5.1 Geoteknik
Geoteknik adalah salah satu dari cabang dari ilmu geologi yang erat
hubungannya dengan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Beberapa kajian geoteknik berhubungan dengan bidang ilmu Teknik Sipil. Di
dalamnya diperdalam pembahasan mengenai permasalahan kekuatan tanah dan
batuan serta hubungannya dengan kemampuan menahan beban bangunan yang
berdiri diatasnya. Cabang ilmu ini mempelajari lebih dalam dari ilmu-ilmu
mekanika tanah, mekanika batuan, dan teknik pondasi.
Sedangkan dalam bidang pertambangan Geoteknik atau dikenal sebagai
engineering geology merupakan bagian dari rekayasa perencanaan tambang (mine
plan) yang didasarkan pada pengetahuan yang terkumpul selama sejarah
penambangan. Seorang mine plan yang merancang terowongan, desain penyangga
pada tambang bawah tanah dan menganalisa kemantapan lereng atau yang lainnya
memerlukan suatu estimasi bagaimana tanah dan batuan akan merespon tegangan,
sehingga dalam hal ini penyelidikan geoteknik merupakan bagian dari uji lokasi
dan merupakan dasar untuk pemilihan lokasi. Bagian dari ilmu geoteknik yang
berhubungan dengan respon material alami terhadap gejala deformasi disebut
dengan geomekanika.(klinton dkk, 2020)
1
5.1.1.2 Jumlah
Data utama yang dibutuhkan sebagai dasar untuk suatu analisis kemantapan
lereng pada penambangan batugamping antara lain struktur batuan, serta sifat fisik
dan mekanik batuan. Berikut data yang didapatkan untuk pengujian geoteknik.
1.
2.
Parameter Nilai
Parameter Nilai
No Parameter Nilai
1 Arah Kemiringan Lereng N 334° E
2 Arah Kemiringan Kekar rata-rata N 231° E
3 Kemiringan Lereng 55°
4 Kemiringan Kekar rata-rata 79°
2
5 Spasi Kekar Per Meter 0,37 m
Sumber: Wira Yuda, 2017
Dalam pengujian kestabilan lereng untuk mendapatkan faktor keamanan
atau FK dengan bantuan Software Slide 6.0.
1. Metode Rock Mass Rating
Bieniawski (1976) mempublikasikan suatu klasifikasi massa batuan yang
disebut Klasifikasi Geomekanika atau lebih dikenal dengan Rcok Mass Rating
(RMR). Klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating menggunakan 5 parameter
yaitu:
1. Kuat tekan uniaksial (PLI)
2. RQD
3. Spasi ketidak-menerusan
4. Kondisi rekahan, meliputi: kekasaran (roughness), lebar celah (aperture),
dan ketebalan bahan pemisah atau pengisi celah (width filled atau gouge),
tingkat pelapukan (weathered) dan kemenerusan kekar atau terminasi
(extension).
5. Kondisi air tanah.
Dalam mengklasifikasikan massa batuan berdasarkan sistem klasifikasi
RMR, Bieniawski menggunakan 5 parameter utama, yaitu:
1. Kuat Tekan Batuan Utuh (Strength of Intact Rock Material)
Kuat tekan batuan digunakan untuk menyatakan batas tegangan tertinggi
yang sanggup diterima oleh suatu massa batuan saat utuh, yang diperoleh dari
suatu percobaan di laboratorium. Kekuatan batuan dapat diketahui melalui alat –
alat yang digunakan untuk menggores atau memecahkan batuan. Ada dua cara
untuk mendapat kuat tekan batuan utuh yaitu pengujian di lapangan dengan point
load test dan pengujian di laboratorium menggunakan Uniaxial Compressive
Strenght Test (UCS).
a. Point Load Test
Uji Point Load dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan batuan
secara tidak langsung di lapangan. Dari uji point load didapat indeks point
load (Is) dan kuat tekan sc.
Rumus mencari PLI
3
I(50) = ( 50dmm ) .
0,45 P
D2
Ket : d = diameter sampel (mm)
P = beban maksimum hingga percontoh pecah (N)
D = jarak antar konus penekan (mm)
Diketahui:
d = 25 mm
P = 2550 N
D = 25 mm
Maka I(50) sebesar
I(50) = ( 2550 mm
mm )
0,45
.
2550 N
25 mm ²
I(50) = 2,99 N/mm2, 1 N/mm2 sama dengan 1 Mpa
I(50) = 2,99 Mpa
Tabel 5. 4 Rating Kekuatan Material Batuan Utuh (Bieniawski, 1989)
Deskriptif Kualitatif UCS (Mpa) PLI (Mpa) Rating
Lemah (Weak) 5 – 25 2
Penggunaan
Sangat Lemah (Very weak) 1–5 UCS lebih 1
dianjurkan
Sangat lemah sekali (Extremely weak) <1 0
4
a. Dengan perhitungan jumlah kekar
Apabila tidak menggunakan pengeboran, maka RQD dapat diperkirakan
dari jumlah kekar-kekar persatuan volume, dimana jumlah kekar per meter untuk
masing-masing set kekar ditambahkan.
Apabila RQD pada suatu batuan diketahui maka dapat ditarik kesimpulan
mengenai kondisi struktur pada batuan. Semakin kecil nilai RQD batuan tersebut
menunjukan bahwa batuan pada daerah tersebut memiliki banyak bidang
ketidakmenerusan atau bidang lemah seperti kekar, dan kekuatan dari batuan
tersebut rendah sehingga dapat mempersulit kegiatan pengeboran. Secara
matematis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut. Massa batuan
menurut Rock Quality Designation dapat dilihat pada table 5.4
Dimana RQD adalah Rock Quality Designation (%), λ adalah jumlah kekar per
meter.
Diketahui λ = 41,5445 cm atau 0,41 meter ( Hasil Penjumlahan JS1 dan
JS2 Pada Lampiran C)
1
λ=
jarak spasi rata−rata terkoreksi
1
= = 2,44 kekar/meter
0,41 meter
Dik : λ = 2,44 kekar/meter
-0,1(2,44)
RQD = RQD = 100e x (0,1(2,44) + 1)
RQD = 97,53%
Tabel 5. 5 Hubungan RQD dan Kualitas Massa Batuan (Deere, 1967 dalam Wira
Yuda 2017)
Persen RQD Kualitas Batuan
< 25 Sangat Jelek
25 – 50 Jelek
50 – 75 Sedang
75 – 90 Baik
90 – 100 Sangat Baik
5
Tabel 5. 6 Tabel 5. 5 Klassifikasi dan Pembobotan RMR (Bieniawski, 1976 dalam Wira Yuda 2017)
Sangat kasar, tidak Agak kasar, Agak kasar, pemisahan <5 Slicken sided/tebal
Gougle lunak tebal > 5 mm atau
Kondisi diskontinu menerus, tidak ada pemisahan 1 mm, atau pemisahan 1-5 gouge <5 mm, atau
4 pemisahan >5 mm, menerus
pemisahan, dingding mm dinding mm menerus pemisahan 1-5 mm
batu tidak lapuk agak lapuk menerus
Bobot 30 25 20 10 0
Bobot 15 10 7 4 0
6
Tabel 5. 7 Hasil Pembobotan RMR
sedikit lapuk
Kondisi Air Tanah Kering 15
Nilai RMR 72
Kelas Massa Batuan (Berdasarkan table 5.8) II (Baik)
Sumber: Wira Yuda, 2017
Tabel 5. 8 Tabel Kelas Masa Batuan, Kohesi Dan Sudut Geser Dalam
Berdasarkan Nilai RMR ( Bieniawski. 1989 )
PROFIL MASA
DESKRIPSI
BATUAN
Sangat Sangat
Kelas Massa Batuan Baik Sedang Jelek
Baik Jelek
Kohesi >40 kPa 30-40 kPa 20-30 kPa 10-20 kPa <10 kPa
O O O O O
Sudut Geser dalam >45 35-45 25-35 15-25 >15
7
Pemilihan alat gali yang sesuai tidak lepas dari studi lapangan dan uji
laboratorium mengenai sifat-sifat material, terutama kekuatan batuan. Di lapangan
selalu dijumpai material dengan ragam kekuatan. Oleh sebab itu, ada material
yang sangat mudah digali, mudah digali, sulit digali, sangat sulit digali atau
bahkan tidak dapat digali.
Kemampugalian merupakan suatu ukuran apakah material dapat digali, yang
kemudian diklasifikasikan berdasarkan tingkat kemudahan penggalian.
Kemampugalian didasarkan pada sifat-sifat material dan kondisi geologi, seperti
kekerasan, RQD, struktur, pelapukan dan air tanah, yang diperoleh dari studi
lapangan dan uji laboratorium. Klasifikasi massa batuan untuk kepentingan
penggaruan yang melibatkan parameter mesin penggaru dan sifat-sifat fisik,
mekanik dan dinamik massa batuan diberikan oleh Klasifikasi Kemampugaruan.
Kriteria klasifikasi penggalian didasarkan pada pembobotan total dari
parameter pembentuknya. Parameter yang dipakai dalam klasifikasi ini adalah
RQD, kekerasan batuan, tingkat pelapukan, jarak kekar, kemenerusan kekar, jarak
pemisahan kekar dan kondisi air tanah atau lebih jelasnya didasarkan pada
pembobotan RMR. Adapun rekomendasi peralatan adalah sebagai berikut.
Tabel 5. 9 Rekomendasi Alat Garu untuk Penambangan Batugamping (Ashabul
Kahfi. 2018)
Total Rating 100 – 90 90 – 70 70 – 50 50 – 25 < 25
Extremely Easy
Rippability Hard Very Hard Hard Ripping
Blasting
Assesment Riping and Riping Riping and Direct
Blasting Digging
Tractor
- DD9G/D9G D9/D8 D8/D7 D7
Selection
Horse
- 770/385 385/270 270/180 180
Power
8
Kestabilan dari suatu lereng tunggal dikontrol oleh kondisi geologi daerah
setempat, bentuk keseluruhan lereng pada daerah tersebut, kondisi air tanah.
Suatu indikator yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng
batuan adalah dengan faktor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan antara
gaya penahan yang membuat lereng tetap stabil, dengan gaya penggerak yang
menyebabkan terjadinya longsor. Berdasaarkan Kepmen ESDM 1827 tahu 2018
tentang Pengolahan Teknis Pertambangan, nilai faktor keamanan tertera pada
table 5.10.
Tabel 5. 10 Nilai Faktor Keamanan dan Probabilitas Longsor Lereng Tambang
Keparahan
Longsor Probabilitas
Jenis (Consequences Faktor
Longsor
Lereng Faktor Keamanan
of Failure/ (Probability
Keamanan (FK) of Failure)
CoF) (maks)
(FK) Statis Dinamis
(Min) (min) PoF (FK≤1)
Rendah s.d.
Lereng
1,1 Tidak ada 25-50%
tunggal Tinggi
9
F = 1,1 = lereng dalam keadaan seimbang (akan longsor)
F < 1,1 = lereng dalam keadaan tidak stabil.
10
Gambar 5. 2 Longsoran Baji
3. Longsoran Busur
Longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang luncur yang berupa busur
disebut longsoran busur. Longsoran busur hanya terjadi pada tanah atau material
yang bersifat seperti tanah. Antara partikel tanah tidak terikat satu sama lain.
Dengan demikian, longsoran busur juga dapat terjadi pada batuan yang sangat
lapuk serta banyak mengandung bidang lemah maupun tumpukan (timbunan)
batuan hancur.
11
tersebut dapat digambarkan dengan balok-balok yang diletakkan diatas sebuah
bidang miring.
12
dengan menggunakan beberapa parameter seperti Arah kemiringan Lereng (Dip
Direction), Kemiringan lereng, Arah dan Kedudukan Kekar, serta nilai
Sudut geser dalam.
Dari proses pengelompokan kekar dengan menggunakan program Dips
6 dan didapatkan dua set kekar pada PT. Sirtu Bersaudara yaitu JS1 dan JS2.
o o
Kedudukan umum JS1 adalah N 309 E / 82 dan kedudukan umum JS2 adalah
o o
N 138 E / 79 Lampiran C.
13
menggunakan program Dips yang menunjukkan jenis longsoran baji
(Wira yuda ,2017)
14
C. Analisis Geometri Lereng
1. Lebar Lereng
Lebar lereng sangat dipengaruhi oleh alat-alat mekanis yang digunakan,
berdasarkan Head Quarter of US Army (pits and Quary Technical Bulletin No 5-
352) dimana dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Wmin = Y + Wt + Ls + G + Wb (4.4)
Dengan Wmin adalah lebar jenjang minimum (m), Y adalah lebar yang
disediakan untuk pengeboran (m), Wt adalah lebar yang disediakan untuk alat gali,
muat dan angkut (m), Ls adalah Panjang alat gali tanpa boom (m), G adalah radius
lantai kerja yang terpotong oleh alat gali (m) dan Wb adalah lebar broken material.
Sehingga lebar jenjang dapat dihitung sebagai berikut.
Diketahui: Y =-
Wt = 2,45 m (alat angkut Hino 500) + 3,17m (Cat 320)
Ls = 3,65 m
Wb =2m
Wmin = - + (2,45 m + 3,17 m) + 53,65 m + 2 m
= 11,27 m ≈ 12 m
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh lebar jenjang PT. Sirtu Bersaudara adalah
12 m.
2. Tinggi Lereng
Tinggi Lereng yang didapatkan dari maximal cutting height alat gali. Untuk
keterangan lebih lanjut, dimensi alat dapat dilihat pada lampiran. Berdasarkan hal
tersebut maka tinggi jenjang yang dibuat oleh PT. Sirtu Bersaudara adalah 9
meter.
D. Analisis Faktor Keamanan
Berdasarkan Tabel 5.10 maka analisis faktor keamanan pada PT. Sirtu
Bersaudara menggunakan Software Slide 6.0 didapatkan hasil sebagai berikut:
Tinggi Lereng : 9 meter
Lebar Lereng : 12 meter
Single Slope : 60°
Multi Slope : 28°
Overall Slope : 28°
15
Gambar 5. 8 Single Slope Statis Berdasarkan Slide V 6.0
16
Gambar 5. 10 Multi Slope Statis Berdasarkan Slide V 6.0
17
Gambar 5. 12 Overall Slope Statis Berdasarkan Slide V 6.0
18
Berdasarkan hasil analisis geometri lereng maka didapatkan hasil lebar
lereng sebesar 12 meter dengan tinggi 9 meter dan rekomendasi alat untuk
penggalian adalah backhoe dengan jangkauan galian lebih besara atau sama
dengan 9 meter, sehingga alat penggalian yang digunakan PT. Sirtu Bersaudara
adalah backhoe CAT 320.
Hasil pembobotan Rock Mass Rating pada lokasi perencanaan tambang PT.
Sirtu Bersaudara menunjukkan nilai 72 yang mendeskripsikan kondisi batuan
Baik. Berdasarkan nilai tersebut, material yang terdapat di lokasi penelitian
bersifat dapat digaru (Rippable) yang berarti metode penggalian yang disarankan
adalah dengan cara penggaruan (Ripping and Blasting). Adapun rekomendasi
peralatan terlihat pada table 5.9 dengan tractor menggunakan D9G dan memiliki
770/385 tenaga kuda.
5.1.3.2 Rekomendasi Geometri Lereng
Berdasarkan analisis geometri lereng dan analisis faktor keamanan
disimpulkan bahwa:
Lebar lereng : 12 meter,
Tinggi lereng : 9 meter
Single slope : 60°
Multi Slope : 28°
5.1.3.3 Rekomendasi Faktor Keamanan Statis dan Dinamis, Probalitas
longsor dan Tingkat Keparahan Longsor
Berdasarkan analisis tipe longsoran pada daerah PT. Sirtu Bersaudara
dengan metode stratigrafi didapatkan jenis longsoran baji dan untuk faktor
keamanan pada lereng dengan kondisi statis dan dinamis (diberikan beban secara
vertikal dengan magnitude 100 Kpa) sebagai berikut :
1. Faktor keamanan Lereng Tunggal
Statis : 8,189
Dinamis : 3,136
2. Faktor keamanan Inter-Ramp
Statis : 1,778
Dinamis : 1,564
3. Faktor keamanan Keseluruhan
19
Statis : 1,322
Dinamis : 1,247
Sehingga dapat ditarik kesimpulan berdasarkan tabel 5.10 untuk lereng
tunggal tingkat keperahan longsoran rendah karen niali faktor keamanan lebih
besar dari faktor keamanan minimum dan probabilitas longsor dibawah 25%, pada
lereng Multi (Inter-Ramp) pada keadaan statis maupun dinamis dipatkan hasil
faktor keamanan lebih besar dari faktor keamanan minimum dengan probabilitas
longsor sebesar 10% dan pada lereng keseluruhan dalam keadaan statis dan
dinamis dipatkan hasilnilai faktor keamanan lebih besar dari faktor keamanan
minimum dengan probalitas longsog sebesar 5%.
5.1.3.4 Rekomendasi Pemantauan Geoteknik
Dalam melakukan pemantauan lereng PT. Sirtu bersaudara menggunakan
alat pemantauan Geoteknik berupa Kamera Fotogrametri. Metode Fotogrametri
(Photogrammetry) merupakan salah satu cara dalam menghasilkan pencitraan 3D.
Metode ini digunakan untuk memetakan suatu area dengan bantuan kamera
khusus, metode ini memiliki kelebihan karena dapat memantau area yang luas
secara ,menyeluruh, bukan hanya sejumlah titik seperti pada metode survei. Pada
metode ini daerah yang akan diamati difoto minimal dari dua titik yang berbeda,
sesuai dengan konsep Triangulasi. Dengan demikian, metode fotogrametri dapat
memeberikan hasil berupa koordinat 3D (x,y,z) yang tepat dari titik yang
dipantau.(Prof. Dr. Ir. Irwandy Arif, M.Sc)
20