaknya kesempatan untuk perilaku rent-seeking.
Kemacetan dan polusi di kota mendominasi kehidupan kota besar. Kebijakan
yang dikeluarkan sehubungan dengan masalah ini tersedia mulai dari penambahan
infrastruktur sampai tidak melakukan apa-apa. Penambahan infrastruktur seperti jalan
hanya akan sedikit menunda sampai akhirnya masyarakat membeli lebih banyak
mobil dan kemacetan akan terjadi lagi. Tidak melakukan apa-apa memiliki tujuan
agar masyarakat tidak algi mau meningkatkan penggunaan mobil pribadi karena
jalanan sudah sesak, tapi cara ini sangat tidak efisien. Harga yang harus dibayar: (a)
hilangnya waktu produktif; (b) peningkatan penggunaan bahan bakar fosil; (c)
peningkatan polusi udara; dan (d) peningkatan polusi suara.
13
sumberdaya alam sebagai input industri; (c) tingkat penyerapan tenaga kerja dan
karena itu sisa pekerja pedesaan mendesak tekanan pada sumberdaya alam (d) tingkat
polusi industri.
Masalah pertanian/ perikanan
memburuk pada beberapa tahun ini karena tingginya proteksi terhadap industri
melalui tarif import dan insentif investasi yang mendukung efek merugikan bagi
perpajakan pertanian. Untuk mengurangi tekanan pada basis sumberdaya pertanian,
jumlah orang yang bergantung pada pertanian harus dikurangi melalui pemindahan
pekerja ke dalam sektor-sektor yang lain. Menurunnya keuntungan pada bidang
pertanian sebagai hasil proteksi industrial ternyata juga mengurangi investasi dalam
hal investasi pada pengembangan lahan pertanian dan konservasi tanah baik karena
berkurangnya kembalian pada investasi itu dan karena berkurangnya tabungan.
Reformasi kebijakan industri yang paling penting adalah pengembalian
keuntungan komparatif industri yang padat-karya melawan industri intensif modal
yang berbasis daerah perkotaan yang diproteksi dan didukung kebijakan pemerintah..
Solusi terbaik adalah reformasi penyapuan bias industri dan kebijakan perdagangan.
Agar bisa berhasil, promosi industri daerah pedesaan harus dibangun dengan berbasisi
pada beberapa ciri dasar area pedesaan, yaitu : ketersediaan bahan baku, pasokan
tenaga kerja dan berkembangnya pasar.
Tiga kebijakan industri lain yang membutuhkan pemikiran ulang terhadap
biaya lingkungan adalah: (1) kemungkinan pemberlakuan depresiasi, potongan pajak
dan pembebasan secara arif terhadap material dan peralatan yang bisa saja merupakan
sumber utama polusi; (2) subsidi energi yang bisa saja mengarah pada sumber energi
yang memiliki tingkat polusi tinggi bukannya pada sumber energi dengan tingkat
polusi yang rendah; dan (3) kriteria untuk menyetujui investasi luar negeri secara
langsung (sebelum proses screening yang didasarkan pada catatan perusahaan atau
industri tertentu di tempat lain mungkin akan lebih efektif daripada penilaian dampak
lingkungan setelah kejadian)
14
dan digunakan daripada kebijakan sektoral atau mikro. Misalnya, jika hal lain
konstan, semakin tinggi biaya input modal dan pekerja yang digunakan dalam
ekstraksi sumberdaya atau dalam industri yang berpolusi, relative terhadap harga
output, maka semakin rendah tingkat kepunahan sumberdaya dan jumlah polusi. Jika
teknologi yang intensif modal lebih banyak menghasilkan polusi daripada teknologi
padat karya, semakin rendah harga modal relatif terhadap pekerja semakin banyak
polusi yang dihasilkan.
Tingkat suku bunga adalah parameter makroekonomi yang penting dengan
implikasi mikroekonomi untuk alokasi sumberdaya karena ia menghubungkan hari ini
dengan masa depan. Semakin tinggi tingkat suku bunga (atau tingkat pembebanan)
semakin tinggi biaya untuk menunggu, dan karenanya semakin cepat tingkat
kepunahan sumberdaya dan semakin rendah investasi pada konservasi sumberdaya.
Namun efek ini bisa ditanggulangi dengan fakta bahwa semakin tinggi tingkat suku
bunga berarti semakin tinggi biaya modal yang cenderung mengurangi kepunahan
sumberdaya padat-modal dan kerusakan lingkungan.
Hukum upah minimum (yang juga mendorong kepadatan modal) mengurangi
penggunaan tenaga kerja dan mengurangi tekanan pada tingkat gaji nonmanufacturing. Hal ini, pada kondisi dimana tenaga kerja berlebih mengarah pada: (1)
peningkatan pekerja bergaji rendah pada sumberdaya yang hampir punah, (2)
pelanggaran baatas pada sektor sumberdaya oleh angkatan kerja yang tidak memiliki
pekerjaan atau yang setengah menganggur.
Pertimbangan
implikasi
sumberdaya
dan
lingkungan,
kebijakan
makroekonomi bisa menghasilkan salah satu dari beberapa kemungkinan berikut: (a)
biaya lingkungan bisa mempengaruhi skala terhadap kebijakan marjinal dengan
meningkatkan biaya sosial diatas keuntungan sosialnya; hal yang sebaliknya bisa
terjadi dengan kebijakan yang memiliki efek lingkungan yang positif; (b) intervensi
kebijakan makroekonomi bisa berskal lebih besar atau lebih kecil tergantung pada
implikasi lingkungan; dan (c) persediaan bisa disimpan untuk berjaga-jaga bila terjadi
efek lingkungan negatif dari kebijakan-kebijakan tersebut ketika kebijakan seperti itu
tidak bisa diskala lebih bawah dengan mencukupi agar bisa mengurangi biaya
lingkungan sampai pada tingkatan yang bisa diterima.
Dilain pihak, kesalahan manajemen makroekonomi sama merusak terhadap
manajemen sumberdaya alam dan kualitas lingkungan dan juga terhadap sektor-sektor
ekonomi
yang
lainnya.
Menggunungnya
hutang
luar
negeri,
melebarnya
15
peningkatan kemiskinan
16
bebas, misalnya pengenalan pemberian harga pada air di Cina dan pengutipan
harga pada Jalan di Singapura.
(3) Pertimbangan dan internalisasi lingkungan, sosial dan beberapa efek samping
proyek publik lain dan kebijakan sektoral dan dan makroekonomi, misalnya
irigasi Dumoga pada proyek taman nasional di Indonesia.
Isu-isu penggundulan hutan, kehancuran daerah aliran sungai, erosi tanah,
penggunaan tanah yang tak aman dan penggunaan pestisida yang berlebihan dan
penggunaan air yang tidak efisien telah dibicarakan hampir di setiap negara. Sebagai
respon terhadap hal ini pemerintah terlah memperknalkan berbagai perubahan
terhadap kebijakan yang ada sebagaimana kebijakan danprogram baru yang berurusan
dengan masalah-masalah lingkungan. Berbagai contoh misalnya saja: penarikan
subsidi pestisida di Indonesia, penarikan subsidi peternakan di Brazil yang meskipun
menguntungkan dalam hal ekonomi tapi tidak secara sosial, perbaikan status
kepemilikan tanah di Thailand, Tunisia, Maroko dan Nepal. Penarikan biaya pada
infrastruktur juga dilakukan, di Indonesia dan China, sistem irigasi mulai dikenakan
biaya dan di Singapura sistem jaringan jalan raya yang dikenakan biaya sehingga bisa
mengontrol kemacetan di perkotaan.
Seringkali kita mengalami adanya konflik tujuan dari setiap kebijakan,
misalnya antara efisiensi dan distribusi, atau antara efisiensi dan degradasi
lingkungan. Sebagai misal :
(1) Menghilangkan ketidakmampuan untuk pulih bagi semua sumberdaya alam
yang dapat pulih. Dalam hal ini kita mengenal apa yang disebut standar minimum
yang aman (safe minimum standard) untuk semua sistem sumberdaya alam yang
pulih, yaitu menghindari tindakan fisik yang akan membuatnya tidak ekonomis
untuk memanen
17
kebijakan perburuan, penyisihan suatu wilayah untuk cagar alam dan sebagainya.
Bagi sumberdaya tanah, standar tersebut dapat dalam bentuk penentuan tingkat
erosi yang maksimum. Untuk sumberdaya air, standar tersebut dapat dalam
bentuk kwalitas minimum air, tingkat pengendapan sendimen tertentu, serta
batas-batas eksploitasi air tanah untuk menjamin tersedianya air tanah.
(2) Penghindaran terhadap tindakan dapat dipulihkannya lingkungan yang rusak,
seperti menumpuknya nitrat dan pestisida dalam air tanah, serta penumpukan zatzat kimia di dalam danau. Hal ini sulit dihindari karena adanya penggunaan
pupuk, pestisida dan sebagainya.
(3) Harus diusahakan untuk menghindari pencemaran lingkungan secara global yang
mengancam generasi masa datang. Isyu ini harus diperbincangkan baik secara
nasional maupun internasional.
(4) Perlu adanya penentuan yang jelas mengenai peranan pasar dan harga. Praktek
pengelolaan sumberdaya alam saat ini masih merupakan campuran yang kurang
sempurna antara pengawasan oleh pihak pemerintah dan swasta. Peranan pasar
telah banyak kelihatan dalam kebijakan sumberdaya alam, sedangkan efek
sampingan yang tidak diinginkan yang timbul akibat proses pasar telah
diperingan oleh tindakan perpajakan dan subsidi.
(5) Mengusahakan perencanaan sumberdaya alam pada tingkat nasional untuk
sumberdaya alam yang pulih, dan diarahkan bagi pengadaan informasi tesedianya
sumberdaya alam. Biasanya informasi sumberdaya alam kalah baik jika
dibandingkan dengan informasi tentang pertanian, maka akan diketahui
persediaan
sumberdaya
alam,
teknologi,
serta
kebijakan
yang
akan
18
lingkungan
merupakan
aspek
yang
banyak
diteliti,
terutama
berhubungan dengan adanya ekternalitas ekonomi yang sifatnya negatif (external diseconomies).
Pembahasan pencemaran lingkungan mengarah pada dua hal, yaitu : (a)
memenuhi kebutuhan pemerintah untuk melakukan intervensi dalam pengendalian
ekternalitas, dan (b) merumuskan berbagai pilihan kebijakan dan instrumen yang
dapat digunakan oleh pembuat keputusan. Pada saat ini perdebatan pengendalian
pencemaran tersebut terarah pada bentuk intervensi yang dapat dilakukan oleh
pemerintah, khususnya menetapkan pilihan antara regulasi langsung atau instrumen
yang berbasis pada ekonomi pasar. Pada umumnya para ekonom menyukai untuk
menempuh jalur kebijakan yang berbasis pada ekonomi pasar dengan landasan
efisiensi biaya dan dinamika teknologi, sekalipun pada kenyataannya kondisi industri,
pemerintah dan masyarakat umumnya
19
(1) CAC memerlukan regulator yang mengetahui polusi yang terjadi dalam suatu
industri. Pada kenyataannya pengusaha jauh lebih tahu dari pada pemerintah
tentang berapa biaya untuk menghilangkan polusi yang dihasilkan oleh industrinya.
(2) Pengusaha bervariasi dalam menghasilkan polusi dan memerlukan pengawasan
berbeda. Dibawah kendali sistem CAC, setiap polluter harus melakukan
perbaikan sesuai baku yang telah ditetapkan, tentu saja mengacu teknologi
tertentu yang
sebagaimana
A. Instrumen Ekonomi
1. Definisi ulang hak pemilikan
2. Pajak/ Sistem pungutan
3. Subsidi
4. Sistem deposit-refund
20
B. Regulasi
1. Baku mutu
2.Kuotapenggunaan sumberdaya
sistem pajak/
dalam suatu penawaran terbatas sebagai hak polusi (polution right). Pembatasan
penawaran direfleksikan dalam bentuk harga atas hak (rights), sekaligus bertindak
untuk menghambat polusi. Perdagangan polusi itu sendiri dimaksudkan untuk
menjamin pengurangan polusi secara bertahap yang dialokasikan secara
menyeluruh diantara pembuat polusi.
(2) Intervensi pasar untuk mempertahankan atau menstabilkan harga-harga dari
komoditi tertentu yang menghasilkan buangan yang dapat didaur ulang
(recyclable affluents).
(3) Asuransi liabilitas (liability insurance), yaitu penciptaan suatu pasar dimana resiko
yang ditanggung habitat berupa kerusakan lingkungan yang tidak menentu
ditransfer kepada perusahaan asuransi.
Pungutan (charges) dalam batas tertentu dianggap sebagai harga yang
dibayarkan untuk polusi sebagai hasil permintaan biaya oleh masyarakat akibat
layanan lingkungan yang diinternalisasikan dalam perhitungan biaya dan manfaat
individu dari kegiatan yang dilakukannya. Pungutan untuk polusi lingkungan dapat
berbentuk :
21
(1) Pungutan buangan (effluent charges) yang dibayar untuk aliran buangan ke dalam
lingkungan berdasarkan kuantitas dan kualitas dari polutan buangan (discharged
pollutants).
(2) Pungutan penggunaan (user charges) untuk pembiayaan treatmen buangan secara
kolektif atau publik.
(3) Pungutan produk (product charges) dikenakan pada penjualan produk yang
terlibat polusi dalam produksi atau konsumsi, dimana sistem
pengendalian
disyaratkan bagi kualitas lingkungan. Sebaliknya bila tidak memuaskan, dana deposit
tetap ditahan. Dalam hal penegakan peraturan berupa : (1) pungutan ketidak patuhan,
yaitu pungutan atau denda terhadap pembuat polusi yang tidak memetuhi ketentuan
peraturan lingkungan, dan (2) sertifikat kinerja, yaitu penarikan kembali daya yang
telah dibayarkan kepada pemerintah karena telah memenuhi ketentuan peraturan
lingkungan.
Pengenaan pajak atas polusi bisa berupa :
22
(1)
(2) Pajak tidak langsung yang dikenakan pada penjualan atau pertambahan nilai,
misalnya barang dan jasa yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan dalam
produksi dan konsumsi seperti BBM, baterai dan pupuk dapat dikenakan
pajak tidak langsung berdasarkan besarnya kerusakan lingkungan yang
diimbulkan.
dimana
penghasil polusi diberi insentif agar setiap pabrik yang menghasilkan polusi bersedia
mengurangi polusi yang ditimbulkan. Dengan pengenaan pajak tertentu, selanjutnya
masyarakat diharapkan bersedia melakukan purifikasi air limbah yang dihasilkan
seperti yang kita sukai bersama. Tentu saja proses penetapan tingkat pajak tersebut
23
secara berulang diperbaiki sampai pada tingkat dimana perusahaan dan masyarakat
sama-sama puas, karena kondisi lingkungan telah menjadi bersih seperti yang kita
harapkan bersama.
Penghitungan pajak atau subsidi dengan cara tersebut mungkin tidak
menghasikan kondisi optimum Pareto, namun dengan cara ini dapat dilakukan dengan
biaya terkecil untuk mencapai sasaran yang kita kehendaki bersama. Hanya saja
kondisi yang kita hadapi berada dalah ketidakpastian.
Menurut Markandya dan Richardson (1992)
pembahasan kebijakan
slope
penguarngan polusi dan kerusakannya, disamping juga akan berbeda bergantung pada
mekanisme pasar dan baku mutu yang digunakan.
Robert dan Spence (1992)
membandingkan
24
instrumen pengendalian dengan pendekatan mekanisme harga dan baku mutu secara
tunggal adalah tidak mencukupi. Oleh karena itu, skema instrumen kebijakan
kombinasi antara mekanisme harga dan pungutan ongkos atas dasar baku mutu jumlah
limbah yang diijinkan akan menjadi alternatif kebijakan yang lebih memadai.
Dalam kaitan dengan kombinasi kebijakan ini, otoritas pengendali lingkungan
memiliki tiga parameter yang dapat dimainkan, yaitu : subsidi, penalti dan lisensi.
Subsidi merupakan bentuk insentif bagi pengusaha. Sedangkan penalti merupakan
katup pengaman, jika biaya pencucian polusi ternyata tinggi. Jika harga ijin telah
terbentuk, maka setiap perusahaan akian menghadapi fungsi penalti dengan efektif.
Dalam praktek, skema untuk menetapkan ambang batas polusi adalah merupakan
dasar bagi otoritas pengendali lingkungan dalam menetapkan subsidi atau besarnya
penalti.
Pada umumnya persepsi para pembuat kebijakan berkenaan dengan masalah
eksternalitas
fungsi
ekternalitas optimum. Ijin tersebut dapat diperjual belikan secara bebas di pasar.
Baku mutu polusi ditentukan oleh suplai ijin polusi dan dengan mudah dapat
diperbaharui.
25
Dalam menghdapai pungutan biaya emisi atau harga sertifikat emisi (dalam
kondisi optimum Pareto, nilainya sama), maka perusahaan yang meminimumkan
biaya akan mencari cara untuk mengurangi polusi, baik melalui pengurangan output ,
investasi teknologi baru atau kegiatan untuk mengurangi dampak polusi. Insentif
untuk mengurangi emisi polusi akan berlanjut sampai pada tingkat biaya marginal
pengurangan polusi sama dengan harga sertifikat emisi atau beban biaya emisi dari
otoritas pengendali lingkungan. Biaya pengurangan polusi
berbeda diantara
26
kasus dikembalikan lagi untuk para pelaku polusi dalam bentuk subsidi untuk
mendorong dikembangkannya instalasi teknologi pembersih polusi untuk kepentingan
penelitian dan pengembangan lingkungan bersih. Pungutan semacam ini dikenal
sebagai pungutan polusi distributif dan dengan jelas berbeda dengan apa yang
dimaksud dengan pungutan polusi yang bertujuan untuk insentif ekonomio yang
memiliki ciri optimal Pigouvian. Pengenalan pungutan polusi yang bersifat insentif
ekonomi masih berkembang sangat lambat, tidak hanya karena kegagalan masyarakat
dalam mengapresiasai pengertian biaya manfaat yang efektif, tapi juga karena
resistensi pengusaha dan pengambilan keputusan politik. Pungutan ongkos polusi
yang bersifat insentif ekonomi
mengusulkan beberapa
kriteria
seleksi
instrumen kebijakan
27
(4) Sertifikat penurunan emisi ternyata memiliki biaya transaksi lebih tinggi dari
pada apa yang dipahami secara teori. Dalam hal ini regulator perlu melakukan
validasi.
(5) Pendekatan insentif ekonomi pada waktu mendatang akan tumbuh, saklipun harus
disadari bahwa pendekatan insentif ekonomi untuk pengendalian lingkungan tidak
menawrkan obat segala penyakit, tapi sekeedar cara praktis untuk mencapai
sasaran perbaikan lingkungan, lebih fleksibel dengan biaya relatif lebih rendah
dibandingkan dengan penggunakan peraturan. Banyak pakar ekonomi lingkungan
cenderung menyarankan pendekatan campuran antara mekanisme harga dan
regulasi, sekalipun pendekatan mekanisme pasar relatif lebih efisien.